Academia.eduAcademia.edu
&urvei 1-listoris, Ceo5rafls. clan 8>osiolo5is Marlin van Bruinessen PenE,anlar: 1-lamid AIE>ar I EOISI REVISI I PDDSITMIZU 0 KHA.ZANAH ILMU-llMU ISLAM TAREKAT NAQSYABANDIYAH DI INDONESIA Martin van Bruinessen Hak Cipta dilindungi undang-undang All rimts reserved Cetakan I, Shafar 1413/Agustus 1992 Cetakan II, Syawwal 1414/April 1004 Diterbltkan oleh Penerbit Mizan Anggota IKAPI Jin. Yodkali No. 16, Bandung 40124 Telp. (022) 700931 Fax. (022) 707038 Desain sampul: Gus Ballon Pelaksana: Biro Desaln Mizan Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbltan (KOT) BRUINESSEN, Martin van. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: survei historis, geografis, dan sosiologis/Martin van Bruinessen; pengantar: Hamid Algar, Cet 1. •• Bandung: Mizan, 1992. 242 him.I 23,50 cm. Judul asli: The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia (a historical, geographical, and sosiological survey) Bibliograft ISBN 979-433-000·0 1. Naqsyabandiyah (Tarekat) I. Judut II. Algar, Hamid. RIWAYAT HIDUP PENULIS Martin van Bruinessen lahir di kota Schoonhoven (di Negeri Belanda) pada tahun 1946. Setelah menyelesaikan studi dan fisika di Universitas Utrecht (lulus tahun 1971), ia lebih menaruh minat kepada sosiologi dan antropologi, sambil mengajar matematika di SMP/SMA. Pada tahun 1974-1976 ia mengadakan penelitian lapangan di berbagai daerah Kurdistan (bagian Iran, Irak dan Turki) dan menulis disertasi mengenai kehidupan sosial dan politik bangsa Kurdi (1978). Perkenalan pertama dengan tarekat Naqsyabandiyah terjadi di Kurdistan. Pada dasawarsa 1980-an ia sering tinggal di Indonesia. Pada 1983-1984 ia membuat penelitian lapangan di suatu perkampungan miskin di Ban· dung, dan pada 1986·1990 bekerja di LIPI sebagai konsultan metodologi penelitian. Semenjak 1991 ia tinggal di Yogyakarta sebagai dosen tamu pada Fakultas Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga. la telah menulis beberapa buku tentang masyarakat dan sejarah Kurdi dan tentang Islam dan politik di Turki. Saat ini sedang menulis buku mengenai Nahdhatul Ulama. UCAPAN TERIMA KASllf Walaupun nama saya tercatat sebagai pengarang, buku ini tidak mungkin akan ditulis kalau saya tidak mendapat rangsangan dan bantuan yang sangat berarti dari banyak orang. Pertama-tama saya ingin menyatakan utang budi saya kepada almarhum Syaikh Muhammad Nurullah Varol di Cizre (Turki). Beliaulah yang membimbing langkahlangkah pertama saya di dunia tarekat. Sela.in beliau, beberapa syaikh Kurdi lainnya telah menolong saya memahami amalan tarekat Naqsyabandiyah dan asal-usul peranan sosial dan politiknya. Kepada beliaubeliau ini saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Barangsiapa membaca buku ini akan melihat betapa besar utang budi saya kepada para guru tarekat di Indonesia dan Malaysia yang telah saya wawancarai. Sebagian besar informasi yang saya sampaikan di sini berdasarkan wawancara dengan guru-guru tarekat. Tanpa kesiapan mereka untuk menjawab pertanyaan saya, tidak mungkin saya menyelesaikan karya ini. Mereka yang telah menyediakan banyak informasi penting akan diberikan kreditasi dalam catatan kaki nanti. Di sini saya mengucapkan terima kasih banyak kepada semuanya dan saya minta maaf kalau di mata beliau-beliau tulisan ini mengandung kesalahan atau kekurangan. Pada tahun 1986 sampai 1990 saya berada di Indonesia atas undangan UPI, dan antara lain terlibat dalam proyek penelitian Sikap dan Pandangan Ulama Indonesia. Dalam rangka penelitian itu, saya sempat mengunjungi hanyak daerah dan, di samping bertemu dengan ulama lainnya, mengadakan banyak wawancara dengan guru dan penganut tarekat Naqsyabandiyah. Sebagian hasil penelitian tersebut telah diterbitkan dalam publikasi lain; buku ini juga dapat dianggap sebagai hasil sampingan dari proyek tersebut. Saya berterima kasih kepada UPI, terutama Pak Mochtar Buchori, atas undangannya untuk ikut serta dalam penelitiannya dan atas peluang yang diberikan kepada saya untuk meneruskan penelitian saya mengenai peranan tarekat. Banyak kawan, di Indonesia maupun di luar negeri, telah memberi sumbangan, dalam berbagai bentuk, kepada buku ini. Mereka mengantarkan dan memperkenalkan saya kepada tokoh-tokoh tarekat, membantu saya mencari hahan tertulis maupun tradisi lisan, membaca dan mengomentari draft-draft pertama dari buku ini, dan sebagai lawan bicara menolong saya mempertajam pengamatan dan analisis saya. Terima kasih banyak kepada (dalam urutan abjad): Taufik Abdullah Oakarta), Moeslim Abdurrahman Qakarta), Abu Hamid (Ujung Pandang), Hamid Algar (Berkeley), Analiamyah (Banjarmasin), Michel Chodkiewicz (Paris), ,,Pangcu" Driyantono Qakarta dan Palembang), Djohan Effendi Qakarta), Jurriaan van Goor (Utrecht), Wardah Hafidz (Malang dan Jakarta), Halkawt Hakim (Paris), Werner Kraus (Passau), M. Sanusi Latief (Padang), Habib Luthfi (Pekalongan), Masyhuri Qakarta), Koos Noorduyn (Leiden), Ahmad Rahman (Ujung Pandang), Karel Steenbrink (Yogyakarta dan Leiden), Rusdi Sufi (Banda Aceh), Tudjimah Qakarta), dan Abdurrahman Wahid Qakarta). Mereka tentu saja tidak bertanggung jawab atas analisis dan kesimpulan saya, apalagi atas kesalahan dan kekurangan yang pembaca temukan. Naskah asli buku ini ditulis dalam bahasa Inggris. Sa.ya merasa beruntung bahwa kawan saya, lsmed Natsir, bersedia menerjemahkannya; dengan hati-hati ia berusaha agar hasilnya setia kepada teks asli dan sekaligus menjadi bahasa Indonesia yang baik. Untuk editing final saya mendapat bantuan berharga dari kawan penulis lain, Mohamad Sobary. Bagi saya sebagai peneliti sangat penting bahwa basil penelitian saya dapat dibaca oleh semua orang yang bersangkutan dan saya merasa gembira bahwa terjemahan ini lebih baik daripada buku terjemahan pada umumnya. Yogyakarta, 8Juli 1992 PRAKATA EDISI KEDUA Setelah edisi pertama buku ini terbit, saya menerima banyak reaksi yang berguna dari pembaca, berupa komentar, kritik atau informasi tambahan. Semua masukan ini saya pakai untuk menyusun edisi kedua ini, yang semoga lebih baik. Perubahan yang telah saya buat untuk edisi kedua ini terdiri dari beberapa jenis. Pertama-tama sejumlah kesalahan fakta (seperti nama orang dan tempat, tanggal peristiwlJ,, dan sebagainya) diperbaiki. Kemudian terdapat sejumlah tambahan biasa, misalnya tentang cabangcabang tarekat yang belum tercantumkan dalam edisi pertama. Dalam dua tahun terakhir, saya melakukan beberapa perjalanan di Jawa dan Madura yang menghasilkan banyak informasi baru, di samping beberapa pembaca menyampaikan keterangan tambahan yang berguna. Beberapa bagian dirombak secara total dan ditulis kembali karena keterangan dalam edisi pertama tampaknya tergantung kepada sumber yang parsial. Dunia tarekat tidak bebas dari persaingan dan pertentangan. Setelah wafatnya seorang guru yang berpengaruh, seringkali terjadi konflik berat dan berkepanjangan antara beberapa calon penggantinya. Masing-masing mempunyai visi yang berbeda tentang apa yang sesungguhnya pernah terjadi dan tentang keabsahan klaim pihak lain sebagai khalifah. Ketika saya menulis edisi pertama, saya belum cukup menyadari kompleksitas beberapa kasus yang saya bicarakan sepintas. Berdasarkan komentar dan kritik dari pembaca dan sejumlah wawancara baru, saya berusaha menceritakan kasus-kasus tersebut secara lebih fair dan seimbang. Kepada syaikh-syaikh yang merasa dirugikan oleh tulisan dalam edisi pertama (terutama Kiai Lathifi Baidowi dan Kiai Asrori bin Usman) saya mohon maaf. Mudah-mudahan mereka setuju bahwa edisi ini lebih seimbang. Pembaca yang paling tidak puas dengan edisi pertama buku ini, agaknya, adalah Syekh Kadirun Y ahya dan murid-muridnya. Syekh Kadirun menempati posisi khusus dalaln buku ini karena ia memang lain daripada syaikh-syaikh Naqsyabandi lain yang dibicarakan. Saya menpnggapnya sebagai contoh yang paling jelas dari proses "pribumisasi0 tarekat Naqsyabandiyah, baik dengan teorinya tentang "metaf•ib-eksakta.. maupun dengan jenis keajaiban yang diklaimnya. Pada hemat saya, justru sosoknya yang mengesankan sebagai guru sakti dengan kemampuan supra.natural yang luar biasaJah yang menyebabkannya menjadi salah seorang guru Naqsyabandiyah yang paling banyak pengikutnya di Nusantara. Saya pribadi tidak begitu terkesan dengan teori maupun klaim-klaim keajaibannya, tetapi saya menganggap semua itu sebagai fenomena menarik yang mengungkapkan ban.yak hal tentang sikap keagamaan sebagian masyarakat Indonesia. Liputan saya tentang Syekh Kadirun dalam edisi pertama kurang/aw. Waktu itu saya mencoba menulis dengan gaya ironis (lain daripada gaya yang saya pakai dalam bah-bah lain) tetapi hasilnya, apalagi setelah diindonesiakan, memberi kesan mengejek dan merendahkan. Saya menyesalkan hal ini dan meminta maaf kepadanya. Sekarang ini saya berusaha menulis secara lebih fair, namun tanpa mengorbankan sikap ktitis. Saya memakai lebih banyak bahan yang diperoleh dari beberapa murid dekatnya dan berusaha membedakan lebih jelas antara perkataan Syekh Kadirun dan interpretasi saya. Saya mcngucapkan terimakasih kepada semua orang yang telah membantu saya dalaln revisi buku ini, terutama para kiai tarekat yang bersedia diwawancarai. Saya merasa berutang budi kepada banyak orang lain yang pernah menyampaikan komentar atau kritik, secara lisan ataupun tertulis. Mereka antara lain (dalam urutan abjad) Abdul Mu'ith (Mataram), Achmadi (Situbondo), Akhmad ZN (Praya), Moechammad Baidhowi Oombang), Mohammad Karim (Situbondo ), Achmad Mudjib {Palembang), M. Sjamsuddin Noer (Gresik), Hendro Saptono (Yogyakarta), dan lskandar Zulkamain (Medan). Dan terakhir saya ingin menyebut dengan rasa syukur Kholidy Ibhar, yang telah menemani saya pada beberapa perjala:nan da:n senantiasa menjadi lawan bicara yang kritis. Dengan demikian jumlah orang yang telah memberi sumbangan kepada buku ini sudah b-:rtambah lagi, namun tanggung jawab atas semua interpretasi dan seleksi data yang dicantumkan di dalamnya, serta kesalahan dan kelemahan yang masih ada, tetap pada penulis. Yogyakarta, 4 Oktober 1993 \ ISi BUKU Riwayat Hidup Penulis 5 Ucapan Terima Kasih - 6 Prak.a.ta Edisi Kedua - 7 Daftar Bagan dan Tabel- 12 PENGANTAR-13 Oleh Hamid Algal' PENDAHULUAN - 15 Mengapa dan Bagaimana Buku lni Ditulh Sumber-sumber - 18 Susunan Buku Ini - 20 BAB I. 17 PENGUASA HINDIA BEL.ANDA MENYINGKAP KEHADIRAN TAREKAT NAQ.SYABANDIY AH - 21 Holle tentang Tarekat Naqsyabandiyah .. 23 Pemberontakan: di Banten, Lombok, Sidoharjo - 27 Apakah Tarekat Antipenji\iahan? - SO Sumber-sumber Belanda mengenai Tarekat Naqsyabandiyah BAB U. 31 AWAL PERKENALAN INDONESIA DENGAN TAR.Er KAT NAQ.SY ABANDIY AH: YUSUF MA.l\.ASSAR DAN TOKOH-TOKOH NAQ.SYABANDIYAH MASA PER~LAAN LAINNYA - 34 Tulisan·tulisan Syaikh Yusuf - 36 Karya·karva Para Murid Syaikh Yusuf -- 38 Syaik.h Yusuf dan Tarekat Naqsyabandiyah - 40 Tarekat Naqsyabandiyab aetelah Syaikh Yusuf 42 Keai.mpubm - 46 BAB Ill. ASAL-USUL DAN PERKEMBANGAN TAREKAT NAQ SYABANDIY AH HINGGA AKHIR ABAD KETUJUH BELAS-47 Silailah - 48 Setelah Baba' Al-Din: Penyebatan ke Barat dan Selatan - !'>2 Ahmad Faruqi Sirbindi dan Saingan-saingannya - 54 Kepustakaan Naqsyahandiyah - 60 Tarekat Naqsyabandivah sebagai Organisasi - 61 BAB IV. PERKEMBANGAN PADA ABAD KE-18 DAN KE-19: TAREKAT MAZHARIY AH DAN TAREKAT KHAUDIYAH - 64 Tarekat Mujaddidiyah di India dan Hijaz - 65 Tarekat Naqsyabandiyab Khalidiyab 66 Tarekat Naqsyabandiyab Mazbariyab - 69 Kepustakaan Khalidiyah dan Mazha.riyab - 74 BAB V. BERBAGAI RffUAL DAN TEKNIK SPIRITUAL NAQSY ABANDIYAH - 76 A11as-asas 7 6 Zik.ir dan Wirid 80 Muraqabah 82 Rahithab Mursyid (Rahithah bi Al-Syaikh) dan Rahithah Al-Qabr 82 Khatm-i Khwajagan - 85 Tawajjuh 86 Baiat, Ijazah, Khalifah - 8 7 Khalwat atau Suluk 88 BAB VI. Para Pembela Tarekat Awai Abad ke-20; Muhammad Sa'ad dan Khatib 'Ali 128 Kaum Tuo, Komunismedan PERTI - mo HajiJalaluddin dan Partai Politik. Tarekat lslamnya - 151 Penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah secara Geografis di Sumatera Barat- ms BAB XI. Singapura: Pusat Komunik.asi Sumatera dalain Abad ke-19 - U4 Syekh Abdul Wahhab dan Peaan.tren Babussalm - U5 Kampar- U8 Mand.ailing (Tapanuli Selatan) - 141 Aceh 14.S Syekh Ibrahim Bonjol dan Tarekat Sammaniyah-Naqsyabandiyah 147 Tarekat Modern dan "Metafisika llmiah": Pmf. Dr. Haji Syekh Kadirun Y abya M.Sc. - 148 Semenanjung Malaysia- 158 TAREKAT QADIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH DI MAKKAH DAN DI INDONESIA - 89 Ahmad Khatib Sambas dan Tarekat Q:adiriyah wa Naqsyabandiyah 89 Murid-murid dan Khalifah Ahmad Khatib - 91 Tarekat Qadiri.yah wa Naqsyabandiyah d.an Pembemntakan Rakyat 92 Timbulnya Cabang-cabang Tarekat yang Mandiri di Pelbagai Da.erah 9S Ritual Qadiriyah d.an Naqsyahandiyah - 96 DAERAH-DAERAH LAIN DI SUMATERA DAN SEMENANJUNG MALAYA - 134 BAB xn. TAREKAT NAQSYABANDIY AH DI JAWA 162 BAB VIII. PASANG-SURUT TAREKAT NAQSYABANDIYAH: REAKSI DAN PERLAWAN•.\N, KEJATUHAN DAN KEBANGKITAN - 110 Semarang dan Sekitamya - 162 K.H. Muhammad Hadi dari Girik.usumo - 162 K.H. Mansur dan K.H. Salman dari Popongan 16S Kiai Arwani dari Kudu1- 16.S Girikusumo - 165 Mbah Mangli- 166 Daerah Rembang-Blora - 167 Daerah Banyumu-Purwokerto - 169 Daerah Kebumen - 172 Da.erah Cirebon - 174 jawa Timur: Bagian Utara - 174 Jawa Timur Selatan: Kediri-Blitar - 176 Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dan Jami'iyyah Ahl Al· Thariqah Al-Mu'tabarah - 178 Pengamatan Akhir - 185 Polemik. Anti-Naqsyabandiyah dan Pembelaan Diri Kaum Naqsyabandiyah - 110 Masa-masa Keruntuhan dan Keba.ngkitan Kembali Tarekat Naqsyabandiyah sesudah Tahun 1924- 115 BAB XIII. TAREKAT NAQSY ABANDIY AH DI MADURA DAN DALAM MASYARAKAT MADURA DI DAERAH LAIN -185 BAB vn. AWAL MASUKNYA TAREKAT KHALIDIYAH NUSANTARA - 99 DI Syaikh lsma'il dari Simahur (lsma'il Al·Minangkabawi) - 99 Tarekat Khalidiyah diJawa pada 1850·an dan 1860-an - 102 Tarekat Khalidiyah di Mirumgkabau pada 1860-an - 102 Peranan Para ffi\ji - l OS Perkembangan dijawa pad.a 1880-an 106 Perkembangan di Sumatera pad.a 1880-an - 107 Tarekat Naqsyabandiyah dan Elit Tradisional - 108 BAB IX. TAREKAT NAQSYABANDIYAH DI KEPULAUAN RIAU DAN KALIMANTAN BARAT- 119 Kepulauan Riau - 119 Kalimantan Barat- 120 BAB X. TAREKAT NAQSY ABANDIYAH DI SUMATERA BARAT - 124 Perkenalan Pertama dan Perkemba.ngan Awwalnya - 124 Guru.guru yang Paling Penting sekitarTahun 1890-125 Kiai dan Tarekat dalain Masyarak.at Madura - 185 Silsilah Naqsyabandiyah Madura - 186 Fathul Bari, Para Penggantinya, dan Masyarakat Madura di Kalimantan Bint - 189 Nasab yang Lain: Kiai Jazuli dan Para Penerusnya 192 Habib Muhsin Aly AI.Hinduwan - 194 Munyid Perempuan - 197 BAB XIV. KELOMPOK-KELOMPOK NAQSYABANDIYAH KALIMANTAN SELATAN - 199 DI BAB XV. TAREKAT NAQSYABANDIYAH DAN JEJAK-JEJAKNYADI SULAWESI SELATAN 206 Pengaruh-pengaruh Naqsyabandiyah dalaln Amalan Misti.s-Magis Tradiaional - 206 Guru-guru Minang dan Pengaruh Naqsyabandiyah yang Tersebar 208 Tarekat Naqsyabandiyab Kbalidiyah-nya Haji Jalaluddin - 211 Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah-nya Muhsin Aly Alhinduan 212 BAB XVI. SISA-SISA NAQSY ABANDIY AH DI LOMBOK - 215 Pemherontakan Anti-Bali 215 Guru Bangkol dan Tarekatnya - 218 Tarekat Qadiriyab wa Naqsyabandiyah di Lombok - 219 Tarekat Haji Mohammad Ali dan Keturunannya 222 BAB XVII. PRIBUMISASI T AREKAT DAN VARIASI LOK AL - 226 Haji jaJaluddin dan Pengindonesiaan Tarekat Naqsyabandiyah - 227 Pemakaian Tarekat untuk Tujuan Magis 229 Aliran-aliran Mistik yang Telah Mengalalni Pengaruh Naqsyabandiyah - 230 KESIMPULAN - 233 KEPUSTAKAAN-237 INDEK-247 DAFTAR BAGAN DAN TABEL Daftar Bagan l. Silsilah Guru-guru Naqsyahandiyah Mengikuti Garis Nabi Muhammad saw. 50 2. Silsilah Guru-guru Naqsyahandiyah yang Dijumpai Yusuf Makassar dan 'Ahd Al-Ra'uf Singkili di Hijaz - 56 3. Silsilah Guru-guru Naqsyahandiyah dari Sumbel'-sumber di Indonesia dan Non-Barat 72 4. 5. 6. Cabang Tarekat Naqsyahandiyah dari Muhammad Hadi - 166 Dua Silsilah Badal Tarekat Naqsyabandiyah 187 Hubungan Mursyid-Kbalifah dan Hubungan Genealogis di Antara Guru-guru Naqsyahandiyah Madura 190 Daftar Tabet 1. 2. 3. 4. Karya-karya Syaikh Husuf Makassar - 39 Pertumbuhan dan Penyebaran Wilayab dari Orang-orang yang Menunaikan lhadab Haji 105 Jumlah Pusat-pusat Syattariyah dan Naqsyahandiyah 133 Jumlah Pengikut dan Inventarisasi Tareka~ Naqsyahandiyah di Sulawesi Selatan 210 PENGANTAJt Oleh Hamid Algar*) Sejarah dan doktrin tarekat Naqsyabandiyah muncul pada tahuntahun belakangan ini sebagai suatu topik populer, malah hampir-hampir menjadi mode dalam penelitian dan perbincangan di kalangan sarjana Barat di bidang Islam. Lebih penting ketimbang itu, Naqsyabandiyah telah menunjukkan semangat dan keuletan yang luar biasa di banyak wilayah di dunia Islam - Turki, Kurdistan, Afghanistan, Syria, Daghistan, Asia Tengah, Pakistan, Cina, dan Asia Tenggara. Kenyataan ini sudah cukup untuk menyanggah ramalan yang dibuat dengan penuh keyakinan oleh para orientalis dan Muslim "modernis" bahwa paguyuban sufi ditakdirkan untuk lenyap. Meskipun begitu, studi-studi yang cermat dan sistematis terhadap Naqsyabandiyah di pelbagai kawasan yang berbeda di dunia Muslim masih kurang. Pada umwrmya, yang ada hanyalah survei-survei pen· dahuluan yang masih perlu disempumakan; ini pun hanya terbatas pada sejumlah kecil kawasan. (Lihat Hamid Algar, "The Present State of Naqshbandi Studies", dalam Marc Gaborieau, Alexandre Popovic, dan Thierry Zarcone (ed.), Naqshbandis, Istanbul dan Paris, 1990, him. 4456). Oleh karena itu, karya Martin van Bruinessen perlu disambut secara khusus. Ia tidak hanya merupakan sumbangan amat berharga untuk sejarah Islam di Indonesia, melainkan juga dapat dijadikan suatu model penelitian tentang Naqsyabandiyah di tempat-tempat lain. di kawasan dunia Islam. Apa yang telah dicapainya lebih pantas dipuji lagi, mengingat relatif-kurangnya ·nteratur asli tentang Naqsyabandiyah dalam bahasa Melayu-Indonesia bila dibandingkan dengan banyaknya literatur tersebut dalam bahasa Persia, Arab, Turki, dan Urdu. Konsekuensinya, sang peneliti haruslah menghimpun kepingankepingan kecil informasi dari pelbagai sumber di luar tarekat itu sendiri. Mengingat problem tersebut mirip dengan problem yang saya hadapi dalam karya yang sedang saya kerjakan pada saat ini - yaitu sebuah penelitian tentang sejarah: Naqsyabandiyah di Semenanjung Malaya maka saya sepenuhnya dapat memahami kesulitan-kesulitan yang telah dihadapi van Bruinessen dan keberhasilannya dalam mengatasi semua itu. *) Hamid Algar adalah penulis masalah-masalah Iran dan Turki scrta profcsor di Department of Near Eastern Studies di Univenitas California, Bakeley, AS, di bidang tasawuf dan pelbagai bidang studi Islam lainnya. Penerbit Mizan pantas diberi ucapan selamat atas penerbitan karya penting ini, yang telah menyumbang kepada pengetahuan kita tentang Paguyuban sufi yang paling tersebar luas dan paling aktif di dunia pada masa sekarang ini. Berkeley, Agustus 1992 PENDAHULUAN Wajah Islam di Indonesia beraneka ragam, dan cara kaum Muslim di negeri ini menghayati agama mereka bermacam-macam. Tetapi, ada satu segi yang sangat mencolok sepanjang sejanh kepulauan ini: untaian kalung mistik yang begitu kuat mengebat lslamnyat Tulisan-tulisan paling awal karya Muslim Indonesia bemapaskan semangat tasawuf, dan seperti acapkali dikemukakan orang, karena tasawuf inilah terutama sekali orang Indonesia memeluk Islam. lsJ~sasi Indonesia mulai dalam maq ketika tasawuf merupakan corak pemikiran yang dominan di dunia Islam. Pikiran-pikiran para sufi terkemuka lbn Al·'Arabi dan Abu Hamid Al-Ohazali sangat berpengarub terhadap pengarang-pengarang Muslim generasi pertama di Indonesia. Apalagi, hampir semua pengarang tadi juga menjadi pengikut sebuah tarekat atau lebih. Secara relatif, tarekat merupakan tahap paling ak.hir dari perkembangan tasawuf, tetapi menjelang penghujung ahad ketiga belas, ketika orang Indonesia mulai berpaling kepada Islam, tarekat justru sedang berada di puncak kejayaa.nnya. Kata tarelcat (secara harfJah berarti 0 jalan") mengacu baik kepada sistem latihan meditasi niaupun amalan (muraqabah, dzikir, wirid, dan sebagainya) yang dihubungkan dengan sederet guru sufi, dan organisasi yang tumbuh di seputar metode sufi yang khas ini. Pada masa-masa permulaan, setiap guru sufi dikelilingi oleh lingkaran murid mereka, dan beberapa dari murid ini kelak akan menjaqi guru pula. Boleh dikatakan, tarekat itlt mensistematiskan ajaran metode-metode tasawuf. Guru-guru tarekat yang sama semuanya kurang lebih mengajarkan metode yang sama: zikir yang sama, dapat pula muraqabah yang sama. Seorang pengikut tarekat akan beroleh kemajuan dengan melalui sederetan ijazah berdasarkan tingkatnya, yang diakui oleh semua pengikut tarekat yang sama; dari pengikut biasa (mansub) hingga murid, selanjutnya hingga pembantu syaikh atau khalifah-nya, dan akhimya - dalam beberapa kasus - hingga menjadi guru yang mandiri (mursyid). Sesungguhnya tarekat tidak hanya mempunyai fungsi keagamaan. Setiap tarekat merupakan semacam keluarga besar, dan semuaanggota· nya menganggap diri mereka bersaudara satu sama lain (dalaln banyak tarekat mereka memang memanggil ikhwan satu sama lain). Seorang pengikut tarekat Qadiriyah atau Naqsyabandiyah dapat mengadakan irerjalanan dari India ke Asia Tengah atau Mesir, dan di setiap kota yang dilaluinya ia dapat menginap di zawiyah (khtmaqah) kepunyaan tarekat 15 J6 T11relc11t N'aqsyabandiyala dj Indonesia tenebut atau at rumah seorang iJUawan. Tarekat tcrtcntu pun mc:mpunyai kckuatan politik yang lumayan. Banyak syailth tarckat yang kharismatik k:atena banyak pengikutnya serta besar pula pengaruhnya terbadap men:k.a, maka para syailth terscbut memainkan peranan penting da1aJn politik. Pihak pcmcrintah rnelihat para syaikh ini sebagai ancaman atau sebagai sekutu yang bcrmanfaat, tetapi m'uttahil rnengabailtan mcreka. Bebcrapa raja yang pemah memcrintah di lndoncaia bukan tidak mungkin mcmpunyai a1asan politik ketika beralih memeluk apcla Islam; beberapa raja memakai konsq> sufi insan ltamil sebagai lcgitimaai bagi kedudukan mereka sendiri. Namuo, mayoritas orang mdoneaia tampaknya tcrtarik pada tarekat karena latihan-latihan m.istiknya yang diajarkan dan kekuatan spiritual yang dapat mercka peroleh. Minat kepada hal serupa itu masih bidup subur di mana-mana di Indonesia. Suatu analiJis yang dilaku.kan tcrhadap majalab populcr Ant4nah mcnunjukkan bahwa tasawuf dan tarckat ktap merupakan pokok yang sangat diminati olcb kcla.s menengah Muslim. di Jakarta dewasa ini (yang mtrupakan bagian terbcsar pembaca majalah terscbut). Begitu pun di S(bagian be:sar daerah: kiai yang mengajarkan tarckat cenderung mempunyai pengikut lebih banyak ketimbang kiai-kiai yang tidak mengajarkan tarckat. Saya mempcroleh kcsan bahwa pengaruh tarckat mcmang tc~lah tumbuh pesat selama dasawana terakhir ini. Di Indonesia tcrdapat macam-macarn tarekat dan organisui yang mirip tarekat. Bebcrapa di antaranya hanya merupakan tarckat lokal yang berdasarkan pada ajaran-ajaran dan amalan-amalan guru tcrtentu, umpamanya Wahidiyah dan Shiddiqiyah di Jawa Timur atau tarekat Syahadatain di jawa Tengah. Dan untuk mc:narik garis pcrbedaan yang tcgu antara W-Ckat aemacarn itu dcngan aliran kebatinan hampirhampir mustahil. (Ternyata banyak aliran kc:batinan, bahkan yang tampaknya anti·lslam dan mengaku bersumber pada kepcrcayaan lcluhur, sesungguhnya sangat dipenpruhi oleh tasawuf). Tarc:kat lainnya, biasanya yang lebih besar, scbetulnya merupakan cabang-cabang dari gerakan sufi intemasional, misalnya tarckat Khalwatiyah (tarekat yang kuat di Sulawesi Selatan), Syattariyah (Sumatra Barat dan Jawa), Syadziliyah Uawa Tcngah), Qadiriyah, Rifa'iyah, Idrisiyah atau Ahmadiyah, Tijaniyah dan, yang paling besar,Naqsyabandiyah. Yang menghc~kan: mengapa sedikit sekali tuliaan tentang wckat dalam Bahasa lndonesia. Hanya ada bCberapa buku yang bcrsifat umum sepc:rti Pengantar Rmu Tarekat-nya Abocbakar Atjch dan Perkembangan llmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara karya Hawash Abdullah. Yang pertama sc:benamya lebih menyangkut 11cjarah tarckat di Timur Tengah dan hanya mcmuat aedikit catatan pcndck tcntang pcrkcmbangan tarekat di Indonesia; yang kcdua lebih mengenai penulis-penulis Indonesia yang mcnonjol di bidang tasawuf. Buku kctiga yang sudah scmestinya disebut adalah edisi khwus jurna1 PnigcmttJT 1 7 Dialog (terbitan Balitbang Departemen Agama, Maret 1978) berjudul Sufisme di Indonesia, yang memuat beberapa studi .kasus mcngenai tarekat. Buku yang berada di tangan Anda sek.anu\g ini, sepanjang pcngetahuan saya merupakan bulru pertama ymg mengkaji sccara umum sebuah tarekat di Indonesia. Tarekat Naqsyabandiyah yang menjadi ~ kajiannya, dalarn banyak bat, merupakan tarekat yang paling penting. Dari semua tarekat yang ada di Dunia hlam, Naqsyabandiyahlah yang paling intenwional: cabang-cabangnya terdapat hampir di semua negeri antara Yugoslavia clan Mc:air di belahan barat, dan Indonesia clan Cina di be1ahan timur. DalaJn kebangkitan politik Islam di abad kcsembilan belas, tarekat ini pun mengambil bagian yang lcbih me· nonjol daripada tarekat lainnyL Dan syaikh-syaikh Naqsyabandiyah ttlah. menulis lebih banyak karya bcrbobot ketimbang syaikh-syaikh tarckat lain. Di Indonesia, tarekat Naqsyabandiyah merupakan tarekat tc:rbesar da1am jumlah pengikut dan lebib terscbar luas dibandingkan tarekat lain. Sekarang guru-guru Naqsyabandiyah dapat dijumpai di seluruh Sumatera, Kalimantan dan Jawa, di Lombok dan Sulawesi Selatan. Di Indonesia tmlapat tiga cabang Naqsyabandiyah yang berbeda satu sama lain: NaqsyabandiYah Mazhariyah, Naqsyabandiyah Klaalidiyah dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Yang terakhir sebetulnya merupakan perpaduan dari dua tarekat, dan berasa1 dari seorang sufi Indonesia, Ahmad Khatll> Sambu, yang mengajar di Makkah sekitar pertcngahan abad kesembilan 'bclu. Ketiga corak Naqsyabandiyah tcncbut akan dibahas da1ain buku ini. Menppa dan Bapimana Buku lni Dituli1 Barangkali saya mcsti mengemukakan sepatah dua kata mengenai 1atar bclakang minat sava terhadap Naqsyabandiyah. Semuanya bermula ketika saya ICdang mclakukan penditian untuk disertasi saya tentang masyarakat Kurdi dan 1eluk-beluk politik. da1am masyarakat tcnebut. Saya tinggal selama hampir dua tahun {1974-76) di bcrbagai wilayah Kurdistan yang merupakan bagian dari negara-negara Iran, h:ak, Turki dan Suriah, dan saya terkesan oleh pcngaruh tarckat yang demikian besar, terutama tarekat Naqsyabandiyah, dalam perjalanan sejuah Kurdistan. Pemimpin-pcmimpin nasional Kurdi gencrasi awal hampir semuanya merupakan syai.kh-syaikh Naqsyabandi. Ini mcmbuat saya bcnanya-tanya da1am hati: apa yang istimewa dari tarc:kat ini, dan mengapa syaikh-syaikhnya dapat menjangkau pc:ngaruh politik yang begitu besar. Dan pertanyaan itu mendorong saya untuk mcngunjungi syaikh-syaikh yang paling terkemuka, dan ~dulillah dua di antara mcreka mcmberi saya kc:sempatan untuk tinggal di rumah mcreka. Dari syaikh-syaikh ini dan dari 0Ta11g-orang di sqmtar mercka, saya mempcrolch pcmahaman pcrtama yang scbcnarnya mengenai agama Islam secara urnum, dan saya mulai sadar bahwa pandangan HI Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia hidup sufi itu sesungguhnya dekat benar dengan pandangan hidup saya sendiri. Selanjutnya saya diperkenankan mengikuti beberapa latihanlatihan keruhanian, dan saya mulai dapat menghargai bahwa latihanlatihan semacam itu merupakan cara yang dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya kemajuan spiritual. Pada tahun 1982, saya mulai bekerja pada KITLV (Lembaga Kerajaan untuk Antropologi dan Bahasa) di Leiden dan mulai menyiapkan penelitian lapangan di Indonesia. Melalui beberapa buku dan artikel yang 68.ya baca (khususnya karya Sartono Kartodirdjo tentang pemberontakan-pemberontakan petani di jawa pada abad kesembilan belas). saya paham bahwa di Indonesia pun tarekat Naqsyabandiyah telah mengambil peran yang penting. Tahun 1983-1984 saya melakukan penelitian lapangan tentang urbanisasi, kemiskinan, dan perubahan sosial di Bandung. Di Iuar dugaan saya, ternyata toko buku Islam yang terbesar di Bandung menjual - dan stoknya banyak - buku yang ditulis oleh seorang syaiib Kurdi kenamaan, Muhammad Amin Al-Kurdi. judul buku tersebut Tanwir Al-Qulub. Ini mendorong keingintahuan saya dan saya mencoba menghubungi para pengikut Naqsyabandiyah di Jawa Barat, dan kemudian juga di jawa Tengah. Tahun 1986 saya diundang untuk bekerja di LIPI dan membantu sebuah proyek penelitian tentang ulama Indonesia, sebagai konsultan dalam metodologi penelitian. Pekerjaan baru ini memberi saya kesempatan untuk mengun· jungi banyak daerah lain di Indonesia dan mewawancarai para syaikh Naqsyabandi di seluruh negeri ini. Buku ini merupakan basil perjumpaan saya dengan mereka dan basil bersitekun di beberapa perpustakaan dan arsip dalam tahun-tahun yang menyelangi. Sumber-sumber Informasi dalam buku ini diambil dari berbagai sumber. Di tempat pertama adalah naskah·naskah yang ditulis oleh para tokob Naqsya. bandi Indonesia. Perpustakaan di j akarta dan Leiden ada menyimpan beberapa risalah yang berbasil dikumpulkan pada abad kesembilan belas, dan ada pula satu-dua naskah lain yang secara tidak langsung menyoroti perkembangan tarekat tersebut. Tulisan-tulisan itu bermanfaat terutama dalam menyusun silsilah yang disajikan dalam buku ini; keterangan ini penting untuk memahami perkembangan tarekat tersebut. Sumber-sumber kelompok kedua adalah kitab-kitab yang diterbitkan oleh kalangan Naqsyabandiyah Indonesia ataupun dari para lawan tarekat Naqsyabandiyah selama abad kedua puluh ini. Dari karyakarya inilah kita peroleh pemahaman yang lebih baik mengenai amalanamalan yang sebenarnya dari tarekat ini, dan dari polemik-polemik yang terjadi dapat kita tangkap selintas sesuatu yang melatarbelakangi perkembangan tarekat ini dalam abad ini. Informasi tambahan semacam ini, meskipun tidak selalu objektif, dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan para pejabat pemerintah kolonial Pengantar 19 Belanda. Banyak dari para pejabat ini condong memandang tarekat sebagai bahaya yang potensial dan sebab itu perhatian mereka lebih sering ditujukan kepada aspek-aspek sosial dan politiknya saja. Laporanlaporan seperti itu memang merupakan sumber yang kaya dengan kasuskasus yang menunjukkan adanya kegiatan politik tertentu oleb anggotaanggota tarekat. Selain itu, satu-dua kasus tampak bahwa tarekat telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada masa dan tempat yang lain, di mana anggota-anggota tarekat tidak menonjol kegiatannya, mereka jarang disebut dalam laporan-laporan pemerintahan jajahan. Hanya sedikit laporan para pejabat pemerintahan kolonial itu mengenai tarekat yang dapat kita jumpai dalam terbitan berupa artikel ataupun buku-buku, dan sebagian besar laporan-laporan mereka itu baruslah dicari di Arsip Nasional Gakarta) atau di Algemeen Rijks Archie{ (ARA, Den Haag). Saya sendiri belum melakukan studi yang sistematik mengenai semua materi arsip yang ada kaitannya - itu akan menyita selurub usia saya - tetapi saya hanya membaca dengan teliti bahanbahan yang menarik perhatian saya berkat karya tulis tertentu ataupun karena infonnasi langsung yang saya peroleh dari peneliti-peneliti lain. (Saya harus berterima kasih terutama kepada Karel Steenbrink dan Jurriaan van Goor yang telah memberi petunjuk mengenai bahan-bahan yang tergolong penting). Selain itu, saya pun telah menggunakan seluas-luasnya sumbersumber sekunder yang diterbitkan dan juga kajian-kajian sejarah dan sosiologi yang ada kaitannya dengan, tarekat Naqsyabandiyah. Kajian penting dari Sartono Kartodirdjo telah saya sebut di atas; karya lain yang secara panjang lebar membahas tarekat Naqsyabandiyah (di Minangkabau) adalah Zwischen Reform und Rebellfon-nya Werner Kraus. Daftar lengkap karya-karya yang diacu terdapat pada kepustakaan di akbir buku ini. Bahan-bahan sekunder lain yang tergolong sumber adalah skripsiskripsi pada perguruan tinggi di Indonesia, terutama yang ditulis oleh para mahasiswa IAIN. Kebanyakan skripsi-skripsi ini didasarkan pada pengamatan langsung, dan kurang lebih membicarakan secara luas cabang-cabang tarekat setempat, sejarahnya, organisasinya, dan ritualritualnya. Judul-judul semua skripsi yang digunakan dimuat kembali dalam kepustakaan. Akhirnya, saya mewawancarai tidak sedikit guru-guru dan para pengikut Naqsyabandiyah di seantero Nusantara. Wawancara-wawancara ini merupakan sumber yang paling penting; dalam banyak bal banya lewat wawancara seperti itulah saya dapat memahami sumbersumber tertulis dengan baik. Sumber tertulis tadi bagaimariapun banya memberikan gambaran mengenai keadaan secara sepihak dan tidaklah lengkap. Daftar para informan tersebut akan terlalu panjang kalau saya sebut semuanya di sini, tetapi nama seorang informan akan dicantumkan dalam catatan bilamana informasi atau tafsiran tertentu berasal dari 20 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia dia. Jelaslah bahwa buku ini tak akan dapat ditulis tanpa bantuan yang demikian besar dari para informan, baik yang namanya disebut maupun yang tidak, dan terima kasih yang tulus dari saya untuk mereka. Harapan saya mereka akan merasa puas dengan dipakainya informasi yang mereka berikan. Susunan Buku lni Urut-urutan bab dalam buku ini tidak mengikuti urutan kronologis secara ketat. Melainkan saya mulai dengan periode di mana tarekat tampaknya paling giat di Hindia Belanda, yakni di penghujung abad kesembilan belas. Waktu itu tarekat Naqsyabandiyah mengundang kecurigaan besar para pegawai pemerintah Belanda, dan seringkali dilihat dapat menjadi subversif. Oleh karena itu, sumber-sumber Belanda dari masa itu cukup berisi informasi tentang tarekat. Pada bab·bah berikutnya saya kembali mengikuti urutan waktu. Bab II menyangkut awal kehadiran tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara, dan pada Bab Ill dan IV dipaparkan perkembangan tarekat di Asia Tengah, India, dan Semenanjung Arabia. Bah selanjutnya membicarakan prinsip-prinsip dasar dan teknik spiritual Naqsyabandiyah sebagaimana dirumuskan oleh para pendirinya dan kemudian dikembangkan oleh para pembaru yang datang belakangan. , Kemudian saya kembali lagi ke periode yang dibicarakan pada Bah I yaitu paruh kedua abad kesembilan belas, secara lebih eksplisit menghubungkan perkembangan tarekat di Indonesia dengan tarekat di Timur Tengah. Pada Bab VI saya menguraikan secara singkat asalusul dan per~embangan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (sebagai tarekat yang ada hubungannya dengan Naqsyabandiyah namun sama sekali terpisah) dan keterlibatannya dalam beberapa gerakan perlawanan. Lalu saya melakukan pelacakan mengenai awal kehadiran tarekat Khalidiyah, cabang Naqsyabandiyah yang paling berpengaruh dewasa ini di Nusantara, dan reaksi-reaksi terhadapnya yang timbul di kalangan kaum Muslim. Polemik-polemik pada permulaan ahad kedua puluh dirangkum, dan k'egiatan politik para syaikh dan lawan-lawan mereka pada dekade-dekade berikutnya diuraikan secara singkat. Supaya adil dalam membahas keanekaragaman organisasi dan kegiatan tarekat Naqsyabandiyah ini, maka perkembangannya di daerah-daerah yang penting dibicarakan secara terpisah pada Bab IX hingga Bab XVI. Di berbagai wilayah di Indonesia, adaptasi lokal telah muncul dan berkembang: tarekat menerima unsur-unsur tradisi setempat yang lebih tua, atau unsur-unsur Naqsyabandiyah menyatu ke dalam kultus-kultus setempat menjadi berbagai corak sinkretisme. Halhal ini ditinjau dalam bah terakhir.• BAB I PENGUASA IDNDIA BELANDA MENYINGKAP KEHADIRAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH Sangat mengherankan bahwa hingga akhir abad kesembilan belas, penguasa kolonial Belanda cuma mengetahui sedikit mengenai kehidupan beragama para kawulanya, dan mereka menunjukkan perhatian yang kecil mengenai hal tersebut selama orang Indonesia tidak membuat kekacauan. Umumnya mereka barn membuka mata terhadap Islam bila agama ini telah memainkan peran dalam pemberontakan terhadap kekuasaan Belanda, misalnya seperti yang terjadi dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Pendapat yang lazim ketika itu adalah bahwa orang lndon~sia itu bukanlah Muslim betulan (seperti halnya orang Arab), dan di bawah polesan keislaman yang tipis itu kepribadian orang Indonesia terutama masih tetap dibentuk oleh agama-agama sebelumnya (Hindu, Buddha dan berbagai bentuk animisme). Penginjil Protestan, Poensen, yang bekerja puluhan tahun dijawa Timur, menulis pada tahun 1883 bahwa mayoritas dari keseluruhan jumlah penduduk mengaku sebagai Muslim, tetapi "yang mereka ketahui tentang Islam tidak lebih daripada sunatan, puasa, daging babi itu haram dimakan, adanya grebeg besar dan grebeg mulud dan beberapa hari raya lainnya". Di permukaan, katanya lebih lanjut, orang Jawa itu Muslim, tetapi "di lubuk jiwanya yang lebih dalam, ke~eragamaan lain masih hidup, dan ini menggeliat dan mengungkapkan diri dalam pelbagai bentuk dan pandangan yang nyata-nyata bukan Islam; [rakyat] belumlah hidup dan berpikir secara Islam ... 01 Perkecualian terhadap kebiasaan ini adalah para haji dan segelintir lainnya yang, seperti para haji, berpakaian serba putih: wong putihan. Orang-orang ini tampaknya menjalankan kewajiban agamanya dengan sungguh-sungguh; apalagi, mereka sering mengambil sikap bermusuhan terhadap "kapir londo ·~ dan sebab itulah mereka sangat tidak dipercaya oleh penguasa Belanda. Kupasan yang tajam khusus mengenai para haji itu dan kecenderungan mereka terhadap pemberontakan melawan penjajahan, ditulis oleh Raffles, Gubemur Jenderal Inggris yang memeiintah Tanah Jawa selama masa peralihan 1811-1816: . . . setiap orang Arab yang datang dari Makkah, dan juga setiap orang Jawa yang kembali dari sana sesudah menunaikan ibadah haji, di Jawa dianggap orang sud, dan sedemikian rupa kepercayaan rakyat biasa terhadap mereka sehingga sering sekali orang-orang 1. Poensen 1886, !i, 6. 21 22 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Bab I. Penguasa Hin.dill Belanda Menyingkap Kehadiran Tarekat itu dianggap mempunyai hubungan dengan kekuatan-kekuatan gaib. Dengan dihormati semacam itu, tidakJah sulit bagi mereka untuk mengajak anak negeri kepada pemberontakan, dan mereka menjadi alat yang paling berbahaya di tangan para penguasa pribumi yang menentang kepentingan Belanda. "Padri-padri" Islam itu sering tampak paling giat dalam setiap kasus pemberontakan. Banyak dari mereka, biasanya yang terlahir dari hasil perkawinan campuran antara Arab dan pribumi, berpindah·pindah dari satu kerajaan ke kerajaan lain di kepulauan sebelah timur, dan karena intrik·intrik dan desakan merekalah para pemimpin pribumi menghasut rakyat untuk menyerang dan membantai orang-orang Eropa yang dia,nggap sebagai kaum kafir atau penjajah.2 Orang Belanda sering kali bersimpati kepada kepercayaan dan praktik-praktik sinkretistik, meskipun mereka malahan menganggapnya takhyul belaka, tetapi orang-orang yang hidup lebih ketat sesuai . dengan ajaran Islam sering menimtiulkan antipati dan ketakutan mereka. Pegawai pemerintah condong menganggap segala gejala kehidupan beragama yang lebih intens sebagai ancaman langsung. Se. orang Muslim yang menjalankan shalat lima waktu di mata mereka nfanatik,,, dan ini hampir sama artinya dengan subversif. Bila masjid - seperti dalam kasus yang akan dibicarakan di bawah - yang sudah sejak lama hampir kosong melompong tiba-tiba penuh sesak, maka pejabat-pejabat tertentu mengira suatu pemberontakan sudah di ambang pintu dan mereka berusaha mencegah penduduk untuk shalat berjamaah di masjid. Barulah setelah Snouck Hurgronje menjadi penasihat pemerintah Hindia Belanda (1889-1906) mulai dibedakan secara lebih jelas antara Islam sebagai sebuah sistem akidah dan ibadah di satu pihak dengan aspirasi politik Islam di pihak lain. Atas pengaruh Snouck, kebijakan pemerintah jajahan terhadap Islam menjadi lebih liberal - sejauh Islam tidak merupakan ancaman terhadap keamanan dan ketertiban yang sudah mantap. Sebaliknyli, Islam politik - yang pada masa itu terutama diartikan gerakan Pan-Islam yang dianjurkan Sultan Turki Abdul Hamid II - dalam pandangan Snouck hendaklah ditumpas dengan tangan besi. 3 Dari pengamatannya selama tinggal di Makkah tahun 1885, Snouck mengetahui banyak mengenai tarekat Naqsyabandiyah dan pengaruh tarekat ini di Indonesia. Bukunya tentang Makkah (1889) merupakan sumber penting untuk periode ini. Snouck punya hubungan cukup akrab dengan salah seorang guru Naqsyabandi termasyhur, Muhammad Shalih Al-Zawaw:i, dan ia percaya bahwa tarekat ini tidaklah merupakan ancaman serius bagi pemerintah Belanda di Hindia. n. 2. Tb.S. Rafflea, 771., History of/ova. voL London, 1850. haL S. S. Untult sebuah ana1iaia VUll Pill mqenai ~ Snouc:k HU?gronje dan pengaruhnya da1am kebijalum Belanda te:rbadap lllam, llhat Benda 1958. 20-Sl. 23 Dalam sebuah artikelnya yang mula-mula (1887a), ia masih menyebut tarekat Sanusiyah di Libya sebagai sebuah contoh di mana tarekat sebagai organisasi merupakan ancaman politik yang potensial, tetapi tak lama sesudah itu ia mulai membela tarekat terhadap kecurigaan-kecurigaan tak beralasan dari pegawai pemerintah Belanda yang lain. Ternyata diperlukan waktu sebelum persepsinya yang toleran terhadap tarekat dapat diterima secara umum. Banyak pegawai pemerintah mengidentifikasikan tarekat Naqsyabandiyah dengan "fanatisme" dan pemberontakan. Dan pendapat serupa ini hanya menguat ketika tampak pengikut-pengikut (Qadiriyah wa) Naqsyabandiyah memainkan peranan dalam beberapa pemberontakan. Holle tentang Tarekat Naqsyabandiyah Tanggal 5 September 1886 K.F. Holle, yang bertempat tinggal di Waspada dekat Bandung dan pada saat itu menjadi Penasihat Kehormatan untuk Urusan Bumiputera, mengirimkan sebuah laporan yang nadanya mengkhawatirkan dan bersifat sangat rahasia kepada Gubemur Jenderal di Batavia tentang ''kebangkitan Naqsyabandiyah yang membahayakan...4 Tarekat Naqsyabandiyah, ia melaporkan, yang telah ada di Priangan sejak tiga puluh tahun silam, akhir-akhir ini telah berkembang dengan pesat sekali, khususnya di daerah Cianjur, di mana hampir seluruh bangsawan telah bergabung dengan tarekat ini. Demikian berbahayanya perkembangan ini ("fanatisme") sehingga Holle me· mandang tidak perlu menyatakannya secara eksplisit. Maksud dan tujuan Holle adalah mau menunjukkan sebab-sebab utama meningkat· nya fanatisme tersebut dan menyarankan tindakan-tindakan yang tepat untuk membendungnya. Holle mengemukakan bahwa peningkatan dalam keberagamaan itu tampaknya berlatar belakang ekonomi: Dalam dua tahun terakhir, keseluruhan pendapatan petani kopi anjlok dua sampai tiga juta gulden dibanding tahun-tahun sebelumnya, dan di samping itu daerah tersebut telah dilanda kemarau selama tiga tahun berturut-turut. Bersamaan dengan itu, pemerintah malah menaikkan pajak tanah yang dalam keseluruhannya berjumlah 80 ribu gulden, sehingga tidak sedikit petani yang terpaksa menjual temak mereka. dan menggadaikan sawah dan rumah mereka untuk membayar sewa tanah yang tinggi itu. Cukai tembakau yang baru, yang kemudian merupakan beban tambahan, telah pula "menimbulkan kesan tidak enak". Tetapi, faktor kunci dalam 4. Sejumlah surat-sumt Holle termuat dalam anip MGS 23·5-1886, No. 91/c di Arsip Nasio· nal, Jakarta. Sava berutang budi kepada Karel Steenbrink yang telah mengamhkan perhati· an saya kepada dokumen-dokumen Holle VUll disebut di sini dan di bawah mi. Tahun berikutnya., Holle juga berupaya. menjangkau pembaca lebih luas untuk menya.darl bahaya yang dibawa tarekat Naqsyabandiya.h dengan menerbitkan artikel mengena1 penpmalan tarekat lni (Holle 1886). 24 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia penyebaran Naqsyabandiyah menurut pandangan Holle adalah peng· angkatan para pemuka keagamaan resmi, yaitu penghulu dan kepala penghulu, secara sembrono. Dengan kecewa ia mengungkapkan kembali bahwa lima tahun sebelumnya ia telah mengingatkan soal Naqsyabandiyah ini, dan mendesak Residen Priangan untuk tidak mengangkat orangorang yang fanatik menjadi penghulu atau bupati. Semua ini sia-sia belaka. Residen malahan mengangkat orang-orang fanatik sebagai penghulu di Cianjur dan juga di Sumedang, sedangkan Bupati Sumedang sendiri pun condong kepada fanatisme. Kepala Penghulu Cianjur adalah seorang pengikut Naqsyabandiyah, dan beberapa saudaranya malah guru tarekat. Sa1ah seorang dari saudaranya itu, R.H. Mahmun (dikenal sebagai Hadjie Moeng, alias Waas) bersama dengan guru lainnya(R.H. Abdul Salam, priyayi setenipat) telah berhasil merangkul tokoh-tokoh di sana ke lingkungan tarekat dalam upaya memperoleh pengaruh rakyat banyak, dan strategi ini telah membuahkan hasil sedemikian besar sehingga diperlukan tindakan secepatnya. Holle mengusulkan pemecatan Penghulu Cianjur dan bila mungkin juga rekannya di Sukabumi, serta membuang beberapa guru ke pengasingan. Bupati Cianjur pun haros dil;leri teguran, sebab ia juga telah berada di bawah pengaroh guru tarekat akibat kurangnya bimbingan dari pejabat-pejabat Eropa. Dalam surat Holle ini dan surat-suratnya yang lain, tampak keprihatinannya yang tulus, meskipun paternalistik, mengenai kesejahteraan penduduk Bumiputera dan terlihat ketidaksabaran seorang yang berada di lapangan terhadap para pejabat pemerintah (yang terpisah jauh dari masyarakat pribumi) berpadu dengan dorongan yang serta merta terbit dari rasa tidak suka kepada Islam. Bukannya tidak ada kepentingan di batik informasi eksklusif yang diperoleh Holle dari sahabat dan rekan kerjanya, Haji Muhammad Musa, Penghulu Kepala di Garut,5 yang tidak diragukan lagi punya a1asan tersendiri untuk berbuat demikian. Demikian gigihnya ia mempertahankan kedudukannya di antara para ulama yang mungkin menjadi saingannya, Haji Muhammad Musa ini berosaha menghalangi agar guru-guru Naqsyabandiyah tidak memperoleh pengaruh di daerah jabatannya sebagai penghulu. Residen Priangan berpegang pada informan Bumiputera yang lain untuk mengendurkan permintaan-permintaan Holle yang panik. Setelah mengadakan perjalanan inspeksi ke Cianjur dan Sukabumi, ia 5. Seperti tokoh lain yang seza.tnan dengannya - tetapi lebih muda usianya Haji Hasan Mustapa, yang mulai meajalin persahabatan serupa yang sating menguntungkan dengan C. Snouck Hurgronje, Ha.ii Muhammad Musa klni dikenang terutama karena tulisan-tulisannya yang bukan menyangkut agama dalam bahasa Sunda. Kedua penghulu kepala tersebut oleb sementata orang dianggap sebagai peletak duar sastra Sunda modern; lihat Ajip Rolidi, Ngalanglang Kasusastran Sunda Oakarta: Pustaka Jaya, 1983). Holle dan Muhammad Musa, keduanya bekerja dengan sernangat iinggi, tdab berbuat banyak untuk kemajuan pendidikan dan pertanian di l'riangan. Mereka mendapat pujian besar dalam buku ditulis oleh Bupati Cianjur yang 111emangku jabatan itu belakangan, R.A.A.A. Atmadja, De regenten1Jositie (Bandoeng: Nix&: Co., 1940, 14-15). Bao 1. Pengoosa Hindia Belanda Menyingkap Kehadiran Tarekat 25 membenarkan bahwa tafekat Naqsyabandiyah di daerah itu memang lebih giat daripada dahulu, dan tarekat ini telah banyak menarik pengikut dari kalangan pamong Bumiputera, tetapi ia belum melihatnya sebagai bahaya. Penghulu Kepala dan Bupati Cianjur, yang keduanya adalah pengikut Naqsyabandiyah namun keduanya pun jauh-jauh hari tf!lah membuktikan kesetiaan mereka kepada pemerintah Hindia Belanda, telah meyakinkan Residen i.ni bahwa tarekat itu sama sekali tidak mendakwahkan perlawanan terhadap pemerintah dan tidak mempunyai tujuan-tujuan lain kecuali yang bersifat keagamaan semata. Lagi pula, sebagai hasil teguran-teguran bupati secara bijaksana. penduduk tak lagi berbondong-bondong ke masjid seperti sebelumnya.. Residen tidak membantah bahwa keadaan ekonomi para petani merosot sekali d~ bahwa beban pajak memberatkan mereka, tetapi ia menolak untuk mempercayai bahwa semua ini ada hubungannya dengan kebangkitan keberagamaan. Kebangkitan itu merupakan bagian dari penampakan umum di selunih Dunia Islam dan Islam Indonesia turut di dalamnya berkat kemajuan perhubungan laut dan meningkatnya jumlah jamaah haji serta diakibatkan oleh berkembangnya surat-surat kabar daerah. Dalam kasusJawa Barat, meletusnya Gunung Krakatau (1883) tak lama sebelmn itu bukan tidak mungkin merupakan pendorong keberagamaan yang kuat. 6 Dari tukar pikiran tak langsung antara Holle dan Residen Priangan ini, terlihat dua pandangan tentang tarekat Naqsyabandiyah yang akan <banyak dianut 9leh para pejabat di masa berikutnya, dan juga merupakan corak penjelasan yang menonjol dikemukakan oleh para pejabat dalam menjelaskan kebangkitan Naqsyabandiyah. Apakah banyaknya orang masuk tarekat merupakan ungkapan protes sosial dan politik terhadap keadaan yang makin memburuk di Indonesia? Ataukah hanya merupakan satu akibat dari meningkatnya hubungan dengan Timur Tengah yang membuat Islam Indonesia lalu pelan-pelan menyesuaikan diri dengan Islam Arab? Apakah itu menunjukkan penolakan terhadap kekuasaan Belanda? Atau lebih merupakan pengelakan dari semua urusan duniawi - sikap kesalehan dalam beragama tanpa implikasi politik? Pada berbagai segi, pertanyaan-pertanyaan serupa saya ajukan kembali dalam buku ini, dan, akan kita lihat bahwa jawabannya tidak selalu sama. Pada masa yang berlainan dan di tempat yang berbeda, tarekat menampakkan aspek yang tidak sama dalam pemberontakan ~an penyesuaian diri, dalam keadaan serba aktif dan serba diam; terkadang ia melawan dalam jihad ashghar, perjuangan fisik, sedangkan yang lebih sering ia mendorong orang untuk tawakkal dan melakukan jihad akbar, beriman kepada Allah semata dan berjuang melawan nafsu dalam diri sendiri. Aspek-aspek tertentu dari perkembangan tarekat 6. Surat dari Residen Priangan kepada Gubernur Jenderal, bertanggal 29·9·1885, terlampir dalam Mailtapport No. 642a (ARA). 26 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia hanya dapat dijelaskan dengan melihat peristiwa-peristiwa dan perkembangan yang terjadi di bag:ian dunia lainnya, sedangkan aspek-aspek lainnya terutama memang merupakan jawaban atas situasi setempat. Mustahillah menjelaskan perkembangan tarekat di Indonesia dengan teori umum yang sederhana; fenomena tarekat sangat kompleks dan beragam-ragam. Kejadian di atas bukanlah merupakan satu-satunya keterlibatan Holle dalam soal Naqsyabandiyah. Awai tahun tersebut, ia memperoleh surat-surat yang dikirim dari Makkah untuk Pangeran Langkat dan Sultan Deli. Surat-surat tersebut berkaitan dengan konflik antara dua orang syaikh Naqsyabandiyah terkemuka di Makkah, yang telah diselesaikan penguasa di sana dengan cara memberi dukungan kepada salah seorang dari mereka. 7 Berdasarkan surat-surat basil sitaan penguasa Belanda itu, Holle menyimpulkan bahwa kedua penguasa Melayu tadi adalah anggota aktif Naqsyabandiyah atau bahkan pemimpin-pemimpin Naqsyabandiyah. Holle mencium adanya persekongkolan internasional melawan kekuasaan Belanda, dan mengingatkan Residen akan bahaya "fanatisme". Sang Residen pun bereaksi agak tenang, dan menjamin bahwa penguasa-penguasa pribumi tersebut seperti biasanya cukup bersahabat dengan pejabat Belanda atasannya. Ia memerintahkan agar kegiatan-kegiatan Naqsyabandiyah diawasi, tetapi ia tak melihat alasan untuk menganibil tindakan khusus. Baik Holle maupun kedua residen itu menggantungkan pendapat mereka pada sahabat-sahabatnya orang Indonesia. Holle sangat bergantung pada pandangan Muhammad Musa dan pada sebuah buku kecil anti-Naqsyabandiyah yang ditulis oleh Sayyid Usman, seorang keturunan Arab di Batavia yang pro-Belanda. 8 Dan Muhammad Musa tampaknya punya alasan pribadi sendiri sehingga ia mengembus-embuskan kecurigaan terhadap beberapa rekannya. Boleh jadi ia ingin membalas karena banyak mendapat kritikan berkenaan dengan cara hidupnya yang jelas-jelas bukanlah teladan yang tepat dalam ukuran keislanian yang puritan. Guru tarekat lazim menikmati kesetiaan yang penuh dari P.ara pengikutnya, lebih kuat daripada yang dinikmati oleh ulama umumnya, dan dengan begitu guru tarekat merupakan saingan yang lebih berat. Lagi pula Muhammad Musa berkeinginan mengamankan kedudukan penghulu kepala untuk putranya (yang cacat mental), dan ia cenderung tidak memberi celah bagi adanya oposisi terhadap rencana ini. Peluit tanda bahaya yang ditiupnya terhadap tarekat Naqsyabandiyah karena itu tidak sepenuhnya tanpa pamrih. Para residen tadi, sebaliknya, mempunyai hubungan kerja yang baik dengan para bupati 7. Konflik antara Syaikh Sulaiman Effendi dan Syaikh Khalil Pasha ini akan dibicarakan lebih mendetil lagi pada Bab IV. 8. Tentang Sayyid Usman dan palemiknya terhadap Naqsyahandiyah, lihat Bab Vlll di bawah. Bab I. Penguasa Hmdia Belanda Menymgkap Kehadir11tt Tarekat 27 dan penguasa-penguasa pribumi yang dituduh fanatik. Seperti umumny:a birokrat, mereka tidak menyukai orang luar seperti Holle campur tangan dalam urusan mereka. Mereka berunding dengan para bupati dan sultan, dan merasa puas bahwa ancaman terhadap kekuasaan kolonial tidak ada. Jadi, terdapat pegawai sipil Belanda dari tingkat atas yang bersikap sesuai dengan akal sehat dalam menghadapi peringatan tanda bahaya pertama terhadap tarekat Naqsyabandiyah. Namun, ini berubah ketika sebuah pemberontakan di Banten mengguncang pemerintahan Belanda dan menurut laporan yang masuk, tarekat Naqsyabandiyah (atau lebih tepatnya Qadiriyah wa Naqsyabandiyah) memainkan peranan tertentu dalam pemberontakan ini. Pemberontakan: di Banten, Lombok, Sidoharjo Pada Juli 1888, wilayah Anyer di Banten dilanda pemberoniakan. 9 Pemberontakan petani, yang seringkali disertai harapan yang mesianistik, memang sudah biasa terjadi di Jawa terutama dalam abad kesembilan belas, dan Banten merupakan sa1ah satu daerah yang sering berontak. Namun demikian, pemberontakan yang satu ini lebih meng· guncang Belanda ketimbang Iain-lainnya. Penumpasannya tidak terlalu merepotkan pihak Belanda, tetapi skala pemberontakan tersebut amat memprihatinkan. Temyata tidak sedikit pemimpin pemberontakan itu adalah para kiai dan haji-haji. Timbul pertanyaan, apakah ini pemberontakan kawn beragama melawan penguasa kafir? Apakah mungkin ini baru pendahuluan saja dipi sebuah gerakan fanatik yang lebih massal untuk mendepak keluar orang-orang kaftr? Penyelidikan yang lebih saksama menunjukkan bahwa tidak sedikit kiai dan haji yang terlibat dalam pemberontakan itu adalah pengikut-pengikut tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Yang dianggap pemimpin puncak dari tarekat ini adalah seorang Banten, Syaikh Abdul Karim, yang berdiam di Makkah dan memperoleh kewenangan yang sangat besar di kalangan orang-orang Banten. Syaikh Abdul Karim sendiri kelihatannya tidak berminat dalam masalah politik tetapi khalifahnya, Haji Marzuki, yang diutus dari Makkah ke Banten , dikabarkan lebih radikal dan lebih anti-Belanda. Pada keseluruhannya, tampaknya tarekat tidak memainkan peran yang khusus dalam pemberontakan, kecuali mungkin sebagai jaringan komunikasi. Yang pasti, tarekat ini bukanlah penyebab atau yang mengatur pemberontakan tersebut. Tetapi, Belanda gelisah, dan banyak yang percaya bahwa tarekat-tarekat, khususnya tarekat (Qadiriyah wa) Naqsyabandiyah adalah organisasi rahasia yang bertujuan menumbangkan kekuasaan Belanda. 9. Pemberontakan ini merupakan alah atu pemberontakan yang aanpt ta:kenal dalam sejarah Jawa, untuk 11ebagian berkat kajlan kl:uik yang telah di1akukan Sutono JCarto. dirdjo mengemi pemberontakan ini (1966). 28 Tarekat Naqsyabandi:yah di Indonesia Bab I. Penguasa Hindia Belanda Menyingkap Kehadrran Tarekat Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1891, terjadilah pemberontakan bebat dari kaum Muslim suku Sasak di Lombok melawan orang-orang Bali yang menguasai sebagian besar pulau itu. Berbeda dengan pemberontakan-pemberontakan sebelumnya, pemberontakan ini tidak mudah dipadamkan. Ia berlangsung terus sampai tahun 1894, ketika Belanda mengirim pasukan militemya untuk campur tangan dan berhasil mengakhiri kekuasaan Bali atas pulau itu. 10 Pusat pemberontakan itu berada di Praya, dan pucuk pimpinannya adalah Guru Bangkol, seorang bangsawan setempat yang sebagaimana diketahui Belanda kemudian, adalah seorang guru tarekat Naqsyabandiyah. 11 Rupa-rupanya, banyak pemuka suku Sasak lainnya adalah murid-murid Guru Bangkol, dan tampaknya tarekat Naqsyabandiyalt di sana merupakan f aktor penting dalam pemberontakan. Deqllkian, sekurang-kurangnyjl kesan pibak Belanda. Sumber awal informasi mereka yang utama adalah seorang pedagang Arab di Ampenan, dan selanjutnya, setelah ekspedisi militer, sumber mereka adalah Kontrolir Belanda, Engelenberg. Ketika terjadi pemberontakan tahun 1888 di Banten, Engelenberg berada di sana, dan ini menanamkan benib kecurigaan yang kuat dalam dirinya terhadap tarekat. Ketika diperhatikannya bahwa para pemimpin pemberontakan Sasak pun ada kaitannya dengan tarekat, ia merasa berkewajiban mengingatkan atasannya akan bahaya yang diakibatkan oleh organisasi itu. Dalam salah satu laporannya tentang sebab-musabab pemberontakan tersebut ia menulis: Ke-karamah-an yang melekat pada guru-guru tarekat itu, dan pengaruh terbadap para murid mereka yang bersumber dari kekaramah-annya itu serta kepercayaan bahwa mereka memiliki ilmu gaib, dan kesalehan yang disebarluaskan di antara massa pengikutnya begitu menariknya sampai-sampai mereka pun tak membatasi diri dalam memilib pengikut. Siapa pun diterima, dan setiap orang lalu terpengaruh oleh gejolak kebenaran dalam diri serta gejolak rasa bend kepada orang kaf:u: yang merupakan ciri setiap Muslim yang berpikiran sempit. Impian akan adanya satu negara Islam, umat yang beroleh berkah ADah, mengandung kejijikan dan ketidaksukaan terhadap orang kafir. Bahaya itulah yang merupakan ancaman dari tarekat terhadap negara bukan Islam.Jadi, bukanlah tarekat itu sendiri yang berbahaya, tetapi pengaruhnya terhadap massa rakyat yang dibangkitkan gairahnya olelt tarekat tersebut. Coba biarkan seorang guru leluasa mengkhianati negara dan mengIO. Tentang pemberontakan ini, lihat Neeb &: Asbeek Brum: 1897; Van der Kraa.n 1980, 17-29; Van Goor 1982, Bab 2. 11. Sumber-sumber Belanda semuanya mengatakan Naqsyabandiyah, tetapi sanak saudara Guru llangkol yang saya wawanamd di Praya menptakan bahwa tarekatnya sebenarnya adalah tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, yang hingga kini mallih merupakan tarekat yang paling berpenguuh di Lombok. Liha.t di bawah, Bab XVI. 29 adakan pemberonta\an terhadap pemerintah - massa rakyat akan mengikutinya seperti domba mengikuti sang gembala. 12 Sampai di sini bukanlah maksud saya untuk membicarakan betulkah tarekat itu mengancam kekuasaan kolonial. Di sini saya tertarik akan reaksi Belanda. Orang semacam Engelenberg, karena pengalamannya dengan pemberontakan-pemberontakan rakyat, mencap tarekat sebiigai musuh utama kekuasaan Belanda. Akibatnya, para guru tarekat dan pengikut-pengikutnya yang tidak pemah terlibat dalam kerusuhan politik pun ikut dicurigai. Di mana-mana pejabat Belanda jadi lebib berjaga-jaga dan secara aktif mencari informasi mengenai kegiatan-kegiatan tarekat. Dalam pemberontakan-pemberontakan yang terjadi kemudian, Belanda berusaha mengetabui apakah tarekat ikut terlibat, dan bila memang terlibat mereka tidak menganggap enteng pemberontakan tersebut. Contoh yang baik adalah pemberontakan Sidoharjo. Tahun 1903, Kiai Kasan Mukmin dari Desa Samentara, Sidoharjo (dekat Surabaya) memaklumkan dirinya sebagai Mahdi dan memberitabu pengikut-pengikutnya bahwa ia mendapat tugas untuk mendirikan sebuah kerajaan baru di Jawa. Ia mengajari pengikutnya ilmu kedigdayaan dan ia minta pengikutnya untuk berjihad melawan pemerintah Belanda. Pertama kali para pemberontak itu bergerak langsung dihabisi oleh pasukan pemerintah yang berhasil menewaskan 40 orang termasuk Kasan Mukmin. Sisa pemberontak ditangkapi, semuanya 83 orang. 13 Pemberontakan ini tidak jauh berbeda dari sekian banyak pemberontak· '11 mesianistik lain yang senantiasa terjadi di Pulau Jawa, dan latar belakangnya muhgkin persaingan biasa antara priyayi-priyayi setempat. Tetapi pemberontakan ini menimbulkan keresahan besar di antara ·masyarakat Eropa di Surabaya; desas-desus yang beredar mengatakan babwa ada rencana pembunuhan terhadap semua warga Eropa, dan dikatakan bahwa pemberontakan akan meluas ke seluruh J awa. Tidak sesuatu pun terjadi, tetapi penyelidikan-penyelidikan kemudian menunjukkan di situ terdapat Naqsyabandi connection. Kiai Kasan Mukmin adalah khalifah dari Kiai Kasan Tapsir dari Krapyak Lor (dekat Yogyakarta), seorang guru Qadiriyalt wa Naqsyabandiyah. 14 Dikabar. kan, kiai dari Krapyak ini telah mendorong Kasan Mukmin untuk melancarkan pemberontakannya. Ini menimbulkan ketakutan akan pem- 12. 6e weekra.pport conttoleur Engelenberg (28 Oct - 4 Nov 1894), bat. 22.. Dalam ARA, Kol. Verbaal, Geheim, 28 Nove 1986, V 19. U. Tentang pemberontakan ini, libat Snouck Hurgronje, Adviezm Ill, 1964-73; Kartodirlijo 1973, 80.86; Arens 1981. Laporan·laporan Belanda yanga.sli telah diterbitkan dalamAnip Nasional 1981, 222-293 (ringbsan dalam Bahasa lndnnesia: LXXXIX.cvI). 14. Lapomn-laporan Belanda mengenai peristiwa itu mengatakan Naqsyabandiyah, tetapi ketunman kiai tenebut meyakinkan saya bahwa sang kiai menpjarkan tarebt Q;adiriyah wa Naqtyabandiyah. Krapyak Lor jangan dikelrukan dengan Krapyak Bantul, selatan Yogyakarta, tempat sebrang berada pesantren yang cukup terkenal di bawah pimpinan Kiai Ali Mabum (ahnarhum). 50 Tarekat Naqsyabandfyah di Indonesia berontakan yang lebih luas di bawah pimpinan tarekat, walaupun tidak ada petunjuk sama sekali bahwa tarekat telah memainkan peran dalam Peristiwa Sidoharjo. Apakah Tarekat Antipenjajahan? Tarekat yang terlibat dalam tiga kasus di atas adalah tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Cabang-cabang Naqsyabandiyah lainnya, sepengetahuan saya, tidak pemah terlibat dalam pemberontakan yang sebenamya. Mungkin ini mencerminkan perbedaan latar belakang sosial pengikut cabang tarekat yang berbeda ini dan juga perbedaan dalam teknik-teknik mistik yang dijalankan. Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah mencari dan mem· peroleh pengikut dari kalangan masyarakat Indonesia golongan atas: para sultan, pangeran, bupati dan orang-orang terkemuka lainnya di sisi orang-orang dari status yang tergolong menengah. Sebaliknya, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah khususnya memperhatikan lapisan bawah masyarakat. Zikimya yang keras dan bersemangat, teknik-teknik kesaktian yang diajarkan oleh banyak guru tarekat ini boleh jadi lebih sesuai dengan sikap seorang aktivis. Perbedaan-perbedaan ini akan dibahas dalam rincian tertentu p;ida bab·bab berikutnya. Kebanyakan orang Belanda tampaknya hampir tidak menyadari perbedaan-perbedaan yang ada. ini. Secara sederhana, mereka sebut semuanya. "Naqsyabandi0 dan menganggap semua cabang tarekat itu sama saja baha.yanya. Snouck Hurgronje, yang memiliki pengetahuan lebih baik mengenai tarekat dan secara. pribadi bersahabat dengan syaikh Naqsyabandiyah Mazhariyah terpandang di Makkah, berusaha sedapat-dapatnya meyakinkan teman-teman sebangsanya bahwa ketakuta.n mereka yang berlebihan terhadap tarekat tidak masuk akal dan tidak berdasar. Tetapi, pendapatnya ini tidak segera diterima. Cukup lama tarekat tetap menjadi sasaran utama kecurigaan pemerintahan Belanda. lni baru berubah ketika organisasi politik modem pertama muncul di pentas politik, khususnya Sarekat Islam. Sejak saat itu, organisasi-organisasi modem inilah terutama yang mengkhawa.tirkan orang-orang Belanda, dan tarekat tampaknya tidak 1agi dilihat sebagai ancaman yang berarti. Barangkali memang benar bahwa tarekat, khususnya tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (tetapi di tempat lain juga tarekat Sammaniyah dan bahkan tarekat Syattariyah), berfungsi sebagai saluran untuk ketidakpuasan di bidang politik da.n ekon.omi. Tarekat-tarekat itu dalam dirinya sendiri tidaklah antipenjajahan, tetapi ia menarik banyak orang-orang yang tidak puas secara politik, dan ia pun menyediakan jaringan komunikasi yang penting. Banyak guru dan anggota tarekat yang terkemuka masuk tareka.t selagi mereka tinggal di Makkah, di mana mereka juga mendengar perkembangan politik di negeri-negeri lain. Tahun 1880-an merupakan periode pergolakan besar-besaran, Bab I. Pengv.asa Hindia Beland.a Menyingkap Kehadiran Tarekat 51 dengan pemberontakan ~di di Sudan dan pemberontakan Kurdi yang dipimpin oleh seorang syaikh Naqsyabandiyah. Lebih dulu dari itu, orang-orang Naqsyabandiyah terlibat dalam jihad di India dan di Pegunungan Kafkasya Utara. Oleh sebab itu, banyak haji yang pulang ke Indonesia sadar bahwa mereka hidup dalam periode perjuangan antara Islam dan imperialisme; banyak dari mereka ini juga menjadi anggota tarekat. Karena itu, ada korelasi tertentu antara ketidakpuasan politik dengan keanggotaan tarekat. Tetapi, korelasi itu tidak kuat benar; kebanyakan anggota tarekat lebih pasif ketimbang aktif her· politik. Sejauh tidak ada organisasi lain, barangkali tarikat merupakan wahana terbaik untuk melancarkan protes bagi para aktivis. Pemberontakan tidak diorganisasi oleh tarekat, tetapi kadang-kadang terbukti bahwa tarekat merupakan alat yang sangat bermanfaat bagi para pemberontak, suatu jaringan organisasi dan jaringan komunikasi. Dan kharisma seorang syaikh tarekat dapat merupakan asset besar dalam upaya memperoleh dukungan rakyat. Tetapi, ketika Sarekat Islam dan organisasi-organisasi modem lainnya berdiri, terbuktilah bahwa organisasi-organisasi baru ini merupakan wahana yang jauh lebih cocok untuk kegiata.n politik. Sedikit demi sedikit tarekat kehilangan fungsi politik· nya. Bahkan dalam apa yang disebut sebagai pemberontakan komunis di Banten tahun 1926, dalam batas tertentu para pemimpin pemberontakan tersebut bergantung pada. kewenangan kharismatik dari Kiai Caringin yang saat itu adalah pemimpin tarekat Qadiriyah wa· Naqsyabandiyah. Namun, peranan tarekat dalam pemberontakan ini sangat kurang menonjol dibanding pemberontakan sebelumnya yang terjadi tahun 1888. Dan sejak saat itu, tidak terdapat kasus-kasus di mana sebuah tarekat terlibat langsung dalam perlawanan antipenjajahan. Sumber-sumber Belanda mengenai Tarekat Naqsyabandiyah Sumber-sumber Belanda yang berupa arsip, buku-buku, dan artikel-artikel dalam majalah ilmiah, merupakan tambang informasi yang kaya tenta.ng tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat lainnya, tetapi sumber semacam itu memerlukan interpretasi. lnilah masalahnya. Antara tahun 1885 sampai tahun 1926 tarekat sering sekali disebut, dan setelah masa itu sangat jarang. Ini dapat diartikan bahwa selama tahuntahun itu, tarekat Naqsyabandiyah mencapai lingkup penyebaran paling hebat dan setelah itu merosot dengan tajam. Tetapi, mungkin, sumbersumber Belanda tersebut hanya mencerminkan peralihan perhatiarr para pejabat Belanda yang menulis laporan·laporan tadi, yang sejak tahun 1912 perhatian mereka lebih terpaku pada organisasi-organisasi lain. Mungkin •ada benamya bahwa jumlah orang Indonesia pengikut Naqsya· bandiyah meningkat dengan pesat setelah tahun 1885, tetapi tarekat l 32 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia itu telah hadir di Indonesia Iebih dari dua ahad tanpa ada perhatian dari Beland a. Bulan April 1879, L.W.C. van den Berg, yang ketika itu merupakan ahii Belanda terkemuka mengenai Islam, mengemukakan di depan Perhimpunan Seni dan llmu Pengetahuan Batavia bahwa sebegitu jauh ia tidak menemukan jejak tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara. Empat tahun kemudian ia meralat sendiri pendapatiiya itu dan memberikan uraian yang membenarkan bahwa tarekat Naqsyabandiyah telah diamalkan orang di Aceh,Jawa Tengah, danJawa Timur (van den Berg 1883). Saya kira itulah publikasi Belanda yang pertama kali menyebut nama Naqsyabandiyah. 15 Publikasi itu segera diikuti oleh sejumlah artikel serupa (lihat Kepustakaan), dan laporan·laporan di Iingkup pemerintahan dari berbagai daerah pun mulai menyebut-nyebut Naqsyabandiyah sejak pertengahan 1880-an. Temyata tiba-tlba Belanda menyadari kehadiran tarekat Naqsyabandiyah, tetapi masih tidak jelas apakah memang kesadaran yang datang mendadak ini akibat pertumbuhan dan meningkatnya kegiatan aliran tarekat tersebut ataukah karena faktorfaktor lain. Saya cenderung berpendapat bahwa selama masa 18851915, tarekat Naqsyabandiyah memang mengalami perkembangan yang kepesatannya belum pemah t~adi pada masa sebelumnya. Setelah, tahun-tahun itu, mungkin agak menurun, tetapi kecenderungan ini tidaklah sedemikian mendadak dan seradikal yang dikemukakan sumber-sumber Belanda. Masalah lain adalah berprasangkanya kebanyakan sumber-sumber Belanda. Banyak dari penulis-penulis yang bersangkutan sangat bergantung pada informasi orang Indonesia, dan beberapa dari informan ini dapat Sl\ia memberikan keterangan yang menimbulkan citra negatif terhadap aliran tarekat itu karena alasan-alasan yang bersifat pribadi. Padahal, banyak dari informan tersebut tidak begitu well-informed, dan merekajuga cuma mengulang-ulang cerita dari mulut ke mulut yang mereka dengar. Tidak aneh kalau van den Berg melaporkan bahwa di Bogor laki-laki dan perempuan melakukan zikir Naqsyabandiyah bersama-sama ba'da shalat 'isya dan mereka berciuman satu sama lain sementara lampu dipadamkan. Ada bisik-bisik, ia menambahkan, bahwa dalam kesempatan yang bersifat ritual itu telah terjadi penyimpangan seksual (1883:162). Sebuah laporan lain yang datang kemudian malahan secara tegas mengatakan bahwa mereka yang ikut dalam acara ritual itu berzikir sambil memegang kemaluan lawan jenisnya yang ada di sampingnya. Walaupun praktik-praktik yang aneh memang sudah 15. Ada sebuah acuan yang lebih awal. Dalam tahun 1869, Verkerk Pistorius menulis tentang gerabn kebangkitan apma di Sumatera Batat yang dengan mud.ah akan kita kenali sebagai tankat Naqsyabandiyah, tetapi ia tidak memberikan namanya, dan dengan kellru ia me·. nyebutnya Hanafiyah (boleh jadi ia mengasosiasikannya dengan Kesultanan Utsrmmiyah). Verkerk Pistorius 1869, 450451. Bab I. Penguasa Hindia Belanda Menyingkap Kehadiran Tarekat 33 lazim muncul dalam gerakan-gerakan mistik di kalangan rakyat dijawa, laporan-laporan dari Bogor di atas amatlah sulit dipercaya. jelas sekali bahwa dalam hal ini fantasi orang luarlah yang bermain. Mungkin benar bahwa di sana perempuan pun diizinkan ikut serta berzikir, sebagaimanajuga berlaku di tempat lain. Tetapi, selama para informan tersebut bukan orang yang ikut sendiri, tidaklah dapat kita simpulkan dari lapor· an-laporan apakah laki-laki duduk bersama perempuan dalam lingkaran yang sama ataukah duduk terpisah dengan dibatasi tembok atau tabir (hijab) seperti umumnya. Oleh sebab itu, kita hams hati-hati bila memakai sumber-sumber Belanda. Terutama apa yang mereka katakan tentang keyakinan dan ritual haruslah dibaca secara kritis sekali. Lebih baik kita bersandar pada apa yang dapat kita temukan dalam risaiah yang ditulis oleh orang Naqsyabandiyah sendiri. Saya kira, sumber-sumber Belanda sangat membantu dalam melacak kapan tarekat Naqsyabandiyah berkembang di daerah tertentu dan siapa para pemimpinnya dan juru-juru dakwahnya. Tetapi, informasi ini pun hendaknya dicek dengan informasi dari keturunan orang-orang tersebut atau dari guru-guru Naqsyabandiyah lain di masa sekarang. Dengan cara ini, saya dapat membetulkan beberapa kesalahan yang terdapat dalam sumber-sumber Belanda dan di sana-sini saya memberikan interpretasi berbeda atas fenomena yang sama.• Bab IL Awai Perkenalan Indonesia dengan Tarekat Naqsyabandiyah BAB D AWAL PERKENALAN INDONESIA DENGAN TAR.EK.AT NAQSYABANDIYAH: YUSUF MAKASSAR DAN TOKOH-TOKOH NAQSYABANDIYAH MASA PER.MULA.AN LAINNYA Tarekat Naqsyabandiyah sudah ada di Indonesia sejak dua abad sebelum Belanda mengenalnya untuk pertama kali - kendatipun bentuk tarekat itu mungkin berbeda. Ulama dan sufi Indonesia yang pertama sekali menyebut tarekat ini dalam tulisan-tulisannya adalah Syaikh Yusuf Makassar (1626-1699) yang masyhur itu. 1 Yusuf berasal dari Kerajaan Islam Gowa, sebuab kerajaan kecil di Sulawesi Selatan, dan ia memang ada pertalian darah dengan keluarga raja. Tahun 1644, dalam usianya yang masih sangat muda, ia berangkat ke arah barat dengan niat menimba ilmu dan menunaikan ibadah haji. Di Aceh, negeri yang pada masa itu metupakan pusat pendidikan Islam yang utama di Nusantara, ia berbaiat masuk sebuah tarekat, yaitu tarekat Qadiriyah.2 Setibanya di Yaman, ia mempelajari tarekat Naqsyabandiyah lewat seorang syaikh Arab terkenal, Muhammad 'Abd Al-Baqi. Belakangan, di Madinah; ia berguru pula kepada tokoh Naq: syabandi terkenal Iainnya, Ibrahim Al-Kurani, tetapi ia menyebut guru· nya ini hanya sebagai seorang syaikh tarekat Syattariyah. Yusuf belajar kepada berbagai guru lain di Makkah dan Madinah, dan mengadakan perjalanan hingga Damask.us. Di sini ia berbaiat masuk tarekat Khalwatiyah. Seluruhnya, ia telah menghabiskan usia selama seperempat abad di Negeri Arab, dan menurut pengakuannya, ia telah mempelajari berbagai macam tarekat yang Iain. Kita ketahui ia kembali ke Indonesia pada tahun 1672; tidak ke kampung halamannya, Gowa - yang pada tahun 1669 telah ditaklukkan Belanda yang bersekutu dengan kerajaan Bugis saingan Gowa, Bone3 tetapi ke Banten. Banten ketika itu masih tegar mempertahankan kemerdekaannya di bawah Sultan Ageng yang perkasa. Yusuf tak lama kemudian menjadi sa1ah seorang yang paling berkuasa di Banten, men- I. Tokoh yang jup. suaman dengan Syaikh Yusuf, 'Abd Al-R.a'uf Singkel, yang memperkenalkan tarikat Syana:riyah kc Indonesia, dalam salab satu katyanya yang berjudul 'Umdat Al·Muktajin, menycbutkan nama-nama bcrbagai syaikh Naqsyabandi di Negeri Arab, namun mengenai tarikat Naqsyabandiyah itu scndlri ia tidak bicara apa-apa. 2. Syaikh Yusuf mcmbcrikan silsilabnya untuk bcrbapi ta:rikat, yang diikutinya sctclah me· lalui baiat, dalam Risalah Safinat Af.Najah (dalam ms. E, libat di bawah). 3. Suku banl!R Bugis dan Makasar merupakan dua kclompok etnis yang utama di Sulawesi Sclatan. Gowa dan kcmbarannya Tello mcmpakan satu-satunya kcntjaannya orang Ma· kasar, scdangkan Bone mcmpakan kcnijaan terkuat dari bebftapa kcrl\iaan Bugis. Makasar adalah jnga nama bandar utama kcrajaan Gowa (sckarang Ujungpandang). Mengenai per· kcmbangan politik di SulaW'eSi Sclatan pada wun ini, libat Andaya 1981. M 35 jadi menantu Sultan dan merupakan orang kepercayaannya yang paling dekat. Ia pun sangat dihormati rakyat karena dianggap mempunyai kekuatan gaib (seperti tertulis dalam laporan Belanda), dan beroleh kesetiaan penuh dari sejumlah besar perantau Bugis dan Makassar yang umumnya mengabdi di kerajaan ini sebagai prajurit dan pelaut. Putra Mahkota yang semula adalah murid Syaikh Yusuf, belakangan menyimpan rasa tidak suka terhadap pengaruh dan kekuasaan Syaikh Yusuf yang sedemikian besar. Kehadiran Syaikh Yusuf merupakan sumbangan besar dalam mengangkat nama Banten sebagai pusat pen· didikan Islam yang menarik para pelajar untuk berdatangan ke sana dari segala penjuru Nusantara. Dan sikap Sultan yang sangat anti-Belanda dapat juga karena pengaruh Syaikh Yusuf, kendatipun hal itu, tentu saja, terutama merupakan reaksi terhadap campur tangan voe secara militer dan merasuknya kekuatan VOC dalam dunia perdagangan. Bagi VOe, yang bermarkas besar di Batavia (masa itu yang disebut Batavia hanyalah lingkungan Kota sekarang), Banten merupakan saingan dagang dan politik yang terlalu penting untuk diabaikan. Maka, pertikaian antara Putra Mahkota dan ayahnya yang memuncak pada tahun 1682, memberikan dalih yang memang ditunggu-tunggu voe untuk campur tangan dengan mendukung sang putra mahkota. Selama hampir dua tahun, Syaikh Yusuf memimpin sendiri suatu kelompok perlawanan yang terdiri atas ribuan pengikut. Mereka bergerak dari satu tempat ke tempat Iain di Jawa Barat dan terlibat dalam pertempuran kecil-kecilan dengan serdadu Belanda. Menghadapi pasukan Belanda yang lebih unggul, mereka tak berdaya, dan dikejar hahis-habisan. Akhirnya Syaikh Yusuf tertawan dan diasingkan ke Ceylon dan kemudian dipindahkan lagi ke Tanjung Pengharapan (Afrika). Di sana ia wafat pada tahun 1699. Para pengikutnya, orang-orang Bugis dan Makassar, diper· bolehkan kembali ke Sulawesi Selatan. Beberapa tahun setelah itu, kerangka jenazahnya dibawa pulang ke Sulawesi Selatan dari Tanjung Pengharapan dan dimakamkan kembali ke Lakiung. Makamnya di kedua tempat itu masih dianggap keramat oleh penduduk setempat. 4 Perjalanan hidup Syaikh Yusuf sekali lagi membuktikan bahwa kesalehan mistik tidak menghalangi militansi politik. Namun, di Sula· wesi dan Banten, juga di masyarakat Melayu di tempat ia diasingkan, Syaikh Yusuf terutama terkenal sebagai waliyullah atau ulama besar tasawuf, bukan sebagai pejuang yang telah angkat senjata melawan penjajah. Syaikh Yusuf terutama sekali mengajarkan Khalwatiyah (untuk ini ia menyandang gelar kehormatan Al-Taj Al-Khalwati), tetapi 4. Sumbcr Indonesia yang penting mengenai kehidupan Syaikh Yusuf adalah sebuah kronik Makasar yang ditcrjcmahkan dalam Ligtvoet 1880. Untuk episode Banten, catatan-catatan Bclanda bcrisi scdikit infonnasi, dlringkas dalam de Haan 1910-12, vol. I, bal. 36-57 dan vol. m, bal. 275-83. Ulasan·ulasan yang bcrsifat biograf11, bcrduarkan pada sumbcr ini dan sumbcr1umbcr lain: Drewes 1926; Ccnsc 1950; Hamb 1982 (1963], bal 37-57; Andaya 1981, bal. 2'73·278; Massiara 1983. Bab II. Awal Perkenalan Indonesia dengan Tarekat Naqsyabandi')lah 36 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia corak tarekatnya ini bebas meminjam teknik dari tarekat lain yang dipelajarinya, misalnya dzikir qalbi dari tarekat Naqsyabandiyah dan caranya yang khas "menggambar.. dzikir tauhid mengikuti jalan tertentu pada bagian tubuh. Tarekat K.halwatiyah-Yusuf (disebut demikian untuk membedakannya dengan cabang tarekat ini yang muncul belakangan, yakni tarekat K.halwatiyah-Samman)5 memperoleh pengikut (dan masih hingga kini) terutama di kalangan bangsawan Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan. Dilihat dari penyebarannya di Nusantara, tampaknya hanya di sanalah tarekat ini hidup langgeng. Tulisan-tulisan Syaikh Yusuf Mungkin saja Syaikh Yusuf bukan penganut tarekat Naqsyabandiyah Indonesia yang pertama, tetapi ia adalah orang yang pertama menulis tentang tarekat ini. Ia mengarang berbagai risalah mengenai tasawuf dan menulis surat-surat yang berisi nasihat·nasihat keruhanian untuk _ orang-orang penting (misalnya surat-surat kepada Karaeng Ka:runrung, pemimpin lasykar Kerajaan Gowa). Mungkin sebagian dari tulisan-tulisannya telah tidak diketahui rimbanya, tetapi sekitar dua puluh naskah pendek yang disebut sebagai karangannya masih ada dalam koleksi naskah di Jakarta dan Leiden. Di samping pula, terdapat beberapa naskah yang ditulis oleh penulis setelah dia, yang diakui ditulis berdasarkan ajaran-ajaran Syaikh Yusuf. Dalam naskah-naskah yang terpenting, Syaikh Yusuf menyebut dirinya sebagai pengarang. Beberapa yang lain tanpa nama pengarang, dan tidak jelas apakah naskah·naskah tersebut ditulisnya sendiri, oleh seorang muridnya, atau oleh pengarang lain yang tidak pernah berhubungan dengannya. 6 Ke· banyakan risalah dan surat-surat yang secara pasti ditulis oleh Syaikh Yusuf ditulis dalam bahasa Arab; beberapa karyanya sendiri dan beberapa lainnya yang didasarkan pada ajaran-ajarannya juga dijumpai dalam bahasa Bugis. Tulisan-tulisan penting dalam bahasa Arab terdapat dalam naskahnaskah berikut: A. Museum Nasional, Jakarta, Ms. A 101. Koleksi 21 risalah panjang dan pendek. Empat di antaranya secara eksplisit disebut karangan Syaikh Yusuf. Sebuah risalah lain adalah karangan 'Abd Al- 5. Khalwatiyah-8amman (dlnamai mcnurut nama guru tarekat di Makkah, Muhammad ibn 'Abd Al·Karim Samman, wafat 1771) juga befoleh pengikut yang besar di Sulawesi Sela· tan, empat kali llpat lebih dibanding cabang-cabang tarekat lainnya, terutama di kalangan bawah. Dziltr tarekat ini dilakukan dcngan sua:ra keru bingga mencapai ekstase, berlawanan sekali dengan dziltr Khalwatiyah·Yusuf yang tenang dan lebib menyerupai meditasi. 6. Profeaor Tudjimah (1987) mcnyebut 21 teks pendek yang dikaitkannya dengan nama Syaikb Y1111uf, tetapi beberapa dari teks•teks ini tampaknya lebih merupakan karya pengarang-pengarang lain yang kebetulan disa1in bersama-sama dcngan risalahJD.ya Syaikh Yusuf. Beberapa tulisan Syaikh Ymuf yang lain yang banya ditemukan dalam manuskrip E (lihat di bawah) belum masuk dalam daftar Prof. Tu~. 37 Ra'uf Singkel (tanbih al-masyi), selebihnya tanpa nama pengarang. Museum Nasional, Jakarta, Ms. A 108. Koleksi 31 risalah panjang dan pendek yang dulunya milik Raja Bone, Ahmad Al-Shalih Syams Al-Millah wa Al-Din, Matinroe ri Rompegading (I 77 51812) yang adalah seorang pengagum berat Syaikh Yusuf dan menulis serta menyuntlng sendiri beberapa risalah mengenai ajaran-ajaran Syaikh Yusuf (Cense 1950: 54). Tiga risalah dalam naskah ini terang-terangan disebut karangan Syaikh Yusuf, lainnya termasuk Fath Al-Rahman yang terkenal itu oleh Raslan AlDimasyqi, 7 sebuah risalah pendek menyangkut U>Udhu' oleh syaikh Naqsyabandi, Taj Al-Din Zakariya' (guru dari gurunya Syaikh Yusuf, Muhammad 'Abd Al·Baqi), yang lain mengenai wahdo.t al-wujud oleh seorang bemama Muhammad Al-Makki, lalu sebuah risalah oleh seorang murid Muhammad Baqi Al-Yamani Al-Naqsyabandi yang tidak disebutkan namanya (Syaikh Yusuf sendiri?), dan sebuah risalah oleh Ahmad Al-Shalih sendiri, berjudul Al-Nur Al-Hadi ila Thariq Al-Rasyad. 8 c. Museum Nasional Jakarta. Ms. A 45. Berisi naskah mistik tanpa nama pengarang, Tuhfah Al-Thatib Al-Mubto.di wa Minhah AlSalik Al-Muhtadi dan Zubdah Al-Asrar karya Syaikh Yusuf yang ditulis di Banten tahun 1087/1676-7. Disertai terjemahan dalam bahasa Jawa di antara baris-baris teks dan pada pinggir halaman, dan postscriptum juga dalam bahasa Jawa. Naskah ini kelihatannya berasal dari Banten. D. Perpustakaan Universitas Leiden, Cod. Or. 7025. Berisi dua risalah yang merupakan karangan Syaikh Yusuf dan sebuah lagi tanpa nama pengarang namun bisa jadi dari Syaikh Yusuf juga. Juga berisi hasyiyah (dalam tulisan tangan yang lain) oleh Ibrahim AlKurani terhadap suatu bab karya lbn Al-'Arabi, Al-Futuhat AlMakkiyah. E. Dinas Purbakala ++++. Naskah yang diketemukan di Sulawesi Selatan oleh Buya Hamka ini berisi koleksi tulisart-tulisan Syaikh Yusuf paling lengkap, sebuah surat dan enam risalah, beberapa di antaranya tidak ada dalam naskah lain. Sayangnya, secara fisik, keadaan naskah ini buruk sekali, dan hampir tidak dapat dibaca. Prof. Tudjimah telah membuat salinan naskah ini (ditulis tangan oleh asistennya) dan dengan baik hati dia memberi saya fotokopi B. 7. Mengenai karya ini clan adaptasinya dalam bahua Indonesia, lihat Drewes 1977. Terbadap penemuan Drewes barangkali dapat ditambahkan babwa telab diterjemabkan ke dalam babasa Melayu oleh ulama abad kedelapan Arsyad Al-Banjari (barn dicetak untuk pertama kalinya belum lama ini), dan juga oleh orang Banjar lainnya bernama 'Abd Al-Samad ibn Muhammad Azhari dari Negara pada tahun 1334/1916 (di· cetak di Singapu:ra tabun bet·ikt1tn1~al. 8. Risa/ah ini juga terdapat dalam dan Melayu, di Museum Nasional, Jakarta, masing·muing Ms. VT 23 dan M 69 (lihat 1950, 55-56). 38 Tare/tat Naqsyabandiyah di Indonesia salina:n tersebut. Terjemahan risalah ini dalam bahasa Indonesia sedang dipersiapkan oleh Dr. Tudjimah (Univetsitas Indonesia). Peneliti lain yang sedang meneliti kumpulan karangan ini adalah Drs. Abu Hamid dari Universitas Hasanuddin, Ujungpandang. 9 F. Sebuah naskah yang berada di tangan R Wan Muhd. Shaghir Abdullah, Mempawah, Kalimantan Batat, berasal dari keluarga khatib Kerajaan Bone, dan secara ringkas diuraikan dalam Abdullah 1983, 75-80. Empat risalah dalam koleksi ini diaebut sebagai karangan Syaikh Yusuf. Satu di antaranya disebut Fath Al-Rahman; ini agaknya kekeliruan dalam menyebut mama pengarang. dan karya ini agaknya dikaitkan dengan karya Raslan Al-Dimasyqi yang juga terdapat dalam naskah B (yang berasal dari daerah yang sama, Bone). Selain naskah·naskah di atas, beberapa naskah lain di Perpustakaan Universitas Leiden berisi risalah yang sangat pendek yang mungk.in juga tulisan Syaikh Yusuf. R.isalah-risalah ini ada dalam daftar bukunya Tudjimah (1987). Dari keseluruhan naskah tadi, dapat kita susun dafW. risalah oleh Syaikh Yusuf Makassar atau disebut sebagai karangan Syaikh Yusuf Makassar (liha:t Tabel I): Dari karya·karya ini, Al-Barakat Al·Sailanfyyah, Kaifiyyalt AlMunghi wa Al-Ithbat bi Al-Hadits Al-Qudsi dan Sirr Al-Asrar tidak menyebut nama pengarangnya, d;m karena itu kita tidak tahu pasti apakah itu memang tulisan Syaikh Yusuf. Tetapi, isinya mirip dengan tulisan·tulisan Syaikh Yusuf yang lain. Naskah berbahasa Bugis: Naskah Bugis Ms. VT 23 di Museum Nasional Jakarta berisi dua risalah yang secara eksp1isit disebut sebagai karangan Syaikh Yusuf, dan lainnya yang menguraikan secara terperinci ajaran-ajaran Syaikh Yusuf tetapi barangkali ditu1is oleh seorang murid beliau. Karya-karya Para Murid Syaikh Yusuf Naskah yang sama (VT 23) juga berisi versi Bugis yaitu Risalah Al-Nur Al-Hadi ila Thariq Al-Rasyad. Risalah ini ditulis oleh Raja Bone, Ahmad Al-Shalih "Syams Al-Millah wa Al-Din"; versi Arabnya dari karya yang sama termasuk dalam naskah B, yang sekali waktu pernah menjadi milik raja tersebut. Naskah Bugis yang sama, di bawah judul yang sama, juga terdapat dalam Ms. VT 19 di Museum Nasional Jakarta, tetapi di sini Syaikh Yusuf disebut sebagai pengarang (Cense 1950:55-56). Bolch jadi, ini merupakan kekeliruan; dalam versi yang lain, pengarangnya mengatakan 9, Buk.unya Tudjim.ah (1987) belum menyebut tulisan·tulisa.n Yusuf dalam naskab ini,jup tidak tul.isan·tulisan dahun F. Buku itu hanya lneliputi A D. Bab II. Awal Perkenalan Indonesia dengan Tarekat Naqsyabandiyah 39 bahwa karyanya itu ditulis berdasarkan ajaran·ajaran Syaikh Yusuf, dan ini mungkin salah dimengerti oleh penyalin. TABEL 1. KAR.YA-KAR.YA SYAIKH YUSUF MAKASSAR - JUDUL A.mar Al·Shalat ill-Barakat Al-Sailaniyyah BidayahAl-Mubtadi Al·Futuhat Al-Rabbaniyyah Habl Al·Warid KaifiyyahAl·Mughni Maktub 10 Matlab Al·Salildn. Al·Minhah Al-Sailaniyyah (a.tau Al-Na.fhahAl..Sailaniyyah) Qt.m'ahAl· 'Am A.l-Risalah Al·Naqsyabandiyyah SajinahA.l·Najat Sirr Al-Asrar Taj Al·A.srar TuhfahAl-Labib ZubdahAl-Asrar A B c D E F + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + Juga ada versi Melayu dari risalah yang sama, pada Ms. ML 69 di Museum Nasional Jakarta. Naskah ini pun jelas berasal dari Sulawesi Selatan; halaman-halaman pennulaan dan terakhir ditulis dengan aksara Bugis, dan sebagian besar teks tersebut dibubuhi terjemahan antarbaris berbahasa Bugis (atau Makassar) dalam aksara Arab. Nama pengarang tetap tidak diketahui, tetapi penulisnya mengatakan bahwa ia mendasarkan karyanya itu pada sebuah buku (atau beberapa buku) dari Yusuf Al-Taj Al-Khalwati dan pada ajaran-ajaran lisan seorang Yusuf yang lain, yang adalah qadhi di Bone. Buku itu terutama sekali menyangkut tarekat Qadiriyah, dan di dalamnya dikutip sebuah silsilah yang garisnya turun melalui Ahmad Qusyasyi, Ibrahim Al-Kurani dan Ibrahim Thahir (boleh jadi Abul-Thahir Muhammad ibn Ibrahim AlKurani) sampai kepada seorang bemama Yusuf Tibuku ( ~ ~ ). Boleh jadi, nama ini seharusnya dibaca Yusuf Cibogo (yaitu 0erasal dari Cibogo, Bogor), sebab seorang bemama Yusuf Bogorjuga disebut dalam IO. Sepucuk surat yang ditulis pada tahun 1084/1672 oleh Syaikh Yusuf dari Banten kepada Karacng K.atunrung, pangera.n GoW'I\ yang memimpin per:tahanan terhadap Belanda dan sekutunya A.rung Palakka darl Bone, yang ketika itu masih berusaha melawan, meskipun sudah dikalahkan pada tahun 1669 (tentang lnl llhat: Andaya 1981 ). 40 Tarelt:at Naqsyabandiyah di Indonesia lampiran risalah itu. Lampiran ini menyangkut Khalwatiyah-Samman, dan memuat silsilah Syaikh Yusuf Bogor, yang adalah seorang khalifah dari Muhammad Samman ibn 'Abd Al-Karim, dan oleh sebab itu mestilah dia orangnya yang membawa cabang tarekat Khalwatiyah itu ke Sulawesi Selatan. Tidak begitu jelas apakah Yusuf ini sama dengan Yusuf yang menjadi qadhi di Bone ataukah orang ketiga yang kebetulan namanya sama. Paling tidak ada satu naskah Melayu lagi yang secara tidak langsung dikaitkan pada Syaikh Yusuf. 11 Jni merupakan risalah pendek tentang bagaimana mengatur napas dan makna dari istilah-istilah nafas, anfas, tanaffas dan nufas, dan merupakan naskah kedua dari enam naskah tentang tawhid dan tashawwuf dalam sebuah mafmu 'a di Museum Nasional Jakarta (Ms. W 49, hal. 44-61). Naskah lain dalam koleksi itu termasuk sebuah naskah oleh Nur Al-Din Al-Raniri mengenai penciptaan, sebuah lagi oleh 'Abd AI-Shamad Al-Palimbani mengenai syahadat, dan Masa'il Al-Muhtadi yang tidak ada nama pengarangnya, tetapi hingga kini masih dipakai secara luas di Sumatera. Ini menunjukkan bahwa naskah tersebut besar kemungkinan berasal dari Sumatera; ditulisnya nama Yusuf secara tidak tepat ("Yusuf Maqtasi") menunjukkan bahwa si penyalin masih asing dengan namaitu. Syaikh Yusuf dan Tarekat Naqsyabandiyah Seperti telah disebutkan sebelumnya, Syaikh Yusuf bukan hanya berbaiat masuk tarekat Khalwatiyah, tetapi ia pun berbaiat masuk macam-macam tarekat lainnya. Dalam karyanya, Safinah Al-Najat, ia menyebut nama-nama para gurunya dalam tarekat-tarekat Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Syattariyah, Ba'alawiyah dan Khalwatiyah serta silsilah mereka secara lengkap. Sebagai guru Naqsyabandinya yang utama, ia menyebut Abu 'Abdallah Muhammad 'Abd Al-Baqi Al· Mizjaji Al-Yamani, yang berdomisili di Nuhita, Yaman. Syaikh ini adalab seorang khalifah dari seorang Naqsyabandi kenamaaan di India, Taj Al-Din Zakariya' (wafat 1052/1642). Dalam suatu bagian tulisannya, Syaikh Yusuf menyebut gurunya itu "lbn Al-Syaikh Al-Kabir". Sang guru itu sendiri adalah murid dari guru India yang masyhur, Baqi Bi'llah. Berbeda dengan teman seperguruannya Ahmad Sirhindi, Taj AlDin terus mendukung doktrin wahdat al-wujud yang monistik itu, doktrin yang juga dianut oleh guru-guru Syaikh Yusuf yang lain. Tampaknya Yusuf belajar, paling tidak, kepada seorang syaikh Naqsyabandi lainnya: karyanya Mathlab Al-Salikin (atau Mathalib Al- 11. Risalah tersebut awalnya menyatakan: "inilah risalah da.ripada syaikh masyayikh kami waliyullah lagi kamil mukammal yaitu syaikh Yusuf Maqtui negerinya •••" Bab II. Awai Perlt:efltlhm Indonesia dengan Tarelt:at Naqsyabandiyah 41 Salikin) merupakan adaptasi dari karya seorang guru Naqsyabandi India yang hidup sezaman dengannya, 'Abd Al-Karim ibn Muhammad AlLahuri.12 Dalam mukadimahnya, Syaikh Yusuf menyebut 'Abd AlKarim sebagai "syaikh kami" (syaikhuna), yang menunjukkan bahwa ia belajar kepadanya atau kepada seorang muridnya. Mathalib berisi spekulasi-spekulasi metafisik tentang dzat dan sifat Allah, dan corak wahdat al-wujud; tidak ada yang khas ajaran Naqsyabandi. Di antara guru-guru Yusuf yang lain, sudah selayaknya disebut Ibrahim Al-Kurani di Madinah. Ibrahim menggantikan Ahmad Qusyasyi sebagai syaikh tertinggi Syattariyah setelah wafatnya pada tahun 1071/ 1660-1, dan Ibrahim diketahui mempunyai beberapa murid orang Indonesia (yang paling dikenal adalah 'Abd Al-Ra'uf Singkel). 'Abd AlRa'uf bukan hanya seorang penganut tarekat Syattariyah, tetapi juga mengamalkan beberapa tarekat lain, termasuk tarekat Naqsyabandiyah. Dialah pendukung wahdat al·wujud yang sangat vokal, dan pengaruhnya bergaung ke seantero Dunia Islam. 13 Teks Naqsyabandi karya Syaikh Yusuf yang paling eksplisit, AlRisalah Al-Naqsyabandiyah (kalau benar ini ditulis oleh Syaikh Yusuf sendiri), sayangnya saya tidak mendapatkannya. Ringkasan yang dibuat oleh Abdullah (1980, 76-7) memberi kesan bahwa Syaikh Yusuf benarbenar mengajarkan tarekat ini - sayangnya, tiada bukti yang lebih sahih dari ini. Naskah tersebut antara lain berisi teknik-teknik meditasi paling tua, yang mula-mula dirumuskan oleh 'Abd Al-Khaliq Al-Ghujdawani, dan kJtentuan-ketentuan zikir. Tetapi acuan-acuan kepada tarekat Naqsyabandiyah dalam tulisan-tulisan Yusuf yang lain, tidaklah menunjukkan secara khusus bahwa ia mengutamakan tarekat ini; pengarang tampaknya lebih membicarakannya daripada mengajarkannya secara khusus. Rupa-rupanya Syaikh Yusuf menemukan sistem sufistiknya sendiri yang menggabungkan unsur-unsur dari berbagai macam tarekat yang dipelajarinya, dan dikenal menurut nama komponen utamanya, Khalwatiyah. Sayang sekali, tulisan-tulisannya yang berbahasa Arab tidak berisi keterangan yang konkret mengenai doktrin-doktrin dan teknik-teknik meditasinya, sehingga sistem Syaikh Yusuf, bila demikian sebenamya, tetap gelap bagi kita. Tulisan-tulisannya kebanyakan berisi ide-ide kesufian secara umum (yang bercorak wahdat al-wujud), nasihatnasihat moral dan anekdot-anekdot tentang para sufi ternama. Sebuah topik yang secara konsisten ditekankannya dalam semua risalahnya adalah betapa pentingnya meditasi melalui seorang syaikh (tawassul) dan kewajiban sang murid untuk patuh tanpa banyak tanya kepada syaikh- 12. Sanp.t iedikit dilr.etahui mengenai 'Abd Al-Karim. Brockclmann (GAL ll, 420; S ll, 618) menycbut Muntaha Mathalib A.l-&lllcin-n.ya dan dua k.uya lain; Muntaha ditulis pada tahun 1062/1658. 18. Lebihjauh tcntang lhrahim Al·Kurani, llhat Bab IJ. 42 Tarelcat Naqsyabandiyah di Indonesia nya, bahkan apabila sang syaikh berperilaku tidak pada tempatnya atau berbuat dosa besar sekalipun. Banyak sekali anekdot·anekdot dan ujarujar para sufi kenamaan seperti Ibn_Al·'Arabi, Junaid Al-Baghdadi, Dzun-Nun Al-Mishri, 'Abd Al-Qadir Jilani dan Baba' Al-Din Naqsyabandi dikemukakannya dalam upaya agar diterima pelajarannya bahwa kepatuban paripuma kepada syaikh merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar demi pencapaian spiritual. Hanya sesekali kita jumpai bagian yang berisi pelajaran-pelajaran yang konkret, seperti uraian tambahan mengenai cara yang tepat dalam mendawamkan formula zikir la itaha illallah dan mengenai urutan hirarkis dari zikir ini ke yang lebih tinggi Allah, Allah, dan puncaknya hu, hu. 14 Lebih jauh, mengenai sistem Syaikh Yusuf yang khas itu, barangkali dapat diperoleh melalui kajian yang teliti terhadap doktrin-doktrin dan teknik·teknik Khalwatiyah-Yusuf (yang ada sekarang). sebagaimana yang dilakukan oleh Drs. Abu Hamid dari Ujungpandang. Pengaruh Naqsyabandiyah terhadap tarekat ini barangkali terletak pada asalmuasal dua segi khusus: zikir diam atau zikir tanpa suara (pada cabangcabang Khalwatiyah lainnya zikir ini dengan suara keras dan memuncak pada 0ekstase), dan tempat dzikir Allah. Allah pada latha'if. "titik-titik halus di tubuh (serupa dengan ci:zl:t:ra dalam psikologi Hindu). 15 Tarekat Naqsyabandiyah setelah Syaikh Yusuf Naskah-naskah yang berisi tanggapan-tanggapan Syaikh Yusuf mengenai tarekat Naqsyabandiyah semuanya berasal dari Sulawesi Selatan. Ini memberi petunjuk bahwa tarekat Naqsyabandiyah ada pengikutnya juga di sana, yang boleh jadi menggabungkannya dengan tarekat lain seperti yang telah dilakukan oleh Syaikh Yusuf. Namun, selain naskah-naskah itu, untuk Sulawesi Selatan kita tidak punya bukti lain yang lebih kuat. Ada sejumput bukti menarik yang memperlihatkan bahwa tarekat Naqsyabandiyah telah meraih prestise tinggi di lingkungan terpelajar Banten selama atau tidak lama setelah kegiatan-kegiatan Syaikh Yusuf 14. DUun Habl A.l·Warid li Sa 'iutat A.l-Murid (hanya ada dalam ms. E) dan dalam Zubdat A.lAsrar {semua ms.). Zikir pcrtama dibayangkan scperti mcngambarkan scbuah jalan me· lcwati tubuh, dari otak (ncgasi la) turun ke kiri (pada ilaka). naik lagi ke k.anan pada ilia, dan ''menghlll\lamkan ke hati" ka1a terakhir Allah. 15. Drs. Abu Hamid, pembicaraan prihadi (Februari 1985). Secara umum diterima bahwa dzikir latha 'if ditambahkan kepada teknik spiritual Naqsyabandiyah yang asli oleh Ahmad Sirhindi (lihat misalnya Khan 1978 [192.SJ, 101·2), dan belakangan dipinjam Elari tarekat Naqayabandiyab oleh pelbapi tarekat lainnya. Kalau inf benar, maka aulit untuk me· mahami bapimana Syaikh Yusuf yang sudah ten.ng tidak termasuk ke dalarn tarekat Naq. syahandiyah ca.bang Sirhindi, telah mcmpelajari teknik ini. Dalarn tulisan-tulisannya, ia tidak ada menyebut kata lathifa (pl. lathaff), dan saya hanya menemukan satu bagian yang dapat ditafsirkan scbapi llfaian yang sangat sederhana mcngenai teknik spiritual itu (dalarn TUii/ah A.l-Labib, dalam ms. E). Mungkinkah ada pengaruh toltoh Naqsyabandiyah yang belakangan terhadap tarekat Khalwatiyah-Vusuf? Bab II, Awal P,erkenalan Indonesia dengan Tarelcat Naqsyabandiyah 43 di sana. Dua karya sejarah jenis babad dari Banten, yaitu Sajarah Banten dan Hikayat Hasanuddin, menunjukkan bahwa tarekat Naqsyabandiyah telah mempunyai kedudukan terhormat di Banten pada zaman karya tersebut disusun. Hal ini berlangsung pada paroh kedua abad ke-17. Karya ini sarat riwayat legendaris mengenai Sunan Gunung Jati dan putranya, Maulana Hasanuddin. Tradisi Banten menganggap Hasanuddin (wafat 1570), bukan ayahnya, sebagai pendiri dinasti Kerajaan Islam Banten. Alkisah, sebelum menjadi raja, Hasanuddin dibawa ke Makkah oleh ayahnya; ia dibungkus dalam kain, sedangkan jarak yang jauh itu konon ditempuh hanya bebcrapa saat saja. Usai melaksanakan haji, keduanya pergi ke Madinah. Di sana sang putra dibaiat masuk tarekat Naqsyabandiyah dan diajarkan wirid-wirid, zikir-zikir dan amalan tarekat lainnya, demikian Hikayat Ho.sanuddin. 16 Riwayat sejenis terdapat dalam Sajamh Banten. Menurut analisis Hoesein Djajadiningrat (1913), SajMahBanten mmpung ditulis tahun 1662-3. Sebagian besar Hikayat Ho.sanuddin menggunakan Sajarah Banten tadi sebagai sumber, kendati kemungkinan ada beberapa bagian diambil dari teks yang lebih lama. Itu berarti bahwa sekurang-kum.ngnya pada tahun 1662-3 ta:rekat Naqsyabandiyah sudah dikenal di sana. Tarekat malahan merupakan bagian dari legitirnasi (pengesahan) raja-raja Banten. Padahal pada masa hidup Hasanuddin sendiri, belum dijumpai guru Naqsya. bandiyah di Madinah. Namun pada saat Saje.1"11.h Banten disusun, nama tarekat itu tampaknya sudah cukup kondang sehingga kalangan keraton yang mensponsori penulisan sejarah mengklai:m bahwa dinasti Banten sudah sejak semula masuk Naqsyabandiyah1 1 ' Dengan kata lain, meskipun Syaikh Yusuf adalah pengarang Nusantara pertama yang masuk dan mengaja:r tarekat N'aqsyabandiyah, tarekat ini sudah dikenal di Banten sebelum ia kembali dari Tanab Suci. Syaikh Yusuf memang sangat terkenal dan berpengaruh, tetapi tidak beralasan untuk menganggap bahwa ia satu-satunya orang di Banten yang telah masuk tarekat ini di Madinah. Di hawah Sultan Ageng Tirtayasa, Banten menjadi sangat kuat berorientasi kc Makkah. Sultan bahkan meminta pengakuan gelarnya dari Syarif Makkah, dan putra mahkota sendiri pergi berhaji ke Makkah, serta Kota Banten didorong perkembangannya menjadi pusat pendidikan Islam tempat pemudapemuda Muslim Nusanta:ra berdatangan untuk menimba ilmu; sementara di sisi lain, tentu saja, kota itu tetap mantap sebagai bandar niaga terkemuka. Mestilah ada orang-orang lain yang pergi berhaji di samping putra mahkota, dan bukan tidak mungkin mereka ini kembali dengan 16. "Mengajukan ltepada analmya ilmu yang scmpuma betlerta denpn bay'at, demikianlllh silsilah dan wirid dan tarekat Naqsyabandiyah sertll dikir dan talkin dan dikir khirqah scrta sughul". J. Edel, Htkajat HasllflOedtlm. Meppel [discrtui, Utrecht), 191S, S2. 1 7. Perl.NU tarellat scblpl legi.timasi kelr.uuan raja di Banten dibabas lebih lanjut dalam: Martin vm Bruinessen, "Shari'a Court, Tlrelrat and Pesantren: Religious Institutions in the Banten Sultanate", A.n:hipel 47 (akan terbit). 44 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia pengetahuan kenaqsyabandian seperti yang diajarkan di kedua kota sud tersebut. Barangkali merupakan hal yang penting bahwa sang pangeran berbaiat bukan di Makkah tetapi di Madinah. Memang, pada tahun-tahun itu orang-orang Naqsyabandiyah yang sangat berpengaruh berada di Madinah, yakni selingkaran ulama di sekitar Syaikh Ibrahim Al-Kurani yang telah disebut terdahulu. Syaikh Ibrahim dikenal punya banyak murid orang Indonesia, yang kebanyakan belajar tarekat· Syattariyah kepadanya, tetapi beberapa dari mereka rupa-rupanya juga berbaiat masuk tarekat Naqsyabandiyah. Kehadiran tarekat Naqsyabandiyah berlanjut terns di Banten selama abad berikutnya, seperti ditunjukkan oleh dua naskah Melayu abad kedelapan belas di Perpustakaan Universitas Leiden. Naskahnaskah jtu mengacu kepada syaikh asal Banten 'Abdallah ibn 'Abd AlQahar, yang mengajarkan baik tarekat Naqsyabandiyah maupun tarekat Syattariyah, dan ia pun mengangkat khalifah Naqsyabandi untuk Bogor dan Cianjur.~ 8 Menurut naskah-naskah ini, Syaikh 'Abdallah dibaiat masuk tarekat Naqsyabandiyah oleh putra Ibrahim Al-Kurani, Muhammad Thahir (wafat 1145/1733), dan di tarekat Syattariyah ia berbaiat melalui salah satu dari tiga garis penerus Al-Qusyasyi. Oleh sebab mestilah Syaikh 'Abdallah ini naik daun pada masa-masa permulaan abad kedelapan belas. Perpaduan Naqsyabandiyah dan Syattariyah agaknya menyebar pula ke luar dari wilayah Banten, sebab kita mendapatkan beberapa tulisan yang belakangan mengacu kepada bentuk perpaduan itu. Menurut karya sastra kraton J awa, Serat Centhini (versi yang ada sekarang berasal dari permulaan abad kesembilan bdas), tokoh utamanya Amongraga, ~·mendawamkan wirid-wirid Naqsyabandiyah dan Syattariyah ba'da shalat. 19 Pengarang (atau lebih tepatnya penyadur) Centhini asal Jawa Tengah ini pastilah menulis demikian karena mengetahui bahwa kedua tarekat ini diamalkan bersama-sama dalam lingkaran tertentu (pesisir utarajawa?). Koleksi naskah KITLV di Leiden berisi naskah pendek berbahasa Melayu mengenai "thariq al-sadat al-syattan'yyah wa al-naqsyabandiy18. Thariqah Khalwatiyyah wa Naqshbandiyyah (Leiden Or. 7337) menyebut Syaikh 'Abdal· lab dan khalifah Naqsyahandinya, Maulana Qadhi Muhammad Thahir dari Bogor, Haji Muhammad 'Ali dari Cianjur, dan Haji Muhammad Ibrahim Harun Al.jalis dari Cianjur. Penprang dari risalah ini adalah seorang murid dari kbalifah yang disebut pertama. Naskah kedua, Silsilah Syattariyah (Leiden Or. 7327) menyebut syaikh yang sama sebagai seorang ""''"""""' Syattariyah dan memberikan silsilahnya. Kedua naskah tersebut dikumpulkan sekitar pergantian ahad yang lalu untuk Snouck Hurgronje; usia naskah itu tidak ""'""'"'u pasti. Bagian Khalwatiyah dari naskah pertama mengacu kepada Muhammad [ibn 'Abd Al-Karim] Al-5amman, yang wafat tahun 1775, dan yang murid-muridnya Indonesia kembali pada awal tahun l 170-an. 19. djalalah bardjah". Dikutip dalam PJ.Zoetmulder, PantheSoeloek-Literatuur, Nijmegen 1935, 130-l. Dalam isme en Monisme in de konteks asumsi hahwa nama isbandiah merupakan bentuk penyimpangan dari tampaknya sulit dibantah. Bab II. Awai Perltenalan Indonesia dengan Tareltat Naqsyabandiyah 45 yah ", yang menjelaskan khasiat yang menakjubkan dari berbagai zikir dan menguraikan dengan rinci ide·ide kosmologis menurut tradisi wahdat al·wujud. Nama-nama beberapa guru yang disebutkan pengarang menunjukkan bahwa naskah ini berasal dari Aceh; tahunnya tidak jelas, tetapi katalog memperkirakan sekitar penghujung abad kesembilan belas. 20 lni merupakan petunjuk yang kuat bahwa perpaduan Naqsyabandiyah dan Syattariyah pemah diamalkan di daerah paling utara pulau Sumatera. Namun, penghujung abad kesembilan belas tampaknya merupakan masa yang agak ketinggalan; di tempat lain, di Nusantara, cabang-cabang Naqsyabandiyah yang lebih tua pada saat itu sedang digeser oleh tarekat Khalidiyah yang sedang gencar-gencamya membaiat orang menjadi anggotanya (dan, pada beberapa tempat, tarekat Mazhariyah). Ada sebuah naskah Melayu lainnya dari Sumatera yang tampaknya ada kaitannya dengan cabang Naqsyabandiyah yang lebih tua, Lubab Al-Ki/ayah karya seseorang bemama Jamal Al-Din Pasai. Satu-satunya salinan yang masih ada dibuat tahun ,1859, tetapi ulinya tampaknxa, berasal dari masa yang jauh lebih tua. Van Ronkd, dengan dasar pembuktian yang lemah, memperkirakan naskah yang asli berasal dari abad ketujuh belas.21 Seb~ besar naskah itu membicarakan fiqih, tetapi dibubuhi petuah-petuah untuk menjalankan ibadah Naqsyabandiyah, shalat·shalat sunat, wirid dan zikir. Hanya dua nama wali Naqsyabandiyah yang disebut, dan ini tidak banyak membantu kita untuk meletakkan naskah ini dalam sejarah tarekat: Ahmad Khwajakani dan Hafith Kasyghari alias Syaikh Muhammad Faris. Nama-nama ini, yang tampaknya telah sedikit berubah dari yang sebenarnya, menunjukkan bahwa yang dimaksudkan adalah dua orang syaikh tarekat ini dari Asia Tengah atau yang dimaksudkan itu bergelat Khwajagan. 22 Periode Khwajagan adalah sekitar tahun 1400-1550, yang temyata jauh sebelum naskah Surnatera itu ditulis. 20. Risalah tanpa judul dalam Ms. Or. 112, KITLV, Leiden, hal. 21-44. Dalam pembahasan mengenai mhlil (yaitu pembacaan formula la ilaJia illallah). penguang memberikan nama· nama tltjuh guru (semuanya disebut ''syaikhuna"), dua dari nama·nama itu menpndung nama tempat yang 1ampanya terdapat di Aceh ('Abd Al·Rabim Lam Kubit dan 'Abd Al· Rahman LamJabit). 21. Lubab A.l-Kifayah, Leiden Or. 12202, dijelukao dan dlringkas oleh Van Ronk.el (1919). Perkiraan Van Ronk.el mengenai usia telu ini dlragukan oleh Tenku lskandar, yang menganggap telu itu berasal dari abad kesembilan belu (T. Iskandar, permkapan pnl>adi). Tetapi setebh mempertimbangk.an isinya, saya percaya hahwa usia telu tersebut sdwus· nya lebih tua lagi. 22. Saya berpendapat hahwa nama yang disebut duluan hendaklab diidentifilwikan dengan Ahmad Amkinagi, guru dari Baqi Bi'Dah (yangjuga dlacu aebagai Muhammad Al·Khwajagi Al·Amldnagi). "Haft.th" boleh jadi ma:upakan penyirnpangan dari "Hafizh", gem yang di· berikan kepada orang yang hapal selurah Al-Quran. Guru Naqsyabandiyah yang paling terkenal dari Kasyghar adalah gu':'U dari 'Ubraidallah Ahrar, Sa'd Al·Din. 46 Tarekat Naqs:yaoandiyah di Indonesia Kesimpulan Sebagai ikhtisar, tarekat Naqsyabandiyah mula-mula muncul di Indonesia dalam paruh kedua abad ketujuh belas, dan orang pertama yang diketahui mengamalkan tarekat itu adalah Syaikh Yusuf Makassar. Sejak masanya Syaikh Yusuf, di Sulawesi Selatan tampaknya tarekat ini telah diamalkan orang walaupun mungkin hanya oleh sebagian kecil penduduk. Di Ban ten, tarekat ini diperkenalkan kurang lebih bersamaan waktunya, dan tampaknya mendapat tempat terhormat di kalangan terpelajar. Seorang guru dari Banten mcnyebarkan tarekat ini ke daerah Bogor dan Cianjur, di kedua tempat .ini ia mengangkat khalifah. Agak belakangan (di penghujung abad kedelapan belas atau permulaan abad kesembilan belas), tarekat ini pun ditemukan di Jawa Tengah, tetapi kita tidak tahu apakah ia datang dari Banten atau langsung dari Negeri Arab. Dalam semua kasus-kasus ini, tampaknya tarekat Naqsyabandiyah telah berpadu dengan satu atau lebih tarekat lain - Khalwatiyah di Sulawesi, Syattariyah di Jawa. Ada tanda-tanda bahwa tarekat Naqsyabandiyah juga mempunyai pengikut di Aceh, mungkin dalam gabungannya dengan tarekat Syattariyah, tetapi tidaklah mungkin menetapkan kapan persisnya terjadi - abad kedelapan belas atau kesembilan belas dan dengan guru-guru Arah yang mana cabang Naqsyabandiyah ini punya kaitan. Sebatas inilah sumber-sumber Indonesia mengatakan kepada kita mengenai kedatangan dan perkembangan tarekat sebelum akhir abad kesembilan belas. Kebanyakan naskah merupakan penuntun yang se· derhana, yang memberikan pelajaran paling sederhana mengenai zikir, petuah-petuah moral, renungan-renungan me~k, dan kadang-kadang silsilah. Naskah-naskah itu tidak dapat dipahami hanya dengan membacanya sendiri; memanglah dimaksudkan untuk dijelaskan melalui bimbingan lisan sang syaikh. Oleh karena itu, sulit untuk merekonstruksi dari naskah-naskah tersebut apa persisnya ajaran-ajaran yang esoteris dan latihan-latihan spiritual yang dimaksudkan. Tetapi, pengetahuan yang lebih baik mengenai tl'lrekat Naqsyabandiyah di India dan Tanah Arab akan membuat pemahaman kita yang lebih baik terhadap sumber-sumber Indonesia juga. Bab-bab yang berikut, karena itu, akan membahas sejarah umum tarekat Naqsyabandiyah beserta perkembang· an ritualnya dan doktrin-doktrinnya di Asia Tengah, India, dan Timur Tengah.• BAB m ASAL-USUL DAN PERKEMBANGAN TAR.EK.AT NAQSYABANDIY~ HINGGA AKHlR. ABAD KETUJUH BELAS Ada berbagai pendekatan yang dilakukan orang dalam menulis sejarah sebuah tarekat, dan pendekatan-pendekatan itu tidaklah mudah diperdamaikan satu sama lainnya. Anggota-anggota sebuah tarekat cenderung menekankan bahwa ajaran dan amalan tarekat mereka tidak pemah berubah dan berlanjut terns, yang mereka percayai sama sepanjang abad, diturunkan tanpa perubahan dari sang guru kepada murid· muridnya. Sebaliknya, mereka yang mempelajari tarekat dari luar (orientalis, sejarahwan sosial, dan antropolog, tetapi juga para ulama yang kritis terhadap tarekat} cenderung menekankan adanya perubahan dan penyesuaian terbadap keadaan·keadaan setempat dan iklim sosial dan intelektual zamannya. Mereka dapat menunjukkan bahwa amalan· amalan tertentu jelas-jelas dipinjam dari amalan-amalan agama lain - Yahudi, Kristen, Hindu dan Budha - dan bahwa tarekat sebagai sebuah institusi belum ada sebelum abad kedelapan Hijri/abad keempat belas Masehl. Dalam pandangan ini, tarekat merupakan sesuatu yang baru yang tidak pemah ada dalam Islam yang +mi. Perhatian kepada 9enampakan luamya saja mungkin telah membawa para pengamat luaran ini mengabaikan suatu kesinambungan sikap-sikap pokok yang memang punya akar kuat di masa Rasulullah. Beberapa penulis modern telah sampai pada dukungan terbadap pandangan "dalam" bahwa setiap tarekat mewakili suatu sikap spiritual tersendiri yang telah ada sejak semula. 1 Saya percaya bahwa pandangan °dari dalam" dan pandangan "dari luar" itu saling melengkapi dan sebenamya tidaklah saling bertentangan kalau dipahami dengan baik. Pandangan·pandangan tersebut sepintas tampak berbeda karena aspek-aspek yang jadi tirik perhatian berbeda. Padahal, secara implisit setiap tarekat mengakui bahwa telah terjadi perubahan dalam organisasi dan ritual, sebab semua tarekat itu nama· namanya berasal dari nama-nama para wali yang hidup berabad-abad jauh setelah Nabi. Tarekat Qadiriyah, misalnya, mengambil namanya dari 'Abd Al-Qadir Al-Jilani, yang wafat tahun 561/1166, dan tarekat Naqsyabandiyah mengambil nama dari Baba' Al-Din Naqsyband, yang wafat tahun 1389. Diakui bahwa para wali ini mensistematisasjkan 1. Ini i:nmlpakan pandangan para penulis modern mengenai IUfisme scmisal Martin Lings; bagi tarckat Naqsyabandiyah, pandanpn ini dibcla oleh Hamid AJpr dalam penpntarnva untuk tclaah awalnya mcngenai scjarah tarckat lni (1976). 47 48 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia ajaran-ajaran dan metode-metode tarekat ini, dan beberapa ritus dan amalan secara eksplisit dikaitkan dengan para "pendiri" tarekat ter· sebut. Tetapi wali-wali ini tidaklah dipandang sebagai pencipta tarekat· tarekat mereka; melainkan hanya mengolah ajaran-ajaran yang telah diturunkan kepada mereka melalui suatu garis keguruan terus sampai ke Nabi sendiri. Tarekat Qadiriyah (dan banyak tarekat Iain) berasal dari ajaran-ajaran yang diberikan Nabi kepada 'Ali, sedangkan Naqsyabandiyah berasal dari ajaran-ajaran yang disampaikan beliau kepada Abu Bakar. Rasulullah diriwayatkan telah mengajarkan teknik-teknik mistik kepada para Sahabat sesuai dengan pembawaan mereka, dan hal ini dipercayai sebagai alasan utama mengapa sekarang ini terdapat per· bedaan·perbedaan di antara tarekat. Satu dari perbedaan-perbedaan yang ~t mencolok antara 1 tarekat Qadiriyah dan tarekat Naqsyabandiyah adalah dalam cara meng· ucapkan zikir; pada Qadiriyah disuarakan keras dan ekstatis, pada Naqsyabandiyah diucapkan dalam hati. Menurut penjelasan beberapa guru Naqsyabandiyah saya kepada saya, hal itu adalah karena 'Ali itu seorang yang periang, terbuka, serta suka menantang orang-orang kafir dengan mengucapkan kalimah syabadat dengan suara keras. Sebaliknya, Abu Bakar menerima peJ.Naran spiritualnya pada malam hijrah, ketika ia dan Rasulullah sedang bersembunyi di sebuah gua tak jauh dari Makkah. Karena di seputar tempat itu banyak musuh, mereka tidak dapat berbicara keras-keras, dan Rasulullah mengajarinya untuk berzikir dalam hati. Zikir diam inilah, dan sikap·sikap spiritual dasar lainnya, dipercayai kaum Naqsyabandi telah diturunkan oleh Abu Bakar kepada murid-muridnya, dan akhimya dijadikan sebuah sistem oleh Baba' AlDin Naqsyband. Hal itu tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa Baba' Al-Din dan beberapa orang lainnya melakukan inovasi dalam tarekat itu dan memperkenalkan teknik·teknik baru. Orang-orang Naqsyabandiyah yakin bahwa inovasi tersebut semuanya berdasarkan pada, dan sejalan dengan, apa yang diajarkan oleh Abu Bakar Al-Shiddiq, dan oleh karena itu tidak terjadi perubahan yang mendasar. Silsilah Karena mereka mengaku bahwa dasar-dasar pemikiran dan pengamalan sebuah tarekat berasal dari Nabi sendiri, para pengikut sebuah tarekat memandang penting sekali urut·urutan nama para guru yang telah mengajarkan dasar-dasar tarekat itu secara turun·temurun. Garis keguruan itu biasa disebut silsilah. Setiap guru sebuah tarekat dengan hati-hati menjaga silsilah yang menunjukkan siapakah guivnya dan siapa guru-guru sebelum dia, sampai kepada Nabi. Silsilah itu bagaikan kartu nama dan legitimasi seorang guru: menunjukkan ke cabang tarekat mana ia termasuk dan bagaimana hubungannya dengan guru· guru tarekat lainnya. Pada silsilah seorang guru dari abad kedua puluh biasanya ter- Bab Ill. Asal-Usul Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah 49 cantum antara 30 dan 40 nama. ldealnya, setiap guru yang tercantum dalam silsilah ini seharusnya merupakan murid langsung dari guru yang sebelumnya. Kenyataannya tidak selalu demikian; kadang-kadang dua orang yang berurutan dalam silsilah dapat saja tidak pernah berjumpa, karena yang pertama wafat sebelum yang kedua lahir atau karena mereka tinggal di negeri yang berbeda dan berjauhan sekali. Sebagian kecil kaum sufi menolak silsilah semacam itu dan menganggapnya palsu, tetapi sebagian besar tidak menolak kemungkinan bahwa seorang wall menerima pelajaran dari guru yang mendahuluinya bukan lewat komunikasi langsung tetapi lewat komunikasi spiritual, yaitu melalui pertemuan dengan wujud ruhaniahnya. Dalam silsilah, hubungan yang demikian itu kadang-kadang disebut barzakhi atau uwaisi. 2 Dalam silsllah beberapa tarekat, kita dapati contoh-contoh pembaiatan barzakhi yang radikal. Pendiri Tijaniyah, Syaikh Ahmad AlTijani, umpamanya, pada mulanya telah dibaiat masuk tarekat Khalwatiyah, dan mempunyai silsilah Khalwatiyah tanpa hubungan barzakhi yang 8ebenamya. Tetapi dipercayai bahwa ia kemudian telah berjumpa langsung dengan ruh Nabi sendiri dan menerima pelajaran dari beliau. Oleh sebab itu, pada silsilah. Tijaniyah tersebut tidak terdapat guru-guru yang menyelangi antara Nabi dan Syaikh Ahmad, melintasi jarak waktu dua belas abad. Contoh tarekat modem lain yang silsilahnya sangat pendek adalah tarekat Sanusiyah. Pendirinya, Muhammad ibn 'Ali Al-Sanusi, adalah murid dari Ahmad ibn Idris Al-Fasi, dan di atas Ahmad kita dapati hanya tiga generasi guru manusia.: 'Abd AJ. Wahhab Al-Tazi, Ahmad ibn Mubarak Al-Lamti, dan 'Abd Al·' Aziz AlDabbagh. 'Abd Al-' Aziz dipercayai telah menerima pelajaran dari Nabi Khidr yang pada gilirannya telah dibaiat oleh Nabi Muhammad. Potong kompas dalam silsilah semacam itu pada kedua tarekat ini tidak dipercayai oleh tarekat lain, dan itu merupakan salah satu alasan mengapa, misalnya, beberapa ulama Indonesia tidak menganggap tarekat Tijaniyah itu mu 'tabar (yang patut dihormati). Tetapi, kemungkinan hubungan-hubungan barzakhi diterima oleh kebanyakan kaum sufi, dan pada awal sejarah tasawuf ada beberapa contoh mengenai hubungan yang semacam itu yang secara umum dipercayai sebagai pengalaman sejati. Ada beberapa hubungan pada bagian awal silsilah Naqsyabandiyah yang dianggap bersifat barzakhi oleh penganut Naqsyabandiyah sendiri, dan pengakuan ini tampaknya secara umum diterima oleh tarekat Iain. Silsilah guru-guru Naqsyabandiyah yang belakangan berbeda satu sama lain, tentu saja, tetapi turun sampai ke Baba' Al-Din semua silsilah itu serupa. Oleh karena itu, saya ingin membicarakan bagian pertama 2. Barzakhi, karena pembaiatan ternyata berasal dari alam barzakh, alam antara, yaitu tempat bersemayamnya ruh orang yang meninp sebelum datangnya hari kebangkitan. lstilah uwaisi berasal dari nama Uwais Al·Qarani, seorang Yarnan sezaman dengan Nabi, yang tidak pernah berjumpa Nabi ketika beliau masih hidup telah diislam· kan oleh ruh Rasulullah setelah beliau wafat. 50 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Bab Ill. Asal-Uml Perkembangan Tare/cat Na<Jsyabandiyah ini. Dimulai dengan Nabi Muhammad, tercantum nama-nama sebagai berikut: BAGAN l. SILSILAH GURU-GURU NAQSYABANDIYAH MENGIK.UTJ GARIS NABJ MUHAMMAD SAW. Muhammad. I 1 Salman Al-Farisi I Qamn ibn Muhammad. ibn Abi Babr Al-Shiddiq I Abu Dakar Al-Shiddiq ja'far Al-Shadiq (w. 1 4 8 / 7 6 5 ) - - - - - - - barzclthi Abu Yazid Thaifur Al-Bisthami (w. 260/874)..------------l>M:uikhi Abul-Hasan Al·K.haraqani (w. 425/1054,_---- I I Abu Ya'qub Yusuf Al-Hamadani (w. 555/1140)-----Abu 'AliAl-Farmadzi (w. 477/1084) barzakhi 'Abd Al-Khaliq Al-Ghujdawani (w. 617/1220)---- 1 'Arif Al-Riwgari (w. 657/1259) I ,,, ', , Mahmud Altjir Faghnawi (w. 645/1245 atau 670/1272) '-,, I '' , , I .oarzakhi Muhammad Baba Al-Sammasi (w. 740/lMOatau 755/1554) / I / Amir Sayyid Kula! Al-Bukhari (w. 772/11171) // I // 'Azizan 'Ali Al-R.amitani (w. 705/11106 atau 721/1521) Muhammad. Baba' Al-Din Naqsyband (717-791/1518-1589{ Menarik untuk dicatat bahwa silsilah ini mengakui imam Syi'i keenam, Ja'far Al.Shadiq, sebagai salah seorang guru, walaupun tarekat Naqsyabandiyah senantiasa kukuh kesunniannya, dan kadang-kadang malah sangat anti-Syi'i. Dua hubungan berikutnya bersifat barzakhi, seperti segera dapat kita lihat dengan membandingkan angka tahun wafatnya ketiga waliyullah ini (dan sebagaimana diakui oleh tradisi Naqsyabandiyah). Abu Yazid Bisthami hidup di Khuzistan (Iran) bagian timur laut, dan ia barangkali tidak pernah mengunjungi Irak, 51 tempat para wali sebelumnya hidup. la dianggap sebagai salah seorang sufi terbesar yang pernah ada, dan sering dianggap orang yang paling mula-mula mewakili tradisi Malamati dalam tasawuf. Orang Malamati dengan sengaja menghindari kehidupan saleh dalam bentuk apa pun, dan dengan sengaja menjauhkan diri dari perilaku yang telah ditetapkan kaum ortodoks demi mengundang kecaman dari masyarakat. Satu-satunya tujuan mereka adalah cinta Tuhan. 3 Abul-Hasan AlKharaqani berasal dari daerah yang sama dengan Abu Yazid, dan menganut gaya tasawuf yang sama. Ia menganggap dirinya sebagai pewaris spiritual dari Abu Yazid, dan Naqsyabandi yang belakangan percaya bahwa ia telah menerima pelajaran secara ban:akhi dari pendahulunya. Abu 'Ali Al-Fannadzi adalah juga guru dari Ahmad Al-Ghazali (saudara dari Abu Hamid yang lebih terkenal itu). Muridnya yang lain, Yusuf Al-Hamadani, adalah seorang sufi yang sangat berpengaruh, dan namanya pun tercantum dalam silsilah berbagai tarekat lainnya. Yusuf dilahirkan di Hamadan (di Iran barat), dan mula-mula belajar fiqih Syafi'i di Baghdad. Belakangan ia meninggalkan sama sekali bidang itu dan mengkhidmatkan dirinya sepenuhnya kepada tasawuf dan menghabiskan waktunya bersama guru-guru di Hamadan dan Asia Tengah. Dua sufi yang kemudian mengakuinya sebagai guru mereka: yang seorang adalah 'Abd Al-Khaliq, yang lain Ahmad Yesevi, cikal-bakal tarekat Yeseviyah dan Bektasyiyah di Turki. 'Abd Al-Khaliq Al-Ghujdawani seringkali dianggap sebagai pendiri pertama Naqsyabandiyah. Dialah yang merumuskan delapan asas latihan spiritual yang masih dianggap sebagai paling mendasar: husy dar dam, nazar bar qadam, safar dar watan, khalwat dar anjuman, yad kard, baz gasyt, nigah dasyt dan yad dasyt. 4 Asas-asas ini berbahasa Parsi dan itu bukan suatu kebetulan: dari 'Abd Al-Khaliq dan seterusnya (tetapi barangkali juga sudah mulai sejak Abu Yazid Al-Bisthami), tarekat Naqsyabandiyah berkembang di lingkungan berbahasa Parsi, dan selama berabad-abad semua tulisan tentang tarekat itu masih terns ditulis dalam bahasa Parsi. 'Abd Al-Khaliq dan guru-guru berikutnya, yang semuanya tinggal dan mengajar di Asia Tengah, secara kolektif terkenal dengan sebutan Khwajagan (diucapkan: ..Khajagan"), para Tuan Guru. Kadangkadang Yusuf Al-Hamadani pun termasuk di antara Khwajagan. 5 Pada 3. Mengenai Malamati,lihat Trimingham 1973, 264-9. 4. Alas41&S ini dibahu dahun Bab v. 5. Tidak ada batasa.n yang penis lliapa yang termaauk K.hwajagan dan siapa yang tidak. Be· berapa pcngarang Naqsyabandi yang belakanpn rnenyebut tarekat rnereka pada fue tersebut bermula dengan 'Abd Al-Khaliq dan berakhlr dengan Baba' Al·Din "Khwajagani· yah", tetapi tokoh Naqsyabandi yang belakanpn di Asia Tengah, sepertl 'Ubaidullah Ahrar dan 'Abd Al·Rahman Jami, biasanya juga dibcri gelar Khwaja, dan bcgitupun Syaikh Ahmad Yesevi. 52 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia periode Khwajagan inilah Naqsyabandiyab memperoleh bentuk yang jelas sebagai sebuab tarekat. Proses ini dianggap selesai dengan kegiatan· kegiatan yang dilakukan Baba• Al-Din Naqsyband. Baba' Al-Din belajar dengan Baba Al-Sammasi dan juga dengan khalifahnya, Amir Kulal, dan oleh sebab itu ia memiliki mandat yang cukup sebagai pewaris tradisi Khwajagan. Tetapi. di samping itu, ia pun dipercayai telah menerima pelajaran langsung secara ruhaniah dari 'Abd Al-Khaliq. Pelajaran ini khususnya menyangkut zikir diam, yang tidak dipraif.tikkan oleh semua Khwajagan. Walaupun zikir ini dipercayai berasal dari Abu Dakar Al-Shiddiq, sebegitu jauh bukanlah merupakan bentuk favorit yang disebut para wali. Rupa·rupanya, Yusuf Al-Hamadam menggabungkan zikir diam dan zikir keras: yang dari 'Abd AlKhaliq zikir diam, 6 tetapi Amir Kulal kembali melakukan zikir keras. Dalam pandangan Naqsyabandiyah, pelajaran yang diberikan oleh 'Abd Al-Khaliq kepada Baba' Al-Din secara pasti menjadikan zikir diam sebagai norma dalam tarekat Naqsyabandiyah. 7 Lebih lanjut, Baha' AlDin menambahkan delapan asas yang dirumuskan oleh 'Abd Al-Khaliq dengan tiga asas yang berasal dari dia sendiri, yakni wuqufi zamani, wuqufi 'adadi dan wuqufi qalbi. Dengan ini maka teknik·teknik mistik dasar yang membedakan tarekat Naqsyabandiyah dengan tarekat lainnya, dikukuhkan. Pada Bab V akan dibicarakan lebih jauh, berkenaan dengan ritus dan doktrin tarekat. 8 SeteJah Baba' Al-Din: Penyebaran ke Barat dan Selatan Baha' Al-Din mempunyai tiga orang khalifah yang utama, Ya'qub Carkhi, 'Ala' Al-Din 'Aththar dan Muhammad Parsa. Masing-masing khalifah ini pun mempunyai seorang atau beberapa orang khalifah Jagi, Guru yang paling menonjol dari angkatan berikutnya tidak diragukan lagi adalah 'Ubaidallah Ahrar, seorang khalifah dari Ya'qub Carkhi. Khwaja 'Ubaidallah Ahrar ini telah menetapkan sebuah pola yang di belakang hari diulangi oleh banyak syaikh·syaikh Naqsyabandi: ia menjalin hubungan akrab dengan istana, dalam hal ini Pangeran Abu Sa'id, penguasa dinasti Timurid di Herat (Afghanistan). Sebagai tukaran atas dukungan politiknya kepada penguasa ini, ia sendiri mendapatkan kekuasaan politik yang luas jangkauannya. Berk.at pengaruhnyalah tarekat Naqsyabandiyah mula-mula sekali menyebar ke luar Asia 6. Paling tidak mc::nurut sebuah sumber Naqsyabandi, Rasyallat 'Ain Al-Haryat oleh Fakhr Al· Din 'Ali Shafi, Nabi Khidhir-lah yang mengajarkan zi.k.ir diam kepada 'Abd Al·Khaliq. Lihat Algat 1976: 132-3. 7. Tetapi, ini bukan berarti tidak ada penganut Naqsyabandiyah di belakang bari yang tidak pernah mengamalkan zikir keru, Amalan ini muncul kembali dalam tarekat ini di berbapi tempat dan llllllla kelak, umpamanya di antan syaikh-syaikb Naqsyabandi Kurdi abad ketujuh bdu yang dibahas dalaln Van Bruinesaen 1990 a. 8. Periode awal sejarah t.arekat ini dikupas dalaln banyak tulisan tokoh Naqsyabandi. Ikhtisar pendek kepustakaan ini dijumpai dalaln Trimingbam 1978, 51-5, 62-5, dan Algar 1976, 128-186. Bab 111. Asal-Usul Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah 53 Tengah. Ia mengangkat sejumlah besar khalifah yang diutusnya ke negeri-negeri Islam lain: ke Qazwin, Ishfahan dan Tabriz di Iran dan bahkan sampai ke Istanbul. 9 Tokoh yang juga sezaman dengan Khawajah Ahrar, Sa'd Al-Din Kasyghari, pun memberikan sumbangan dalam penyebaran tarekat itu secara geografis. Ia menetap di Herat, ketika itu ibukota kekaisaran Timurid (dan sekarang kota besar di Afghanistan Barat), dan membaiat antara lain penyair dan ulama besar 'Abd Al-Rahman Jami. Melalui Jami, tarekat itu menjadi sangat populer di lingkungan istana, dan kemudian menyebar terus ke selatan. Penyebaran tarekat Naqsyabandiyah ke arab barat selanjutnya bukan titik perhatian kita di sini: penyebarannya ke wilayah Indialah yang akhirnya berpengaruh terhadap Indonesia juga. Semua guru-guru Naqsyabandi yang berada di Hijaz abad ketujuh belas, dari siapa orang· orang Indonesia pertama-tama menerima pengetahuan tarekat mereka, termasuk ke dalam tarekat cabang-cabang anak benua India. Tarekat Naqsyabandiyah menyebar ke India segera setelah negeri itu ditaklukkan oleh Babur, pendiri kekaisaran Moghul, pada tahun 1526. Kaisar sendiri adalah seorang pengikut Naqsyabandiyah, dan demikian pula banyak dari tentaranya. 'Ubaidallah Ahrar telah wafat pada tahun 1490, tetapi beberapa khalifahnya segera mengikuti pasukan-pasukan penakluk ke India. 10 Sepanjang seluruh abad berikutnya telah terjadi gelombang perpindahan kaum Naqsyabandiyah Asia Tengah ke India. Seberapa jauh dampaknya terhadap jumlah pen· duduk secara umum sulit ditentukan, tetapi beberapa dari mereka men· jadi sangat berpengaruh di lingkungan istana. Tidak diragukan, banyak dari mereka meninggalkan kesan yang mendalam; yang lain mengangkat khalifah tetapi garis keguruan mereka itu padam setelah satu atau beberapa generasi. Bila ditinjau kembali, tampaknya syaikh terbesar di antara syaikh-syaikh Naqsyabandi yang datang ke India adalah Baqi Bi'llah, yang dilahirkan di Kabul tahun 1564 dan telah belajar pada banyak tokoh Naqsyabandi sebelum ia bermukim di India. Hampir semua pengikut Naqsyabandiyah dewasa ini, di seantero dunia, menarik garis keturunan spiritual mereka melalui Baqi Bi'llah dan khalifahnya Ahmad Sirhindi, dan tidak diragukan ini membuat kedua tokoh besar tersebut bahkan tampak lebih besar dari yang sebenamya. Padahal sama sekali belum pasti bahwa mereka dianggap sebagai syaikh-syaikh terbesar oleh kalangan Naqsyabandiyah pada zaman mereka. Ada berbagai tokoh Iain yang memperoleh reputasi besar, tetapi karena kemudian garls mereka padam maka nama mereka pun tak lagi terkenal. Tetapi menjelang akhir abad kctujuh belas, beberapa gads .ini masih berlanjut dan ada perwakilannya di Hijaz. Pada Bagan 2 berikut, diberikan silsilah 9. Algar 1976, 13740. 10. Nama·nama dan catatan-catatan biografis singkat mengcnai gelombang pertama masuknya orang-orang Naqsyabandiyah ke India dalam: Rizvi 1983, 180-3. 54 Tarekat Naqsyabandi:yah di Indonesia guru-guru Naqsyabandi yang dijumpai Yusuf Mak.assar dan 'Abd AlRa'uf Singkili di Hijaz. 11 Pada paruh kedua abad ketujuh belas, ada tiga kelompok Naqsyabandiyah di Hijaz, dan di antara kelompok ini terdapat persaingan tertentu. Dua dari kelompok ini bergabung di bawah dua orang murid utama Baqi Bi'llah yaitu Taj Al-Din Zakariya' dan Ahmad Faruqi Sirhindi, meskipun di antara keduanya terdapat perbedaan yang penting dalam hal kepribadian maupun doktrinal. Kelompok ketiga berada di sekitar Ahmad Al-Qusyasyi dan Ibrahim AlKuram, ulama yang paling dihormati di Madinah; kelompok ini juga terlibat dalam polemik terhadap Sirhindi, atas permintaan ulama antiSirhindi di India. Seperti terlihat pada silsilah, mereka mewakili garisgaris Naqsyabandiyah yang sudah lebih lama berkembang di benua India. Dua dari garis yang diutamakan oleh Ibrahim Al-Kurani (dalam "otobiografi intelektual"-nya, Ai-Amam li-lqazh Al-Himam) tidak melalui 'Ubaidallah Al-Ahrar melainkan melalui khalifah Baha' Al-Din utama, 'Ala' AI-Din 'Aththar dan pengarang sufi termasyhur, 'Abd AlRahman Jami. Tampaknya corak Naqsyabandiyah mereka adalah lebih mengindia daripada yang lain, dan mereka pun memadukan tarekat Naqsyabandiyah dengan tarekat-tarekat lain seperti Cisytiyah, Syattariyah dan Qadiriyah. Perbedaan besar di antara. kaum Naqsyabandiyah pada masa itu adalah perbedaan antara. para lawan dan pengikut Ahmad Faruqi Sirhindi, yang oleh para. pemujanya disebut mujaddid-i alf-i tsani (pembaru masa seribu tahun kedua). Di penghujung abad ketujuh belas, kekuatan anti-Mujaddidi di Madinah betul-betul dominan, dan tampaknya tak seorang Indonesia pun yang telah belajar pada guru Mujaddidi. Tetapi, menjelang abad kesembilan belas, Situasinya menjadi terbalik, di Makkah dan Madinah tidak ada orang Naqsyabandiyah yang tidak menjadi pengikut Mujaddidiyah. Ahmad Faruqi Sirhindi dan Saingan·saingannya Khwaja Muhammad Baqi Bi'llah datang ke India menjelang akhir hayatnya, dan hanya menghabiskan empat tahun sisa usianya ( 15991603) di Delhi, ibukota Kekaisaran Moghul. Sebelum itu, latar kehidupannya diwamai banyak pengembaraan dan latihan spiritual, di bawah bimbingan para tuan guru Naqsyabandiyah Asia Tengah yang tidak sedikit jumlahnya. Ia memperoleh pembaiatan terakhir dari Syaikh Ahmad Amkinagi (dari Amkina, dekat Samarkand), yang mengirimnya ke India untuk menyebarkan tarekat Naqsyabandiyah. Dalam beberapa tahunnya di Delhi itu, Baqi Bi'llah memperoleh tempat sangat ter11. Didasarkan pada silsilab Naqsyabandiyah Syaikh Yusuf dalam kitabnya Safinat Al-Najat, silsilah Ibmhim Al-Kurani dalam Al-Amam li.Jqazh Al·Himam-nya (dicetak di Haidarabad, 1328/1910), daftar guru.guru sufi dalam 'Umdat At-Muhtajin-nya 'Abd Al·Ra'uf sebagai· mana diringk.as dalam Rinkes 1909, 27-Sl. Saya tidak dapat menemukan afiliasi 'Abd Al· Karim Al-Lahuri (disebut oleh Yusuf) dan afiUui "Mimi. Naqsyabandi" dalam daftar 'Abd Al-Ra'uf. Bab Ill. Asal-Usul Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah 55 kemuka, dan banyak ulama serta anggota kalangan atas berkunjung ke khanaqa·nya. Ia mengangkat empat orang khalifah, dari mereka inilah Ahmad Faruqi Sirhindi berhasil mendapat pengakuan sebagai penerusnya, pimpinan resmi khanaqa. Dilihat dari berbagai sudut, Ahmad Sirhindi adalah seorang ulama yang sangat terpelajar sekaligus seorang sufi yang telah mencapai derajat ruham yang tinggi (dan seorang yang punya penghargaan tinggi tentang dirinya, sebagaimana tampak dalam surat-suratnya). Ia dikenal karena pembaruan tertentu yang dilakukannya dalam tarekat, yang paling kontroversial adalah penolakannya terhadap wahdat al-wujud, doktrin "Kesatuan Wujud" yang menjadi unsur pokok ajaran-ajaran lbn Al'Arabi. Para tuan-guru Naqsyabandiyah dari Asia Tengah, seperti kebanyakan kaum sufi masa itu, semuanya merupakan pendukung kuat doktrin ini, yang kelihatannya sesuai dengan pengalaman spiritual mereka ketika sedang ekstase. Sebenarnya sudah ada upaya lebih awal iagi yang menyangkal wahdat al-wujud dan memberikan penjelasan teoretis yang lain mengenai pengalaman mistik. Sufi Iran, 'Ala' AlDaulah Simnam (w. 1336}, mengajukan teori yang lebih moderat bahwa kesatuan yang dialami oleh sang sufi tidaklab menunjukkan suatu kesatuan akhir yang sesungguhnya dari Allah dan Ciptaan-Nya, tetapi hanya ada pada tingkat pengalaman mistik. Ini disebutnya wahdat alsyuhud, "Kesatuan Penghayatan". Baqi Bi'llab bukannya tidak tahu mengenai teorinya Simnani, tetapi ia menilai teori itu terlalu dogmatik dan menurut pendapatnya Simnani tidak berhasil membuktikan kesalahan 'Ibn Al-Arabi. 12 Tetapi, Sirhindi menerima juga pandanganpandangan Simnani dan menjadi penentang yang sengit terhadap wahdat al-wujud dan doktrin-doktrin yang berhubungan dengan itu. Pembaruannya menimbulkan banyak perdebatan di antara ulama India dan menyebabkan timbulnya perjuangan untuk kekuasaan di antara orang-orang Naqsyabandiyah sezamannya. 13 Ketika Sirhindi berhasil mengukuhkan dirinya sebagai penerus di khanaqah Baqi Bi'llah di Delhi, saingannya Taj Al-Din Zakariya', seorang khalifah Baqi Bi'llah yang gigih membela wahdat al-wujud, dengan kecewa meninggalkan Delhi dan menetap di Makkah. Di sana, seorang sufi yang agak masyhur, Ahmad ibn Ibrahim ibn 'Alan, menjadi murid nya dan belakangan menjadi khalifahnya. Lebih lanjut, Taj Al-Din mengangkat dua orang khalifah di Yaman, Muhammad 'Abd Al-Baqi (pembimbing Yusuf Makassar) dan Ahmad ibn 'Ujail. 14 12. Menurut sepucuk surat Baqi Bi 1lah sebagaimana dikutip dalam Rizvi 1983: 190. 13. Kajian terbaik tentang Sirhindi dan pikiran-pikirannya adalah: 1977(1940! dan Pengarang tcrFriedman 1971. Lihat juga Ahmad 1964, 182-90 dan Rizvi 1983, akhir agak mengecilkan pengaruh yang sering disebut sebagai bcrdllal dari Sirhindi yang merembes ke mana-mana dan menunjukkan bahwa banyak orang sezaman denganbahuan pada Bab V. nya tidak terkesan dengan ikhtiar pembaruannya. 14. Ulasan biografis tentang syaikh-syaikh ini dalam kamus terkenal dari Taj Al· abad ke-11 /l 7 karya Muhibbi, Khulasat Al·Atsar fi A 'yan Din dalam jilid I, 464470, Ahmad ibn Ibrahim ibn 'Allan BAGAN 2. SILSILAH GURU.GURU NAQSY ABANDIYAH YANG DUUMPAI YUSUF MAKASSAR DAN 'ABD ALB.A 'UF SINGKILI DI HUAZ Baba' Al-Din Naqsyband 'Ala' Al·Din 'Aththar (w. 802/1400) Ya'qub Carkhi (w. 8.38/1434) /~ Nizam Al-Din I Nur Al-Din Ahmad AI-1'ha'uai Sa'd AI-Din Al-Kasyghari (w. 859/1455) I 'Ubaidallah Ahrar (w. 895/1490) - - - - - - - - - - - - - 'Abd AI-Rahman Jami (w. 89311492) I 'Ala' Al-Din Muhammad M. 'Ala' Al-Din Qadhin Taj AI-Din 'Abd AlRahman Al-Kazaruni I Hidayat Allah Sarmast Muhammad Al-Zahld (w. 9.36/1524) I H~iHudhur Muhammad AJ-Ghauts Ghiyats Al-Din Ahmad I I Wajih Al-Din Muhd. Amin ibn Ukht Mullajami I I Sibghat Allah (w. 1015/1606-7) Darwisy Muhammad (w. 970/1562) Muhd. ibn Muhd. Al-Bahansi I Ahmad Al-Amkanagi [Muh. Khwajagi Al-Amkinagi] (w. 1008/1599) Ahmad Al..Syinnawi (w. 1028/1619) I I Muhammad Baqi Bi'llah (w. 1012/1603) Safi Al-Din Ahmad Al-Qusyasyi (w.1071/1660..l) ~ Taj Al-Din Zakariya' (w. 1050/1640) //~ Ahmad b. 'Ujail (w. 1664) /~ Muh. Abd. Ahm3d b. Adam Al-Baqi Ibr. b. Banuri Al-Mizjaji 'Alan (w. 1663) {w. 166.!J) (w. 103.!J/1624) Muhammad Ma'shum Sirhindi I Zain b. Abd Al-Baqi Al-Mizjaji I Ibrahim Al-Kurani (w. 1102/1691) Ahmad Sirhindi (w. 1034/1624-5) ~ Abul-Thahir Muhd. b. Ibrahim I Muh. Sa'id Ahmad Jarullah juryani Abd Al-Hayy Umar Ali Al-Yamani Al-Yamani Muhd. ibn 'Abd Al-Rasul Barzinji 58 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Ajaran-ajaran Sirhindi dengan segera sampai juga ke Makkah. Seorang khalifahnya, Adam Banuri - karena alasan politik - terpaksa meninggalkan India dan pergi ke Makkah pada tahun 1643, dan mulai menyebarkan ajaran tuan-gurunya di sana. 15 Belakangan, di tahun 1656, penerus dan putra Sirhindi, Muhammad Ma'shum pergi menunai· kan ibadah haji dan mengangkat dua orang khalifah di Makkah, Ahmad Jarullah J uryani dan 'Abd Al-Hayy, serta juga meninggalkan putranya Miyan di sana. 16 Ia pun mengangkat dua orang khalifah di Yaman, 'Ali Al-Yamani dan 'Umar Al-Yamani Al-Syafi'i. 17 Sejak tahun 1643, selalu ada pengikut Mujaddidiyah di Semenanjung Arabia. Tetapi, barulah di abad kesembilan belas, tarekat Mujaddidiyah, setelah mengalami pembaruan di bawah Maulana Khalid, secara pasti menjadi cabang Naqsyabandiyah yang dominan di sana. Ajaran-ajaran Sirhindi, seperti yang disebarkan Adam Banuri, bukannya tidak mendapat tantangan di Hijaz. Ahmad Al-Qusyasyi, penerusnya Ibrahim Al-Kurani, dan murid Ibrahim, Muhammad ibn •Abd Al-Rasul Barzinji, yang kesemuanya barangkali merupakan ulama paling dihormati di Madinah, terlibat dalam polemik yang sengit dengan Banuri dan para da 'i Mujaddidiyah yang belakangan. Mereka menyerang pikiran-pikiran Sirhindi sehebat-hebatnya dan mengobarkan semangat 18 membela doktrin-doktrin lbn Al-' Arabi dan rupa-rupanya berhasil. Qusyasyi berasal dari Palestina (ayahnya dari Al-Quds), Kurani dan Barzinji adalah orang-orang Kurdi. Mereka telah menerima suatu perpaduan tarekat, termasuk dua tarekat yang khas India, Cisytiyah dan Syattariyah, dari Ahmad Al-Syinnawi yang berasal dari keluarga kaum sufi terkenal. Syinnawi, yang juga dibesarkan di Madinah, telah belajar pada banyak guru-guru sufi dan telah mereka baiat masnk tarekat mereka. Guru-gurunya termasuk tiga orang berasal dari India yang mewakili tiga cabang yang berbeda dari tarekat Naqsyabandiyah. Ahmad AI-Qusyasyi menyebut salah satu guru, Shibghat Allah, dengan 'Ahd AMlllql dalam II, 285; dan Ahmad ibn 'U,Jail daJam I, 54.-6-7. Mated tambahan mcngcnai Taj Al-Din daJam Rizvi 1985, 195-6, 536-8. Putra M. 'Abd Al·Baqi, Zain, belajar pada Ibrahim Al-K.mani dan pada &illrumva mct\iadl pu darl tokoh Naqsyabandiyah Cina yang berpeftpruh, Ma Ming&in (w. 1781), lihat Fletcher 1985, 20. 'Ahd Al-Ra'uf Singkil pun dalam 'Umdat Al-Muhtajin-nya menyebut kha1ifah T~ Al-Din di Yaman. la ti.dak menyebut Ahmad ibn Ibrahim ibn 'Allan, tetapi di Museum Nasional, Jakarta ter· simpan scbuah risa1ah pendek daJam bahala Arab yang rupa-t:upanya ditulis oleh scorang pengikut darl Ahmad ibn Ibrahim ibn 'Alan!: Thari!Jah Naqsybaml.fyah, dalamMs A 655, ffol. 162a-164b (dirampungk.an atau diaalin dalam tahun 1157/1744). 15. Rizvi 1985, 558-9. 16. Mcnurut Risale-i La'lizade yang bcrbahala Turki, dirlngkas dalam Verzeichnis der Orientalischen Htlrulllchrlften in Deutsch/and XIII/5, hal. 56-7. Bdk. Alga:r 19'{6, 146. 'Abd AlRa'uf Singkil menulis bahwa ia bertcmu Muhammad Ma'shum selagi bcrada di Madinah, tetapi tidak mcnyebut-nyebut Adam Banuri at.au scorang pun darl khalifah Muhammad Ma'shum. 17. Khani 1506/1888-9,197. 18. Muhammad ibn 'Abd Al-Rasul Baninji, yang rupanya adalah mufti di Madinah, menulis dwt risalah untult mcnyangkal tcsis·tcsis tertentu darl Sirhindi sctelah ulama terkemuka India mcminta pcndapat Syaikh Ibrahim Al-Kurani. Tentang polemik-polemik ini: Friedman 19 71, 98·99; Rizvi 1985, 558-542. Bab Ill. Asal-Usul Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah 59 silsilahnya dalam Al-Simth Al-Majid; Ibrahim Al-Kurani menyebut dua guru Naqsyabandiyah lainnya, dengan silsilah dalam karyanya AlAmam li-lqazh Al-Himam. Rantaian guru tarekat ini digambarkan dalatn bagan pada balaman 56-57. Syaikh Shibghat Allah, yang sampai ke Madinah pada tahun 1605, tidak saja mengajar tarekat Naqsyabandiyah tetapi sejumlah tarekat lainnya juga, sebutJah misalnya tarekat Syattariyah (lihat Rizvi 1983, 329-330). Dan di Indonesia, Qusyasyi dan Kurani memang lebih dikenal sehagai tokoh Syattariyah. 'Abd AlRa'uf yang telah mempelajari tarekat Syattariyah dari Qusyasyi dan juga Kurani, menjadi orang Indonesia pertama yang mengembangkannya. Di Timur Tengah tidakJah demikian, mereka terutama dikenal sebagai tokoh Naqsyabandiyah. 19 Tetapi, mereka menjalankan latihanlatihan yang tidak disukai oleh beberapa guru Naqsyabandiyah lain (dan khususnya Sirhindi), misalnya berzikir dengan suara keras dan sama', yakni mendengarkan musik sebagai wahana untuk peningkatan spiritual.20 Kepada para pelajar Indonesia, mereka terutama mengajarkan tarekat Syattariyah, tetapi putra Kurani, Abul-Thahir, mengangkat 'Abdallah ibn 'Abd Al-Qahhar yang berasal dari Banten (lihat Bab terdahulu) sebagai khalifah Naqsyabandiyah, dan dengan begitu mendorong penyebaran tarekat ini, dalam paduannya dengan tarekat Syattariyah, di Jawa bagian barat. Para guru ini bukan hanya orang-orang sufi yang sangat kuat berpegang pada metafisika lbn Al-'Arabi, melainkan juga merupakan ulatna yang sangat tinggi pengetahuannya dalatn ilmu-ihnu agama. Mereka rata-rata ahli hadis. Kelompok mereka iniJah yang merangsang bangkitnya minat orang untuk mempelajari hadis di seantero dunia Islatn, serta mengilhami berbagai gerakan kebangkitan dan gerakan pembaruan. Zain ibn M. 'Abd Al·Baqi Al-Mizjaji, yang pada awalnya mengambil tarekat Naqsyabandiyah dari ayahnya (gurunya Yusuf Makassar) dan kemudian melanjutkan studinya pada Ibrahim Al-Kurani, mempunyai jangkauan pengaruh sampai di Cina dan jawa. Pemimpin gerakan pembaruan Islatn di Cina, Ma Mingxin (w. 1 781 ), adalah murid dan barangkali khalifah tarekatnya. Fletcher (1985, 20) pemah menunjukkan bahwa gerakan pembaruan ini bemafaskan tarekat Naqsyabandiyah. Di jawa, Haji Mutamakkin, tokoh utama Serat Cebolek, mengaku sehagai murid Syaikh Zain dari Yaman (Soebardi 1975, 72, 111). Teks Serat Cebolek, yang mewakili visi kalangan keraton Kartasura, menggambarkan Haji Mutamakkin sebagai penyebar paham "sesat", tetapi kemungkinan yang lebih masuk akal adaJah bahwa ia justru mengkritik kalangan priyayi atas nama Islatn (bandingkan analisis sejenis dalam Kuntowijoyo 1991 ). Putranya Ibrahim, Abul-Thahir adaJah salah seorang guru aari ulama besar India Syah Waliyullah, bahkan asal-usul gerakan Wah19. K.amus biografi ulama Kurdi yang terbit paling a.k.bir (Mudanis 1985b, 16-18) mcnyebut Ibrahim Al-Kurani hanya scbagai seorang Naqsyabandi, begitu juga kamus biografi ter· kenal Silk Al-Durar-nya Muhammad Khalil (jilid 11,5). 20. Karena amalan11malan ini, lbtahim Al-Kurani dikrltik oleh seorang ulama Turlti dan ia pW1 menulis risa1ah khusus untuk mcmpertahank.annya;lihat Rizvi 1983, 331-2. 60 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia habiyah yang muncul kemudian hari dapat dilacak sampai ke lingkaran ini, sebab Muhammad ibn 'Abd Al-Wahhab telah belajar kepada orangorang yang ikut melanggengkan lingkaran Ibrahim Al-Kurani. 21 Sek.all lagi menunjukkan bahwa pandangan-dunia tasawuf para guru Naqsyabandiyah ini tidak. berlawanan dengan sikap·sikap puritan dan hampir· hampir fundamentalis. Pada abad kesembilan, belas, akan kita lihat betapa para penganut tarekat Naqsyabandiyah (ketika itu Mujaddidiyah) berada di garis terdepan dalam berbagai gerakan politik kebangkitan Islam dan antibnperialis. K.epustakaan Naqsyabandiyah Beberapa syaikh yang telah disebut namanya telah menuliskan ajaran-ajarannya; beberapa di antaranya malah merupakan pengarang yang sangat produktif. Bentuk penulisan yang sangat mereka sukai ada· lah surat; banyak syaikh yang memberikan nasihat keruhanian kepada macam-macam orang, biasanya kalangan atas, melalui surat-surat. Suratsurat ini kemudian dikumpulkan menjadi kitab·kitab yang merupakan bacaan penting bagi para pengikut tarekat yang bersangkutan. Contoh corak penulisan semacam ini yang paling terkenal adalah Maktubat karya Syaikh Ahmad Sirhindi, yang hingga kini masih dibaca di mana· mana. Surat-surat tersebut telah dicetak baik dalam bahasa aslinya Parsi maupun dalam terjemahannya, Arab dan \urki. 22 Gurunya, Baqi Bi'llah, pun seorang penulis surat yang produktif tetapi setahu saya, Maktubat-nya belum pemah dicetak. Saiyid Athar Abbas Rizvi telah membuat ringkasan dari beberapa surat yang terdapat dalam sebuah manuskrip yang dimilikinya. , Tampak bahwa surat-surat tersebut memang penting sekali (Rizvi 1983, 188-196). Kumpulan surat-surat putra Sirhindi, Muhammad Ma'shum, lebih dikenal, dan beberapa tahun lalu terjemahannya dalam bahasa Turki telah terbit. Tulisan-tulisan corak kedua terdiri atas rekaman ujar-ujar para guru besar tarekat, biasanya dituliskan oleb salah seorang murid utamanya. Barangkali karya jenis ini yang paling penting adalah Risala·i QJ.idsiyyah, kumpulan ujar-ujar Baba' Al-Din sendiri, dituliskan oleh khalifahnya, Muhammad Parsa. 23 Parsa telah menulis sekurang-kurangnya dua karya lain, dan ujar-ujarnya sendiri dalam rangka menjelaskan doktrin Ibn Al-'Arabi diwujudkan dalam bentuk tulisan oleh 'Abd Al-Rahman Jami: Sukhanan-i Khwaja Parsa. 21. Qusyasyi rum Kurani menjadi pokok bahasan Anthony H. Johns dalatn beberapa artikel· nya (lihat Johns 1978 dan artikel "Al·Kurani" da.n "Al-Kushashi" dalam edisi barn The Encyclopaedia of Islam h tenwig Kwani dan Banlnji, lihat juga Van Btuinem:n 1988. Perkembanpn intelektual lingbran Kumni melah ia wafat dan hubungan lingkaran tersebut dengan gcrabn kebangkifan Islam belakanpn dibahas dalam Voll 1975. 22. Pilihan dari surat-surat ini tdah diterbitkan, dengan sebuah pengantar panjang dalam bahasa lnggris, oleh hzlur Rahman: Selected Letters of Shaikh Ahmad Sirhindi (Karachi. Lihat Friedman 1971. 23. Bah a' tui-Din- Naqsyband, suntingan Ahmad Tahiri 'Iraqi. Tchr.111: Bab III. Asal-Usul Perkembanga.n To.rekat Naqryaba:ndiyah 61 Jenis karya yang ketiga, dan ini yang paling besar jumlahnya, terdiri atas karya-karya hagiografi dan biografi yang menyangkut para syaikh Naqsyabandiyah terkemuka. Ada beberapa tarikh mengenai pentas tarekat di Asia Tengah, umpamanya Rasyahat 'Ain Al-Hayat oleh Fakhr Al· Din 'Ali Shafi dan Silsilanama·i Khwajagan-i Naqsyband karya Muhammad ibn Husain Qazwini, dan berbagai biografi terpisah mengenai Baha' Al-Din, 'Ubaidallah Ahrar, Ahmad Sirhindi, dan syaikhsyaikh besar lainnya. 24 Di India pun tarekat Naqsyabandiyah terus menghasilkan kepustakaan dalam jumlah besar, dalam bahasa Parsi dan kadang-kadang Arab, dan sejak abad kesembilan belas juga dalam bahasa Urdu. Banyak karya penulis Naqsyabandiyah India dan Asia Tengah yang menemukan jalannya ke barat, dan karya-karya yang paling penting sudah diter· jemahkan ke dalam bahasa Turki dan Arab. Tambahan pula di Turki, penulisan sastra dengan pola serupa terus berlangsung. Yang mengherankan, tidak satu pun dari semua karya ini yang sampai ke Indonesia, dan ~aqsyabandiyah Indonesia belum menghasilkan sepotong karya pun yang sebanding. Sampai hari ini, malahan Maktubat-nya Sirhindi, yang mungkin merupakan karya Naqsyabandi yang paling luas dibaca di mana-mana, tetap sama sekali tidak dikenal di Indonesia. Beberapa karya Naqsyabandi dalam bahasa Arab yang dibaca di Indonesia lebih merupakan teks-teks yang sederhana dari abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. K.hazanah tradisi Naqsyabandiyah yang begitu kaya tetap saja tertutup bagi orang-orang Indonesia. Tarekat Naqsyabandiyah sehagai Organisasi Paling tidak, istilah "tarekat" dipakai untuk dua hal yang secara konseptual berbeda. Maknanya yang asli (secara harfiah "jalan") merupakan paduan yang khas dari doktrin, metode dan ritual, tetapi istilah ini pun sering dipakai untuk mengacu kepada organisasi (formal atau informal} yang menyatukan pengikut-pengikut "jalan" tertentu. Di Timur Tengah, istilah tha'ifaA ("keluarga.t' atau "persaudaraan") tc:rkadang lebih disukai untuk organisasi, sehingga lebih mudah untuk membedakan antara yang satu dengan yang lain, tetapi di Indonesia kata "tarekat" mengacu kepada keduanya. Namun, penting untuk diingat hahwa dua hal itu sebenarnya tidak sama. Pembicaraan dalam bab ini sebegitu jauh tidak lebih daripada sejarah naratif tentang guru-guru Naqsyabandiyah, dengan sedikit tinjauan global mengenai perkembangan penting dalam metode-metode ("tarekat" dalam pengertian pertama). Pengarang-pengarang Naqsyahandiyah tertentu kelihatan sadar bahwa sebenarnya telah terjadi perubahan dan perkembangan penting dalam tarekat melalui penamaan yang berbeda pada fase-fase yang berurutan: dari Abu Bakar Al-Shiddiq 24. Sebuah telaah awal rncngenai kepustakaan ini dilakukan oleh Hamid Algar (1975). Sejak waktu itu, scjumlah besar karya-karya lain ten:ingli.ap. 62 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia kepada Abu Ya.zid Tha.ifur Al-Bisthami mereka sebut tareka.t Shiddiqiyah, dari Abu Yazid kepada 'Abd Al-Khaliq tarekat Thaifuriyah, dari 'Abd Al-Khaliq kepada Ba.ha' Al-Din tareka.t Khwajagam"yah, dari Ba.ha' Al-Din kepada 'Uba.idallah Ahrar tarekat Naqsyabandiyah, dari Ahrar kepada Ahmad Sirhindi tarekat Ahrariyah, dan setelah Sirhindi tareka.t Mujaddidiyah. Lebih lanjut akan kita jumpa.i tarekat Mazhariyah dan tarekat Khalidiyah, dinamai menurut nama dua pembaru yang belakangan. Nama-nama tersebut mengacu hanya kepada perkembangan dala.m hal teknik dan doktrin, dan tidak bicara apa-apa mengenai bentuk organisasi. Dalam segi ini pun telah terjadi perubahan yang sangat pehting selama periode yang sebegitu jauh sudah dibahas. Taha.pan perkembangan berbagai tareka.t di Asia Tengah dan Ba.rat dengan ba.ik telah diikhtisarkan oleh J. Spencer Trimingham dalam sebuah model 3 fase: Ta.hap pertama (khanaqah ). Zaman keemasan tasawuf. Sang guru dan murid-murid di seputamya - mereka. seringkali berpindah-pindah - hanya berpegang pada aturan yang bersahaja untuk hidup sebagaimana biasa, sampai kemudian terbentuknya tempat-tempat pemondokan dan perkampungan tanpa adanya pengkhususan dan pembagian fungsi pada abad kesepuluh. Bimbingan di bawah seorang guru menjadi asas yang diterima oleh semua. Secara intelektual dan emosional, ini merupakan gerakan yang bersifat aristokratik. Sedangkan metode-metode kontemplasi dan latihan baik yang bersifat individual maupun komunal dimaksudkan untuk merangsang terjadinya ckstase. Ta.hap kedua (thariqah ). Abad ketiga belas. Masa pemerintahan Seljuq. Masa formatif 1100-1400 M. Transmisi doktrin, aturan, dan metode. Perkembangan aliran-aliran tasawuf dengan pengajaran berkesinambungan: silsilah-thariqah, berasal dari seorang yang mengalami pencerahan. Gerakan borjuis. Menyesuaikan dan menjinakkan semangat mistik dalam tasawuf yang terorganisasi menuju pembakuan tradisi dan legalisme. Perkembangan metode-metode kolektivistik gaya baru untuk merangsang ekstase. Ta.hap ketiga (tha'ifah). Abad kelima belas, masa berdirinya Kesultanan Utsmani. Transmisi persumpahan setia (baiat) di sisi doktrin dan aturan. Tasawuf menjadi suatu gerakan kerakyatan. Dasar-dasar baru dalam garis thariqah terbentuk, terjadi percabangan ke dalam sejumlah besar 'himpunan' atau 'aliran', sepenuhnya meleburkan diri ke dalam arus kultus wali (Trimingham 1973: 103). Secara kasar, model pun dapat diterapkan kepada Naqsyabandiyah. Ta.hap pertama, yang berakhir dengan Yusuf Al-Hamadani, terpusat di sekitar sang guru. Masing·masing guru secara relatif mempunyai sedikit murid, yang secara pribadi terikat padanya dan ikut dalam latihan mistik di bawah tuntunanya. Sejumlah kecil guru Bab Ill. Asal-Usul Perkembangan Tar~kat Naqsyabandiyah 63 memiliki khanaqah, sebuah pemondokan di mana para murid dapat tinggal dan sekaligus merupa.kan tempat latihan mistik dijalankan. Tujuan murid-murid tersebut adalah pencapaian pengalaman mistik, dan mereka sering tanpa pikir panjang berkelana jauh untuk menjumpa.i seorang guru yang dapat membimbingnya di jalan ini. Tidak terjadi perubahan yang tajam antara ta.hap pertama dan yang kedua; para murid tetap saja berpindah-pindah dari seorang guru. ke guru lain dan tinggal di khanaqah mereka, tetapi mulai dari 'Abd Al-Kha.liq dan seterusnya telah ada sistem yang sudah ditetapkan dengan baik dalam hal teknik, yang dipakai oleh guru-guru Naqsyabandi bersama-sama. Sang murid tidak lagi terikat pada sumpah setia kepada gurunya saja, tetapi juga kepada tareka.tnya, dan silsilah menjadi lebih pen ting. Taha.pan ketiganya Trimingham kurang lebih berkenaan dengan penyeba:ran tarekat Naqsyabandiyah ke India. Walaupun masih ada saja orang-seorang yang mencari pengalaman mistik melalui metode tareka.t, Naqsyabandiyah pun menjadi suatu gerakan massa, dan bagi kebanyakan pengikutnya ritus·ritus tareka.t tidak lain daripada bentuk peribadatan. Baiat kepada syaikh condong berkembang menjadi kultus wali. Tarekat telah menjadi sebuah o:rga:nisasi, dengan hirarkinya sendiri dan kecenderungan pada rutinisasi. Ada khanaqah pusat, dan ada khanaqah bawahan, yang patuh kepada khanaqah pusat. "Dinasti-dinasti" para syaikh muncul: Ahmad Sirhindi digantikan oleh putranya Muhammad Ma'shum sebagai pucuk pimpinan khanaqah pusat Delhi dan kemudian oleh cucunya Saif Al-Din 'Arif; Ibrahim Al-Kurani di Madinah digantikan oleh putranya Abul-Thahir dan cucunya Muhammad Sa'id. Ketika. Syaikh Yusuf Maka.ssar memperkenalkan tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, bukanlah tarekat sebagai organisasi yang dibawanya, melainkan hanya teknik-tekniknya, terutama zikirnya dan metodenya dalam mengatur nafas. Jika benar bahwa ia telah mengajarkannya, maka. pastilah itu dilakuk.annya kepada murid-murid terpilih saja. Kasus Syaikh 'Abdallah ibn 'Abd Al-Qahar mungkin berbeda. Telah kita lihat bahwa Syaikh 'Abdallah ini mengangkat beberapa khalifah di daerahdaerah lain yang berdekatan, yang tampaknya semacam permulaan bagi organisasi yang sebenamya, suatu jaringan yang pelan-pelan mengembang. Na.mun, tidak ada petunjuk sama sekali bahwa sesuatu yang menyerupai gerakan massa telah timbul. Sepertinya tarekat tetap saja merupakan seperangkat latihan spiritual yang dapat diamalkan secara pribadi. Tujuan para pengikutnya barangkali bukan untuk mencapai pengalaman mistik yang mendalam melainkan lebih banyak untuk, saja mcnjadi salah satu tujuan pmting bagi banyak pengikut tarckat di Indonesia. Di Indonesia tarekat Naqsyabandiyah barulah berwatak gerakan massa pada paruh kedua abad kesembilan belas, sebaga.i akibat perubahan-perubahan di Indonesia sendiri dan juga pengaruh dari dunia Muslim yang lebih luas. • Bab IV. Tarekat Mazhariyah dan Tarekat Khalidiyah BAB IV PERKEMBANGAN PADA ABAD KE-18 DAN KE-19: TAREKATMAZHARIYAHDANTAREKATKHALIDIYAH Cabang-cabang Naqsyabandiyah yang berasal dari Taj Al-Din Zakariya• dan dari Ibrahim Al-Kurani terus hidup di Hijaz selama beberapa generasi, namun tampaknya kemudian lenyap dan sama sekali digantikan oleh tarekat Mujaddidiyah dalam ahad kedelapan belas. Kita kurang banyak mengetahui mengenai abad k~delapan belas dibanding· kan dengan abad ketujuh belas atau abad K.esembilan belas; secara umum demikianlah yang sebenarnya, dan begitu pula yang sebenarnya mengenai tarekat Naqsyabandiyah. Satu·satunya sumber yang pasti dari abad kedelapan belas yang sebegitu jauh telah saya dapatkan di Indonesia1 adalah sebuah risalah pendek dalam bahasa Arab yang termasuk dalam sebuah majmu'ah (kumpulan risalah pendek). Naskah tersebut berasal dari Sulawesi Selatan, namun agaknya ditulis di Makkah, pada pertengahan abad kedelapan belas (tepatnya pada tahun 1157 /1744). Majmu'ah itu berisi berbagai. macam teks sufi dan teks ilmu gaib (tentang nama-nama Allah dan khasiat magisnya, tentang hari-hari keberuntungan dan hari-hari nahas, tentang ilmu nujum dan alkimia, tentang nisfu sya 'ban, tentang tarekat Syattariyah seperti yang diturunkan oleh 'Abd Al-Ra'uf, dan sebagainya), dan sebuah teks, hanya sepanjang enam halaman, disebut thariqah naqsyband. Risalah ini berisi ulasan pendek tentang zik.ir, tentang delapan asas 'Abd Al-Khaliq Al-Ghujdawani (buluin tiga asas yang di kemudian hari ditambahkan oleh Baba' Al-Din Naqsyaband), tentang muraqabah (teknik-teknik meditasi) dan tentang rabithah bi al-syaikh, teknik membayangkan kehadiran sang syaikh sebelum mulai berzikir. Akhimya, kita dapati sebuah silsilah, yang berakhir dengan seorang khalifah dari 2 Taj Al-Din Zakariya', mungkin Ahmad ibn Ibrahim ibn 'Allan. Ini memberikan petunjuk bahwa pada pertengahan abad·kedelapan belas, garis Taj Al-Din Zakariya' belum padam dan bahwa seseorang, boleh l. Sclain dari dua naskah yang disebut schagai karya Syaikh 'Abdallahibn 'Abd Al·Qahar dari Banten (Jihat <:a'llltan kaki 18 pada Bab II). Syaikh ini tentunya hidup pada penghujung a.had lue-17 a'lau permulaan ahad ke-18. 2. MW1Cum Nasional, jakar'la, Ms. A 655, fol. 162a·l64b. Nama khalifab tersebut tidak terhaca sebab tintanya mdab luntur, tetapi penjelasan mengenai naskah ini dalam katalog Van R.onkel menyebut Ahmad ibn Ibrahim ibn 'Alan. Orang yang menulis naskah tersebut di tempat lain mengidentifikasikan dirinya sehagai Abut-Fath ibn Sa'id Al.ffamadi AlMakki, yang memberi petuajuk babwa naskah itu ditulis di Makkah; kata-kata persembab· an dalam bahasa Bugis di halaman paling depan memberi petunjuk hahwa naskah itu sudab lama berada di Sulawesi Sclatan. 64 65 jadi seorang Indonesia, masih berminat melestarikan ajaran-ajaran yang ada kaitannya dengan garis tersebut. Selain satu-satunya teks pendek ini, tidak saya temukan sebuah sumber pun yang menyangkut kontak antara orang-orang Indonesia dan guru-guru Naqsyabandi di Hijaz sampai ke pertengahan abad kesembilan belas, ketika tarekat Mujaddidiyah, atau agaknya cabang Mujaddidiyah yang sudah mengalami pembaruan, dengan kokoh bercokol di sana. Tarekat Mujaddidiyah di India dan Hijaz Khalifah Mujaddidiyah pertama di Makkah dan Madinah yang diangkat sendiri oleh Sirhindi dan putranya Muhammad Ma'shum, telah disebut dalam bab sebelumnya. Garis mereka pun kelihatannya tetap saja tidak penting. Perkembangan tarekat Naqsyabandiyah yang sesungguhnya, terjadi di India. Dan khalifah dari 'Abdallah Dihlawi-lah (w. 1240/1824-5), seorang syaikh Mujaddidi India yang kemudian sekali, yang bertanggung jawab atas pengaruh tarekat Naqsyabandiyah yang dicapai di Makkah dan Madinah. Kepemimpinan Sirhindi di khanaqah pusat Delhi dilanjutkan oleh putranya, Muhammad Ma'shum, dan cucunya, Saif Al-Din 'Arif. Meskipun banyak pusat Naqsyabandiyah lain di India, khanaqah yang satu ini tetap pada posisinya sebagai. yang paling menonjol. Keluarga Mujaddid (yang sering menyebut diri sendiri Al-Faruqi atau Al-Ahmadi, mengambil nama leluhur mereka) juga tetap sangat berwibawa, dan tidak sedikit dari mereka yang menjadi syaikh Naqsyabandi. Tetapi, kedudukan puncak di Delhi tidak selamanya di tangan keluarga; tiga pelanjut berikutnya tidak ada hubungan darah dengan keluarga. Barang· kali orang yang paling istimewa di antara mereka adalah Mirza Mazhar Jan-i Janan, orang yang sezaman dengan Syah Waliyullah, yang banyak persamaan minat dengan tokoh asal Delhi ini. Tetapi, ia tetap dengan gigih menentang usaha-usaha Syah Waliyullah untuk memperdamaikan wahdat al-wujud dan wahdat al-syuhud, dan dengan tekun melanjutkan kecenderungan pada puritanisme dan ortodoksi Sunni yang telah dibina di bawah Sirhindi. 3 Tokoh besar Naqsyabandi terakhir di Delhi adalah khalifah kepala dari Mirza yaitu Syaikh 'Abdallah, yang di India lebih dikenal dengan nama sufinya, Syah Ghulam 'Ali. Kemasyhurannya luar biasa sehingga khanaqahnya berhasil menarik pelajar dari seluruh India, dari Afgha· nistan dan Asia Tengah (Bukhara, Samarqand, Tasykent). 4 Yang paling terkenal dari sekian banyak muridnya malahan datang dari negeri yang lebih jauh lagi, dari Kurdistan. Dia adalah Khalid Dhiya; Al-Din, di 3. Lihat bab mengenai Mirza Jan·iJanan dalam Rizvi 1980, 317·342. 4. Tentang 'Abdallah Dihlawi dan murid-muridnya, libat Rizvi 1982, 542·558. Ulasan biografls yang penting mengenai 'Abdallah dan para pendahulunya terdapat pula dalam Isik 1975 dan Uyan 1983. 66 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia belakang hari biasanya dipanggil Maulana Khalid atau Khalid Al-Kurdi, seorang yang penuh kharisma, yang seorang diri telah menyebabkan tarekat Naqsyabandiyah menyebar secara spektakuler. Khalid dilahirkan di Kurdistan selatan, di daerah yang sama dengan tokoh-tokoh sebelumnya, Ibrahim Al-Kurani dan Muhammad ibn •Abd Al-Rasul Barzinji. Ia dididik di madrasah biasa dan mula·mula menjadi guru agama biasa, agaknya dengan pengetahuan yang mendalam dalam ilmu-ilmu tradisional, termasuk tasawuf, sebagaimana biasanya di Kurdistan. Ketika menunaikan baji, di Makkah ia mendapat kasyf (penyingkapan) yang meyakinkannya babwa ia mengemban tugas khusus, dan bahwa gurunya sedang menantinya di India. Maka ia pun melakukan perjalanan ke atah timur dan menemukan khanaqah Syaikh 'Abdallah di Delhi. Tidak sampai setahun ia tinggal di sana (dalam tahun 1810}. tetapi kehadirannya telah menimbulkan kesan yang mendalam pada gurunya dan teman·temannya seperguruan, justru karena pengetahuannya mengenai hadis, karena semangat puritannya, dan karena bakat kesufiannya yang luar biasa. Syaikh 'Abdallah mengangkatnya sebagai khalifahnya untuk Kurdistan dan Irak dan mengirimnya pulang ke negerinya. Setelah kembali ke Irak, ia membagi waktunya antara Baghdad tempat kedudukan gubernur provinsi, dan Sulaimaniyah. Ketika itu di Sulaimaniyah memerintah secara otonom seorang pasya dari suku Kurdi. Khalid menjadi orang yang sangat dihormati (bahkan menurut seorang pengamat asing "sang pasya sendiri berkenan menyalakan pipa untuk beliau"} dan sudah dipuja sebagai waliyullah ketika masih hidup. Karena pertikaian politik kemudian hari ia harus meninggalkan Sulaimaniyah dan lantas menetap di Damaskus, yang secara strategis memang dekat dengan Asia Kecil. Ia tidak lagi pindah-pindah dari sana hingga maut menjemputnya pada tahun 1827. Selama enam belas tahun berkhidmat sebagai seorang syaikh Naqsyabandi, Maulana Khalid telah mengangkat lebih dari enam puluh khalifah, separuhnya orang Kurdi dan selebihnya orang Turki atau Arab. Khalifab·khalifahnya ini membentuk jaringan yang menyebar meliputi seluruh Kesultanan Utsmani· yah. Ia pun telah menjalin hubungan-hubungan dengan kalangan sosial dan politik di tingkat atas, dan meyakinkan bahwa tarekat Naqsyabandiyah mendapat perlindungan yang kuat. 5 Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Maulana Khalid mendorong terjadinya dinamika dalam tarekat Naqsyabandiyah dan menanamkan semangat puritan dan aktivis. Tidak 5. Tentang Maulana Khalid dan keg:iat:an-kegiata:nnya, lihat: Haidarizade 1316; Al·Kurdi 1328, 255-281 Hourani 1972 Af.'Azzawi 1973; Van Bruineuen 1978, 282-4; Mudarris 1979; Abn Manneh 1982 [1984). Mengenai kesan yang ditimbulkannya di Delhi: Rizvi 1982, 55CM. Daftar khalifahnya, dmpn ulasan biograiJI dalam Kbani 1301 dan 'Azzawi 1974. Bab JV. To:rekat Mazhariyah dan Tarekat Khalidiyah 61 sedikit dari khalifahnya dan para penerus mereka yang terjun secara aktif di lapangan politik. Kita dapati syaikh-syaikh Kbalidiyah Naqsyahandiyali yang berperan sebagai pemimpin·pemimpin politik dan bahkan pemimpin militer. Salah seorang di antaranya adalah Syaikh Syamil dari Daghistan, yang bertahun-tahun memimpin perjuangan melawan Rusia yang telah menaklukkan Kafkasya (akhimya ia pun dikalahkan pada tahun 1859). Di Kurdistan, tarekat Naqsyabandiyah akhirnya menjadi organisasi politik yang paling kuat, dan beberapa pemberontakan nasionalis awal yang dilancarkan kaum Kurdi dipimpin oleh syaikh-syaikh Naqsyabandiyah.6 Syaikh-syaikh Naqsyabandiyali juga ambil bagian dalam perlawanan terhadap pendudukan Rusia di Asia Tengah pada penghujung abad kesembilan belas. Untuk perkembangan di Indonesia kelak, terbukti merupakan sesuatu yang penting bahwa Maulana Khalid juga telali mengangkat dua orang khalifah di Hijaz, seorang bemama Khalid Al-Kurdi Al-Madani untuk Madinah dan 'Abdallah Al-Arzinjani (yaitu seorang Kurdi atau Turki dari Erzincan di Turki tengah) untuk Makkah. Yang terakhir ini, yang telah membangun sebuah zawiyah di Jabal Abu Qubais, mempunyai beberapa murid dari Indonesia, dan begitupun penerusnya, Sulaiman Al-Qirimi (yaitu dari Krim, di sebelab utara Laut Hitam). Tetapi pertumbuhan tarekat yang luar biasa di Indonesia dikaitkan dengan nama syaikh berikutnya dari garis ini, Sulaiman Al-Zuhdi, yang namanya akan sering muncul dalam bab-bab selanjutnya. Sulaiman menjadi dikenal di antara orang Indonesia sebagai Syaikh Jabal Abu Qubais atau disingkat "Syaikhjabal". Beberapa (tapi tidak semua) silsilah Indonesia menyebutkan nama lain di antara kedua Sulaiman tadi yaitu Isma'il Al-Barusi (atau AlBurusi). Dalam satu dua silsilah lain Isma'il ini disebut sebelum Sulaiman Al·Qirimi. Siapa orang ini tidak dapat diketahui dengan pasti, tetapi saya menduga orang yang dimaksud adalah Isma'ii Minangkabawi, 7 khalifah dari 'Abdallah Arzinjani asal Sumatera Barat yang begitu berpengaruh, dan akan dibicatakan lebih lanjut dalam Bab VII. Sebenamya, tidaklah tepat ia dimasukkan dalam silsilah ini, sebab ia bukan khalifah dari salah seorang Sulaiman itu. Meskipun demikian alasan kenapa ia dimasukkan boleh jadi karena ia mungkin telah membantu 'Abdallah Al-Arzinjani, dan belakangan Sulaiman Al-Qirimi, dalam berurusan dengan murid-murid mereka yang dari Indonesia (yang jarang sekali dapat berbaliasa Arab secara memadai). Silsilah tersebut menyebut dua khalifah Sulaiman Zuhdi, yang keduanya tinggal di zawiyabnya di Jabal Abu Qubais: putra atau me6. Lihat Van Bruinessen 1979, 281-296. 7. Barus, walaupun terletak di pantai barat Sumatct11., cukup jauh dari Simabur, kampung kelahiran lsma'il di Minangkabau; tetapi nama Barus llal'lpt dikenal di Arabia, boleh jadi biasa dipakai untuk menyebut llCtarll. umum seluruh pantai baglan barat. 68 Tarehat Naqsyabandiyah di Indonesia nantunya 'Ali Ridha dan seseorang bernama 'Utsman Fauzi. Agalmya 'Ali Ridha adalah penerus yang sebenarnya; 'Utsman Fauzi mungkin seorang Indonesia, yang mengambil peran serupa dengan orang Indonesia sebelumnya, lsma'il Al-Barusi: peranan menjembatani antara Sulaiman dan 'Ali Ridha dan murid-murid Indonesia mereka. 'Abdallah Aninjani telah mengangkat seorang khalifah lagi, Yahya Daghistani, dan pengangkatan inilah yang akan menjadi sumber kericuhan tertentu pada generasi berikutnya. Sulaiman Al-Zuhdi dan putranya Yahya, Khalil Hamdi, terlibat dalam persaingan sengit, berlomba menancapkan pengaruhnya di antara orang Indonesia yang bermukim di Makkah. Konflik dan saling tuduh di antara mereka ini menimbulkan gaung bahkan sampai ke Indonesia. Setelah berlangsung satu babak, pertikaian itu dimenangkan oleh Khalil Hamdi - karena campur tangan pemerintah, dan serta merta empat khalifah dari Khalil Hamdi mengirimkan surat-surat kepada para murid Naqsyabandiyah yang terkemuka di Indonesia memberitahukan bahwa Sulaiman telah dipaksa untuk berdamai dengan Khalil Hamdi dan mencabut sega'la tuduhannya. 8 Hampir bersamaan waktunya dengan peristiwa tersebutlah, pada tahun 1885 Snouck Hurgronje bermukim hampir set~ tahun di Makkah. Dalam jilid kedua bukunya mengenai Makkah (1889), ia memberikan sedikit latar belakang pertikaian tadi. Dua ulama dengan jumlah murid Indonesia paling besar tidak lain dan tidak bukan adalah kedua syaikh Khalidi ini. Sulaiman Effendi dikenal di antara orang Indonesia sebagai "Syaikh jabal" atau nsyaikhjabal Qubais", sebab ia bertempat tinggal di zawiyah 'Abdallah Arzinjani di Bukit Abu Qubais. Rekannya, Khalil, lebih suka memakai gelar Pasya, yang menunjukkan bahwa ia telah memangku jabatan yang tinggi dalam birokrasi Utsmani. 9 Keduanya dapat saja mengajukan klaim sebagai penerus 'Abdallah Arzinjani yang sah, meskipun Sulaiman, sebagai syaikh Abu Qubais klaimnya lebih meyakinkan orang. Khalil membanggakan dirinya karena merupakan orang yang paling dekat dengan pendahulunya yang masyhur itu: ia mengklaim telah bersimpuh selama tujuh tahun di bawah kaki Syaikh 'Abdallah sendiri, setelah dibaiat oleh ayahnya sendiri. Selain itu, keduanya "ahli" dalam menggiring orang-orang Indonesia (dan Turki) yang lugu dan tidak terpelajar masuk tarekat - yang di satu sisi mempunyai beberapa manfaat lain, tentulah di sisi lain menguntungkan secara ekonomis. Seperti yang sering dilakukan para saingan syaikh, 8. Beberapa surat temebut disita oleh Belanda; surat-surat itu dilampiri komentar Belanda oleh Holle dan residen Sumatera Ufl!ra, dalam: MGS 23·5·1886, No. 91 /c (Arsip Nasional, Jakarta). Penandatanganannya adalah: Muhammad Sa'id G1111ti Banjar (Kalimantan Teng· pra), 'Abd Al-Rahman, Muhammad Yunus bin 'Abd Al·Rahman, dan Zain Al·Din Rawa (Sumatera Tengah). 9. Dalam Jrsyad Al·Raghibin·nya ia juga dengan bangga mengemukakan bahwa ia masih keturunan dari raja-raja Daghistan. Bab IV. Tarekat Mazhariyah clan Tare/cat Khalidiyah 69 masing-masing menuduh yang lain telah menyimpang dari jalan Naqsyabandiyah yang benar. Sulaiman menulis sebuah risalah yang berisi dakwaan bahwa Khalil Hamdi telah menggunakan musik dan gerakangerakan tubuh yang liar demi mencapai kegairahan spiritual - metodemetode yang biasanya tidak diterima di kalangan Naqsyabandiyah. Khalil Hamdi meminta bantuan kepada kawan-kawan politiknya, termasuk gubernur Hijaz dan mufti mazhab Syafi'i, Ahmad ibn Zaini Dahlan, untuk memaksa Sulaiman menarik surut dakwaannya.. Pada tahun 1883, Khalil Hamdi keluar sebagai pemenang. 10 Namun, kemenangan terakhir jatuh pada Sulaiman Al·Zuhdi, sebab jumlah Naqsyabandi Indonesia yang menarik silsilahnya melalui Khalil sekarang tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan mereka yang menarik garis keguruannya melalui Sulaiman. Snouck tidak begitu bersimpati kepada kedua syaikh ini, dan menulis tanpa rasa suka mengenai pertikaian mereka. Sebaliknya, ia memperlihatkan rasa hormatnya kepada tokoh Naqsyabandiyah lain, Syaikh Muhammad Shalih Al-Zawawi, yang disebutnya sebagai "seorang yang dapat diajak bicara, ulama yang saleh dan seorang sufi yang dengan mendalam telah menyelami rahasia-rahasia tarekat". 11 Berbeda dengan Sulaiman dan Khalil, Muhammad Shalih menolak orang-orang yang ingin masuk tarekat kalau belum memiliki pengetahuan keislaman yang mendalam. Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah Muhammad Shalih berasal dari sebuah keluarga ulama Afrika Utara yang masyhur. la menganut tarekat Mazhariyah, suatu cabang Naqsyabandiyah yang lain. Cabang ini muncul dari khalifah 'Abdallah Dihlawi yang lain, Abu Sa'id Al-Ahmadi (seorang keturunan Sirhindi). Putra dan penerus Abu Sa'id, Ahmad Sa'id menetap di Madinah dan digantikan di sana oleh putranya, Muhammad Mazhar Al-Ahmadi. Abu Sa'id dan Ahmad Sa'id juga mengangkat khalifah yang menyebarkan garis mereka ke Turki. Di sini, tarekat ini disebut sekte Suleymanli, yang merupakan sebuah gerakan yang besar dan konservatif, dan merupakan satu-satunya tarekat Naqsyabandiyah non-Khalidiyah yang penting di Turki modem yang berasal dari Abu Sa'id. 12 Kemungkinan IO. Lihat Snouck Hurgronje 1889: 240-!l, 284-5, 328: juga 1877: 348-9. 11. Snouck Hurgronje 1889: 253. Snouck menjalin hubwigan baik denga.n Muhammad Sha.Uh dan kemudian dengan sungguh-sungguh membantu putranya, ~Abdallah, ketika putranya ini mclarikan diri dari Makkah karena alasan politik dan menaui periindungan sementara di antara pengikut-pcngikut Muhammad Sbalih. Lihat Snouck Hurgronje, Adtliezen ll, 1600-1608. 12. tJlasan biografis mengenai Abu Sa'id dan Ahmad Sa'iddalam lsik 1975, 976-977, 996 dan dalam Hilmi 1979. Buku yang terakhir ini, lwya seorang Suleymanli, menunjukkan hubungan Suleyman Ttmahan dengan syaikh-syaikh India ini. Tentang Suleymanli. lihat Algar 1985. 70 Bab IV. Tarekat Mazhariyah dan Tarekat Khalidiyah Tarekat Naqryabandiyah di Indonesia garis tersebut mengambil nama Mazhariyah karena ada kaitannya dengan Muhammad Mazhar. Tetapi, mungkinjuga, untuk menghonnati Mirza Mazhar Jan·i janan, yang bagaimana pun lebih meninggalkan kesan pribadi pada tarekat itu daripada orang yang kemudian tetapi senama. Muhammad Shalih Al-Zawawi adalah khalifah dari Muhammad Mazhar, dan melalui dia garis ini pun menyebar ke Indonesia, sebab secara tradisional keluarga Zawawi juga mempunyai murid-murid orang Indonesia, khususnya dari Kesultanan Pontianak dan Riau. Sekurang· kurangnya, dua orang Indonesia yang telah lama bermukim di Makkah bertindak sebagai khalifah Muhammad Shalih (dan belakangan khali· fah dari penerusnya Muhammad Murad Al-Qazani) serta mengajar saudara-saudaranya dari Indonesia. Salah seorang -dari mereka adalah 'Abd Al-'Azhim Al-Manduri. Berkat dialah tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah menjadi tarekat yang dominan di Madura. Yang lain adalah lsma'il jabal dari Kalimantan Barat. lsma'il ini dipanggil "jabal" adalah karena ia tinggal di Jabal Hindi, di tanah yang diwaqafkan keluarga Kesultanan Pontianak. la tidak disebut-sebut oleh Snouck Hurgronje, namun tampaknya mempunyai cukup banyak murid dari lndonesia. 13 Barangkali karena dia1ah Jabal Hindi menjadi antipoda simbolik dari Jabal Qubais. Saya bertemu beberapa orang Khalidi yang tidak terpelajar, dan bahkan khalifahnya, di Sumatera Timur. Mereka mengatakan di sana ada dua macam tarekat Naqsyabandiyah, yang datang dari Jabal Qubais ini menurut mereka yang sebenarnya - dan yang datang dari Jabal Hindi yang sama sekali menyimpang. Cap paling buruk yang mereka lekatkan pada khalifah lain adalah dengan mengatakan bahwa khalifah itu mereka curigai punya hubungan dengan Jabal Hindi.14 Snouck masih menyebut syaikh Naqsyabandi keempat yang banyak mempunyai murid orang Indonesia, yaitu seorang bemama Khalil Effendi. Dan kelihatannya dia tak banyak mengetahui selukbeluk syaikh ini (1889:328). Dengan bantuan satu-dua silsilah Indonesia, kita dapat mengidentiflkasikan Khalil Effendi ini sebagai syaikh berkebangsaan Turki, Khalil Hilmi - yang termasuk ke dalam garis Naqsyaban<li.yah ketiga yang juga berasal dari 'Abdallah Dihlawi, melalui khalifahnya, Muhammad Jan Al-Makki. Garis ini memiliki sedikit pengaruh di Malaya dan barangkali Sumatera, terutama melalui khalifah Khalil Hilmi, Muhammad Haqqi Al-Nazili. Ia menulis sebuah karya 13. Menurut K.H. Abdul Rani Mahmud dari Pontianak, yang scmpat bclajar pada Isma'il Jabitl setclah yang tcrakhir ini kembali Ire Kalimantan pada tahun 1919 (wawancara 22-11987). 14. Sejak semula saya bcrangsapan bahwa pertentangan antara Jabal Qubais dan Jabal Hindi ini ada dengan pertikaian antara Sulaiman Al·Zuhdi dan Khalil Hamdi. Saya di mana lokasi zawiyahnya Khalil;lsma'il adalah satu-satunya guru Naqtidak sya.bar1dl1rah yang saya yakin betul memang tclah tinggal di Jabal Hindi. 71 tasawuf dan ilmu gaib yang masih dibaca di Indonesia, Khazinat AlAsrar. 15 Tiga puluh tahun kemudian, sebuah laporan Belanda menyebutkan nama tiga syaikh Naqsyabandi yang ketika itu mempunyai pengikut yang berarti di antara orang-orang Indonesia: 'Utsman Efendi, 'Ali Efendi dan Khalid Efendi. 16 Dua yang terdahulu tentulah penerus Sulaiman Zuhdi di zawiyah Abu Qubais, yaitu putranya 'Ali Ridha dan khalifah kedua 'Utsman Fauzi. Kedua nama ini sering dijumpai dalam silsilah Naqsyabandiyah Indonesia. Tetapi, yang ketiga tetap tak diketahui; dan sebegitu jauh tidak saya lihat disebut dalam sumbersumber lain. Bolch jadi, masih ada Naqsyabandi lagi di Hijaz, 17 tetapi ruparupanya hanya mereka inilah yang mempunyai murid-murid orang Indonesia. (Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah akan dibicarakan dalam bah lain, tidak di sini). Berbagai silsilah Indonesia yang telah saya temukan digilbung dengan informasi dari sumber·sumber non-Barat lainnya menjadi Bagan 3 berikut: Semua jalur di Hijaz ini oerakhir pada permulaan abad kedua puluh. Sebagian berakhir sama sekali, sisanya lenyap dari Kota Sud Makkah dan Madinah setelah penaklukan 'Abd Al-'Aziz Ibn Sa'ud pada tahun 1924. Syaikh 'Ali Ridha, misalnya, dikabarkan telah melarikan diri ke India, dan putus hubungan dengan murid-murid Indonesia· nya. 18 Maka, pada tahun 1924 menandai akhir periode kebergantungan tarekat Naqsyabandiyah Indonesia kepada kehadiran guru-guru Naqsyabandiyah yang berkesinambungan di Hijaz. Sampai waktu itu, setiap generasi berusaha mendapat pembaiatan ataupun pembaiatan ulang 15. Behen.pa silsilah yang menamtumkan nama Khalil Hi1mi jup. menyebut Muhammad Haqqi, yang membeti petw\iul bahwa Muhammad Haqqi inilah agaknya yang mcmpunyai murid-murid Indonesia (Malaya) dan barangkali jup corang k.haUfah (lihat silsilah Malaysia dalam Al·Attas 196S, 41). Di antara murid-murid Muhammad Haqqi adalah Ahmad bin Muhammad Zain Al.Patani, corang ulama dan penprarc terkenal, dan merupakan penerbit kitab Jawi yangpertama, pada pm:etakan negara di Makkah (wawanc;an. dengan cucunya, H.W. Muhd. Shaghir Abdullah, 14-12-1986). Lihat juga: GAL n, 490: S II, 746 dan Uyan 19&3, 1452. Kllazinah pertama kali dicetak di Kairo oleh 'Isa AlBabi Al·Halabi, dan baru·baru ini dicetak ulang di Surabaya oleh Sa'd ibn NashiT ibn Nabhan. 17. Karya Le Cbatelier tentang tarekat di Hiju; (1887), yang tampaknya kurang dapat dipercayai, menyebutkan bebcrapa tokoh Naqsyahandiyah lain: di Madinah ada sebuah cabang keCil yang dibcntuk pada abad ke-12/ke-18 oleh seorang sayyid dari Hadramaut, 'Abd Al Rahman Saqqaf Al-'Alawi, yang telah memasuki tarekat sclama berada di Punjab, India (158-159); dan di Makkah ada cabang India lainnya bcrnama Sulaimaniyah (dipimpin oleh Syaikh Zain ibn Syaikh Nashir, seorang keturunan dari sang pendiri, Bakr Sulaiman) dan sebuah cabang dari Turki yang dipimpin 'Ubaidallah Effendi (l 59-160). 18. Namun, sebuah silsilah dari seorang pengikut Haji Jalaluddin dari Bukittinggi, mencatat tahun wafatnya sehagai 19S4 (Al·Mandari 1982, hal. 117). Seorang informan penganut Khalidiyah Sumatera yang lain, sebaliknya berkeyakinan !lahwa 'Ali Ridha telah wafat sebelum 1924. BAGAN S. SILSILAH GUR.U-GURU NAQSYAB;'\NDIYAH DARI SUMBER·SUMBER DI INDONESIA DAN NONBARAT Muhammad Baqi Bi'llah (w. 1012/1605 di Delhi) I Ahmad Faruqi Sirhindi (w. 1054/1624) I I I I Muhammad Ma'shum Saif Al-Din 'Arif Al-Ahmadi Muhammad Nur Al-Bada'uni Syams Al-Din Habiballah [Mirza Mazhar Jan·iJananJ (w.1195/1781 di Delhi) Abdallah Dihlawi [Syah Ghulam 'Ali] (w. 1240/1824-5 di Delhi) Diya' Al•Din Khalid Al-Baghdadi [Maulana Khalid] (w. 1242/1826 di Damaskus) (w. 'Abdallah! Arzinjani I di Makkah) I Abu Sa'id Al-Ahmadi (w. 1250/1855 di Tonk) AhmadSa'id (w. 1277/1860-J di Madinah) Muhammad Jan Al-Makki (w. 1266/1850 di Makkah) I Muhammad Mazhar Al-Ahmadi (w. UOJ/1884 di Madinah) Sulaiman Qirimi u~,.n~A1-•.....;J Sulaiman Zuhdi 'All Ridha Yahya Daghistani I Khalil Hamdi {Khalil PasyaJ 'Utsman Fauzi I I Khalil Hihni 'Abd Al-Hamid Syirwani I Muhammad Shalih Al-Zawawi l 'Abd Al-Hamid AJ-Dalfhistani 'Abdallah Al-Zawawi l Muhd. Murad Al-Qazani Muhammad Haqqi Al·Nazilr (w. UOl/1884 di Makkah) 74 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia (tajdid al-bai'ah) di Makkah atau Madinah. Mulai tahun 1925 dan seterusnya sejarah tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia (hampir) semata-mata menjadi urusan orang Indonesia sendiri. Kepustakaan Khalidiyah dan Mazhariyah Maulana Khalid sendiri menulis beberapa karangan, tetapi hanya diwan sajaknya (dalam bahasa Parsi dengan satu dua sajak dalam bahasa Kurdi dan Gurani) yang masih dibaca secara teratur di Kurdistan dan Turki. 19 Tak satu pun dari karya-karyanya ini yang dikenal di Indonesia. Beberapa syaikh Khalidi yang belakangan menulis risalah-risalah penting tentang sejarah dan metode·metode Naqsyabandiyah. Yang paling terkenal, barangkali, adalah Jami' Al-Ushul fi Al-Auliya' oleh syaikh asal Turki Ahmad Dhiya Al-Din Gumusykhanawi (w. 1311/ 1893). 20 Kitab ini dibawa pulang ke Indonesia oleh haji-haji yang telah masuk tarekat Naqsyabandiyah selama berada di Mak.kah. Karya lain yang juga penting adalah mengenai metode-metode Naqsyabandiyah, Bahjah Al-Saniyyah fi Adab Al-Tha.riqah •.. Al-Naqsybandi"yyah oleh Muhammad ibn 'Abdallah Al-Khanii Kitab ini juga dikenal di Sumatera Barat danJawa, tetapi sulit sekaJi diperoleh. 21 Karya penulis Naqsyabandiyah yang mungkin paling dikenal di Indonesia, dan sekarang pun masih dibaca secara luas, adalah Tanwir Al-Qulub oleh Muhammad Amin Al-Kurdi. Bagian terbesar isi kitab ini adalah mengenai fiqih Syafi'i, dan hanya bagian ak.hir yang menyangkut tasawuf dan secara detil mengajarkan tentang zikir dan teknik-teknik kesufian lainnya. Muhammad Amin termasuk ke dalam cabang Khalidiyah Kurdi yang penting22 dan telah mengajar di Madinab selama kurang lebih sepuluh tahun serta mempunyai murid-murid orang Indonesia. Kelak ia pindah ke Kairo, tempat wafatnya di tahun 1332/1928-9. Di samping TanwiT Al-Qulub, ia menulis sebuah kitab berisi u1asan biografis mengenai syaikh-syaikh penting dalam silsilahnya, Al-Mawahib Al-Sarmadiyyah fi Manaqib Al-Naqsybandiyyah. 23 Bab /Y. Tarelt.at Mazhariyah don Tarekat Khalidiyah 75 Banyak syaikh Khalidi lainnya menulis risalah panjang dan pendek mengenai tarekat mereka, tetapi tulisan-tulisan ini kurang penting ketimbang yang di atas. Sebuah karya yang dibawa pulang ke Indonesia dari Makkah dalam jumlah besar adalah kumpulan empat belas risalah pendek oleh Syaikh Sulaiman Al-Zuhdi, Majmu'ah Al-Rasa'il 'ala Ushul Al-Khalidi"yyah • • • Setidak-tidaknya empat dari risalah-risalah ini lchusus ditulis untuk pembaca-pembaca Indonesia. Tokoh yang sezaman dengan Syaikh Sulaiman dan juga merupak.an saingan beratnya, Syaikh Khalid Hamdi, juga menulis sebuah risalah, tetapi karena dalam bahasa Turki mustahillah ada murid Indonesianya yang telah membacanya. 24 Cabang-cabang Naqsyabandiyah lainnya kurang produktif dalam penulisan karya yang berbobot ketimbang Khalidiyah. Satu-satunya karya berbobot yang ditulis oleh keturunan spiritual Abu Sa'id AlAhmadi adalah Khazinat Al-Asrar-nya Muhammad Haqqi Al-Nazili. Kitab ini merupak.an kumpulan ayat, hadis sahib, dan komentarkomentar mengenai hal-hal yang bersifat mistik dan gaib. Kira-kira sepuluh halaman terak.hir berisi tentang tarekat Naqsyabandiyah. Satu· satunya karya darLgaris Mazhari yang cukup berharga untuk disebut tampaknya adalah sebuah risalah pendek oleh Muhammad Shalih AlZawawi tentang zikir Naqsyabandiyah, mungkin ditulis khusus untuk murid-murid Indonesianya: Kaifi-,yah Al-Dzikr 'ala Thariqat Al-Naq· sybandiyyah (dicetak di Riau tahun 1313/1895-6). Di antara orang-orang Indonesia yang menjadi murid para syaikh ini, baik pengan'bt Khalidiyah maupun Mazhariyah, ada beber~a yang menulis soal tarekat. Karya-karya mereka akan Clibahas di bawah, dalam kaitannya dengan cabang-cabang Naqsyabandiyah Indonesia.• 19. Satu·satunya karya lain yang dicetak (terjcmaban dalam bahasa Turki) adalah kitabnya Fara'id Al·Fawa'id Istanbul, IS12/l895). Karya lain, hanya ada dalam bcntuk naskah, tctmasuk Mukhtasar fi Ai. Thariqat Al-Naqsybandiyyah (Pe't'pustakaan Univcrsitas, Sulai· maniyah, 'halt, no. S07/5}; Rasa'il Maulana Khalid (Universitas Istanbul, Arab Ms. 728); Rim/at Al·Rabitllah dan Wasiyyat-nama (Marbur:g, Ms. or. 2762). 20. Tcntang kehidupan dan karya Gumusykhanawi, lihat Gunduz 19&4. 21. Penprang ini jangan dikelirukan dcngan • Abd Al-Majib Al·Khani, pengarang sebuah kitab m~ sejarah tarekat tcrsebut yang discrtai dengan ulum biografis mengcnai Maulana Khalid dan scmua khalifah: Al-Hada 'iq Al-Wardiyyah fl Haqa'iq Ajula Al-Naq'sybandfyyah. Karya ini tidak pcmah sampai kc Indonesia. 22. Cabang Hauramani, yang tokoh tcrakhimya paling bcsar adalah Syaikh Osman. Muhammad Amin mcnulls mcngcnai para pcndahulunya dalam kitabnya Al·Mawahib Al-Sarma- diyyali. 2ll. Ada scbuah biografi mengcnai Muhammad Amin dalam prakata untuk kitabnya, Tanwir A.l·Qulub. Kitab ini baru saja dicctak ulang di Indonesia (Surabaya: Bungkul Indah), dan bcrcdar kc sci uruh Indonesia. 24. Risalah ini berjudul lrsyad Al-Raghibin dan diterbitkan di Istanbul pada tabun lll07/ 1889-90. Bab V. Berbagai Ritual dtm Teltnilc Spiritual Naqsyabafldiyah BAB V BERBAGAI RITUAL DAN TEKNIK SPIR.ITUAL NAQSYABANDIY AH Seperti tarekat-tarekat yang lain, tarekat Naqsyabandiyah pun mempunyai sejumlah tata cara peribadatan, teknik spiritual, dan ritual tersendiri. Memang dapat juga dikatakan bahwa tarekat Naqsyabandiyah terdiri atas ibadah, teknik, dan ritual, sebab demikianlah makna dasar dari istilah thariqah, "jalan" atau nmarga". Hanya saja kemudian istilah itu pun mengacu kepada perkumpulan orang-orang yang mengamalkan "jalan" tadi. Naqsyabandiyah, sebagai tarekat terorganisasi, punya sejarah dalam rentangan masa hampir enam abad, dan penyebaran yang secara geografis meliputi tiga benua. Maka tida.klah mengherankan warna dan tata cara Naqsyabandiyah menunjukkan aneka variasi mengikuti masa dan tempat tumbuhnya. Adaptasi terjadi karena keadaan memang berubah, dan guru-guru yang berbeda telah memberikan penekanan pada aspek yang berbeda dari asas yang sama, serta para pembaru menghapuskan pola pikir tertentu atau amalanamalan tertentu dan memperkenalkan sesuatu yang lain. Dalam membaca pembahasan mengenai berbagai pikiran dasar dan ritual berikut, hendaknya selalu diingat bahwa dalam pengamalannya sehari·hari • variasinya tidak sedikit. Asas·asas Penganut Naqsyabandiyah mengenal sebelas asas thariqah. Delapan dari asas itu dirumuskan oleh 'Abd Al-Khaliq Ghujdawani, sedangkan sisanya adalah penambahan oleh Baba' Al-Din Naqsyband. Asas-asas ini disebutkan satu per satu dalam banyak risalah, termasuk dalam dua .kitab pegangan utama para penganut Khalidiyah, Jami' Al-Ushul fi Al-Auliya '. Ki tab karya Ahmad Dhiya' Al-Din Gumusykhanawi itu dibawa pulang dari Makkah oleh tidak sedikit jamaah haji Indonesia pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. Kitab yang satu lagi, yaitu Tanwir Al-Q:ulub oleh Muhammad Amin Al-Kurdi dicetak ulang di Singapura dan di Surabaya, dan masih dipakai secara luas. Uraian dalam karya-karya ini sebagian besar mirip dengan uraian Taj Al-Din Zakariya' ("Kakek" spiritual dari Yusuf Makassar) sebagaimana dikutip Trimingham. 1 Masing-masing asas dikenal dengan namanya dalam bahasa Parsi (bahasanya para Khwajagan dan kebanyakan l. Tri:mingbam 1971, 203-4, menurut Risa/at fi Sunan Al·Tha'ifat Al-Naqsybandiyyah·nya Taj Al-Din, Cambridge, Add. MS. 1073. 76 77 penganut Naqsyabandiyah India). Asas-asasnya 'Abd Af-Khaliq adalah: 1. Hush dar dam: "sadar sewaktu bemapas". Suatu latihan konsentrasi: sufi yang bersangkutan haruslah sadar setiap menarik napas, mengembuskan napas, dan ketika berhenti sebentar di antara keduanya. Perhatian pada napas, dalam keadaan sadar akan Allah, memberikan kc;kuatan spiritual dan membawa orang lebih hampir kepada Allah; lupa atau kurang perhatian berarti kematian spiritual dan membawa orangjauh dari Allah (Al-Kurdi). 2. Nazar bar qadam: "menjaga langkah". Sewaktu berjalan, sang murid haruslah menjaga langkah-Iangkahnya, sewaktu duduk memandang lurus ke depan, demikianlah agar supaya tujuan-tujuan (ruhani)nya tidak dikacaukan oleh segala hal di sekelilingnya yang tidak relevan. 3. Safar dar watan: .,melakukan perjalanan di tanah kelahirannya ". Melakukan perjalanan batin, yakni meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. [Atau, dengan penafsiran lain: suatu perjalanan fisik, melintasi sekian negeri, untuk mencari mursyid yang sejati, kepada siapa seseorang sepenuhnya pasrab dan dialah yang akan menjadi perantaranya dengan Allah (Gumusykhanawi)] . 4. Khalwat dar anjuman: 0 sepi di tengah keramaian". Berbagai pengarang memberikan bermacam tafsiran, beberapa dekat pada konsep "innerweltliche Askese" dalam sosiologi agama Max Weber. Khalwat bermakna menyepinya seorang pertapa, anjuman dapat berarti per· llumpulan tertenJll. Beberapa orang mengartikan asas ini sebagai "menyibukkan diri dengan terus-menerus membaca dzikir tanpa memperhatikan hal-hal lainnya bahkan sewaktu berada di tengah keramaian orang" 2 ; yang lain mengartikan sebagai perintah untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat sementara pada waktu yang sama hatinya tetap tertaut kepada Allah saja dan selalu wara '. Keterlibatan banyak kaum Naqsyabandiyah secara aktif dalam politik dilegitimasikan (dan mungkin dirangsang) dengan mengacu kepada asas ini . 5. Yad kard: "ingat", "menyebut". Terus-menerus mengulangi nama Allah, dzikir tauhid (berisi formula la ilaha illallah ), atau formula zikir lainnya yang diberikan oleh guru seseorang, dalam hati atau dengan lisan. Oleh sebab itu, bagi penganut Naqsyabandiyah, zikir itu tidak terbatas dilakukan secara berjamaah ataupun sendirian sehabis shalat, tetapi harus terus-menerus, agar di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen. 6. Baz gasyt: "kembali", "memperbarui". Demi mengendalikan hati supaya tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang (melantur), 2. Salah satu penafsiran sebagaimana dikutip dalam Gunduz 1984, 234. 78 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia sang murid barns membaca setelah dzikir tawhid atau ketika berhenti sebentar di antara dua napas, formula ilahi an.ta maqsudi wa ridhaka mathlubi ("ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridhaanMu-lah yang kuharapkan°). Sewaktu mengucapkan dzikir, arti dari kalimah ini haruslah sena.ntiasa berada di hati seseorang, untuk roengarahkan perasaannya yang paling halus kepada Tuhan semata. (Kebanyakan kitab pegangan Naqsyabandiyah mengajarkan sang murid untuk mengucapkan kalimah ini dalam hati sebelum memulai dzikir ism al-dzat dan mengucapka:nnya sekali 1agi di antara dzikir tawhid yang berurutan. 7. Nigah do.syt: "waspada... Yaitu menjaga pikiran dan perasaan terus-menerus sewaktu melakukan dzikir tawhid, untuk roencegah supaya pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang tetap akan Tuhan, dan untuk memelihara pikiran dan perilaku seseorang agar sesuai dengan makna kalimah tersebut. Al-Kurdi mengutip seorang guru (anonim): "Kujaga hatiku selama sepuluh hari; kemudian hatiku menjagaku selama dua puluh tahun". 8. Yad do.syt: "mengingat kembali". Penglihatan yang diberkahh secara langsung menangkap Zat Allah, yang berbeda dari sifatsifat dan nama-namanya; mengalami bahwa segalanya berasal dari Allah Yang Esa dan beraneka ragam ciptaan terus berlanjut ke tak berhingga. Penglihatan ini ternyata hanya mungkin dalam keadaan jadzbah; itulah derajat ruhani tertinggi yang dapat dicapai. Tampaknya hal ini semula dikaitkan pada pengalaman langsung Kesatuan dengan Yang Ada (wahdat al-wujud); Ahmad Sirhindi dan pengikut-pengikutnya bahkan mengemukakan dalil adanya tingkat yang lebih tinggi, di mana sang sufi sadar bahwa kesatuan (kemanunggalan) ini hanyalah bersifat fenomenal, bukan ontologis (wahdat al-syuhud). Asas-asas tambahan dari Baba' Al·Din Naqsybandi: 9. Wuquf-i zamani: "memeriksa penggunaan waktu seseorang". Mengamati secara teratur bagaimana seseorang menghabiskan waktunya. (Al-Kurdi menyarankan agar ini dikerjakan setiap dua atau tiga jam). Jika seseorang secara terus-menerus sadar dan tenggelam dalam dzikir, dan melakukan perbuatan terpuji, hendaklah berterima kasih kepada Allah, jika seseorang tidak ada perhatian atau lupa atau melakukan perbuatan berdosa, hendaklah ia meminta ampun kepada-Nya. l 0. Wuquf-i 'adadi: "memeriksa hitungan dzikir seseorang". Dengan hati-hati berapa kali seseorang mengulangi kalimah zikir (tanpa pikirannya mengembara ke mana-mana). Dzikir itu diucapkan dalam jumlah hitungan ganjil yang telah ditetapkan sebelumnya. 11. Wuquf-i qalbi: "menjaga hati tetap terkontrol". Dengan membayangkan hati seseorang (yang di dalamnya secara batin dzikir ditempatkan) berada di hadirat Allah, maka hati itu tidak sadar akan yang lain kecuali Allah, dan dengan demikian perhatian seseorang secara sempuma selaras dengan dzikir dan maknanya. Taj Al-Din menganjur- Bab V. Berbagai Ritv.al dan Teknik Spiritual Naqsyabandiyah 19 kan untuk membayangkan gambar hati dengan nama Allah terukir di atasnya. Asas-asas ini, khususnya yang delapan basil formulasi 'Abd AlKhaliq Ghujdawani, kuat sekali menunjukkan kemiripan dengan teknik meditasi Hindu dan Budha. Bukannya tidak mungkin menemukan asas yang serupa dengan asas-asas tarekat ini dalam mazhab-mazhab mistik Hindu-Budha (walaupun tidak semua asas yang delapan itu terdapat dalam mazhab yang sama). Sulit juga dibantah bahwa asas-asas tersebut menunjukkan pengaruh yang kuat dari agama-agama asal India namun tidak ada alasan untuk berprasangka bahwa asas-asas itu dipinjam lang$Ung. Bagian wilayah Asia Tengah tempat pertama kalinya tarekat Naqsyabandiyah menemukan bentuknya, di mana para Khwajagan hidup dan mengajarkan ilmunya, selama berabad-abad memanglah berada di bawah pengaruh agama Budha, Hindu, dan Zoroaster (Majusi.) sebelum mengalami lslamisasi. Desa kelahiran Baba' Al-Din masih menyandang nama Qashr-i Hinduwan ("Jstana. Orang-orang Hindu") dan pernah merupakan tempat berziarahnya para pemeluk agama Budha. 3 Banyak amalan dan kepercayaan pra-lslam masih hidup dalam tradisi rakyat setempat. Lagi pula, selama beberapa abad setelah kedatangan Islam, para sufi dan pertapa yang berkelana seperti yogi tidak henti-hentinya melintasi negeri ini dan telah mengesankan bagi para penduduknya secara umum, khususnya bagi mereka yang punya kecenderungan kepada tasawuf. Kita tidak perlu berasumsi bahwa 'Abd Al-Khaliq dan Baba' Al-Din m&minjam asas-asas mereka secara langsung dari mistikus dan pertapa Hindu. Pikiran-pikiran dasamya mungkin saja sudah menyusup jauh ke dalam kehidupan masyarakat Muslim sebelum zaman mereka, dan mereka hanyalah mensistematisasika:nnya saja. Namun, perlu digarisbawahi, bahwa peminjaman tak langsung ini sama sekali tidak melahirkan sinkretisme keagamaan. Konteks di mana asas-asas ini diterapkan sepenuhnya lsl.ami. bebas dari jejak Hinduisme atau Budhisme. Latihan-latihan meditasi dan konsentrasi Naqsyabandiyah dilakukan demi tujuan "mengingat Tuhan" yang tegas-tegas merupakan anjuran Al-Quran, bukan untuk mencapai penyadaran-diri atau pemadaan-diri. Kaum Naqsyabandiyah tidak pernah merasa dekat dengan Hinduisme, dan dalam kenyataannya biasanya mereka lebih gigih melawan Hinduisme daripada kaum lainnya. Pembaruan yang dilakukan oleh Syaikh Ahmad Sirhindi pun haruslah dilihat dengan latar belakang dan sebagai reaksi terhadap sinkretisme Maharaja Akbar. Dan beberapa kaum Naqsyabandiyah lain di India malah dikenal sebagai anti-Hindu yang fanatik. S. Ahmad 1964, 126. Di belakang hari dinamakan kembali Qallhr·i 'Arifi.n, "lstana Orang· orang Bijak ". 80 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Zikir dan Wirid Teknik dasar Naqsyabandiyah, seperti kebanyakan tarekat lainnya adalah dzikir, yaitu berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyatakan kalimah la ilaha illallah. Tujuan latihan itu adalah untuk mencapai kesadaran akan Tuhan yang lebih langsung dan pennanen. Pertama sekali, tarekat Naqsyabandiyah membedakan dirinya dengan aliran lain dalam hal zikir yang lazimnya adalah zikir diam (khaft, "tersembunyi0 , atau qalbi, "dalam hati"), sebagai lawan dari zikir keras (iahri) yang lebih disukai tarekat-tarekat lain. Kebiasaan ini bukan tanpa kekecualian: beberapa wali terkemuka dari tarekat ini diketahui juga telah melakukan zikir keras, tetapi dalam aturan tegas-tegas disebut zikir diam. Yang kedua, jumlah hitungan zikir yang mesti diamalkan lebih banyak pada tarekat Naqsyabandiyah daripada kebanyakan tarekat Iain. Zikir dapat dilakukan baik secara berjamaah maupun sendirisendiri. Banyak penganut Naqsyabandiyah lebih sering melakukan zikir secara sendiri-sendiri, tetapi mereka yang tinggal dekat seorang syaikh cenderung ikut serta secara teratur dalam pertemuan-pertemuan di mana dilakukan zikir berjamaali. Di banyak tempat pertemuan semacam itu dilaksanakan dua·kali seminggu, pada malam Jumat dan malam Selasa; di tempat lain dilaksanakan tengah hari sekali seminggu atau dalam selang waktu yang Jebih lama lagi. Dua zikir dasar Naqsyabandiyah, keduanya biasanya diamalkan pada pertemuan yang sama, adalah dzikir ism al-d.zat, "mengingat nama Yang Haqiqi" dan dzikir tau.hid, 0 mengingat keesaan". Yang duluan terdiri dari pengucapan nama Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali (dihitung dengan tasbih ), sembari memusatkan perhatian kepada Tuhan semata. Dzikir tau.hid. (juga dzikir tahlil atau dzikir nafiy wa itsbat) terdiri atas bacaan perlahan diserta:i dengan pengaturan napas, kalimah la ilaha illallah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Bunyi la permulaan digambar dari daerah pusar terus ke atas sampai ke ubun-ubun. Bunyi ilaha turun ke kanan dan berhenti di ujung bahu kanan. Di situ, kata berikutnya ilia dimulai dan turun melewati bidang dada, sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata terakhir Allah dihunjamkan sekuat tenaga. Orang membayangkan jantung itu mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan segala kotoran. 4 Variasi lain yang diamalkan oleh pengikut Naqsyabandiyah yang lebih tinggi tingkatannya adalah dzikir latha 'if. Dengan zikir ini, orang memusatkan kesadarannya (dan membayangkan nama Allah itu bergetar dan memancarkan panas) berturut·turut pada tujuh titik halus 4. l'cnjelaaan dalam bcrbagai risalah Naqsyabandi, seperti Muhammad Amin Al·Kurdi, Tanwir Al·Qulub, 511-6; H. Jalaluddin {Bukittinggi], Rahasia Mutiara Al-T'hariqat Al· Naqsyabandiyah, I, 16·24, 53-60. Bab V. Berbagai Ritual dan Teknik Spiritual Naqsyabandiyah 81 pada tubuh. Titik-titik ini, lathifah (jamak latha'if), adalah qalb (hati). terletak selebar dua jari di bawah puting susu kiri; ruh (jiwa), selebar dua jari di bawah puting susu kanan; sirr (nurani terdalam), selebar dua jari di atas puting susu kiri; khafi (kedalaman tersembunyi), duajari di atas puting susu kanan; akhfa (kedalaman paling tersembunyi), di tengah dada; dan nafs nathiqah (akal budi). di otak belahan pertama. Lathifah ketujuh, kull jasad sebetulnya tidak merupakan titik tetapi luasnya meliputi seluruh tubuh. Bila seseorang telah mencapai tingkat dzikir yang sesuai dengan lathifah terakhir ini, seluruh tubuh akan bergetar dalam nama Tuhan. 5 Konsep latha 'If - dibedakan dari teknik zikir yang didasarkan padanya - bukanlah khas Naqsyabandiyah saja tetapi terdapat pada berbagai sistem psikologi mistik. Jumlah latha'if dan nama-namanya dapat saja berbeda; kebanyakan titik·titik itu disusun menurut tingkat kehalusannya dan dikaitkan dengan pengembangan spiritual.' Ternyata latha'ef pun persis serupa dengan cakra dalam teori yoga. Memang, titik-titik itu letaknya berbeda pada tubuh, tetapi perannya daiam psikologi dan teknik meditasi seluruhnya sama saja. Asal-usul ketiga macam zikir ini sukar ditentukan; dua yang pertama seluruhnya sesuai dengan asas-asas yang diletakkan oleh 'Abd Al-Khaliq Al·Ghujdawani {lihat di bawah), dan boleh jadi sudah diamalkan sejak zamannya, a.tau bahkan lebih awal. Pengenalan dzikir latha 'if umumnya daiam kepustakaan Naqsyabandiyah dihubungkan dengan nama Ahmad Sirhindi. Kelihatannya sudah digunakan daiam tarekat Kubrawiyah sebelumnya; jika ini benar, maka penganut Naqsyabandiyah di Asia Tengah sebetulnya sudah mengenal teknik tersebut sebelum dilegitimasikan oleh Ahmad Sirhindi. Pembacaan tidaklah berhenti pada zikir; pembacaan au.rad (tunggalnya wird, dalam bahasa-bahasa di Indonesia wirid.), meskipun tidak wajib, sangatlah diaajurkan. Aurad merupakan doa-doa pendek atau formula-formula untuk memuja Tuhan dan/atau memuji Nabi Muhammad, dan membacanya daiam hitungan sekian kali pada jam. jam yang sudah ditentukan dipercayai akan memperoleh keajaiban, atau paling tidak secara psikologis akan mendatangkan manfaat. Seorang murid dapat saja diberikan wirid khusus untuk dirinya sendiri oleh syaikhnya, untuk diamalkan secara rahasia (diam-diam) dan tidak boleh diberitahukan kepada orang lain; atau seseorang dapat memakai 5. Ringkasan pcnjeJasan dalam Tanwir Al·Qulub, I.e. (di mana hanya llma yang pertama dari latha'if ini yang discbut); Rahasia Mutiara I, 32-58; Ahmad Khatib Sam.bu, Fath Al'Arifin; 4·5 (tcrjcmahan: Shcllabcar 1938, 861 ·2). 6. Syah Wall Allah Delhi (1703·1762) pada tabap awal karirnya menganut teori enam latha 'if di atas yang berasal dari Ahmad Sirhindi, tctapi bdakangan mcngcmbangkan, atau llleng· adaptasikan sebuah tcori tcntang lima latha 'if ''yang tampak" (Yakni dipaballli abl) dan lima latha'if "tcrsembunyi" yang Rear& berurutan dilalui daJam perjalanan spiritual (Baijon 1986, 67-77). 82 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia kumpulan aurad yang sudah diterbitkan. Sepengetahuan saya, Naqsyabandiyah tidak mempunyai kumpulan au.rad yang unik. Kumpulankumpulan yang dibuat kalangan lain bebas saja dipakai; dan kaum Naqsyabandiyah di tempat yang lain dan pada masa yang berbeda memakai au.rad yang berbeda-beda. Penganut Naqsyabandiyah di Turki, umpamanya, sering memakai Al-Aurad Al-Fathiyyah, dilrimpun oleh 'Ali Hamadani, seorang sufi yang tidak memiliki persamaan sama sekali dengan kaum Naqsyabandiyah. Muraqabah Ada kategori latihan-latihan mistik lainnya, yang hanya diajarkan kepada murid yang tingkatannya lebih tinggi - biasanya hanya kepada mereka yang telah mengu:asai zikir pada semua latha 'if. 'Latihan ini disebut muraqabah, "pengendalian-diri"; ini merupakan teknik-teknik konsentrasi dan meditasi. Kitab-kitab pegangan sedikit sekali memberikan informasi mengenai muraqabah, sebab seseorang memang tak mungkin mempelajarinya melalui kitab tetapi mempelajarinya langsung dari mursyid-nya. Muhammad Amin Al-Kurdi sama sekali tidak menyebut soal muraqabah, tetapi Ahmad Dhiya' Al-Din Gumusykhanawi menyebutkan sepuluh tingkat (maqam} muraqabah, berturut-turut disebut ihsan, ahadiyah, aqrabiyah, bashariyah, 'ilmiyah, fa'iliyah, 7 malikiyah, hayatiyah, mahbudiyah d8n tau.hid syuhudi. Ahmad Khatib Sambas menyebutkan tidak kurang dari dua puluh muraqabah yang berbeda, termasuk beberapa tetapi tidak semua yang disebutkan Gumusykhanawi. 8 Muraqablit af..ahadiyah, menurut kedua tokoh tadi, isinya berkonsentrasi pada makna surah Al-Ikhlas: qui, huwa'llahu ahad ... , "Katakanlah [wahai Muhammad], Dialah Tuhan Yang Esa .. .'\ dan membuka pintu hatinya untuk Nur llahi. Sama juga, dalam aqrabiyah seseorang berkonsentrasi pada ayat yang menyatakan bahwa Tuhan itu lebih dekat daripada nadi di lehemya (Al-Qaf: 16), dan sebagainya. Rabithah Mursyid (Rabithah bi Al.Syaikh) dan Rabitbah Al-Qabr Seperti semua tarekat, Naqsyabandiyah mengenal wasilah, mediasi melalui seorang pembimbing spiritual (mursyid) sebagai sesuatu yang sangat diperlukan demi kemajuan spiritual. Untuk dapat sampai kepada perjumpaan dengan Yang Mutlak, seseorang tidak hanya memerlukan bimbingan tetapi campur tangan aktif dari pihak pembimbing spiritualnya dan para pendahulu sang pembimbing, termasuk, yang •paling penting, Nabi Muhammad. lnilah arti dari silsilafo ia menunjukkan rantai yang menghubungkan seseorang dengan Nabi dan melalui beliau 7. Gumusykhanawi, Jams~ Al-Ushul fi Al·Auliya: 18. 8. Fath Al·'Arifin, 6-9. Bab V. Berbagai Ritual dan Teknik Spiritual Naqsyabandiyah 83 sampai ke Tuhan. Oleh karena itu, bagian yang penting dalam pencarian spiritual adalah menemukan seorang mursyid yang dapat diandalkan. Begitu seseorang telah menemukan seorang mursyid dan telah diterima sebagai murid, ia turut bimbingan sang guru tanpa syarat, patuh mutlak. Sang mu.rid haruslah, seperti kata pepatah, bagai mayat di tangan orang yang memandikannya (akan kita lihat di belakang bahwa ungkapan ini diberi tafsiran harfiah pada sebuah cabang tarekat ini di Sumatera). Dalam tarekat Naqsyabandiyah, pemahaman silsilah yang demikian telah membawa tarekat ini pada pemakaian teknik yang disebut rabithah mursyid, "mengadakan hubungan batin dengan sang pembimbing", sebagai pendahuluan zikir. Persisnya, rabithah diamalkan bervariasi di satu tempat dan di tempat lain, tetapi selalu mencakup penghadiran (visualization) sang mursyid oleh mu.rid, dan membayangkan hubtlngan yang sedang dijalin dengan sang mursyid, seringkali dalam bentuk seberkas cahaya yang memancar dari sang mursyid. Muhammad Amin Al-Kurdi mengenai rabithah, menjelaskan: " ... maksudnya menghadirkan gampar sang syaikh dalam imaji· nasi seseorang, hati murid dan ~ti gurunya saling berhadapan. Hal ini bahkan dapat saja dilakukan meskipun secara fisik syaikhnya tidak hadir. Sang murid harus membayangkan hati sang syaikh bagaikan samudera karunia spiritual dan dari sana pencerahan dicurahkan ke hati sang murid" (hal. 512). Seorang penganut Naqsyabandiyah bangsa Kurdi menggambarkan kepada saya cara penghadiran guru yang dilakukannya yang lebih rumit lagi: ia membayangkan gambar pembimbingnya dan agak samar-samar semua wali dalam silsilahnya, lalu ia bayangkan seberkas cahaya memancar dari Allah dan turun ke kening Rasulullah, dari sana cahaya itu memantul melalui wali-wali satu per satu berurutan, kemudian dari kening sang pembimbing langsung masuk ke hati sang murid, yang ketika itu menyebut "Allah, Allah" - mulainya zikir nama Tuhan tanpa disengaja. Biasanya, sang murid melakukan rabithah kepada guru yang telah membaiatnya, tidak kepada syaikh yang lebih awal. Namun, beberapa kali terjadi seorang syaikh yang ambisius menuntut agar semua mu.rid - bukan hanya mun'd-nya sendiri tetapi juga murid khalifahnya dan seterusnya - senantiasa melakukan rabithah hanya dengannya seorang. Kalau ia berhasil, cabang tarekat yang berasal darinya akan sangat kompak dan sentralistis. Salah seorang mursyid yang demikian adalah sang pembaru, Maulana Khalid; karena kekompakannya inilah tarekat Khalidiyah telah menjadi cabang Naqsyabandiyah yang paling dominan. Selain Maulana Khalid, Syaikh Suleyman Hilmi Tunahan Efendi (w. 1959), seorang guru berkebangsaan Turki, tetap melarang melakukan rabithah dengan guru lain selain dengannya sendiri. Para pengikutnya 84 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia merupakan suatu sekte yang agak eksklusif dan cukup berpengaruh. 9 Selama beberapa generasi, para murid Naqsyabandiyah Khalidiyah meneruskan rabithah kepada Maulana Khalid, tetapi kemudian kebiasaan ini ditinggalkan dan diganti dengan rabithah setiap murid kepada mursyid-nya sendiri. Penjelasan oleh A. Dhiya' Al-Din Gumusykhanawi, dua generasi setelah Maulana Khalid, memperlihatkan suatu tahapan transisional di mana haik Maulana Khalid maupun syaikh yang terdekat menjadi sasaran rabithah: "[rabithah berarti] mewujudkan, melalui perantaraan syaikh seseorang, kehadiran pennanen wujud spiritual Maulana Khalid dalam bentuk bola cahaya di antara kedua alis mata, mempertautkan hati seseorang dengan hati beliau dan membayangkan bahwa sifat-sifat mulianya mengalir ke dalam hati orang tersebut. Sembari melakukan hal itu, orang yang bersangkutan menghadirkan dalam bayangannya Maulana Khalid beserta mursyid-nya sendiri, duduk di sampingnya, dan membayangkan lafzh jalal (nama Allah) yang bercahaya tergurat di hatinya". 10 Tokoh yang sezaman dengan Gumusykhanawi, Syaikh Sulaiman Zuhdi di Makkah, yang pengaruhnya terhadap perkembangan tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia lebih besar ketimbang lainnya, masih mengajarkan rabithah dengan Maulana Khalid saja. Sebuah risalah pendek yang dibawa dari Makkah tahun 1889 oleh seorang haji Indonesia berisi penjelasan tentang sosok penampilan Maulana Khalid untuk membantu dalam membayangkan kehadirannya: "bertubuh tinggi besar, berjanggut hitam sebelah kiri dan kanan tetapi putih di bagian tengahnya, berdagu lebar dan berdada bidang". 11 Penghadiran (visualisasi), seperti umumnya diketahui, juga merupakan bagian penting dari teknik meditasi Budha aliran tantrayana. Rabithah sebagaimana yang digambarkan di sini sejalan benar dengan guru puja, penghadiran sang guru, dalam Budhisme Tibet. Bagaimana dan kapan teknik ini mulai dipakai dalam tarekat Naqsyabandiyah tidaklah jelas. Syaikh dari masa permulaan seperti Khwaja 'Ubaidallah Ahrar telah menyebut-nyebut rabithah, tetapi sulit mengetahuinya apakah istilah yang agak umum ini (artinya "hubungan") pada masa itu telah mengandung makna khusus seperti sekarang, yang sesungguhnya lebih tepat disebut tashawwur, "menggambarkan guru". Dapat dimengerti, teknik ini telah mendapat kritikan baik dari luar maupun dari dalam tarekat itu sendiri. Beberapa kritikan, karena 9. Tentang Suleymanli, Iihat Algu 1985; van Bruinesscn 1985. Bdk. catatakan kaki 7 pada BabV. 10. Gwnusykhanawi,]ami' Al-Ushul, 166. 11. Risalah pendek tctsebut disita oleh pejabat Belanda yang mencurigai.nya dan mengirim· kannya kepada Snouck Hurgroqje untuk dimintai pendapatnya sebagai ahli keislaman. Snouck, Adviezen ll, 1182-3. Bab V. Berbagai Ritual dan Teknik Spiritual Naqsyabandiyah 85 melihatnya sebagai pendewaan mursyid, tanpa ragu-ragu telah mencapnya sebagai syirk ("mempersekutukan Allah"), seperti yang dilakukan Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi secara blak-blakan sekali. Ahmad Khatib adalah tokoh asal Indonesia yang paling gencar menghantam tarekat Naqsyabandiyah dalam polemik-polemik. Di kalangan pembaru dan aktivis Naqsyabandiyah di India pada permulaan abad kesembilan belas, Sayyid Ahmad "Syahid" Barelwi (w. 1246/1831) juga dengan keras menentang penghadiran (visualisasi) yang dinilainya sebagai penyembahan berhala, sementara itu ia tetap seorang penganut Naqsyabandiyah. 12 Naqsyabandiyah bukanlah satu-satunya tarekat yang mengamalkan tashawwur. Amalan itu pun dikenal dalam berbagai tarekat lain di negeri-negeri yang berlainan dalam lingkup dunia lslam; 13 sejauh mana ini merupakan pinjaman dari tarekat Naqsyabandiyah tetap menjadi tanda tanya. Dalam pengamaJannya sekarang ini, rabithah al-mursyid didahului oleh sebuah latihan yang agak berbeda dengan nama serupa, rabithah al-qabr. Ini merupakan meditasi kematian: orang membayangkan kematiannya sendiri, bagaimana ia dimandikan, dikafani, disembahyangkan, dan dikuburkan, dalam kubur ditanyai oleh malaikat, menghadapi hari kebangkitan kembali dan pemisahan mereka yang telah beramal saleh dari mereka yang tidak. Tujuan dari latihan ini adalah untuk membebaskan diri seseorang dari semua keterikatan kepada dunia, dan membuka hatinya bagi Tuhannya. Konkret dan detailnya yang dibayangkan orang menyangkut hal-hal tadi cukup bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Saya tidak yak.in apakah latihan ini yang sekali lagi mengingatkan akan meditasi tantra tertentu dijalankan oleh cabangcabang lain selain tarekat Khalidiyah. Orang-orang Mazhariyah yang saya ajak bicara di Indonesia semuanya membantah bahwa mereka juga menjalankan rabitluzh al-qabr ini. Khatm·i Khwajagan Khatm-i Khwajagan merupakan serangkaian wirid, ayat, shalawat, dan doa yang menutup setiap zikir berjamaah. Konon ini disusun oleh 'Abd Al-Khaliq Al·Ghujdawani, dan dianggap sebagai tiang ketiga Naqsyabandiyah, setelah dziki'r ism al-dzat dan dzikir nafiy wa isbat. Pembacaan khatm dipercayai untuk memohon ruh-ruh para syaikh besar 12. Faruqi 1977 [1940), 34n; Rizvi 1982, 475-6. Sumba-sumbc; mengenai Sayyid Ahmad merupakan satu-satunya sumber yang saya kctahui yang di dalamnya rabithah disebut dengan istilah yang lebih tcpat dan lebih jelas yaitu tasilawwur-i syaikh, "memba yangkan gambar syaikh". 13. Tcrmasuk tarekat Ni'matullahiyah (yang Syi'i) di Iran {lL Algar, pcrcakapan pribadi}; dan di Indonesia, tarekat Syatta:riyah (menurut Kiai 1-'ahim dari Pesantren Buntct, tempat Syattariyah dlamalkan walaupun tidak oleh Fahim scndiri}, dan pscudo-tarekat Wahidiyahnya Kyai Abdul Majid dari Kedunglo, Kcdlri (Moeslim AbdUITahman, pcrcakapan pribadi). 86 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia dari masa lampau agar membantu mereka yang sedang berkumpul. Khatm dibacak.an di tempat yang tidak. ada orang luar, dan pintu harus tert.utup. Tak seo:rang pun boleh ilmt serta tanpa izin lebih dulu dari sang syaikh. Kecuali itu, para peserta harus dalam keadaan ber-wudhu'. Menurut Muhammad Amin Al-Kurdi, khatm-i Khwajagan terdiri atas: 1. 15 atau 25 kali istighfar, didahului oleh sebuah doa pendek; 2. melak.ukan rabithah bi al·syaikh. sebelum berzikir; 3. 7 kali surah Al-Fatihah; 4. 100 shalawat, misalnya Allahumma salli'ala sayyidina Muhammadin al-nabiyyi al-ummiyyi wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallam; 5. 79 kali surahAlam nasyrah (surah ke-94); 6. 1001 surab.Al-Ikhlas; 7. 7 kali surab.Al-Fatihah; 8. l 00 shalawat lagi; 9. sebuah doa panjang untuk rub Nabi Muhammad saw. dan para syaikh tarekat-tarekat besar, khususnya 'Abd Al-Khaliq, Baha' Al-Din, 'Abdallah Dihlawi, Maulana Khalid dan syaikh terak.hir dari silsilah pengarang, 'Utsman Siraj Al-Din, 'Umar dan Muhammad Amin sendiri; 10. membaca bagian-bagian tertentu dari Al-Quran. 14 Temyata untuk melak.ukan khatm yang lengkap akan merupakan kegiatan yang memakan wak.tu tidak sedikit. Biasanya yang dilak.sanakan adalah khatm dalaln bentuk yang sudah diperingkas; bagian yang sangat penting, yang tak. dapat ditinggalkan dalam keadaan apa pun, adalah doa. Dalaln doa, setiap syaikh menyebutkan nama·nama wali yang paling penting dalaln sihilahnya sendiri. Tawajjuh Seperti halnya dalaln semua tarekat, syaikh atau mursyid memegang peranan sangat penting demi kemajuan spiritual murid. Ikut sebuah tarekat tan.pa mempunyai seorang syaikh adalah mustahiL Sang syaikh membantu murid-murid-nya dengan berbagai cara, dengan mengajarkan langsung tetapi juga melalui proses yang disebut tawajjuh. lstilah ini berarti "temu muka", tetapi dalaln lingkungan Naqsyabandiyah telah memperoleh beberapa arti khusus. Tawajfu.h merupak.an perjumpaan di mana seseorang membuka hatinya kepada syaikhnya dan membayangkan hatinya itu disirami berkah sang syaikh. Sang syaikh akhirnya membawa hati tersebut ke hadapan Nabi Muhammad saw. Jni dapat berlangsung sewak.tu pertemuan pribadi atau empat mata antara murid dan mursyid (bai'at merupak.an kesempatan pertama dari 14. Tamuir Al·Qultdi, 520-4. Bab V. Berbagai Ritual dan Te/milt Spiritual Naqsyabandiyah 87 tawajjuh }, tetapi tawajjuh pun mungkin bahkan ketika sang syaikh secara fisik tidak hadir. Hubungan dapat dilak.ukan melalui rabithah, dan bagi mun'd yang berpengalalnan, sosok ruhani sang syaikh merupakan penolongnya yang efektif di kala syaikhnya tidak. hadir - sama seperti ketika syaikhnya ada di dekatnya. Tetapi, yang paling biasa, tawajjuh berlangsung selama pertemuan zikir berjamaah di mana syaikh ikut serta bersama murid-nya. Di beberapa daerah di Indonesia, pertemuan zikir itu sendiri disebut tawajjuh. Baiat, ljazah, Khalifah Seperti tarekat-tarekat lainnya, tarekat Naqsyabandiyah pun mustahil dimasuki tan.pa melalui pintu pembaiatan. Seseorang hanya dapat menjadi anggotanya setelah melalui upacara pembaiatan. Persisnya bentuk upacara tersebut beragam-ragam di tempat yang berbeda, tetapi seperti kebanyak.an ritus yang demikian, ia menyangkut kematian dan kelahiran secara simbolik. Mula-mula sang murid harus melakukan tobat, yaitu dengan mengingat segala dosa-dosa di masa lampau, memohon pengampunan dan bertekad untuk tidak. mengulangi 1agi semua kebiasaan jelek yang diperbuat dulu. Pada bagian inti upacara tersebut, sang murid menyatak.an sumpah setia kepada syaikhnya, dan setelah itu ia menerima pelajaran esoterik yang pertama (talqin ). Menurut peraturan (tetapi banyak kekecualiannya), hanya mereka yang telah diambil sumpah saja yang diperbolehkan turut serta dalam ritualritual bersama dalam tarekat itu. Pada beberapa cabang tarekat itu di Indonesia, pembaiatan itu disertai ritual-ritual yang agak rumit yang mungkin Baja diambil alih (tidak. mesti secara sadar dan bukannya tanpa perubahan) dari upacara inisiasi ketika memasuki perkumpulan rahasia kaum lelaki dari masa sebelum Islam. Apabila sang murid telah mempelajari dasar-dasar tarekat dan telah memperlihatkan kemajuan yang memadai untuk melak.sanakan latihan-latihan sendiri, gurunya akan memberinya ijazah. Tampaknya paling tidak ada tiga tingkatan ijazah. Setelah yang pertama, yang dasar sekali (ijazah untuk melakukan amalan tarekat), ada ijazah yang lebih bergengsi lagi yang memberikan wewenang kepada sang murid untuk bertindak. sebagai wakil syaikhnya dalam memberi pelajaran dan membimbing murid-murid lainnya. ljazah yang tertinggi memberikan wewenang kepada penerimanya untuk bertindak. sendiri sebagai seorang syaikh dan mengambil baiat bakal calon murid atas namanya sendiri. Sang murid telah menjadi khalifah dari syaikhnya dan ia sudah boleh diutus oleh syaikhnya ke tempat yang telah direncanak.an untuk menyebarluaskan tarekat tersebut. Meskipun secara relatif ia mandirl, ia tetap memperlihatkan kepatuhannya yang mutlak kepada syaikhnya. lstilah khalifah itu dapat juga disandang oleh mereka yang sudah mendapat ijazah tingkatan kedua; tetapi di Indonesia biasanya disebut badal. 88 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Khalwat atau Suluk Tidak diwajibkan tetapi sangat dianjurkan - paling tidak di antara kaum Naqsyabandiyah cabang Khalidiyah; kalangan Mazhariyah di Indonesia tidak mempraktikkannya - adalah kegiatan menyepi untuk sementara waktu dari kesibukan duniawi: khalwat atau dalam bahasa Parsi, cilia. Istilah cilia (artinya: empat puluh) menunjukkan bahwa semula kegiatan menyepi dan melatih diri dengan bertapa itu dilaksana· kan selama empat puluh hari. Di Indonesia, istilah suluk (yang secara harfiah berarti "menempuh jalan spiritual") lebih lazim digunakan, dan lamanya tidak sampai empat puluh hari, biasanya sepuluh atau dua puluh hari. Selama melakukan khalwat, seseorang makan dan minum sedikit sekali, hampir seluruh waktunya dipakai untuk berzikir dan meditasi dan ia pun tidak diperbolehkan berbicara kecuali dengan syaikhnya atau dengan mitranya yang juga melakukan meditasi, dan itu pun terbatas pada soal-soal keruhanian saja. Di kalangan Naqsyabandi· yah di Indonesia, selama suluk itulah seseorang diajarkan dzikir latha'if. Mereka yang belum melakukan suluk umumnya tidak diperkenankan menjalankan zikir ini. Kebanyakan syaikh Naqsyabandiyah Khalidiyah mempunyai ruang khusus tempat para muridnya dapat menjalankan suluk tanpa terganggu (dalam Bahasa Indonesia rumah suluk, dalam bahasa Parsi khalwatkha· nah ). Pengaruh dan wibawa seorang syaikh seringkali diukur dengan besar kecilnya rumah suluk yang dimilikinya dan jumlah murid yang ber-khalwat di sana. Tetapi, seseotang dapat pula menjalankan khalwat di tempat-tempat lain seperti di gua-gua (biasanya terletak di lereng gunung) dan di makam-makam para waliyullah. Untuk Indonesia, hanya di Sumateralah suluk agak meluas dilakukan orang. Di bagian-bagian tertentu wilayah Aceh Barat dan Sumatera Utara, sudah hampir merupakan kebiasaan umum bagi orang-orang berusia lanjut dan para wanita untuk tinggal selama beberapa hari atau beberapa minggu di rumah suluk seorang syaikh setelah panen. Di Jawa, hanyalah di Soka· raja (Kabupaten Ba:Dyumas) saya lihat agak banyak orang yang ikut serta menjalankan suluk. • BAB VI TAR.EK.AT QADIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH DI MAKKAH DAN DI INDONESIA Ahmad Khatib Sambas dan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah Paling tidak mulai dari Baqi Bi'llah dan seterusnya, para syaikh Naqsyabandiyah dengan keras telah memperingatkan para pengikutnya agar tidak mengikuti tarekat lain yang digabungkan dengan tarekat mereka. Meskipun demikian, banyak juga yang melakukan penggabungan semacam itu. Kita dapatkan Syaikh Yusuf Makassar, yang memasukkan unsur-unsur dari Naqsyabandiyah yang telah dipilihnya ke dalam versi Khalwatiyah-nya; kita temukan bahwa suatu gabungan tarekat Naqsyabandiyah dengan tarekat Syattariyah pemah populer untuk sekian lama di Jawa pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas. Gabungan tarekat Qadiriyah dengan Naqsyabandiyah pun telah diamalkan oleh beberapa syaikh termasyhur. Ibrahim Al-Kurani dan pe:bdahulu serta penerus-penerusnya mengamalkan kedua tarekat itu bersama-sama dengan tarekat Syattariyah. Dan di Kurdistan selatan, cabang Haurami dari tarekat Khalidiyah telah lebih seabad menggabungkan zikir diam Naqsyabandiyah dengan zikir keras Qadiriyah dalam satu pertemuan Yallft tidak terpisah. 1 Tetapi, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang terdapat di Indonesia bukanlah hanya merupakan suatu penggabungan dari dua tarekat yang berbeda yang diamalkan bersama-sama. Tarekat ini lebih merupakan sebuah tarekat yang baru dan berdiri sendiri, yang di dalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga Naqsyabandiyah telah dipadukan menjadi sesuatu yang ba:i;u. Dari segi ini, ia menyerupai tarekat gabungan yang ada sebelumnya semacam tarekat KhalwatiyahYusuf (dalam tarekat ini Yusuf menggabungkan unsur-unsur Syattariyah dan Naqsyabandiyah dengan unsur-unsur dari Khalwatiyah) atau Sammaniyah (penggabungan tarekat Khalwatiyah dengan Qadiriyah, Naqsyabandiyah dan Syadziliyah oleh Muhammad ibn 'Abd Al-Karim Al-Samman). Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah mungkin sekali didirikan oleh tokoh asa1 Indonesia, Ahmad Khatib ibn 'Abd Al-Ohaffar I. Mengenai cabang Khalidiyah ini, lihat van Bruineuen 1978, 305-7, 319-24, 348-9. Syaikh 'Osman, yang berulang kali disebutkan di situ, adalah syaikh terkemuka cabang ini pada masa sekarang; Muhammad Amin Al·Kurdi (pengarang Tiinwir Al-Qulub) adalah k.halifah dari syilikh yang terdahul.u. Syaikh yang pertama dari cabang ini. khalifah dari Maulana Khalid, 'Uttman Siraj Al-Din, telah llllling bertukar ij&zah denpn syaikh Qadiriyah R· tempat, Kak Ahmad. 89 88 Tare/cat Naqsyabandiyah di Indonesia K.balwat atau Suluk Tidak diwajibkan tetapi sangat dianjurkan - paling tidak di antara kaum Naqsyabandiyah cabang K.halidiyah; kala:ngan Mazhariyah di Indonesia tidak mempraktikkannya - adalah kegiatan menyepi untuk sementara waktu dari kesibukan duniawi: khalwat atau dalam bahasa Parsi, cilia. lstilah cilia (artinya: empat puluh) menunjukkan bahwa semula kegiatan menyepi dan melatih diri dengan bertapa itu dilaksana· kan selama empat puluh hari. Di Indonesia, istilah sulu~ (yang secara harfiah berarti "menempuh jala:n spiritual") leb:ih lazim digunakan, dan lamanya tidak sampai empat puluh hari, biasanya sepuluh atau dua puluh hari. Selama melakukan khalwat, seseorang makan dan minum sedikit sekali, hampir seluruh waktunya dipakai untuk berzikir dan meditasi dan ia pun tidak diperbolehkan berbicara kecuali dengan syaikhnya atau dengan mitranya yang juga melakukan meditasi, dan itu pun terbatas pada soal-soal keruhanian saja. Di kala:ngan Naqsyabandi· yah di Indonesia, selama suluk itulah seseorang diajarkan dzikir lath.a 'if. Mereka yang belum melakukan suluk umumnya tidak diperkenankan menjala:nkan zikir ini. Kebanyakan syaikh Naqsyabandiyah K.halidiyah mempunyai ruang khusus tempat para muridnya dapat menjalankan suluk tanpa terganggu {dalam Bahasa Indonesia rumah suluk, dalam bahasa Parsi khalwatkha· nah ). Pengaruh dan wibawa seorang syaikh seringkali diukur dengan besar kecilnya rumah suluk yang dimilikinya dan jumlah murid yang ber-khalwat di sana. Tetapi, seseotang dapat pula menjalankan khalwat di tempat-tempat lain seperti di gua-gua (biasanya terletak di lereng gunung) dan di makam·makam para waliyullah. Untuk Indonesia, hanya di Sumateralah suluk agak meluas dilakukan orang. Di bagian-bagian tertentu wilayah Aceh Barat dan Sumatera Utara, sudah hampir merupakan kebiasaan umum bagi orang-orang betusia lanjut dan para wanita untuk tinggal selama beberapa hari atau beberapa minggu di rumah suluk seorang syaikh setelah panen. Di Jawa, hanyalah di Soka· raja {Kabupaten Banyumas) saya lihat agak banyak orang yang ikut serta menjala:nkan suluk. • BAB VI TAR.EK.AT Q.ADIR.IYAH WA NAQ.SYABANDIY AH DJ MAK.KAH DAN DJ JNOONESJA Ahmad Khatib Sambas dan Tarekat Q.adiriyah wa Naqsyabandiyah Paling tidak mulai dari Baqi Bi'llah dan seterusnya, para syaikh Naqsyabandiyah dengan keras telah memperingatkan para pengikutnya agar tidak mengikuti tarekat lain yang digabungkan dengan tarekat mereka. Meskipun dernikian, banyak juga yang melakukan penggabungan semacam itu. Kita dapatkan Syaikh Yusuf Makassar, yang memasuk· kan unsur·unsur dari Naqsyabandiyah yang telah dipilihnya ke dalam versi Khalwatiyah-nya; kita temukan bahwa suatu gabungan tarekat Naqsyabandiyah dengan tarekat Syattariyah pernah populer untuk sekian lama di Jawa pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas. Gabungan tarekat Qadiriyah dengan Naqsyabandiyah pun telah diamalkan oleh beberapa syaikh termasyhur. Ibrahim Al-Kurani dan peb· dahulu serta penerus-penerusnya mengamalkan kedua tarekat itu bersama-sama dengan tarekat Syattariyah. Dan di Kurdistan selatan, cabang Haurami dari tarekat Khalidiyah telah lebih seabad menggabungkan zikir diam Naqsyabandiyah dengan zikir keras Qadiriyah dalam satu pertemuan yan{t' tidak terpisah. 1 Tetapi, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang terdapat di Indonesia bukanlah hanya merupakan suatu penggabungan dari dua tarekat yang berbeda yang diamalkan bersama-sama. Tarekat ini lebih merupakan sebuah tarekat yang baru dan berdiri sendiri, yang di dalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga Naqsyabandiyah telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru. Dari segi ini, ia menyerupai tarekat gabungan yang ada sebelumnya semacam tarekat KhalwatiyahYusuf (dalam tarekat ini Yusuf menggabungkan unsur-unsur Syattariyah dan Naqsyabandiyah dengan unsur-unsur dari Khalwatiyah) atau Sammaniyah (penggabungan tarekat Khalwatiyah dengan Qadiriyah, Naqsyabandiyah dan Syadzlliyah oleh Muhammad ibn 'Abd Al-Karim Al-Samman). Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah mungkin sekali didirikan oleh tokoh asal Indonesia, Ahmad Khatib ibn 'Abd Al-Ghaffar I. Mengenai caba.ng Khalidiyah ini, libat van Bruinessen 1978, 305-7, 319-24, 348-9. Syaikh 'Osman, yang berolang kali disebutkan di situ, adalah ryaikh terkemuka cabang ini pada masa seka:rang; Muhammad Amin Al·K.urdi (pengarlU!I TatiWir Al~b) adalah khalifah darl syiiikh yang terdahulu. Syaikh yang penama dari eabang ini, khalifah darl Maulana Khalid, 'Utsman SinQ AH>in, telah taling bertukar ~ dengan syaikh Qaditiyah 1e· tempat, Kalt Ahmad. 89 90 Tarekat Naqsyaba:ndiyah di Indonesia Sambas, yang bermukim dan mengajar di Makkah pada pertengahan abad kesembilan belas. Ahmad Khatib sendiri tida.k menulis sebuah kita.b pun, teta.pi dua dari murid-muridnya dengan setia. merekam ajaran-ajarannya dalam risalah pendek berbaha.sa. Melayu, yang dengan gamblang menjelaska.n teknik-teknik dari tarekat ini. Salah satunya, Fath Al-'Arifin dianggap oleh semua khalifah di masa. itu sebagai ka.rya yang paling dapat dipertanggungjawabkan mengenai tarekat. 2 Kedua karya tersebut mengurai· ka.n tentang baiat, zikir, dan teknik·teknik serta peribadatan lain, baik dari tarekat Qadiriyah maupun dari tarekat Naqsyabandiyah; risalah itu dia.khiri dengan silsilah Ahmad Khatib. Fath Al-'Arifin memberikan perhatian yang sama kepada unsurunsur Qadiriyah dan Naqsyabandiyah, tetapi dalam pengamalannya yang sebenarnya di Indonesia., unsur-unsur Qadiriyah tampa.knya lebih dominan. Dominasi yang serupa tampa.k pula dalam silsilah, yang sama sekali tida.k memuat nama-nama tokoh Naqsyabandiyah yang sudah dikenal. Turun sampai kepada •Ahd Al-Qadir dan putranya, 'Abd Al' Aziz, merupa.kan silsilah Qadiriyah yang biasa; nama-nama berikutnya menurut dugaan Qadiriyah juga, tetapi kita tida.k dapat mengenali dari cabang-cabang tarekat yang mana. Nama·nama diberikan dalam bentuk yang sesingkat mungkin, sehingga kita bahkan tida.k punya petunjuk ke wilayah mana secara geografis cabang tarekat ini termasuk. Silsilah tersebut dimulai dengan Allah dan melalui malaikat Jibril sampai kepada Nabi Muhammad. Lalu seterusnya: Muhammad 'Ali ibn Abi Thalib Husain ibn 'Ali Zain Al-' Abidin Muhammad Al-Baqir Ja'far Al-Shadiq Musa Al-Kazhim Abut-Hasan 'Ali ibn Musa Al-Ridha Ma'ruf Al-Karkhi Sari Al-Saqati Abul-Qasim Junaid Al-Baghdadi Abu Bakr Al-Syibli 'Abd Al-Wahid Al-Tamimi 2. Fa.th Al·'Arifm dituliskan oleh Muhammad hma'il ibn 'Abd Al-Rahim Al-Bali (seora.ng Bali Muslim). Tmfapat ba.nyak na.skab da.n edisi-edlsi cetakan;edisi ceta.kan yang perta.ma. yang saya ketahui dibikin di Makkab pad& tahun 1528/1905-6; kitab ini dicetak u1ang beberapa ka1i. Diter,iemahkan kc da.lam ba.hasa 111118ris oleh Shellabear (19SS). R.isaJah lain cuma disebut Tariqa yang dibangmkan ltepada (lpdfri1ah dan Naqs:yabandiyah; pengarang· nya ada.lah Muhammad Ma'mf ibn Al.Syalkh 'Abdallah Khatib Palemba.ng. Satu·aatunya kopi yang saya liba.t tcnimpan di Museum Naliona.ljakarta (ML 149). Bab YL Ttrrekat Qpdiriyah tua Naqsyabandiyah 91 'Abd Al-Faraj Al·Tartusi Abu Hasan 'Ali Ha.kkari Abu Sa'id Ma.khzumi 'Abd Al-Qadir Al·Jailani 'Abd Al· 'Aziz Muhammad Al·Hatta.k Syams Al-Din Syarif Al-Din Nur Al-Din WaliAl·Din Husam Al-Din Yahya Abu Bakr 'Abd Al-Rahim 'Utsman 'Abd Al-Fattah Muhammad Murad Syams Al-Din Ahmad Khatib Al-Sambasi Syams Al-Din, mursyid-nya di tarekat Qadiriyah, adalah satu-sa.tunya guru yang disebut oleh Ahmad Khatib. Teta.p tida.k jelas dari siapa ia. menerima pembaiatan ketika masuk tarekat Naqsyabandiyah; apa.kah dari Syams Al·Din juga atau dari guru lain yang adalah guru Naqsyaban'tliyah utulen"?, Oika itu memang Syams Al·Din, mestilah kita keliru menganggap Ahmad Khatib sebagai pendiri tarekat yang ada sekarang). Jika ia mempunyai seorang guru Naqsyabandiyah khusus, ia termasuk garis keguruan yang mana: apa.kah ia wa.kil paling belakang dari garis Taj Al·Din Zakariya' atau Ibrahim Al-Kurani, ata.u seseorang dari tarekat Mujaddidiyah yang pemah berjaya itu? Pelajaran mengenai zikir Naqsyabandiyah, dan khususnya tentang muraqabah begitu eksplisit dan rinci. Memang, Ahmad Khatib memaparkan berbagai mur11.q11.bah lebih jelas daripada yang saya lihat pada risalah Khalidiyah dari masa yang sama. Murid-murid dan Khalifah Ahmad Khatib Sangat sedikit yang kita. ketahui mengenai latar belakang dan kehidupan Ahmad Khatib, terlepas dari fa.kta bahwa ia. berasal dari Sambas di Kalimantan Ba.rat dan tinggal lama di Makkah, dan bahwa ia. a.khirnya wafat di sana, sangat boleh jadi pada tahun 1878. 3 la konon adalah murid kesayangan gurunya Syams Al-Din, dan telah dipilih menjadi penggantinya. Dapat dipastikan ia mempunyai banya.k murid di S. Sedikit catatan biografls yang menarik da.lam Abdullah 1980, hall 77·182;sebuah dnjau· an singkat dala.m Snouck Hurgronje 1889, ha.I. SM (terj. Inaris: 19Sl, ha.I. 262). 92 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia antara orang-orang Indonesia yang berkunjung ke Makkah dari segenap penjuru Nusantara: dari Malaya, Sumatera, jawa, Bali dan Lombok. Ia pun banyak mengangkat khalifah, tetapi setelah ia wafat, hanya seorang dari mereka ini yang diakui sebagai pemimpin utama dari tarekat tersebut. Dia adalah Syaikh 'Abd Al-Karim dari Banten, yang hampir sepanjang hidupnya telah bermukim di Makkah. 4 Dua khalifah lain yang berpengaruh adalah Syaikh Tolhah di Cirebon dan Kiai Ahmad Hasbullah ibn Muhammad (orang Madura yang juga menetap di Makkah). Semua cabang-cabang Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang tergolong penting di masa kini mempunyai hubungan keguruan dengan seorang atau beberapa orang dari ketiga khalifah ini. Di sa.mping mereka, ada lagi beberapa khalifah yang kurang begitu penting: Muhammad Isma'il ibn 'Abd Al-Rahim, dari Bali, yang juga mengajar di Makkah;5 Syaikh Yasin dari Kedah (Malaya), yang belakangan menetap di Mempawah, Kalimantan Barat, dan menyebarkan tarekat ini di sana.6 Orang lain yang banyak sumbangannya dalam penyebaran tarekat ini di Lampung adalah syaikh haji Ahmad Lampung;" dan jika Muhammad Ma'ruf ibn 'Abdallah Khatib dari Palembang, pengarang ringkasan yang lain dari ajaran-ajaran Ahmad Khatib (lihat catatan kaki 2), bukan seorang khalifah, pastilah ia pun seorang murid yang sangat dekat. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dan Pemberontakan Rakyat Di bawah pengaruh 'Abd Al-Karim, tarekat ini menjadi luar biasa populemya di Banten, khususnya di antara penduduk miskin di desadesa. lni mendorong tarekat untuk berperan sebagai jaringan komunikasi dan koordinasi ketika apa yang dikatakan sebagai pemberontakan petani paling besar meletus di Banten barat laut pada tahun 1888 (Kartodirdjo 1966). 'Abd Al-Karim sendiri, yang telah tinggal di Makkah sejak 1876, tidak ada sangkutan apa-apa dengan pemberontakan ini, tetapi salah seorang di antara murid-muridnya yang berwatak keras, Haji Marjuki [Marzuqi], yang telah diangkatnya sebagai khalifah, dicurigai oleh Belanda sebagai salah seorang penghasut di balik pemberontakan tersebut. 4. Ulasan biografis dalam Snouck Hurgronje 1889, 368, 372-8 (tcrj. Inggris: 276, 280-1); Kartodlrdjo 1966, 163-5. 5. Sebuah risalah pendek, disita oleh Belanda di Lampung, milik sese:orang yang telah menerima tarekat ini dari Muhammad Isma'il di Makkah (Snouck Hurgronje, Adviezen Ill, 18634 ), lsma'il dikabarkan berasal dari "Bali Ampenan", yang bukan berarti Pulau Lombok (seperti diduga Snouck) tetapi Bali; dalam pemakaian se:hari·hari di Makkah, kalau dise:but kata "Ampenan" (nama kota utama di Lombok) maka maksudnya mengacu kepada kedua pulau tadi. Oleh karena itu, sangat boleh jadi ia adalah seorang Bali yang MUilim (kl:o!terangan dart Tuan Guru Mustafa Faisal, Ampenan, 14-4-1988). Khalifah inilah yang menulis Fath Al·'Arifin. 6. H. Wan Shaghir Muhd. Abdullah, percakapan pribadi. 7. Snouck Hurponje, Adviezim III, 1874. Bab VI. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah 93 Di tempat lain pun di Indonesia, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah rupanya telah menemukan (dan mungkin juga sengaja mencari} penganutnya di antara kelas rakyat jelata berbeda dengan tarekat Naqsyabandiyah, yang cenderung mula-mula mencari pengikut di antara kaum elit (ningrat/menak). Dan inilah sebabnya barangkali kenapa tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, dan bukannya tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah atau tarekat Mazhariyah, yang ikut terlibat dalam s'atu-dua pemberontakan. Kiai Kasan Tafsir dari Krapyak, yang telah disebut pada Bab I dalam hubungannya dengan Peristiwa Sukoharjo, adalah seorang khalifah dari 'Abd Al-Karim Ba:nten. Dan Guru Bangkol dari Lombok, penghasut utama di balik pemberontakan anti-Bali, telah dibaiat masuk tarekat yang sama oleh kakaknya 'Abd Al-Rahman dan sepupunya Thayib, yang keduanya telah belajar tarekat di Makkah.8 Timbulnya Cabang-cabang Tarekat yang Mandiri di PeJbagai Daerah Syaikh 'Abd Al-Karim Banten merupakan syaikh terakhir yang secara nyata masih menyatukan pucuk pimpinan seluruh tarekat ini. Paling tidak pengarahannya masih dipatuhi oleh sesama khalifah Syaikh Ahmad Khatib.\! Na.mun setelah ia wafat, tarekat ini terpecah menjadi cabang-cabang yang satu dengan lainnya tidak lagi sating bergantung. Di Banten, khalifah Syaikh 'Abd Al-Karim yang utama tampaknya adalah Kiai Asnawi Caringin (w. 1937). Dalam konteks pemberontakan 1888 memang disebut beberapa nama lainnya, seperti Kiai Arsyad Thowil, Kiai Arsyad Qadir dan Syekh Marzuqi, namun tidak jelas apakah mereka betul-betul khalifah atau hanya badal saja, yang boleh memimpin zikir tetapi tidak boleh membaiat murid baru. Dan setelah pemberontakan, mereka dibuang ke Indonesia bagian timur oleh pemerintah Hindia Belanda. Kiai Asnawi Iebih muda daripada kiai-kiai yang disebutkan tadi . .Ia pulang dari Makkah menjelang penghujung abad ke19 dan kelak dalam dasawarsa-dasawarsa berikutnya menjadi ulama yang paling berpengaruh di Banten. Dalam batas tertentu, kharismanya yang besar telah dimanfaatkan oleh para perancang pemberontakan 0 komunis 0 di Banten pada tahun 1926. 10 8. Wawancara dengan Tuan Guru Haji Faishal, Praya, Lombok, 11 April 1988. Dalam kasus ini, pengamatan bahwa tarekat Qadlriyah wa Naq1yabandiyah pada umumnya berkembang di kalangan bawah tidak berlaku: Guru Bangkol termasuk keluarp bangsawan, dan banyak 0111.ng-orang bangsawan yang masuk tarekat. 9. Barangkali ini pun tidak sel.uruhnya benar. Konsul Belanda di jiddah melaporkan pada tahun 1888 bahwa se:mua penganut tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah menerima keberkuasaannya, "kecuall orang-orang Madura. yang mempunya{ sya1"khnya smdiri yakni seon:mg Madura A.bdoelnloeti ('A.bd A.Mfv'thi), juga tinggal di Malt.ltah ". (ARA, Depar· temcn LuaT Nc:geri, File Djeddah 1873·1950, no. 69, alinansumt bertanggal. 26-11-1888). 'Abd Al·Mu'thi mestilah seorang kbalifah dari Kiai Ahmad Hasbullah; tetapi saya tidak pemah melibat atau mcndenpr namanya pada sumber lain. 10. Mengenai pemberontakan ini, lihat Williams 1990. SaJah 111::orang pemimpin utama dari pembei;ontakan ini, Ahmad Khatib, adalah menantu Kiai Asnawi; la tidak banya membawa serta putra Kiai Asnawi, Emed, memberontak, tetapi banyak pengikut·pengikut sang kiai juga. 94 Tarelr.at Naqsyabandiyah di Indonesia Salah satu putra Kiai Asnawi, K.H. Kozhim (lahir th. 1912) masih hidup dan mengajar tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Menes (dekat Labuan). Menurut pengakuan Kiai Kozhim, ayahnya hanya mempunyai satu orang khalifah dengan ijazah penuh, yaitu Kiai Ahmad Suhari di Cibeber Cilegon. Kiai Kozhim sendiri tidak pemah diberi ijazah oleh ayahnya; ia belakangan dilantik sebagai khalifah oleh Kiai Ahmad Suhari. Pada saat kini, Kiai Kozhim adalah guru tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang paling berpengaruh di Banten. 11 Tiga murid Kiai Asnawi lainnya juga pemah menjadi guru tarekat yang berpengaruh (walaupun menurut Kiai Kozhim mereka baru mendapat ijazah ula, atau dengan kata lain belum kbalilah sepenuhnya) adalah Kiai 'Abd Al-Lathif ibn 'Ali di Cibeber Cilegon, Kiai Falak di Bogor dan Kiai Abdul Halim. Mengenai yang terakhir saya tidak sempat mendapat informasi lebih lanjut; mungkin dialah Kiai Abdul Halim yang pada zaman revolusi menjabat dua tahun (1945-1947) sehagai bupati Pandeglang (Williams 1990, 307). Kiai Falak - nama lengkapnya adalah Kiai Haji Tubagus Muhammad Falak - berasal dari daerah Pandeglang dan telah menetap beberapa tahun di Makkah. Sekembali dari Tanah Sud ia mendirikan pesantren di Pagentongan, Bogor. 12 Pada dasawarsa 1960-an dan awal 1970-an, pesantren Al-Falak merupakan salah satu pusat tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah terbesar di pulau Jawa, namun sejak Kiai Falak wafat, di sini tarekat lambat laun mengalami kepunahan. Kiai 'Abd Al-Lathif semasa hidupnya mempunyai pengaruh luas di seluruh Ban ten. Kiai Ahmad Khatib, yang telah memainkan peranan penting dalam pemberontakan tahun 1926, dan pada zaman revolusi menjadi gubemur Ban.ten pertama dari pihak Republik, konon adalah salah seorang badal atau khalifah Kiai 'Abd Al-Lathif.13 Khalifah atau badal 'Abd Al-Lathif lainnya adalah Kiai Khalil Waniis di Menes dan Kiai Ahmad Jazuli di Karangmalang (Brebes, Jawa Tengah), sedangkan khalifahnya yang kemudian menjadi paling masyhur adalah Kiai Muslikh dari Mranggen di Jawa Tengah (lihat di bawah ini). Setelah Kiai 'Abd Al-Lathif wafat ia digantikan oleh putranya, Kiai Muhaimi di Cibeber. la membina tarekatnya di daerah seditarnya saja; badal-badal yang dilantiknya semua di daerah Serang, Cilegon dan Ciruas. Ia meninggal dunia sekitar tahun 1990 dan digantikan oleh putranya yang bemama Syafik. Wakil tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang paling dikenal hingga belum begitu lama berselang di Ban.ten adal.ah Ki Amin dari II. Kiai Kozhim diwawancarai di Menes, 25Januari 1993. 12. Kctcrangan yang tclah saya pcrolch tcntang riwayat hidup Kiai Falak saling hcrtcntangan. Mcnurut hchcrapa sumhcr, ia telah bcrguru langsung kcpada Syaikh 'Abd Al-Karim (misalnya, l'rasodjo dkk. 1974, l 5·16), tctapi mcnurut para infonnan saya di Bantcn ia mcmang mcncrima tarckat dari Kiai Amawi. 13. Dcmikian cucu Kiai 'Abd Al·Lathif, Kiai Syafik (diwawancarai 24Januari 1993). Bab VI. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah 95 Cibuntu, dekat Pandeglang (wafat menjelang akhir tahun 1988). Ia sangat masyhur karena kemampuannya menyembuhkan penyakit dan melakukan berbagai pekerjaan lain dengan memakai kekuatan gaib, dan rarnai dikunjungi orang baik dari daerah sekitarnya maupun dari tempat-tempat yang jauh untuk memohon pertolongannya. Ia adalah kemenakan dari Kiai Asnawi, dan belajar dasar-dasar tarekat mula-mula sekali dari pamannya, tetapi ia menganggap gurunya yang sebenarnya adalah ,.mpat orang syaikh yang lain. Ia mengaku telah belajar pada keempat syaikh tersebut di Makkah dan Baghdad. If Di daerah Cirebon, tatekat dikembangkan oleh Kiai Tolhah, yang masih khalifah langsung dari Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Selama Syaikh 'Abd Al-Karim masih hidup, Kiai Tolhab mengakuinya sebagai pucuk pimpinan tatekat, tetapi kemudian cabang tarekat yang berasal dari Kiai Tolhah berkembang tidak 1agi tergantung kepada daerah lain. Khalifah dari Kiai Tolhah Cirebon yang paling pe:nting adalah 'Abdallah Mubarak, belakangan dikenal sebagai Abah Sepuh. 'Abdallah melakukan baiat ulang dengan 'Abd Al-Karim Banten di Makkah, dan pada tahun 1905 mendirikan Pesantren Suryalaya di Pagerageung, dekat Tasikmalaya Oawa Barat). Di bawah pimpinan putranya dan penerusnya, Abah Anom (atau, lebih gagah, K.H.A. Shohibulwafa Tadjtil Arif'm), pesantren ini meitjadi terkenal secara nasional karena pengobatan yang dilakukan Abah Anom terhadap para korban narkotik, penderita gangguan kejiwaan dan macam-macam penyakit lainnya dengan mengamalkan zikir tarekatnya. Abah Anom ban.yak mendapatkan patronase dari para pejabat tinggi dan dari Golkar yang telah dimasukinya hampir sejak permulaan berdirinya organisasi tersebut. K:halifahnya ada di seluruh Jawa, di Singapura, Sumatera Timur, Kalimantan Barat, dan Lombok. Pada awal abad kedua ptiluh di daerah Cirebon terdapat cabang Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang lain di $amping cabang yang dipimpin oleh Kiai Tolhah. Pijper, yang menulis pada tahun 1934, menyebut Kiai Muhammad Isma'il dari Kratjak (Kracak), Desa Cipeu.jeuh, Sindanglaut, yang berpengaruh dan telah memperkenalkan tarekat ini di sana dua puluh lima tahun sebelumnya. Muhammad lsma'il telah berbaiat masuk tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah sewaktu ia bermukim di Makkah selama sepuluh tahun, diikuti selama ia bermukim 14. Mcrcka ini adalah Syaikh 'Umar Hamdan dan Syaikh 'Ali Nahari - keduanya dari Makkah - dan Syaikh 'Abd Al·Karim Al·Baghdadi dan Syafkb Al-Ba.qi Al·Baghdadi dari ibukota lrak (wawancara dcngan Ki Amin, +7·1984; ayaikh-syaikh yang ama dilcbut dalam ijazah yang dtDcrikan Ki A min kcpada miap orang yang bermalamJumat di Cibuntu dan menghadiri tawajjuh kccsokan paginya. 'Umar Hamdan Al-Mahrisi Al-Mamd adalah teotang guru yang masyhur di Makkah, yang mcmpunyai murid beberapa ulama Indonesia tet· kcmuka pada tahun 1930'6D. Nama·nama kctiga syaikh yang lain tidak aya tcmui pada sumbcr-sumbcr lalnnya. 96 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia lagi di Baghdad. 15 Dalalll tahun-tahun tigapuluhan, murid-murid yang belajar kepadanya tidak sedikit, berdatangan dari Banten, Priangan, Brebes, Tegal, Pekalongan, Purwakarta, dan bahkan ada juga yang dari Madura. Tiga kali setahun ia mengadakan pertemuan besar di pesantrennya. Pertemuan yang dihadiri ribuan orang itu diisi dengan acara zikir bersama dan para tamu dijamu makan-minum. Kiai ini tidak hanya di· litunjungi oleh mereka yang bermaksud belajar tarekat, tetapi juga, dan barangkali yang terutama, oleh mereka yang memohon kesembuhan dari penyakit yang diidapnya serta mereka yang ingin dapat kelancaran dalam usahanya. 16 Pusat penting lainnya adalah Pesantren Futuhiyyah di Mranggen, Semarang. Guru yang utama di sana adalah Kiai Muslikh (yang wafat baru-baru ini). la telah menulis beberapa risalah yang temyata dibaca secara luas, dan ia pun dihormati oleh syaikh·syaikh tarekat lainnya di Jawa, bahkan oleh mereka yang bukan muridnya. Kiai Muslikh mempunyai garis keguruan ganda dengan tarekat Qadiriyah wa Naqsyahandi· yah; dalam tulisan-tulisannya sendiri,1' ia lebih mengutamakan garis· nya yang· ke Banten. dari 'Abd Al-Karim melalui Kiai Asnawi Banten dan Kiai 'Abd Al·Lathif Al·Banteni. Tetapi, ia juga menyebut seorang guru dari daerahnya sendiri, Mbah Abdurrahman dari Menur (sebelah timur Mranggen), yang memperoleh ijazah dari Ibrahim Al-Barumbuni (dari Brombong, di daerah yang Sallla), yang juga merupakan seorang khalifah 'Abd Al-Karim. Kiai Muslih wafat pada tahun 1981, dan digantikan oleh putra-puttanya, Hakim dan Hanif, keduanya 4ari pesantren yang Gma.18 Hingga penghujung tahun 1970-an, Pesantren Darul Ulum di Rejoso Oombang) merupakan pusat tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandi· yah yang paling berwibawa di Jawa Timur (dengan pengaruh luas di Pulau Madura). Pendiri pesantren ini adalah Kiai Tamin asa1 Madura, dan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dipetkenalkan di sini oleh menantu laki-lakinya, Khalil (orang Madura juga), yang telah memper· oleh ijazah dari Ahmad Hasbullah di Makkah. Khalil memberikan jubah kepemimpinannya kepada putra K.iai Tamim, R.omly, yang pada giliran· nya digantikan oleh putranya Musta'in Romly. Kiai Musta'in telah cukup lama sedemikian berpengaruh, tetapi kemudian pengaruhnya 15. Karena adanya makam Syaikh Abd Al-Qadir Al-;Jailani. Baghdad mmjadl puat utama Qadiriyah. Beberapa khalifah Qadiriyah - Naqryabandiyah Indonesia tinggal beberapa lama di Baghdad dan belajar kepada .eorang mursyid di sana. Yang dipelajari hanya)ah tankat Qiidiriyah lllja, tidak dalam pbunpnnya deupn Naqsyabandiyah. 16. Pijper 1934, 118-9. Palla tahun 1930 Kiai Mtlbammad lsina'il telah menyelengpra.kan pesta dalam rangka sunatan dan perkawinan anak-anaknya, yang dlhadiri oleh 7.000 orang (ibid., 99). 1'7. Millalnya, dalam 'Umdat A.l·Salik fi Khair A.l·Mamlik, 141 ·9. 18. Sebuah ·biografi Kiai Mllilikh, ditulia oleh muridnya Nasucba Macbalie, muncul dalam BuUetin PIP Futuhiyyall, diterbitkan oleh pesantrennya · (15 terbitan perdana MilMI Oktober 1985). . Bab VI. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah 97 memudar karena keterlibatannya da1am suatu pertikaian politik. Se· bagian besar murid-muridnya mengalihkan baiat mereka kepada syaikhsyaikh lain di daerah yang sama. Konflik tersebut akan dibahas dalam bab yang lain kemudian. 1' Tarekat cabang "Madura" ini pun mempunyai anak cabang di Pulau Bawean, lepas pantai utaraJawa, yang pada tahun 1960-an empat buah desa, di bawah pinipinan seorang kiai, menganut tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Sebaliknya, kiai-kiai lain di pulau tersebut, dengan keras menentang tarekat ini. Kiai tarekat itu adalah seorang khalifah dari 0 Kiai U" di Surabaya (Vredenbregt 1968: 44). Yang dimaksud pastilah K.iai Usman Al-Ishaqi, khalifah utama Kiai Romly. Ritual ~diriyah wa Naqsyabandiyah Walaupun syaikh-syaikh tarekat ini mengaku mengamalkan kedua macam ritual, baik Naqsyabandiyah maupun Qadiriyah, tetapi ritual Qadiriyah jelas dominan. Zikir berjamaah yang biasanya dilakukan ba'da shalat subuh atau ba'da shalat maghrib, adalah zikir keras Qadiriyah, juga sama ketika membaca lu~limah tawhid, sebanyak sekian kali (biasanya 165 kali). Mereka tetap.dalam posisi duduk, tetapi pembacaan disertai dengan gerak kepala {dengan sentakan) ke arah kiri dan kanan bahu seraya mengucapkan "la" ketika ke kiri dan "ilia" ketika ke kanan. Mula-mula beberapa kali pengucapannya disengaja lambat dan mengalun, tetapi perlahan-lahan iramanya kian cepat, menjadi lebih menghentak·hentak, sampai kalimah-kalimah yang mereka ucapkan sulit dicerna. Akhimya berhenti tiba-tiba ketika intensitasnya sedang berada di puncak; sebagai penutup, semacam pendinginan, kalimah tauhid diulangi sekali atau dua kali perlahan dengan irama mengalun. 20 Zikir keras ini dapat diikuti, tetapi bukan merupakan keharusan, dengan zikir diam Naqsyabandiyah dzikr ism al-dzat. Beberapa guru secara teratur melakukan kedua zikir tersebut dalam satu pertemuan, sedangkan guru-guru lain tetap menjalankan hanya zikir Qadiriyah. Sebelum berzikir dilakukan rabithah lebih dulu; apabila kedua zikir, sebuah zikir Naqsyabandiyah dan sebuah zikir Qadiriyah dilaksanakan, setiap zikir didahului dengan rabithah. Pada dasamya, rabithah itu sebagaimana yang telah diuraikan dalam Bab V, namun pada beberapa cabang Qadiriyah wa Naqsyabandiyah tampaknya rabithah itu telah 19. Lihat Bab XII. 20. Mempercepat dan memperlambat bacaan ini merupakan bagian penting dari zikir sebagai· mana yang diajarkan Abah Anom dan kballfah-khalifahnya, tetapi pada cabang-cabang tarekat ini yang lain kurang menonjol atau malahan tidak ada. Percepatan dan perlambatan bacaan itu akan "memmtun mall\lk" walaupun tidak untuk mencapai kehilanga.n kontrol diri (seperti pada beberapa tarekat yang lebih "ekuatik"). Pada banyak cahang Jain, zikir itu' diucapkan setengah kcmu lllja, dengan tempo sedang. Yang jelas, zlkir lni tidalt dimaksudkan untuk menyembuhkan penyakit tetapi betul·betul banya sebagai bentuk ibadah. 98 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia dikurang-kurangi sehingga hanya berupa mengingat sang syaikh selama beberapa detik dan mengucapkan terima kasih kepadanya dalam hati, sedangkan cabang lain ada yang masih membayangkan sosok sang syaikh secara lengkap. 21 Frekuensi pelaksanaan zikir tersebut juga beragam: pada beberapa pesantren dilaksanakan dua kali sehari, di tempat lain hanya sekali seminggu. Di samping zikir bersama yang dilaksanakan harian atau mingguan ini, ada berbagai acara lain di mana para pengikut tarekat ini berkumpul bersama. Acara yang paling penting adalah manaqiban bulanan dan tahunan, yaitu peringatan mengenang wafatnya Syaikh 'Abd Al-Qadir Jilani. Konon, waliyullab ini wafat pada tanggal 11 Rabi' Al-Tsani: hari ini merupakan puncak perayaan, tetapi masih ada perayaan pada tanggal 11 tiap-tiap bulan yang lain. Sang mursyid dikunjungi oleh muridmuridnya, termasuk banyak dari mereka yang tinggal di tempat terlalu jauh untuk dapat hadir dalam zikir mingguan. 29 Dalam acara sebelasan ini, ada zikir berjamaah diikuti dengan bacaan Manaqib 'Abd Al-Qadir, cerita klasik mengenai kehidupan dan keajaiban perilaku sang waliyullah. 23 Dalam tarekat Qadiriyah. wa Naqsyabandiyah, tidak ada perayaan serupa untuk Baba' Al-Din Naqsyband, yang lagi-lagi me24 nunjukkan bahwa unsur Qadiriyah lebih dominan dalam tarekat ini. Perlu digarisbawahi, amalan membaca Manaqib 'Abd Al-Qadir, tidaklah terbatas pada pengikut tarekat ini. Syaikh •Abd Al-Qadir adalah waliyullah yang paling populer di Indonesia, penghormatan kepadanya jauh lebih meluas daripada tarekat yang ada kaitan dengan namanya.• 21. Demikianlah, di antaranya, para informan di pesantrcnnya Kiai Musta'in Romly di Rejoso, Jombang. Tetapi mungkin Baja mereka telah memberikan informasi yang tidak benar, demi mengbindari bertambahnya kritik kaum ortodok terhadap rabithah. 22. Di Bawean, mereka yang sanggup lazim pergi beramai·ramai kc Surabaya dan mengunjungi Syaikh Usman pada tangpl 11 bul.an (Vredenbregt 1968, 45-6). 23. Sejurolah manaqib yang berbeda tentang 'Abd Al-Qadir dipakai di Indonesia. Biasanya di· baca. da1am hahasa Arab, tetapi berhagai terjemahannya sudah ada. Lihat Drewes dan Poerbatjaraka 1938; van Bruine&sen 1987, hal. 49-50. 24. Sejak belum lama berselang, ternyata pembacaan manaqib Balla' Al-Din pun sudah dilakukan orang, dimulai olch sebuah cabang Naqsyabandiyah Khalidiyah di Jawa yang ruparupanya meniru praktik pemhacaan maflllqib 'Abd Al-Qadir yang telah begitu meluas. Manaqib ini, da1am bahasa Arab dan Jawa, berjudul Misykat Al-Mubtadin fi Tarjamah Manaqib Baha' Al-Din, dan ditulis pada ta.bun 1968 olch Kiai Maisur Juhi Al·Patta 'i (dari l'!ati). Saya temukan maflllqib ini dibacakan setiap minggU di maiOid·ma.i!iid di daerah Blltar, juga di antara orang·orang yang tidak mengikuti tarekat Naqsyabandiyah. BAB VII AWAL MASUKNY A TAllEKAT KHALIDIY AH DI NUSANTARA Syaikh lsma'il dari Simabur (Isma'il Al·Minangkabawi) Dengan kembalinya Syaikh Isma'il Minangkabawi dari Makkah pada permulaan tahun 1850·an, tarekat Naqsyabandiyah untuk pertama kalinya menjadi kekuatan sosial keagamaan di Nusantara. Isma'il berasal dari Simabur di Sumatera Barat, dan telah menjalani hampir seluruh paruh pertama abad kesembilan belas untuk belajar dan mengajar di Makka)t. Ia tidak hanya mendalami tasawuf tetapi juga segala bidang ilmu-ilmu keislaman. Karyanya yang paling terkenal, Kifayat Al·Ghulam (dalam bahasa Melayu). yang masih terus secara teratur dicetak ulang, merupakan kita1:i pelajaran sederhana mengenai pokok-pokok dasar akidah dan kewajiban-kewajiban menurut fiqih. 1 Ia memperoleh nama baik di antara para mukminin Indonesia di Makkah berkat keterpelajarannya. Di masa tinggalnya Snouck Hurgronje di Makkah (1884-5), ia masih dikenang orang di sana sebagai seorang tokoh pembangkang, "agak terpelajar dan sangat fanatik" (Snouck Hurgronje 1889, 355 ). Tidak serta merta jelas bagaimana kata "fanatik" di sini harus ditafsirkan, tetapi agaknya untuk mengacu kepada kekukuhan berpegang pada syari'at dan sikap anti-Kristen, yakni anti-Eropa dan khususnya anti-penjajahan. Abdullah memberikan informasi kepada kita bahwa sewaktu kemudian Isma'il tinggal di Riaulah kewajiban bagi perempuan untuk memakai cadar diperkenalkan. 2 Ini juga periode ketika penguasa Riau mati-matian berjuang untuk mempertahankan kemerdekaannya yang akan direnggut Belanda. Isma'il dibaiat masuk tarekat Naqsyabandiyah oleh khalifah dari Maulana Khalid di Makkah, •Abdallah Arzinjani, dan tak lama kemudian menjadi khalifah atas namanya sendiri - cepat sekali, jika pengakuan Abdullah benar bahwa salah seorang murid Isma'il meninggal pada tahun 1242/1826-7. Murid ini, Husain bin Ahmad Al-Dausari Al-Bashri, seorang Arab yang berasal dari Bashrah di Irak selatan, menulis sebuah risalah berisi ajaran-ajaran gurunya, yang merupakan l. Katyanya yang lain yang dicetak.,Muqara:nah, merupakan teks singkat berbahasa Melayu tentang shalat. Keduanya maslh dipakal di daerah-daerah Nusantara yang berhahasa Melayu. Dua risalah Naqsyabandiyah (tanpa judul?) olch lsma'il, yang rupa-rupanya tidak pernah dicetak, diterjel'."ahkan dalam bentuk ringkasan da1am Holle 1886; 69- 76. 2. ''Pada zaman itulah perempuan Riau diwajibkan memakai tutup kepala dan cadar" (Abdullah 1985a, 107). 99 l 00 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia salah satu sumber langsung yang langka mengenai Isma'il.3 Sedikit sekali dari murid-muridnya yang lain meninggalkan jejak tertulis atau bahkan dikenal namanya, tetapi mengingat kemasyhurannya, banyak - kalau bukan kebanyakan - orang Indonesia yang mengunjungi Makkah pastilah berguru kepadanya. Mungkin sekali dia adalah orang yang sama dengan Isma'il Al-Barusi, yang namanya tercantum dalam beberapa silsilah mendahului Sulaiman Al-Zuhdi (lihat Bab IV). Sebelum mengadakan perjalanan kembali ke Asia Tenggara, dapat dipastikan bahwa ia telah bertahun-tahun mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah-Khalidiyah di Makkah dan pada batas tertentu telah beroleh kemasyhuran. Tiba di Singapura, pelabuhan persinggahan pertama bagi jamaah haji yang kembali, ia diundang menjadi tamu Temenggung Ibrahim, petinggi pribumi di sana. Itulah pertemuan langsungnya yang pertama dengan kemajuan pesat penjajahan dan surutnya kekuatan politik Islam. Ketika Isma'il masih di Makkah, tahun 1824, lnggris dan Belanda telah mencapai kesepakatan membagi kerajaan Melayu-Bugis, Johor. Tanah semenanjung (daratan) dan Singapura untuk selanjutnya berada di bawah pengaruh kekuasaan Inggris, sementara wilayah kepulauan (Kepulauan Riau) menjadi keresidenan dalam lingkup Hindia Belanda. Riau diperintah oleh dinasti kembar, sultansultan Melayu dengan nraja-raja muda.. Bugis (Yang Dipertuan Muda). yang merupakan pemegang kekuasaan yang sebenamya. Terutama yang terakhir berupaya mengganti hilangnya kemerdekaan itu dengan mendukung pengetahuan dan budaya Islam dan dengan "usaha-usaha yang sadar ... untuk menarik guru-guru jempolan di dunia Islam 0 • 4 lsma'il menjadikan Singapura sebagai basis sementaranya dan mulai mengajarkan tarekat di sana, tetapi juga mengungkapkan keinginannya untuk mengunjungi Riau. Yang Dipertuan Muda, Raja Ali, mengirimkan perahunya sendiri untuk membawa sang syaikh ke pulau kecil Penyengat yang merupakan kediaman keluarga kerajaan juga. Raja Ali sendiri bersama semua kerabatnya menjadi murid Syaikh Isma'il dan semenjak itu mengamalkan zikir Naqsyabandiyah bersama-sama dua kali seminggu. Adik Raja Ali, Raja Abdullah, belakangan menjadi khalifah lsma'il di pulau tersebut. Syaikh Isma'il kembali ke Singapura tetapi beberapa kali mengadakan kunjungan ulang ke Riau; ia menikahi seorang putri bangsawan di sana, yang memberinya seorang putra. 5 Dari Singapura, Isma'il pun mengadakan kunjungan kerja ke arah 3. Husain b. Ahmad AH>ausari Al-Bashri, Al-Rakmat Al-Habitak fi Dzikr Ism Al-Dzat wa Al-Rabitkak. Diselesaikan oleh muridnya, Abu Bakr Al·Bashri. Dicetak bersama.-•ma denpn sebuah terjemahan &lam bahllllll Melayu, Makbh 1!106/1889; 1825/1907. Ringb•n iii dalam Abdullah 1988: 15&.171. 4. Vqinia Mathet0n & Barbara Watson Andaya, ''Penga.ntar" dala.m Raja Ali Haji ibn Ahmad, The Precious Gift (Tukfat Al·Nafls) (diterjema.bbn oleh Matheson dan Andaya). Kuala Lumpur, dll.: Oxford University Pren, 1982, haL 4. 5. Rl\ja Ali Haji, op. cit., 285-7. Bab VII. Awal Masuknya Tardat Khalidiyah di Nusantara 101 utara, pernah perjalanannya sampai ke Kesultanan Kedah. Pengaruhnya pun tertanam di sana; satu dari hanya dua naskah risalah yang ditulisnya, yang sebegitu jauh telah diulas, diperoleh di Pinang pada tahun 1880-an.6 Rupa-rupanya ia tidak pernah kembali ke kampung halaman· nya di Sumatera Barat, dan lebih suka menjauh dari daerah-daerah yang langsung berada di bawah pengawasan Belanda. Setelah beberapa tahun ia kembali ke Makkah, di mana ia menghabiskan sisa usianya. Selama tahun-tahun ia tinggal di Singapura, ajaran-ajarannya bukan tidak ada yang menentang. Seorang ulama Arab Hadramaut yang ketika itu juga tinggal di Singapura, Salim bin Samir, 7 mengkritik Isma'il dengan keras dan menulis sebuah karangan pendek yang di dalamnya ia mengemukakan bahwa tarekat sebagaimana yang diajarkan Isma'il berlawanan dengan Islam yang murni. Menurut seorang pole· mikus anti-Naqsyabandiyah yang belakangan, penentangan tersebutlah yang merupakan (salah satu) sebab kembalinya Isma'il ke Makkal1. 8 Tetapi, keberangkatan Syaikh Isma'il bukanlah berarti berakhirnya tarekat Naqsyabandiyah di Riau. Raja Ali sebagai Yang Dipertuan Muda digantikan oleh adiknya Raja Abdullah yang adalah khalifah Syaikh Isma'il. Ketika ia wafat pada tahun 1858, ia digantikan oleh Raja Muhammad Yusuf, yang kemudian mengunjungi Makkah dan berbaiat masuk tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah di tangan Syaikh Muhammad Shalih Al·Zawawi (yang kelak menjalani sebagian besar tahuntahun terakhir hayatnya di Riau). Abdullah dan Muhammad Yusuf merupakan orang-orang terakhir yang memangku kedudukan Yang Dipertuan Muda dan menjaga kemerdekaan politik dalam batas tertentu. Mereka menggabungkan kepemimpinan politik mereka dengan kepemimpinan tarekat, dan memimpin para bangsawan dalam pertemuan-pertemuan zikir dua kali seminggu di istana. Setelah Muhammad Yusuf wafat, jabatan tersebut dihapuskan oleh Belanda, dan Riau se- 6. Holle 1886, 67, 69·76. 7. Di Indonesia terkenal sebapi pengarang SafinahAl·Najak, sc:buah kitab tauhid dan fiqih sederham, yang dipakai 1CC11ra lulls. 8. Sayyid 'Usman bin 'Abdallah bin 'Aqil bin Yahya mengenang kembali polemik antiNaqsyabandiyah yang pertama di NUllllntara ini daliun ka.nu'lpnnya, Arti Tkariqat dengan Pentlek Bicaranya (Batavia., 1889), bal. 9: " ••• ada kira·klra jalan tip puluh tujuh tahun punya lama. telab datang dari negeri. Mebh •tu orang Minangka.bau berna.ma. Haji Isma. 'ii wnpai di Si.nga.pum telah mengajar abn omng-orang di Si.nga.pura masuk thariqat Naqsyabandiyah. Mab kebetula.n itu wa.ktu ada satu uJama besar telah datang dari t!Cgai Hadhrama.ut berna.ma. Syekh S:alim bin Samir. Mab Syekh Salim ini telah menebd dengan kasi i.nga.t kepa.da Hl\ii Isma'il yang tersebut bahwa pengajarannya itu telah melanggar agama.. Beserta 1agi itu Syekh Salim bikin •tu buku buat bsi tcrang abn kelllllahannya itu Hl\ii Isma'il punya ajaran begitu rupa. Dan itu Haji Isma.'il Ill.Ida balik kembali kc negeri Mebh dengan bawa uwang terlalu banyak admya." Kalimat terakhir, menpmi sejumlah besar uang yang dibawa Isma'il kc Makbh, tidak diragukan 1agi merupabn badia.h dari murid·muridnya, bertentangan dengan kCSllD kepplan yang ingin ditampilbn pmgarang. Mengcnai Sayyid 'Usman dm risalah anti·Naqsyabandiyahnya sendiri, lihat: Snouck Hurgron,je 1887a;von de Wall 1892. 102 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia penuhnya tergabung ke dalam Hindia-Belanda. Karena kehilangan payung pelindungnya di atas, tarekat ini nyaris lenyap dari kepulauan Riau. Tarekat Khalidiyah dijawa pada 1850-an dan 1860-an Lebih kurang bersamaan waktunya dengan kegiatan Syaikh Isma'il di Singapura, tarekat Naqsyabandiyah (mungkin sekali cabang Khalidi· yah) juga mulai menyebar diJawa Tengah danJawaBarat. Tetapi, data yang penis sangat sulit diperoleh. Van den Berg menulis pada tahun 1883 bahwa penguasa Yogyakarta masih ingat bahwa ..amalan Naq· syabandiyah yang sama telah pernah di-tabligh-kan pada tahun-tahun 1855, 1858, 1861 dan 1866, dan setiap ka1i menyebabkan keadaan tidak heres ..."' Juga di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tarekat Naq· syabandiyah menunjukkan kegiatannya mulai tahun 1850 dan seterus· nya, sebagaimana dilaporkan pada tahun 1885.1° Ini bukanlah cahang Naqsyabandiyah yang mula-mula yang didirikan oleh khalifah dari Syaikh 'Abdallah ibn 'Abd Al-Qahhar dari Banten, tetapi Khalidiyah. Menurut laporan, tarekat ini ada hubungan dengan Isma'il Minangkabawi.11 Tarekat Khalidiyah di Minangkabau pada 1860-an Satu-satunya daerah di mana tarekat Naqsyabandiyah-Khalidiyah tampaknya telah memperoleh tempat berpijak yang kokoh adalah Sumatera Barat. Tahun yang pasti saat awal kemunculannya tidak dapat ditentukan, tetapi kelihatannya di sini pengaruh Syaikh Isma'il khususnya begitu besar. Banyak orang Minang yang pergi ke Makkah dan pastilah di sana mereka berguru kepada orang 'alim yang berasal dari kalangan mereka sendiri. Syaikh Naqsyabandiyah pertama di Sumatera Barat sendiri yang namanya kita ketahui dengan pasti adalah Syaikh Jalal Al-Din Cangking, yang naik pamomya pada tahun 1860-an, dan kelihatannya merupakan orang yang luar biasa giat dan berhasil menarik pengikut. Pada tahun 1869, seorang residen Belanda berdasarkan pengamatannya memperkirakan bahwa seperdelapan dari keseluruhan penduduk dataran tinggi Sumatera Barat telah menjadi pengikut Naqsya· bandiyah. 12 9. Van den Berg 1883, 163. 10. Informasi dari para pejabat 111tcmpat, dilaporkan olch residen Bclanda ut¢Uk Priangan kepada Gubcrnur Jcndcral. Arsip Nasional, Jakarta: Mailrapport no. 642a. 11. Raiden yang sama, dallun .pucuk suratnya bclakangaq, mcnyc:but para pcnganut Naq· syabandiyab di Cianjur itu "pcngikut ajatan-ajatan Isma'it Minangkahau" (Algcmccn Rijks Arcbicf, Den Haag: MGS 12-4-1886, no. 58/c). Tetapi, hli dalam konteks pcmbicaraan mcngcnai scbuab risalah oleh Sayyid 'Usman yang mcnycrang tarekat Naqsyahandiyab dan khusumya Syaikh Isma'il, dan residen tcrsebut bolehjadi mempcroleh nama Isma'il cuma dari malah dan bukannya dari orat\g'"Orallg yang bersangkutan. 12. Vcrkcrk Pistorius 1869, tcrutama 450·1. Tarckat Naqsyabandiyah tampaknya belum hadir di Minangkahau sebclum 1850 (bdk. Sduicke I 921: 263). Bab VII. Awai Masuknya Tarekat Khalidiyah di Nusantara 103 Pada masa Syaikh Jalal Al-Din itulah persaingan Cangking dengan Ulakan, pusat utama kaum Syattariyah, mulai menyebabkan perpec'ah· an pada sebagian besar masyarakat Minang menjadi golongan konservatif yang memeluk "agama tnakan" dan pengikut "agama Cangking" ya.,g lebih cenderung "memurnikan,. agama. Pertikaian antara kedua pusat kewenangan keagamaan ini bukanlah hal yang sama sekali baru; kita ketahui pertikaian itu telah disebutkan dalam sebuah sumber prlbumi dari masa lebih awal. Kebanyakan kajian mengenai Sumatera Barat menyebut pertikaian ini, dan sudah menjadi biasa pula untuk menerima begitu saja bahwa pertikaian itu sejak awal merupakan pertikaian antara tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat Syattariyah, karena sikap·sikap keagamaan mereka yang berbeda. 13 Saya pikir, perkiraan semacam ini tidak beralasan; tidak ada tanda·tanda bahwa tarekat Naqsyahandiyah telah hadir di Minangkabau sebelum pertengahan abad kesembilan belas. Tetapi, kedatangannya dapat saja telah memperkuat persaingan yang telah ada sebelumnya. Tarekat Naqsyabandiyah, golongan haji-haji, dalam pertarungan ini mewakili pihak pembaru, yang menghantam amalan-amalan sinkretistik yang dihubungkan dengan tarekat saingannya. Pihak ini segera diambil alih para pembaru yang lebih radikal, yang mengecam amalan-amalan Naqsyabandiyah sebagai bid'ah pula, dan mendesak tarekat Naqsyabandiyah masuk sekubu dengan kaum "konseivatif".14 Peranan Para Haji Antara tahun 1850-an, ketika pertama kali diperkenalkan di Indonesia, dan tahun 1880-an, ketika ia mulai menarik perhatian Belanda, tarekat Naqsyabandiyah-Khalidiyah telah tumbuh dan berkembang dengan pesat ke banyak daerah di Nusantara. Begitu pula dengan tarekat Naqsyabandiyah-Mazhariyah, dan mungkin lebih kurang demikian juga dengan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Timbul pertanyaan: mengapa tarekat tumbuh begitu pesat, dan mengapa justru selama tahun-tahun tersebut? Apakah keadaan di Indonesia yang membuat orang merasa lebih tertarik kepada tarekat dibandingkan sebelumnya, ataukah telah terjadi perubahan tertentu dalam tarekat itu sendiri sehingga tiba-tiba menjadi lebih memikat? Mungkinkah karena tarekat menjadi lebih anti-penjajahan (sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa 13. Dcmikian Hamka 1982b, 11-12; Dobbin 1~83, 123-4. Keduanya menafsirkan pcrsaingan antara kelompok·kclompok ulama bcrpcngaruh pada abad kedelapan belas, disebutkan dallun teks Faqlh Shaghir yang tcrkcnal mcngcnai Pcrang l:'adri {de Hollander 1857), dalam rangka persaingan Naqsyabandiyab·Syattariyah, meskipun Faqlh Shaghir tidak menyebut nama·nama tarekat ini sama 111kali, tetapi hanya Cangking dan Ulakan. . Pcrtikitian ini paling hebat pada pcnghujung abad kcsembilan belas dan pcrmulaan abad kedua puluh {lihat Schricke 1921, 262·5). 14. Scranpn kaum ottodoks dan pcmharu tcrhadi\P tarckat Naqsyahandiyah, dan tanggapan pihak Naqsyabandiyab, akan dibahas dalam bah sclanjutnya. UM T11nluil.Naqsyabtmdfyali di lndoMlia pengarang) atauUh syaikh-syaikh tarekat ~ tahun 1880..an memang penuh kharism&? Semua ini mungkin ICbli benar, clan temuanya punya andil pada perkcmbangan tarckat Naqsyabandiyah di Indonesia yang dcmikian pcsat. Tctapi, ada satu faktor lain yang jauh ,l ebih penting di ataa segala-galanya: k.omunik.ui antara Indonesia clan Hijaz yang mcmbaik aecara dramatis. Syaikh-syaikh temacun Snlaiman Al-Zuhdi, Ahmad Khatib Sambas clan 1 Abd Al-Karim Banten tidak diragukan 1agi mcrupabn tokob-tokoh yang kuat, yuig k.harilmanya iblt mcnunjang kcpopulcran tarckatnya dan ikut mcmperkokob kaetiaan murid-muridnya. Tctapi, mcreb tidak akan memiliki pmgarub acdcmildan baar jib jumlah jamaab haji tidaJr. meningkat sccara drutia selama parub kcdua abad kaembilan bclu. Pa,emmn bpal uap dan pcmbukaan TC'1UUD Suez tclah mempermudah jamub haji: kapal-bpal yang lcbih baar dapat menyingahi Jiddah ICkarang, dan pajalanan mcmabn waktu kurang dari aebelumnya. Sckitar tahun 18~0, kira-k.ira dua ribu orang Indonesia secara reani tcrdaftar naik haji ICtiap tabunnya; aekitar 1880, konsulat Belanda di Jiddab mcmpcrbitnngkan rata-nta lebih dari mun ribu orang naik haji per tahunnya. u Banyak dari haji-haji ini (ratu1a11 atau aetidak-tidaknya lwinan dari mcreka yang datang sctiap tabunnya), 16 sepati di mua lampau, tingp1 di 'M akbh bebc:npa ~a untuk mcnuntut ilmu-ilmu keapmaan. Di antara ilmu yang mereka pelajari, tarekat (khusumya mckat Naqsyabandiyab dan tarckat Qadiriyah wa Naqayabandiyah) tcmwuk piliban yang bend& di pcringkat ataa. Barangkali untuk llCb.gian. lepCl'ti dikomc'lltari olch SnO\lck Hurgronjc denpn nada «mooh, karma banyak yang lcbih sub membaca wirid dan zikir daripada mengbji tcb·tcb yang aulit. Juga dapat ctiputikan babwa amalan-amalan tarckat yang bcnifat sufiltik clan yang 'Mhdiyyala cocok sekali denpn kccendcrungan spiritual banyak orang Indonesia. Dan nilai simbolik munknya ICICOl'Ull kc da1am tarckat janpn pula dipandang rmdab. Bagi orang Indonma yang mcmmaikannya. naik haji merupabn satu lagi ritu1 peralihui: atatu1 mcreka c1alam muyarakat berubah, dan masyarakat pun mcngharapk.Ul paut.han tingkah laku yang benrti dui mcrcka. Kedumya diungkapkan denpn berl>agai simbol yang menghubungbn mercka denpn Hijaz: mereka yang namanya bubo nama Arab akan mcnggantinya dengan nama khp Wam, banyak yang kcmudian mcmclihara jcngot, 1CD1uanya ak.an mempcragakan jubah dan surban "Arab" bcrwama putih. Di banyak tcmpat, para haji dan mei:eka yang berada di bawab pcnpruh m~ ak.an mengadakan pcrubahan bcil d.:lam amalan denpn menyesnaikannya dcnpn yang S.b VU. A.rual Manihy• TcrelaJ K"-'idi1.Ji di NvMfts.n di Hijaz (misalnya dalun penentuan akhir puua Ramadhan), dan balbal ini mcmbuat perbedaan besar dcnpn bum "tradilional.il''. Dan selama satu dua dckadc, tarckat, khUIUIDya tarckat Naqayabandiyah, juga mcnjadi sa1ah satu simbol hubunpn denpn Makbh pula. Tarckat tumbub 1Ubur di pcngbujung abad kcsembilan be1u, clan penumbuban itu mencolok sebli di Makk.ab. Hinga uua pembaru yang kcmudian bcrokh pcnguuh di Mallah, kcmgotun Naqayabandiyah, dcngan sccarik ijazab dari seonmg guru di Makkah, mcrupabn tanda kcidaman yang benar. t..gi pula. memuuki tuck.at dcnpn pcmyataan tobat secan. rcmri, sumpab 1etia (baiat) dan ibadah yang baru, mempcrkuat upck ritua pcra1ihan dari pergi haji. Tabcl 2 bcrlkut (dihitung dari statistik da1am Vredenbregt 1962) menunjukkan angk.a pcrtumbuhan dan jup. pcnyd>aran wilayah dari mcreka yuig mcnnnaikan ibaiWl baji. Saya menpmbil rata-rata dua pcriodc aepulub tabun, 1875-1884 dan 1905-1914. TAaEL 2. Pr.RTUMBUllAN DAN Pr.NYIBAllAN WILAYAH DAIU OllANG-OllANG YANG IOHUNAIKAN IBADAB llAJ1 wu.,u rMftb Vredcn~ vans· pap naik 1962, 9MM. Kq>eda aapa IJebdumnya buW ctita ...... b!.111 '-Ji tidal mclUd jalur ram!, mcnpindilr dui pejabat llldanda. 16. DcmlkiaD Snoucl Hwgroaje 1819, 559. llaca-ntapatlllnl• 117~ jawa Barat Jawa Teaph 't Timur (terlDUUk w.dun) 190&-14 &.051 4.814 YotrYU... 50 74 Solo Sclaruh J ... 5.675 9.969 242 815 128 Lampung Palcmbuic Jambi Sumataa Sdatan Swnatcra Timur 555 l.lH 126 512 155 Aceh lliau BanPa m Belinmc llilu i' BqkaJBelibans Kalimantan Barat ltallmmtan Taicpra Sulawai MahaJw Kepulawm Sunda Kedl Total U. Menurut 105 87 146 6! 255 148 580 155 606 SOI 814 175 458 5.958 U.590 B.pn-bagian Nusantara yang mcngirim calon jamaah haji daJarn jumlah ..,aling bcsar adalah Jawa Baral (suku Sunda), Jawa Tcngah dan 106 Tarekat Naqsyabandi<yah di Indonesia Timur (suku Jawa dan ~adura), Sumatera Barat (terutama suku Minangkabau) dan Kalimantan Tenggara (suku Banjar). lni pun, tidak mengherankan tentunya. merupakan daerah-daerah tempat tarekat Naqsyabandiyah menunjukkan pertumbuhan paling luar biasa - dengan pengecualian daerah yang disebut paling akhir. Sumatera Barat disebut di atas sebagai daerah yang paling padat pengikut Naqsyabandiyahnya; samber-sumber Bdanda dari masa yang sama sering menyebut kegiatan Naqsyabandi Jawa Barat dan sepanjang pantai utara Jawa Tengab. Banyak haji yang pulang melalui Singapura, dan tidaklab mengherankan kalau di sana pun tarekat Naqsyabandiyah berkembang pesat. Pada tahun 1889, konsul Belanda melaporkan bahwa dalam waktu yang singkat jumlab pengikut Naqsyabandiyah tdah mdonjak menjadi 500 orang; kebanyakan adalah orang-orang Jawa yang tinggal di Singapura.17 Perkembangan diJawa pada 1880..an Sumber-sumber Belanda menyebut seseorang bernama 'Abd AlQadir Semarang (di pantai utara), yang telah diangkat oleh Sulaiman AlZuhdi menjadi seorang khalifah pada tahun 1878-9, dan dengan cepat sekali berhasil menarik pengikut dalam jumlah besar di daerah asalnya terutama dari kalangan bawah. Menjdang tahun 1883 ia mempunyai dua puluh dela.pan wakil di berbagai tempat di pantai utara. Ia juga mengirim utusan ke lingkungan kraton di. Yogyakarta, dan utusan tersebut nyaris langsung diusir oleh kalangan ningrat dengan dukungan 'belanda. Tarekat Naqsyabandiyah dicurigai sekali di .sana karena khutbah-khutbah dan ceramah-ceramah para juru dakwah tarekat dari masa sebelumnya, pada tahun 1850-an dan 1860-an, telah memperoleh sambutan luas di antara orang-orang lniskin dan dilaporkan mengarah kepada kekacauan. 111 Tumbuhnya dengan pesat pengikut 'Abd AlQadir (dan barangkali karena pengaduan para priyayi Yogyakarta) sangat mengkhawatirkan Belanda sehlngga mereka menangkap sang syaikh dan membuangnya ke salah satu pulau di seberang. 19 Tetapi tak seorang pun di pantai utara Jawa yang ingat bahwa 17. Algemeen Rijks Archicf, Den Haag: Consulaat Singapore, no. 4S, fol. S55-S7S Oaarverslag 1888, d.d. Sl-5·1889); dan MR 1889/866 Surat laporan resini dari konsuljenderal Bdanda di Sinppura, d.d. 6-12-1889). Laporan yang bc]abngan itu menyatakan bahwa sctdah pejabat·pejabat lnggrlt yang berwmang melakukan penyclidiksn terhadap tarekat Naqsyabandiyah, jumlah pengikut tarekat ini menUNn tajam hingga SO, tampaknya takut ditindak oleh yang berwenang. 18. Van den Berg, 162·!. Yogyakarta merupakan salah satu dari dua pusat budaya kraton Jawa, dengan hirarki status yang ketat dan sistem kepercayaan yang sangat sinkretik; keduanya dapat mengundang llerllllgan verbal darl tokoh Naqsyabandiyah kita yang dapat menjelaskan 1-bagai TCaksi akibat dakwah mereka di antara penduduk. Tidak lama setelah pengusiran sebagaimana yang dilaporkan, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah mem· pcroleh. ternpat berpijak di daerah Yogyakarta ketika seorang khalifah Abd Al·Karim Banten, Kiai Kuan Tapsir, bereokol di Dea Krapyak Lor tidak jauh darl kota (lihat Bab VI). 19. Van den Berg 1886, 518-555,khulllllnya 554. Bab VII. Awai Ma.sulnya Tarekat Khalidiyah di Nusantara 107 pernah ada seorang syaikh be:rpengaruh dengan nama itu, dan kelihatannya •Abd Al-Qadir yang disebut dalam sumber-sumber Belanda tidak lain dari Muhammad Hadi (atau lengkapnya Muhammad 'Abd Al-Hadi) dari Girikusumo (dek.at Semarang), yang hingga kini namanya tetap terkenal. Muhammad Hadi mengangkat banyak khalifah, di antaranya putranya sendiri, Mansur, yang kcmudian menjadi yang paling berpengaruh. Mansur belajar fiqih di Pesantren jamsaren dekat Surakarta (pesantren yang disponsori kraton). Kredibilitamya sebagai seorang lulusan Pesantren Jamsaren memberi tempat bagi tarekat untuk berpangkalan di sana. Mansur mendirikan pesantrennya sendiri dekat Solo, tempat ia mengajarkan tarekat kepada ribuan orang dan mengangkat beberapa khalifah yang penting. Keturunan spritual Muhammad Hadi membentuk jaringan ke seantero Jawa Tengah; jumlah keseluruhan muridnya pastilah Jebih dari seratus ribu. 20 Jaringan serupa mengembang pula dari daerah Banyumas, jawa Tengah. Di sana Muhammad Dyas dari Sokaraja adalah juru dakwahnya yang utama. Dan di seluruh Jawa terdapat beberapa jaringan yang lebih terlokalisasi (lihat Bab XII). Di antara orang-orang Sunda di Jawa Barat, tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah pun berkembang pesat, khususnya di Kabupaten Bogor dan Cianjur yang disebutkan sebelum ini.Jumlah pengikutnya tampaknya tdah membengkak luar biasa di sini setelah letusan Gunung Krakatau yang mengejutkan itu pada tahun 1883, yang menimbulkan harapan-harapan akhir zaman di seluruh Jawa Barat. Terus ke timur, di Pulau Madura, tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyahlah yang, dari tahun 1890-an, meraih banyak pengikut. Ini berkat peranan khalifahnya Muhammad Shalih Al-Zawawi, 'Abd Al-' Azim Al-Manduri, yang di Makkah telah membaiat orang-orang sedaerah asalnya dan mengangkat beberapa khalifah di Pulau Madura tersebut. Perkembangan di Sumatera pada 1880-an Snouck Hurgronje melihat bahwa semua orang Sumatera yang bermukim di Makkah pada tahun 18.80-an temyata menjadi pengikut tarekat, apakah itu Naqsyabandiyah ataupun Qadiriyah (yang terakhir ini maksudnya adalah tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyahnya •Abd Al-Karim Banten).21 Penyebaran Naqsyabandiyah yang pesat di antara orang-orang Minang di Sumatera Barat pada tahun 1860-an ada hubungannya dengan hal di atas. Pertumbuhan itu terus berlangsung di masa Sulaiman Al-Zuhdi dan putranya, 'Ali Ridha, yang keduanya mem20. Wawancara dengan para kcturunan dan khalifah di Girikusumo, Rembang, Kudus, dan Popongan (Solo), 1986-1987. Jaringan yang ada sekarang ini akan dipaparkan sccara lebih rinci dalam Bab XII. 21. Snouck Hurgronjc 1889. Scperti telah dip;butksn, di Minangkabau sendiri tarekat Syatta· riyah sangat bctpengaruh, mula·mula lebih bcrpengaruh ketimbang tarekst Naqsyabandiyah. Tetapi, sepertl dikemukakan Schrieke (1919: 264), hal ini tidak teccnnin di Makkah, sebab pada umumnya orang-orang Syattariyah tidak pergi haji. 108 Tarekat N11qsy11bcmdiy11h di Indonesia punyai tidak sedikit khali.fah di daerah ini. 22 Tetapi, khalifahnya Sulaiman yang paling menonjol di Sumatera bukanlah seorang Minangkabau melainkan seorang Melayu dari pantai timur, 'Abd Al-Wahhab Rokan. Syaikh 'Abd Al-Wahhab pastilah merupakan salah seorang tokoh Naqsyabandiyah yang paling produktif di antara para penulis Naqsyabandiyah yang pemah ada; ia hidup hampir seabad (atau malah 115 tahun menurut cerita dari pihak keluarga keturunannya), menikahi sekurangkurangnya dua puluh tujuh istri, mempunyai keturunan empat puluh tiga anak, dan mengangkat seratus dua puluh khalifah, terbanyak di Sumatera tetapi ada juga delapan orang di Semenanjung Malaya. 23 Salah seorang dari khalifah ini adalah pangeran Langkat (dekat Medan), dan dalam batas wilayah kekuasaan pangeran inilah sang syaikh membangun pesantrennya beserta sebuah desa yang penduduknya adalah para pengikutnya, yaitu Babussalam (atau dalam pengucapan setempat, Pesilam). Tempat ini tetap merupakan salah satu pusat utama tarekat Naqsyabandiyah Indonesia, dan barangkali yang terbesar. Bab Vil. Awai Masuknya Tarekat Khalidiyah di Nuscmtara 109 sekaligus gampang menarik orang-orang dari lapisan yang lebih bawah lagi. Keikutsertaan kalangan elit berhasil melindungi kegiatan-kegiatan tarekat tersebut dari pandangan Belanda, sebab Belanda sangat bersandar pada informasi yang diterimanya dari elit ini. 26 Keikutsertaan elit ini pun berhasil mencegah tarekat Naqsyabandiyah berkembang menjadi kekuatan antikolonial sebagaimana terjadi satu-dua di bagian dunia yang lain. Satu-satunya syaikh Naqsyabandiyah yang dilaporkan mencari pendengar dari kelas bawah adalah tokoh yang disebut sebagai '"Abd Al-Qadir.. dari Semarang (Muhammad Hadi Girikusumo), yang karimya berhasil dipatahkan oleh Belanda. Ketika tarekat terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam pemberontakan-pemberontakan rakyat terhadap rejim penjajah dan elit pribumi pada penghujung abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh, maka ini selalu tarekat yang lain, seperti tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, tarekat Sammaniyah, atau bahkan tarekat Syattariyah.n • Tarekat Naqsyabandiyah dan Elit Tradisional Pangeran Langkat bukanlah satu·satunya penguasa pribumi yang bergabung dengan tarekat Naqsyabandiyah. Sultan Deli (di daerah yang sama dekat Medan) adalah juga seorang murid walaupun bukan seorang khalifah. Sultan Pontianak (Kalimantan Barat) dan Yang Dipertuan Muda Riau adalah murid Muhammad Shalih Al-Zawawi, dan putra guru ipi, 'Abdallah Al-Zawawi, mengajari sultan Kutai di Kalimantan Timur. Di tempat lain pun para juru dakwah Naqsyabandiyah menunjukkan kelebihan yang tidak terbantah dalam menarik pengikut dari kalangan elit. Syaikh di Minangkabau, Tuanku Syaikh Lebuh, menikah dengan seorang putri dari keluarga raja Minangkabau dan memperoleh banyak pengikut di antara para bangsawan.24 Di Cianjur Oawa Barat), hampir seluruh kaum menaknya bergabung dengan Naqsyabanidiyah. 25 Di tempat lain di Jawa, guru-gllru Naqsyabandiyah mengikuti kebijaksanaan yang sama demi menghindar dari masalah dengan 'Belanda: mula-mula menarik masuk sebanyak mungkin elit tradisional dan elit baru yang terdiri atas para pegawai pemerintah, sekalian bersama istri-istri mereka (!) dan kerabat lainnya. Sekali mereka ini telah ikut bergabung, tarekat pun dapat melakukan kegiatannya dengan aman 22. Schricke 1921, 263-72;Kraus 1984, 80-91 ;dan Bab X di bawah. 23. H.A. Fuad Said, Syekh Abdul Wahab, Tu.an Guru Babussalam. Medan: Pus~ka Babussalam, 1983 (1960]. Nama-nama lsteri dan anak (yang teringat) haL 170-2; nama-nama khalifah hal. 134-9. Pengamng adalah sa1ah seorang dari 207 cucu syaikh tenebut. 24. Schrieke 1921, 267n. Contoh lain syaikh-syaikh Naqsyabandiyah yang menghubungkan qengan dit traditional Sumatera Barat dalam: Kraus 1984, 92·7. 25. seorang guIU Naqsyabandiyah di sana, Raden Haji Abdulsalam, pun termasuk golongan ningrat. Para pengikut tmnasuk bupati (jabatan tertinggi bagi pribumi) dan penghulu kepala (pejabat agama Islam yang diangkat Belanda). Kartodirdjo, 1966, 161 ·2. 26. Menumt laporan dua orang intelijen Belanda dari sebuah kabupaten di Jawa yang tidak disebutkan namanya, ditulls pada tahun 1871, dikutip dalam: N.D. SchuurlllallS, "De Tariqah Naqsjihendijjah op Java", Nederlandsch Zmdingstijdschrift 2 (1890), 265-277. 27. Tarekat Qii,diriyah wa Naqsyabandiyah secara tidak langsung terlibat dalam pemberontakan-pemberonttak.an petani di Banten (18811) dan Sidoar<Uo (1903) dan dalam pemberontakan 1tnti-B&li di Lombok (1891-4; libat Bab XVI); wekat Syattariyah dalam pemberontakan antiPl\iak di Minangkabau pada tahun 1908 (lihat Young 198!); larekat Sammaniyah dalam pemberontakan awal anti·Belanda di Palembang. Mengenai atu-dua pemberontakan ini dan pemberontakan lain, lihat Bruineuen 1988. Bab VI. Tarekat Qpdiriyah wa Naqryabandiyah BAB VID PASANG SUR.UT TAREK.AT NAQSYABANDIYAH: REAKSI DAN PERLAWANAN, KEJATUHAN DAN KEBANGKITAN Polemik. Anti·Naqsyabandiyah dan Pembelaan Diri Kaum Naqsyabandiyah Tarekat Naqsyabandiyah yang menyebar ke Nusantara dari pusatnya di Makkah dalam batas tertentu boleh dipandang sebagai suatu gerakan pembaruan keagamaan. Tarekat Khalidiyah dan khususnya Mazhariyah sebagai yang diajarkan oleh keluarga Al·Zawawi lebih syari'ah-mindedketimbangtarekat yang hadir di Indonesia paling awal, dan menentang ajaran wahdat al-wujud, 1 yang antara lain dianut o1eh tarekat-tarekat yang populer seperti tarekat Syattariyah dan tarekat Khalwatiyah, dan merupakan ajaran yang di Indonesia dengan mudah berasimilasi dengan kepercayaan-kepercayaan mistik yang bersifat monistis dari masa sebelum Islam. Untuk Sumatera Ba.rat, aspek pembaruan ini paling nyata buktinya, di mana tarekat Naqsyabandiyah berada dalam konffik terbuka dengan tarekat Syattariyah dan aspekaspek tertentu dari adat. Bukti adanya konflik. semacam itu kurang sekali di Jawa, tetapi di sana pun jelas bahwa perkembangan tarekat ctisertai dengan j.etaatan yang lebih ketat kepa4a kewajiban-kewajiban pokok, yang diamati oleh Belanda sebagai semakin banyaknya orang pergi ke masjid, dan disebut "fanatik.*'. Tetapi, dengan pergantian abad, kaum pembaru yang lebih radikal beroleh pengaruh di Makkah dan itu pun berakibat di Indonesia, Naqsyabandiyah sendiri menjadi sasaran kritik kaum pembaru. Kritik yang mula-mula sekali, seperti yang dilancarkan oleh Salim ibn Samir dan Sayyid Usman, tidaklah menyerang tarekat sebagai tarekat tetapi mencemoohkan syaikh-syaikh yang berpengaruh itu sebagai "guru-guru gadungan". Tulisan selebaran Salim ibn Samir pada tahun 1852 merupakan tuduhan kepada pribadi lsma'il Minangkabawi, sedangkan Sayyid Usman mengarahkan kemarahannya kepada guru Naqsyabandiyah yang 1. Wartawan dan pcnprang modcmis &1111 Minangbbau, Joesocf Sou'yb, telah bcrulangkali bcrutaha mcnditlrnditb:n tarcbt Naq1yabandiyah dcnpn mcnuduh bahwa tarekat ini mmycbarluukan doktrin walldat al-wuftul (Sou'yb 1976, 1988). la menyimpulkan demikian dari satu-dul kudpan dari sumbcr-mmber lama dalam Balljah Al-Saniyyall·nya AlKhani. Hingga abad kct:ujuh bclas, scmua Naqsyabandiyah (scperti kebanyakan sufi-sufi lain) mcnpnut pahiun wahdat al-wujud, dan bahkan paham itu dcwasa ini mcmpunyai pcnganut' di antara kaum Naqsyabandiyah yang lcbih ma.ju. Tetapi, scpcngctahuan saya, IClama abad yang lampau, tidak ada guru Naqsyabandiyah.di Indonesia yang mengajarkan dokttin ini; kebanyakan aktif mencntangnya. 110 97 memudar karena keterlibatannya dalam suatu pertikaian politik. Sebagian besar murid-muridnya mengalihkan baiat mereka kepada syaikhsyaikh lain di daerah yang sama. Konflik. tersebut akan dibahas dalam bah yang lain kemudian. 19 Tarekat cabang ,,Madura" ini pun mempunyai anak cabang di Pula.u Bawean, lepas pantai utaraJawa, yang pada tahun 1960-an empat buah desa, di bawah pimpinan seorang kiai, menganut tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Sebaliknya, kiai-kiai lain di pulau tersebut, dengan keras menentang tarekat ini. Kiai tarekat itu adalah seorang khalifah dari "Kiai U" di Surabaya (Vredenbregt 1968: 44). Yang dimaksud pastilah Kiai Usman Al-Ishaqi, khalifah utama Kiai Romly. Ritual ~diriyah wa Naqsyabandiyah Walaupun syaikh-syaikh tarekat ini mengaku mengamalkan kedua macam ritual, baik Naqsyabandiyah maupun Qadiriyah, tetapi ritual Qadiriyah jelas dominan. Zik.ir berjamaah yang biasanya dilakukan ba'da shalat subuh atau ba'da shalat maghrib, adalah zikir keras Qadiriyah, juga sama ketika membaca k~limah tawhid, sebanyak sekian kali (biasanya 165 kali). Mereka tetap. dalam posisi duduk, tetapi pembacaan disertai dengan gerak kepala (dengan sentakan) ke a.rah kiri dan kanan bahu seraya mengucapkan ''la" ketika ke kiri dan "ilia" ketika ke kanan. Mula-mula beberapa kali pengucapannya disengaja lambat dan mengalun, tetapi perlahan-lahan iramanya kian cepat, menjadi lebih menghentak-hentak, sampai kalimah-kalimah yang mereka ucapkan sulit dicema. Akhirnya berhenti tiba-tiba ketika intensitasnya sedang berada di puncak; sebagai penutup, semacam pendinginan, kalimah tauhid diulangi sekali atau dua kali perlahan dengan irama mengalun. 30 Zikir keras ini dapat diikuti, tetapi bukan merupakan keharusan, dengan zik.ir diam Naqsyabandiyah dzikr ism al-dzat. Beberapa guru secara teratur melakukan kedua zik.ir tersebut dalam satu pertemuan, sedangkan guru-guru lain tetap menjalankan hanya zikir Qadiriyah. Sebelum benik.ir dilakukan rabitho.h lebih dulu; apabila kedua zik.ir, sebuah zikir Naqsyabandiyah dan sebuah zik.ir Qadiriyah dilaksanakan, setiap zik.ir didahului dengan rabitho.h. Pada dasarnya, rabithah itu sebagaimana yang telah diuraikan dalam Bab V, namun pada beberapa cabang Qadiriyah wa Naqsyabandiyah tampaknya rabithah itu telah 19. Lihat Bab XII. 20. Mcmpm:cpat dan memperlambat bac:aan ini merupakan bagian pcnting dari zikir scbagai· mana yang diajarkan Abah Anom dan khalifah-khalifahnya, tetapi pada cabang-cabang tarckat ini yang lain kurang mcnonjol atau ma.lahan tidak ada. Perccpatan dan pcrlambatan baca:an itu akan "menuntun masuk" walallpun tidak untuk mcncapai kchilangan kontrol diri (scpcrti pada bcberapa tarekat yang lebih "ekstatik"). Pada banyak cabang lain, zlkir itu diucapkan sctcngah keras sa.ja, dcngan tempo scdang. Vang jelas, zikir ini tidai dimaksudkan untuk menyembuhkan pcnyakit tctapi bctul·betUl hanya scbagai bcntuk ibadah. 98 Tarehat Naqsyabandiyah di Indonesia dikurang-kurangi sehingga hanya berupa mengingat sang syaikh selama beberapa detik dan mengucapkan terima kasih kepadanya dalam hati, sedangkan cabang lain ada yang masih membayangkan sosok sang syaikh secara lengkap. 21 Frekuensi pelaksanaan zikir tersebut juga beragam: pada beberapa pesantren dilaksanakan dua kali sehari, di tempat lain hanya sekali seminggu. Di samping zikir bersama yang dilaksanakan harian atau mingguan ini, ada berbagai acara lain di mana para pengikut tarekat ini berkumpul bersama. Acara yang paling penting adalah manaqiban bulanan dan tahunan, yaitu peringatan mengenang wafatnya Syaikh 'Abd Al-Qadir Jilani. Konon, waliyullah ini wafat pada tanggal 11 Rabi' Al-Tsani: hari ini merupakan puncak perayaan, tetapi masih ada perayaan pada tanggal 11 tiap-tiap bulan yang lain. Sang mursyid dikunjungi oleh muridmurldnya, termasuk banyak dari mereka yang tinggal di tempat terlalu jauh untuk dapat hadir dalam zikir mingguan. 22 Dalam acara sebelasan ini, ada zikir berjamaah diikuti dengan bacaan Manaqib 'Abd Al-Qadir, cerita klasik mengenai kehidupan dan keajaiban perilaku sang waliyullah. 23 Dalam tarekat Qadiriyah. wa Naqsyabandiyah, tidak ada perayaan serupa untuk Baha' Al-Din Naqsyband, yang lagi-lagi menunjukkan bahwa unsur Qadiriyah lebih dominan dalam tarekat ini. 24 Perlu digarisbawahi, amalan membaca Manaqib 'Abd Al-Qadir, tidaklah terbatas pada pengikut tarekat ini. Syaikh 'Abd Al-Qadir adalah waliyullah yang paling populer di Indonesia, penghormatan kepadanya jauh lebih meluas daripada tarekat yang ada kaitan dengan namanya. • 21. Demikianla.h, di antaranya, para informan di pesantrennya Kiai Musta'in Romly di Rejoso, Jombang. Tetapi mungkin saja mereka telah memberikan informasi yang tidak bena.r, demi menghindari hertambahnya kritik kaum ortodok terhadap rabithah. 22. Di Bawean, mereka yang sanggup lazim pergi beramai·ramai ke Surabaya dan mengunjungi Syaikh Usman pada tanggal 11 bulan (Vredenbregt 1968, 45·6). 23. Sejumlah manaqib yang berbeda tentang 'Abd Al·Qadir dipakai di Indonesia. Biasanya di· baca dalam bahasa Arab, tetapi berbapi terjemahannya sudab ada. Lihat Drewes dan Poer· batjaraka 1988; van Bruineuen 1987, hal. 49-50. 24. Sejak belum lama berselang, temyata pembacaan manaqib Baba' Al·Din pun sudah dilaku· kan orang, dimulai oleh sebuah c::abang Naqsyabandiyah Khalidiyah di Jawa yang rupa· rupanya meniru praktik pembacaan manaqib •Abd Al-Qadir yang telah begitu meluas. Manaqib ini, dalam bahasa Arab dan Jawa, berjudul Mis'ykat Al-Mubtadin fi Tarjamah Manaqib Baha' Al·Din. dan ditulis pada tahun 1968 oleh Kiai Malsur Jufri Al·Patta'i (dari Pati). Saya temukan manaqib ini dihacakan setiap minggu di masjid-masjid di daerah Blitar, juga di antara orang-orang yang tidak mengikuti tarekat Naqsyabandiyah. Bab VIII. Pasang-Surut Tarehat Naqsyabandiyah 111 berpengaruh masa itu di Makkah, Sulaiman Al-Zuhdi. 2 Dalam sebuah selebaran kemudian, sayyid tersebut menekankan bahwa kritiknya tidaklah ditujukan kepada tasawuf dan tarekat sebagaimana adanya, tetapi terhadap apa yang dilihatnya sebagai kemerosotan mereka pada masa modem, terhadap guru-guru yang, terlepas dari ketamakan semata, mengklaim memiliki kekuatan spiritual yang tiada mereka punyai dan memperdayai murid-muridnya yang memang gampang tertipu. Kaum pembaru melangkah lebih jauh lagi; mereka mengutuk ajaran-ajaran dan amalan-amalan yang utama dari tarekat Naqsyabandiyah sehagai bid'ah dan syirk. Serangan utama datang dari Ahmad Khatib (1852-1915), seorang ulama Minangkabau yang mukim di Makkah, yang terutama sekali dikenal karena kritiknya yang dahsyat terhadap adat matrilineal sukunya sendiri. Dalam tahun 1906-1908, ia menulis tiga risalah berisi tentangan terhadap tarekat Naqsyabandi· yah, yang menjadi bahan sumber bagi semua polemik anti-Naqsyabandiyah setelah itu. Judul-judulnya sendiri sudah menunjukkan dalam nada apa ia menulis: "Membongkar kepalsuan para penipu yang berkedok kebenaran", .,Bukti-bukti nyata untuk orang-orang saleh demi membasmi ketakhayulan orang-orang fanatik tertentu", "Pedang penebas yang memberantas ucapan-ucapan orang-orang tertentu yang berlaku congkak ". 3 Ia mengemukakan bahwa adanya pendapat mengenai suatu ajaran khusus yang diturunkan Nabi kepada Abu Bakar, dan terns turun-temurun melewati rantai keguruan tarekat, adalah sangat tidak dapat dipercaya, sebab hal yang demikian itu tidak disebut-sebut dalam sumber·sumber lain kecuali dalam kitab-kitab Naqsyabandiyah sendiri. Kemudian ia membahas berbagai amalan Naqsyabandiyah: dzikir latha'if. suluk (khalwat), khatm-i khwajagan, dan rabithah bi al-syaikh, dan aturan tidak boleh makan daging (selama masa latihan spiritual yang berat). Baginya cukuplah bahwa semua ini telah diperkenalkan oleh para sufi dari zaman yang kemudian, dan oleh karena itu 2. Mengcnai Sayyid Usman dan risalah anti·Naqsyabandiyahnya, lihat Snouck Hurgronje l 887a; von de Wall 1893. Snouck meringkas risalah Al·NasihahAl·Aniqa li Al-Mutalabbisin bin Al·Thariqah, yang juga merupakan sumber informasi Holle yang utama; von de Wall meringkas risalah yang belakangan, Arti Tarekat dengan Pendek Bicaranya, yang tampak· nya sebagian besar jika tidak seluruhnya serupa dengan yang sebelumnya (saya hanya dapat memperoleh kopi cetakn dari yang kedua, bukan risalah yang pertama; naskah AlNasihah, pemah dimiliki Holle, ada di Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor ML 275). !J. Jzhhar zaqhl al-kadzibin fi tasyabbuhihim bi al-shadiqin; Al-ayat al-bayyinat Ii al-munsifin fl izalah khurafat ba'dh al-muta 'assibin;Al-saif al-battar fitnahq lialimat ba 'dhahl al-iqhtirar (ketiganya da1am bahasa Melayu). Dicetak bersama·sama, Kairo, 1326/1908; beberapa kali cetak ulang. Dibahas dalam Sebrieke, 1921: 268·70 dan Shellabear, 1930. Yang pertama dari risalah·risalab ini diterbitkan kembali (dalam bahasa Indonesia modem) paling akhir tahun 1978 dalam A. Mm. Arief (ed.), Fatwa tentang: Tharikat Naqsyabandi'yah. Medan: lslamiyah (ceta.kan keempat). 112 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia tidak ada dasamya pada apa yang diamalkan oleh Nabi dan para Sahabat. Menurut pendapatnya, menambahkan ibadah-ibadah yang demikian atas kemauan sendiri akan bennuara pada pengingkaran perintah Dahi dan karenanya merupakan bentuk bid'ah yang amat tercela. Serangan-serangan Ahmad Khatib serta merta dijawab dengan risalah-risalah yang apologetik oleh syaikh-syaikh Naqsyabandiyah Minangkabau: Muhammad Sa'd ibn Tanta' dari Mungka dan murid Ahmad Khatib sendiri, Khatib 'Ali (Muhammad 'Ali ibn 'Abd AlMuththalib).4 Mereka berusaha membuktikan bahwa ritual-ritual Naqsyabandiyah sepenuhnya murni dan ada dasamya dalam Kitabullah, dan pada gilirannya menyerang pribadi Ahmad Khatib sendiri. Perdebatan berlanjut, paling ramai dan seru di antara orang-orang Minang tetapi berdampak juga di seluruh Nusantara. Seorang murid Ahmad Khatib, Haji Rasul alias 'Abd Al-Karim ibn Muhammad 'Amrullah (yang belakangan menjadi lebih dikenal sebagai ayahanda ulama terkenal Hamka), menulis dua risalah 5 yang di dalamnya ia menyerang Naqsyabandiyah dan terutama pembelanya, Khatib 'Ali, bahkan lebih tajam daripada yang dilakukan oleh gurunya. Argumen-argumen Ahmad Khatib diulangi oleh berbagai kritik yang lain, dan bahkan jauh di belakang hari kelak syaikh-syaikh Naqsyabandiyah terus saja menulis sanggahan terhadap karya-karya Ahmad Khatib. Contoh terbaru yang saya ketahui diselesaikan pada tahun 1981.6 Tidak lama setelah agitasi Ahmad Khatib yang puritan, pengaruh kaum pembaru Al-Azhar mulai menyebar di Indonesia, dan dengan itu timbullah penofakan yang bahkan lebih umum terhadap tarekat dan penolakan pula terhadap gagasan wosilah, perantaraan antara penganut awam dan Tuhan melalui seorang syaikh. Tarekat terdesak menjadi defensif, dan pada beberapa kasus terpaksa beraliansi dengan kekuatankekuatan tradisi yang mula-mula ditentangnya. Proses ini sekali lagi 4. Dibahas daLun Schrieke 1921, 270-2. Syaikh Sa'd ibn Tanta menulis, lrgham unuf almuta 'annitin fl inkarihfm rabithah al-washiin dan Risalah tanbih al· 'awam 'ala taghrirat ba'dl al-anam (Padang 1326/1908) yang lebih mendetil. Syailth Khatib 'Ali mula-mula menerbitkan terFmahan Melayu dari sebuah risaJah yang apologetik karya Sayyid Muhammad ibn Mahdi Al·Kurdi, Risalah Muj$'1iyyah fl ilSIJS istilah al-naq$'1bandiy>'ah min alcbiikr al-khafi'Yy wa al-rabithah wa al-muraqabah wa daf' al-i'itiradh bi dzalika (Padang 1326/1908), dan 11ebuah saudamn dari Miftah Al-Ma'iyyah-nya 'Abd Al-Gilani Al·Nabu· lusi, bajudul Kitab miftah al-shadiqiyyah fl istil.ah al-naqsybandiyyah (Padang). Khatib 'Ali bukanlah satu-satunya murid Ahmad Khatib yang menjadi pembela Naqsyabandiyah. Tokoh dari Madura, Kiai Zaina1 Abidin Kwanyar (lihat Bab XIII), yangjuga belajar kepada Ahmad Khatib di Makkah, met\iadi syaikh Naqsyabandiyah Mazhariyah yang berpengaruh (bdk. Mustika-nya Alhinduan, bal. 1-2). 5. /zhhar asatir al-mudaUin Ji tasyabuhihim bi al·muhtadin dan Al-suyuf al-qati'ah ft al· da'awial./iadzibah, keduanya dalam bahasa Melayu (Schrieke 1921, 313\. 6. Haji Ya!iva bin Laksemana, Limn Naq$'1abandiyah (untuk membenterus risalah bagi Syekh Ahmad Khatib). Kajang, Selangor, Malaysia, 1981. Risalah ini membahas satu per satu per· soa1an yang muncul daLun /zhhar zaqhl al-kadzibin. Bab VIII. Pasang-Surut Tarekat Naqsyaba11diyah 111 berpengaruh masa itu di Makkah, Sulaiman Al-Zuhdi. 2 Dalam sebuah selebaran kemudian, sayyid tersebut menekankan bahwa kritiknya tidaklah ditujukan kepada tasawuf dan tarekat sebagaimana adanya, tetapi terhadap apa yang dilihatnya sebagai kemerosotan mereka pada masa modem, terhadap guru-guru yang, terlepas dari ketamakan semata, mengklaim memiliki kekuatan spiritual yang tiada mereka punyai dan memperdayai murid-muridnya yang memang gampang tertipu. Kaum pembaru melangkah lebih jauh lagi; mereka mengutuk ajaran·ajaran dan amalan-amalan yang utama dari tarekat Naqsyabandiyah sebagai bid'ah dan syirk. Serangan utama datang dari Ahmad Khatib (1852-1915), seorang ulama Minangkabau yang mukim di Makkah, yang terutama sekali dikenal karena kritiknya yang dahsyat terhadap adat matrilineal sukunya sendiri. Dalam tahun 1906-1908, ia menulis tiga risalah berisi tentangan terhadap tarekat Naqsyabandiyah, yang menjadi bahan sumber bagi semua polemik anti·Naqsyabandiyah setelah itu. Judul-judulnya sendiri sudah menunjukkan dalam nada apa ia menulis: "Membongkar kepalsuan para penipu yang berkedok kebenaran", "Bukti-bukti nyata untuk orang-orang saleh demi membasmi ketakhayulan orang-orang fanatik tertentu", "Pedang penebas yang memberantas ucapan-ucapan orang-orang tertentu yang berlaku congkak". 3 Ia mengemukakan bahwa adanya pendapat mengenai suatu ajaran khusus yang diturunkan Nabi kepada Abu Bakar, dan terus turun-temurun melewati rantai keguruan tarekat, adalah sangat tidak dapat dipercaya, sebab hal yang demikian itu tidak disebut-sebut dalam sumber-sumber lain kecuali dalam kitab-kitab Naqsyabandiyah sendiri. Kemudian ia membahas berbagai amalan Naqsyabandiyah: dzikir latha'if, suluk (khalwat), khatm-i khwajagan, dan rabithah bi al-syaikh, dan aturan tidak boleh makan daging (selama masa latihan spiritual yang berat). Baginya cukuplah bahwa semua ini telah diperkenalkan oleh para sufi dari zaman yang kemudian, dan oleh karena itu 2. Mengenai Sayyid Usman dan risalah anti-Naqsyabandiyahnya, lihat Snouck Hurgronje l 887a; von de Wall 1893. Snouck meringkas risalah Al-Nasihah Al·Aniqa li Al·Mutalabbisin bin Al·Thariqah. yang juga merupakan llUl!lber informasi Holle yang utama; von de Wall meringkas risalah yang belakangan, Arti Tarekat dengan Pendek Bicarafl'Ya, yang tampaknya sebagian besar jika tidak seluruhnya serupa dengan yang sebelumnya (saya hanya dapat memperoleh kopi cetakn dari yang kedua, bukan risalah yang pc:rtama; naskah AlNasihah, pernah dimilik.i Holle, ada di Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor ML 275). S. lzhhar zaqhl al-kadzibin ft ta,,abbuhihim bi al-shadiqin; Al-ayat al-bayyinat li al-munsifi"n fi iz.alah khurafet ba 'dh al-muta •assibin; Al-saif al-battar fimahq kalimat ba 'dh ahl al-iqhtirar (ketiganya dalam bahasa Melayu). Dicetak bersama-sama, Kairo, 1326/1908; beberapa kali cetak ulang. Dibabas dalam Schrieke, 1921: 268-70 dan Shellabcar, 1930. Yang pertama dari risalah·risalah ini diterbitkan kembali (dalam babasa Indonesia modem) paling akhir tahun 1978 dalam A. Mm. Arief (ed.), Fatwa tentang: Tharikat Naqsyabandfyah. Medan: Islamiyah (cetakan keempat). Bab VIU. 112 T.nbt Naqsya#Hmdfyala di lndofwia tidak ada daaamya pada apa yang diamalkan oleb Nabi dan pua Sababat. Mcnurut pendapatnya, mcnambahkan ihadah·ihadah yang demikian atal kemauan tmdiri akan bermuara pada pengingbnn perintah Dahi dan brcnanya mcrupakan bentuk bid'Glt yang 11111&t ter· cda. Seranpn-Kl'UlpD Ahmad Khatib tcrta mcrta dijawab dc:ogan rilalab·riaalah yang apologetik oleh ayaikh-syaikh Naqsyabmdiyah Minangk•hau: Muhammad Sa'd ibn Tanta' dari Mungb dan murid Ahmad Khatib .endiri. Khatib 'Ali ~uhammad 'Ali ibn 'Abd AlMuththalib).4 Maeka bcrusaba membuktik.an bahwa ritual-ritual Naqsyabandiyah tcpenuhnya mumi dan ada dumiya dalam KitabuDah, dan pada gilirumya menyenng pribadi Ahmad Khatib IC!ldiri. Perdebatan bcrlanjut, paling nmai dan .eru di antara orang-onng Minang tetapi berdampak jup di lduruh NUAntara. Seorang murid Ahmad Khatib, Haji Rasul alias 'Abd Al-Karim ibn Mubunmad 'Am· ruDah (yang belakanpn menjadi lebih dikenal ICbagai ayabanda ulama tefkenal Hamka), mcnulil dua risalah' yang di dal1mnyaia menyermg Naqsyabandiylh dan terutama pembelanya, Khatib 'Ali, bahkan lcbih tajam dariplda yang c:lilakukan oleb gunmya. Argumcn·argt.UllCD Ahmad Khatib diulangi oleh bcrbagai kritik yang lain, dan bahkan jlUh di bd.akang bari k.dak ayajk.h-syaikh Naqsyabandiyah terus saja mcnulia 1111ggahan terbadap karya-karya Ahmad Khatib. Contoh terbaru yang uya ketahui dileleuikan pada tahun 1981.' Tidak lama ICtclah agitaJi Ahmad Khatib yang puritan, pcnprub kaum pembaru Al-Azhar mulai menycbu di Indonesia, clan dengan itu timbullah peno!akan yang bahkan Jebih umwn tcrbadap tarekat clan penolabn pula terhadap gagasan wosilaA. pe:rantaraan antara pcnganut awam dan Tuhan mclalui tcorang syaikh. Tuck.at tcrdcsak menjadi defensif, dan pada bcberapa kasus tcrpak.la benliaDli dc:ogan kekuaunkclwatan tradiai yang mwunula ditentangnya. Protet ini ICkali lagi 4. Ollilhu dalam SdlricU 1921, 270-2. Syaillh S.'d Ila Tania mmulil. lrt"- ua/ Mm11t. '• ""'"" fi ~flft rwbiclaaA ~ clan Ri.wa iottbla U. .._.. 'a14 taf"'*8t bo'dl U . - {hdiuls IS26/1908) yams leblh lllClllkdL Sydlb Dadb 'All mula11Nla mcnabkbn ~ Mdayu dad ldNall rt.kb yPl ll(IOlopdk brya Sayyid Mubammad bl Mabdl Al-Kuni, Ri..w. . ~tnM ff ~ ...... ekttl4'1bo"4'17-" .... ,,,. "-'"' .... .,_.......,_ - Ml' •i1dredla Iii dMllM (l'ldanl U26/t.908), dUI ai-h ..-.a did 1t1¥W11 ..U-Mc~•ya 'Abel Al.CllUll AJ.Nabla· lwi, ba;judul Kitab '·•fllJA -~ ff irtloA ..._,,,bcrtdiJ-µJa (hdull). Daub 'Ali bubnllh atu-alllJIYa audd Alumd IDladb YU11 mm,jlldl pcmbcla N1q~ Tokoh dmi MadUra, K1ai Zaiaal AllidiD K.wuayu (llat Bab XJD), YUll.tvP bell,ilr kcpMa Ahmad Khadb di Makbh, ~ IY8ikb NIQIY&bUldiYab ~ 'fUll bcrpaipruh (bdk. MuniU-aya AlhiDd1a11, baL 1-2). &. lzltltlu ualir •l-fltuMUia fi rasyalN#iDiilff bi alofllvlUdia dlD Al·JU'1"1 a~9di'all Ji ..,.. d. .U.Uib.sJi. lrEdimoya dakm bUua MUyu (ScllricU 1921, 515\, 6. H-.Jl Ylhya bin LU_,., U- Nq'1ob#tftdl1-" l1111ed "'""'~rilllloA bqi Sy1U Ahmad' KJaatJb ). K+Jll, Sdugor, MalQlia, 1981. au.labial mnntwt.1 atu pa' aN pa'" .-lul y&lll lllllllOll dUam 17.llllar uqld •f.UIUl&in.. ··~ ·-1 ~ P~1-Sund Ta,elrat Na.q syabandiyall 115 terlibat paling jclas di Sumatcra Barat, tempat tarekat Naqsyabandiyah tclah tcrwwn kuat (dan sampai sekarang). Tctapi diJawa pun, cupnisui-organisasi pembuuan aemacam Al-Inyad (didirikan tahun 191S) dan Muhammadiyab (1912), yang bcgitu kuat berada di bawah pcngaruh pikiran-pikiran Muhammad 'Abdub, dcngan tcgas menentang tarekat.' Oleh karma itu, guru-guru dlri berbagai aliran tarekat mempersatukan diri, dan turut serta aktif dalam otpnisasi-organisasi Muslim "tradisionalia" yang didirikan sebapi tanggapan terhadap paham pembaruan, Nahdhatul Ulama (1926) yang mcmpunyai buis utama dijawa, dan khususnya PERTI (1928) yang berbasia di Minangkabau. Islam Indonesia terpolarisuikan menjadi blok "modemis" dan blok "tra· disionalis.., ~ tarekat dianggap yang paling "cbtrem" di antara blok yang disebut terakhir. Tetapi, polarisui ini tidaklah mcnydurub. Banyak ulama ymg mcngambil posiai tcngah-tcngah dan menjalin pcnahabatan pada kedua blok. Mc1kipun demikian, bcbcrapa pcngkritik tarekat mcmclihara bubungan penababatan dengan bcberapa ormg y~g menjalankan tarckat, semcntara bcbcrapa syaikb tarekat. aebalilmya, sangat krit:is terhadap adanya ''pcnyimpanpn" tcrtcntu da1am kalangan mcreka sendiri. Kritik yang relatif moder.at terb.adap tarekat Naqsyabandiyah dilakukan oleh Syaikh Muhammad Jamil jambck (1862· 1947), yang di Makkah pcrmh menjadi murid Ahmad Khatib tctapi ia pun punya guruguru tradisionalia. Dua jilid kitabnya mmgenai tarckat Naqsyabandiyah: banyak bcrutang budi kepada Ahmad Khatib, tctapi ia mcnampilkan pembahasan mcngenai tarckat sccara lcbih berimbang dan lebih hati-hati dalaJn merumuskan k.ritilt. Salah aatu argumcnnya ialah blhwa IUmber-sumber Naqsyabandiyah mcngakui scndiri bahwa tarckat mercka, di umping mcmpun,yai silsilah melalui Abu Bakar, ada silsilah Jain yang scjajar dengan itu mclalui 'Ali. k.cduanya bcrtemu pada pribadi Abu 'Ali Farmadzi. 9 Jika yang barusan discbut tennasuk kc dalrun yanf 7. Bun pcntlq lllCllp1l&1 paham pcmbuuan di Jncloaetia, Nocr 1975, barrya mmycbut U.U.bllll konfUk ru. terjadi di~. bokhjadi ini dilebabkan pmpruipya emdlri Y*J11 _ , . Minang, aapt m~wald per~ di da~ ini. Chall~ Huanuddln, da1am bjlannya tenca,./•m 'i)/•hll Wullliy•ll. orpnilui 11>.W dan pen· cllidikan Islam pcmbuu yana modcrat di Sumatcra Utan,~ mcnyebut konflik ya~ bcNlq bll ca:jadi aotara tyaikb Naq1yabandl Abidln dari Bahapal di Sl-.luJllUD clan cabeJ11 ctcmpet orpniaA ini daWn tabun 1950.- (He•nudd.in 1988, bal. 11!1·8). Tctapi konflik·konfllk lnl wnpak.nya bcr-ba dari pcnainpn lult-41 ecmata; Al· Walbllyah tidak mmcntang tucbi IC~ tucbt. walaupun ia menolak ltccondonpn tarckal Y&"l IUlllll baa r ltepada kcruhallWl clan mdupU&n kcduniaan. 8. Syaikh Muham-d Jamil Jambck, Pt"flmi"I{~ e...Mlf tu11l1uvl 14Teht Al·Naqryolmuli· yoll do 1qal4 Y•"I blft"luibullf'l" dftl(H dia. Dua jllld. Bultiuingi : ZainoeJ 'Abldln, tanpa tahun (l9SO.-?). 9. Dalaln pri1 lni ~ Ni bear Junaid da.rl Beghdad (clan 11rbab itu untuk 11rbqian .aupa dcnpn 6ilab ~} : Mubennac! - 'Ali - Huan - Zain Al·'Abldin - Muham· Bab Vlll. Pasang-Su.rut Tarekat Naqsyabandiyah 114 Tare/tat Naqsyabandiyah di Indonesia dua garis yang sama sekali berbeda. Jambek menyimpulkan bahwa ini menggugurkan kesahihan k1aim bahwa tarekat itu mewakili ajaran-ajar· an khusus yang disampaikan oleh Muhammad kepada Abu Bakar. Ia pun memberi komentar terhadap celah waktu antara wall yang diganti· kan dengan yang menggantikan pada silsilah Naqsyabandiyah bagian petmulaan, dan berkesimpulan bahwa teori pembaiatan secara ruhaniah oleh seorang pendahulu sangatlah tidak meyakinkan. Ia pun mengkaji ayat-ayat Quran dan hadis-haf}is yang dikemukakan para pembela Naqsyahandiyah demi mempertahankan ibadah dan ritual-ritual mereka, dan menyimpulkan bahwa para pembela itu harus mengambil jalan penafsiran lain yang istimewa dan langsung dapat dipahami, sebab yang telah mereka kemukakan tidak punya dasar yang kuat sama sekali. Suatu pembelaan yang bersemangat bagi tarekat Naqsyabandiyah dilakukan oleh seseorang bemama Haji Jalaluddin, seorang guru sekolah yang menjadi juru dakwah tarekat. Pada tahun 1940, ia menerbitkan jilid pertama dari suatu seri tulisan panjang mengenai tarekat Naqsyabandiyah yang kebanyakan bersifat apologetik dan polemikal, serta mengundang banyak kritik. 10 Bebera.pa rekannya para syaikh sangat tidak suka dengan pembelaan semacam itu, karena tulisan-tulisannya, dalam pandangan mereka, berisi sejumlah kesalahan dan bid'ah. Haji Jalaluddin sama sekali tidak memiliki pendidikan agama secara formal; ia bukan seorang 'alma seperti rekan-rekannya, dan orang dapat merasa· kan dalam sikap mereka ada kejengkelan tertentu karena orang baru telah menginjak-injak ladang yang mereka anggap khas milik mereka sebagai ulama. Syaikh Sulaiman Al-Rasuli, sesepuh Naqsyabandiyah dalam PER.TI, meminta Jalaluddin membetulkan kesalahan-kesalahan tertentu yang menyangkut akidah (dan juga menyangkut fiqih) dalam kitab-kitabnya. Ketika ia tidak menuruti permintaan itu, ia dikeluarkan dari PER.TI, yang menyebabkan ia mendirikan organisasinya sendiri, PPTI (singkatan dari Partai Politik Tarekat Islam, kemudian menjadi Persatuan Pengamal Tarekat Islam). Kejengkelan itu tidak berhenti di situ saja, dan pada tahun 1954 Al·Rasuli dan sejumlah syaikh Naqsya· bandiyah Sumatera Barat lainnya beserta para ulama mengeluarkan fatwa bersama yang mengecam k.itab-kitab Haji Jalaluddin sebagai k.itab-kitab yang berisi kesalahan-kesalahan yang parah dan beberapa penambahan-penambahan baru yang patut dicela (bid'ah) dalam tarekat (yang belakangan ini khususnya mengenai ritual yang rumit seputar baiat versi Haji Jalaluddin). Sulaiman Al-Rasuli sendiri menulis risalah mad Al·Baqir - Musa Al·Kazhlm 'Ali Ridba - Ma'rufKat:khi Sani Al..Saqati -Abul· Quim Junaid Al-llaghdadi - Abu Rudzbari (?) Abu 'Ali Al-Kamb(?) Abu 'Utsman Al·Maghribi Abul·Quim Al·Kirkani - 'Ali Fannadzi. Bdk. silsilah Naqsyabandiyah dan silsilah Qadiriyah pada Rab m dan Rab Vl. 10. Pertahanan aHhariqahal·naqsyabandiyah. 4jilid. Buki.ttinggi. Tulisan HajiJalaluddin terpenting di antara lebih darl 100 terbita.n tercantwn dalam daftar kepustakaan. 115 anti-Jalaluddin berjudul Tabligh Al-Amanah. 11 Dalam kritik mereka, Al-Rasuli dan rekan-rekannya temyata menjadi dekat dalam banyak hal dengan apa yang sudah dikatakan sebelumnya oleh Ahmad Khatib. Untuk sebagian boleh jadi hal ini merupakan usaha untuk mengendurkan propaganda anti-Naqsyabandiyah dengan mengakui bahwa apa yang tidak dapat diterima itu merupakan penyimpangan, bukan yang sebenamya. dari tarekat. Sesungguhnya itu pun berkat kekhawatiran terhadap pengaruh Haji J alaluddin yang tumbuh dengan pesat. 12 Tidak lama kemudian, seseorang bemama A. Mm. Arie£ di Medan menerbitkan kembali kritik-kritik yang dilancarkan oleh Ahmad Khatib dan juga ~ulaiman Al-Rasuli, 4alam sebuah k.itab kecil yang jelas-jelas dimaksudkan untuk menghadapi bintang J alaluddin yang sedang naik (Arief 1978 (1961] ). Kenyataan bahwa kitab kecil itu sampai dicetak empat kali dalam masa tujuh belas tahun menunjukkan bahwa kontro· versi itu tidak babis-habisnya diminati orang. Haji Jalaluddin senantiasa kukuh bertahan dengan melancarkan serangan balasan dalam kitabkitab dan pamtlet·pamtlet berseri panjang yang berakhir hanya dengan kematiannya pada tahun 1976. Kritik terhadap tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat secara umum, dari sudut pandang kaum modernis, tidak pemah berakhir tetapi tidak lagi sehebat dulu. Sa.lab satu pengkritik akhir-akhir ini adalah wartawan asal Minangkabau, Joesoef Sou'yb (berdomisili di Medan), yang dalam beberapa tulisannya menyerang paham wahdat al-wujud dan menyim· pulkan dari sebuah karya Naqsyabandiyah -- yang jarang dipakai bahwa tarekat Naqsyabandiyah masih tetap mengikuti doktrin tersebu t. Inilah yang menjadi a1asan baginya untuk menyatukan tarekat ke dalam kalangan aliran kebatinan yang 0 panteis", dan mengecamnya sebagai bid!ah. 13 Di Minangkabau sendiri, konflik antara kaum modemis dan tarekat Naqsyabandiyah telah surut. Bahkan sekarang ada pengikutpengikut Muhammadiyah yang menjalankan amalan Naqsyabandiyah. 14 Maa-masa Keruntuhan dan Kebangkitan Kembali Tarekat Naqsyaban· diyah Sesudah Tahun 1924 Pemerintahan jajahan Belanda sangat menaruh perhatian kepada tarekat (Qadiriyah wa) Naqsyabandiyah selama periode antara dua pemberontakan besar di Banten tahun 1888 dan 1926. Tampaknya ber· 11. Bukittinggi 1954. Fatwa ini dicetalt kem.bali dalaJn Arief 1978: 142-52. Sebuah kata penutup pada Tabliih Al·Amanah, oleh Yunua Yahya, memaparkan alilll-usul konfllk ter· sebut dalarn pandangan Al·R.asuli; HiQi jalaluddin memberikan versinya 111Cndiri, dilertai seranpn senglt terhadap "dusta dan tipu daya"·nya Al·R.asuli dalam Mutiara Raltasia, jilid VI (1961) dan 7iga serarrglcai (1964). 12. Keberbalilan HiQi Jalaluddin aebagai organisator dan aebagai politisi praktis akan dibicara· kan dahun salah atu bab herikut. 13. Sou'yb 1976 dan 1988. Dalam keduanya ia hanya bersandar pada beberapa. kutipan dari BahjahAE-Saniyyah-nya Muhammad ibn 'Abdal\ah Al·Khani. 14. Pembicaraan prihadi dengan M. Sa.nusi Latief dari Padang. 116 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia kurangnya perhatian Belanda terhadap tarekat mencerminkan kemerosotan yang sebenarnya dalam kegiatan·kegiatannya, suatu kemerosotan yang boleh jadi telah dimulai lebih awal, sekitar tahun 1915. Sebab-sebab kemerosotan ini tidaklah sederhana dijelaskan; beberapa faktor ikut main, tetapi masing-masing faktor ini pada gilirannya menimbulkan reaksi yang justru memperkuat tarekat. Basil bersih faktor-faktor ini naik turun; kemerosotan tidak seragam dan berlang· sung terus, pada waktu dan tempat tertentu ia diimbangi oleh kebangkitan kembali yang kuat. Salah satu faktor yang ikut mengakibatkan keruntuhan itu telah disebut: munculnya modernisme Islam yang bercorak puritan dan secara umum tanpa ajaran tasawuf. Tarekat memang telah dikritik sebelumnya, tetapi sesunggnhnya serangan kaum modernis yang pertama dan paling konsisten terhadap tarekat adalah serangan oleh Ahmad Khatib Minangkabau dalam tahun·tahun pertama abad kedua puluh (dibahas di atas). Bagi kaum modernis satu-dua dasawarsa berikutnya, tarekat merupakan bagian dari pengamalan keagamaan yang · harus dikikis bersih dari Islam. Perkembangan dan pertumbuhan gerakan kaum modemis tidak diragukan lagi telah melemahkan tarekat, setidak-tidaknya pada daerah· daerah tertentu. Tetapi ada juga reaksi: syaikh-syaikh tarekat beserta pemimpin agama yang "tradisional" lainnya bersatu dan mendirikan organisasi mereka sendiri untuk mempertahankan amalan dan ibadah mereka, dan organisasi-organisasi ini (seperti PERTI dan NU, dan kemudian PPTI) pada gilirannya menjadi wahana bagi penyebarluasan tarekat. Faktor lain yang ada kaitannya dengan mundumya peranan tarekat adalah munculnya organisasi-organisasi massa yang berorientasi politik, terutama Sarekat Islam tetapi belakangan juga organisasiorganisasi berideologi nasionalis. Rasa tidak puas di bidang politik dan ekonomi, yang dalam batas tertentu seharusnya disalurkan melalui tarekat, menemukan jalan keluar yang memungk~kan dalam organi· sasi-organisasi baru ini. Sebaliknya, perbedaan praktis antara organisasiorganisasi politik dan tarekat tidaklah begitu gamblang sebagaimana terkesan dari sifat formal organisasi tersebut. Di banyak tempat, para aktivis Sarekat Islam berusaha memperkuat organisasi mereka dengan merekrut syaikh·syaikh tarekat, sehingga menimbulkan persaingan antara para politisi dengan syaikh-syaikh demi penguasaan cabang: cabang organisasi. 15 Orang tidak tahu apakah ia harus mengatakan bahwa beberapa cabang ini merupakan tarekat yang dimsupi para aktivis politik ataukah merupakan organisasi politi~ yang disusupi serta 15. Penaingan ini bctul-bctul dirasakan dalam cabang-cabang &rekat Islam di Madura; lihat laporan Schrieke dalarn Arsip Nasional 1975, 308-323 (lkhtisar dalam bahasa Indonesia xxxii-xxxiii). Bab VIII. Pasang-Surut Tarekat Naqsyabandiyah 117 diambil alih sebagian besar oleh tarekat. Tetapi pada ujungnya, politisi meraih kedudukan atas dalam organisasi - namun para syaikh tetap berpengaruh besar. Kegiatan-kegiatan organisasi politik menyebabkan timbulnya reaksi juga. Kegiatan politik yang dianggap sebagai subversif mendatangkan tindakan keras oleh pemerintah Bdanda, khususnya sejak pemberontakan ..komunis" yang gagal di Banten dan Minangkabau pada tahun 1926. Banyak orang yang mula-mula merasa tertarik dengan organisasi politik yang baru lantas kembali menjauhi politik. Alih-alih memperbaiki dunia luar, mereka menoleh ke dalam dan berusaha memperbaiki diri mereka sendiri. ltulah reaksi yang dapat kita lihat sepanjang abad ini: dalam periode meningkatnya penindasan politik, banyak anggota baru berbondong-bondong masuk tarekat dan sekte·sekte kebatinan. Dilihat dari sudut jumlah penganutnya, arti pentingnya tarekat mengalami naik turun lebih kurang sejalan dengan perubahan-perubahan iklim politik. Namun ada faktor lain, yang berbeda jenisnya, yang sampai batas tertentu menghambat pertumbuhan tarekat Naqsyabandiyah (dan juga tarekat lain}. Pada tahun 1924, Makkah ditaklukkan oleh 'Abd Al'Aziz ibn Sa'ud, dan sejak saat itu diperintah oleh kaum Wahabi yang berpandangan buruk terhadap tarekat. Sampai saat itu, pusat yang sesungguhnya dari tarekat Naqsyabandiyah Indonesia adalah Makkah, dan dari setiap generasi banyak dari mereka yang pergi berhaji masuk tarekat selama mereka tinggal di Hijaz. Bagi kebanyakan orang, tarekat itu memiliki kharisma karena ada hubungannya dengan Makkah; adalah sangat membanggakan bila orang memperoleh ijazah dari seorang syaikh di Hijaz. Setelah penaklukan Wahabi, praktis tertutuplah kemungkinan untuk mengajarkan tarekat di Makkah. Kebanyakan syaikh-syaikh tarekat angkat kaki dari kota suci itu dan menetap di kota-kota lain, yang berarti tarekat-tarekat kehilangan kesempatan yang unik untuk menjalin hubungan internasional seperti halnya di Makkah. 16 Demikianlah, kaum Naqsyabandiyah di Indonesia direnggut dari pusatnya, ia kehilangan tempat yang biasanya ramai dengan calon anggota baru dan tempat yang sejak masa pengikut yang mula-mula senantiasa didatangi demi memperdalam ilmu pengetahuan mereka. lni pun membendung pertumbuhannya di Indonesia sendiri. Tetapi, di sisi lain, keadaan itu memaksa cabang-cabang di Indonesia menjadi lebih mandiri. Beherapa syaikh Naqsyabandiyah di Indonesia berikhtiar mengisi kekosongan tersebut, dan mengkoordinasikan berbagai cabang. Dari upaya-upaya tersebut, yang paling berhasil adalah rintisan 16. Walaupun secara resmi kegiatan-kegiatan tarekat diJarulg di Arab Saudi, bebcrapa syaikh dalasn dua dasawarsa terakhir memberikan pdiQaran tarekat secara (setengab) sembunyi· sembunyi. Bebcrapa penganut Naqsyabandiyah dari Indonesia, danjuga Qadiriyab, ketika berada di Makkah sempat mcmerinia llCdikit pdiQaran dari rryaikh"lyaikh ini, mcskipun hanya satu dua hari atau malaban hanya bebcrapajam u. l I 8 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Syaikh Haji Jalaluddin asal Minangk.abau yang telah disebut di atas, yang mendirik.an Partai Politik Tarekat Islam segera setelah kemerdek.a· an. Kendatipun ditentang oleh Syaikh Sulaiman Al-Rasuli, ia berhasil menarik tidak sedikit khalifah Naqsyabandiyah (dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah} lain ke da1am organisasinya. la pun aktif sekali menyebarluaskan tarek.at, dan hampir-hampir atas usahanya sendiri membawa kembali kebangkitan tarekat secara luar biasa di penghujung tahun 1950-an dan 1960-an. 17 Dalam bab-bab selanjutnya akan diuraikan secara singkat per· kembangan dalam abad kedua puluh di berbagai daerah secara terpisah. Terutama sekali sejak lenyapnya pusat tarekat di Makkah, berbagai cabang di daerah berkembang hampir-hampir secara independen. Oleh karena itu, pendekatan kedaerahan lebih sesuai daripada yang lebih global dan kronologis.• 1 7. Tcntang Pm dan payung otganisasi tarekat lainnya dalam periode kemerdekaan, lihat Bab X dan XII. BAB IX TARE.KAT NAQ.SYABANDIYAH DI KEPULAUAN RIAU DAN KALIMANTAN BAR.AT Kepulauan lliau Seperti sudah dibicarakan sebelumnya, Syaikh lsma'il Minangkabawi diundang oleh Yang Dipertuan Muda Raja 'Alike Pulau Penyengat, yang merupakan kedudukan dinasti raja-raja muda Bugis dan merupakan pusat kebudayaan dan keagarnaan kerajaan. Yang Dipertuan Muda sendiri, keluarganya, dan kebanyakan bangsawan di sana menjadi murid-murid Syaikh Isma'il. Setelah sang syaikh kembali ke Makkah, adik Raja 'Ali dan penggantinya kemudian, 'Abdallah, memimpin tarekat ini di Riau. Dua kali seminggu, acara ritual berjamaah diselenggarakan, dan semua pangeran hadir. Kita tidak tahu mengenai keikutsertaan lapisan aosial lain, sebab hal itu tidak menjadi titik perhatian dari satu·satunya sumber kita, Raja 'Ali Haji (sepupu Yang Dipertuan Muda). Tampak sepertinya tarekat itu terutama sekali hanyalah merupakan kegiatan dalam k.alangan atas. 1 Raja Muhammad Yusuf, yang menggantikan tab.ta pada tahun 1858, adalah Yang Dipertuan Muda yang kesepuluh dan yang terakhir. Sekaligus ia bertindak sebagai pucuk pimpinan tarekat Naqsyabandiyah di Riau. Meroaotnya kesultanan ~ara politik kemudian selama masa pemerintahannya yang panjang (1858-1899) tidak merintangi, malah barangkali mendukung, kesemarakan kehidupan budaya dan agama yang belum pernah terjadi sebelumnya. Muhammad Yusuf adalah Yang Dipertuan Muda yang pertama pergi naik haji ke Makkah, dan ia telah dibaiat (atau dibaiat ulang) masuk tarek.at Naqsyabandiyah oleh Muhammad Shalih Al-Zawawi. 2 Ketika sultan dari garis dinasti Melayu, Sulaiman Badrul Alam Syah, wafat pada tahun 1883, Muhammad Yusuf lantas mengambil alih kedudukan sultan. Mula-mula ia menjalankan kekuasaan tertinggi melalui istrinya, putri salah seorang sultan sebelumnya, dan pada tahun 1885 mengangkat putranya sendiri sebagai sultan. Menurut Sham (1980: 82-83), Muhammad Yusuf dapat melakukan ini karena kepemimpinannya dalam tarekat Naqsyabandiyah sudah cukup memperkuat kedudukannya di Lingga, pulau tempat sultan· sultan berdiam. Untuk selanjutnya, Raja Muhammad Yusuf mem- I. Ali Haji 1982b, khususnya 285·7, 297. Untuk mqetahui penilaian atall karya Raja Ali HiQi lihat pengantar terhadap katya ini dan Andaya le Matheson 1980. 2. Menurut risaJah Naqsyabandi se~ di.lrutip dalam Sham 1980, 78-9 dan dalam Abdullah 198!ia, !l. 119 120 Tare/cat Naqs:yabandi:yah di Indonesia punyai dua istana, di Penyengat dan di Lingga, dan di kedua pulau itu bilamana ia ada di sana ia yang memimpin zikir berjamaah. Pada tahun 1894, Muhantmad Yusuf membangun sebuah mesin cetak di Penyengat, yang dipakai tidak hanya untuk mencetak peraturan-peraturan pemerintah, tetapi juga, dengan nama Mathba'at Al· Ahmadiyyah, sebagai pencetak kitab, risalah dan tulisan-tulisan yang menyangkut kebudayaan secara: umum. Di antara kitab·kitab yang pertama kali dicetak di percetakan ini adalah sebuah risalah karya Shalih Al·Zawawi, guru Naqsyabandiyah dari Muhammad Yusuf, dengan terjemahan Melayu oleh putra Yusuf, 'Abdallah. 3 Penggerak intelektual di balik penerbit tersehut adalah sekelompok bangsawan yang berbakat di lapangan intelektual dan kesenian, yang telah mem· bentuk sebuah lingkaran diskusi, Rusydiah Klab. Rupa·rupanya, diskusi-diskusi mereka sebagian besar bersifat keagamaan (mungkin sekali mereka semuanya adalah penganut Naqsyabandiyah ), tetapi juga sangat prihatin terhadap peningkatan pengaruh Belanda. Beberapa dari mereka di kemudian hari menjadi terkenal sebagai penulis. 4 Setelah wafatnya Muhammad Yusuf pada tahun 1899, tidak seorang pun menggantikannya sebagai Yang Dipertuan Muda. Putranya terus memerintah sebagai sultan, dengan kekuasaan yang sebenarnya kian merosot, sampai Belanda menurunkannya dari tahta pada tahun 1911. Akhimya, pada tahun 1913, secara resmi Belanda menguasai Riau dan menghapuskan kesultanan. Tampaknya ini juga berarti ber· akhimya kehadiran tarekat Naqsyabandiyah di Riau. Dalam bentuk apa pun, tarekat ini tidak lagi diamalkan orang di Kepulauan Riau. Di Provinsi Riau daratan sekarang {dulunya memang terdapat kesultanan tersendiri) ada banyak pusat Naqsyabandiyah, tetapi pusat-pusat ini berafiJiasi kepada syaikh-syaikh Minangkabau atau juga kepada Syaikh 'Abd Al-Wahhab Rokan dari Langkat di Sumatera timur laut. Kalimantan Barat Sultan-sultan Pontianak, yang tergolong garis keturunan sayyid dari marga AI-Qadri, juga mempunyai hubungan khusus dengan keluarga Zawawi. Mereka telah mewakafkan tanah di Makkah,, yang 3. Hamidy 1983, 69. Nama Al·Ahmadiyyah yang dilekatkan pada pe:rcetakan itu, me:nye· rupai nama julukail. Al-Ahmadi yang dipakai berbapi tyaikh dalaln silsilah Muhammad Shalih dan juga digunakan oleh Muhammad Yusuf, tampaknya mengacu kepada Ahmad Sirhindi, sang Mufllddid. Judul-judul risalah yang dicetak adalah: Kaiflyat Al·Dzikr 'ala Thariqat Al-Naqsyabandlyah, karya masyhur oleh Muhammad Shalih Al·Zawawi (dicetak tahun 1313/1895-6), dan karya 'Abdallah AI·Zawawi, R1'safat Al-Fawa'id Al·Waffyat fi Ma 'Ila Al· Tahiyyah (1312/1894·5 ). Setelah kesultanan betul-betul dihapuskan tahun l , se:kelompok bangsawan dan cendekiawan pindah ke Singapura dan di sana mendirikan sebuah percetakan dengan nama yang sama, Al-Ahmadiah Press, yang menerbitkan di antara yang disebut belakangan adalah se:buah rlsalah karva·karva sastra dan Minangkabawi, Muqaranah (Hamidy 1983, 71-3). 4. Tentan2 Rusvdiah Kiah, Uhat Hamidy 1983, 26-35, 87·88. Bab IX. Tarekat Naqsyabandi:yah di Riau aan Kalimanttm Barat 121 sebagiannya dipakai untuk asrama-asrama para kawula mereka yang menunaikan ibadah haji dan mengikuti peJajaran di sana. Para pelajar dari Pontianak (kebanyakan dari mereka mungkin sekali masih ada hubungan dengan keluarga Al-Qadri yang memerintah), semuanya dipercayakan untuk diurus oleh keluarga Zawawi.5 Ketika 'Abdallah Al-Zawawi punya masalah dengan Syarif Makkah pada tahun 1884, ia mengadakan perjalanan ke arah timur mengunjungi bekas murid-muridnya, termasuk "sahabat karibnya di Hindia", Sultan Pontianak. Bahkan pada tahun 1891, atas persetujuan residen Belanda, ia diangkat sebagai mufti Pontianak. 6 Beberapa keturunannya masih hid up di daerah itu; yang paling dikenal di antara mereka adalah cucunya, Yusuf 'Ali 'Abdallah Al-Zawawi, yang menjadi mufti di Negara Bagian Trengganu, Malaysia, hingga akhir hidupnya tahun 1980. 7 Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah dikenal di Pontianak sebelum kedatangan 'Abdallah, sebab banyak dari mereka yang tinggal beberapa Jama di Makkah tidak hanya mempeJajari fiqih dan akidah dengan kedua Zawawi (M. Shalih dan 'Abdallah), tetapi juga tarekat. Yang paling mula sekali kita kenal adalah 'Utsman Al-Puntiani bin Syihab Al-Din, yang belajar pada Muhammad Shalih dan yang kemudian hari menjadi terkenal sebagai penerjemah beberapa teks sufi. 8 Syaikh 'Utsman tampaknya tidak pernah mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah, tetapi Isma'iljahal yang hidup semasa dengannya dan sepuluh tahun lebih muda darinya mengajarkannya. Isma'il tiba di Makkah sekitar tahun 1870 pada usia lima belas tahun. Mula-mula ia belajar fiqih dengan mufti dari keempat mazhab di Makkah, dan kemudian juga dengan 'Abdallah Al-Zawawi. Barangkali pertemuannya dengan 'Utsman bin Syihab Al-Din·lah yang membangkitkan minatnya akan tasawuf. la menerinta pelajaran pertamanya dalam tarekat dari Muhammad Shalih sendiri yang telah berumur, dan setelah Shalih wafat, ia menerinta pelajaran dari khalifah utama syaikh tersebut, Muhammad Murad Al-Qazani Al-Uzbaki. Ia menerima ijazah untuk mengajarkan tarekat, masih juga dari Muhammad Shalih ataupun dari Al-Qazani, dan menjadi guru yang masyhur, menarik tidak sedikit murid-murid asal Indonesia. Selama ta.hun-tahunnya sebagai khalifah di Makkah, ia tinggal di sebuah rumah di Jabal Hind yang merupakan 5. Snouck Hurgronje 1889, 388·9. 6. Lihat Snouck Hurgronje,Advi•en II, 1600-11. 7. Keterangan &an dari H.W. Muhd. Sbaghir Abdullah,Januari 1987. 8. Karya 'Utsman Al-Punllanl yang dikenal culrup hw tennasuk Taj Al· 'Arus (teljemahan Melayu dari Hi/cam.nya lbn 'Ata'lllah) dan Tamtiir Al·Qttlttfl (teljemahan Melayu darl Al· Ta:l'IWif 6i lsga:t Al· Ta:dl>ir· nya Ibn 'Ata'lllah, bubn teb Muhammad Amin Al-Kurdl deugan judnl yang sama). Kednanya masih tents dicetak ulang, dan dlpakal secara lnas di Kalimantan Barat dan Se Iatan. la juga meneljemahkan Maulid·nya Barzinji yang terkenal itu dan sebuah risalah tentang akidah oleh mufti ma:ihab Syal!'! di Mall.ah, Ahmad bin Zalnl Dahlan, Fatli Al·Mutafailirin. 12% Ttf11'1flult Na:qsya:bantliyah di Indonesia barta waq/ yang disumbangkan oleh keluarga penguasa Pontianak, bersebelahan dengan ma.kam mendiang Sultan Hamid I (w. 1289/1872). lnilah asal-muasalnya "Jabal" yang melekat pada namanya sebagaimana ia umumnya dikenal. Secara kebetulan, ia barangkali dipandang sebagai saingan yang potensial oleb Syaikb Jabal yang lain, yaitu Sulaiman AlZubdi dari Abu Qubais. Penganut Naqsyabandiyab dari zaman paling akhir yang berafiliasi kepada Al-Zuhdi masib mencap ,,Jabal Hind" sebagai sekte Naqsyabandiyab palsu yang telah menyimpang dan sesat, yang berlainan bagai langit dan bumi dengan kepunyaan mereka sendiri. 9 Pada tabun 1919, setelah setengab abad di Makkab, Isma'il kembali ke Kalimantan dan menetap di Pontianak sebagai seorang 'alim dan syaikh tarekat. Dalam ingatan orang-orang tua yang tinggal di sana, ia masih tetap dipandang sebagai seorang yang paling terpelajar dan paling arif dari generasinya. 10 Isma'il bukanlab satu-satunya khalifab Mazba.riyab di Kalimantan Barat; Muhammad Murad Al-Qazani mengangkat tip khalifab lagi, semuanya pun bertempat tingga1 di Pontianak: Sayyid Ja'far bin Muhammad Al·Saqqaf; Sayyid Ja'far bin 'Abd Al-Rahman Al-Qadri (putra seorang pangeran); Haji 'Abd Al·' Aziz (penduduk Kampung Kamboja). Tidak ada khalifab lain di bagian lain wilayab Kalimantan Bara.t; kepopuleran Naqsyabandiyab di Pontianak adalab terutama sekali berkat hubungan khusus para Sultan dengan keluarga Zawawi. Tidak seorang pun dari khalifab setempat yang tampaknya telah mengangkat seorang pengganti, dan tarekat ini pelan-pelan mengbilang. keruntuban· nya kurang lebih bersamaan dengan runtubnya kesultanan. Wakil 'ter· akhir dari. cabang tarekat ini, menurut informasi yang saya peroleh tentang dia, telah dibaiat oleh salab seorang dari. Sayyid Ja'far yang dua itu. la tinggal di Kecamatan Ketapang sebelah selatan pada tabun 1950-, an dan menurut syaikb asal Madura yang pernab berjumpa dengannya di sana, ia telah menjadi dedengkot para tukang sihir di sana, yang memakai wirid dan zikimya untuk melak.ukan perbuatan yang ter· golong ilmu hitam/tenung. 11 Tarekat Naqsyabandiyab Mazba.riyab memperoleh tenaga baru lli Kalimantan Barat (sebelum kemerdekaan, pulau ini disebut Borneo) dalam tabun-tabun 1950-an, berkat kegiatan sejumlah kiai dari Madura. Sepanjang pesisir barat pulau ini terdapat kelompok-kelompoll ma· 9. Bdk. Bab IV, catatm b11i 15. lo. Saya bautang bwfi menpnai lnformui tmitang lama'll Jabal ini upada Abdul Jlaiii Mahmud, Ketua Majc1is Ulama Kalma'lltllJ'! Dant dan kbalifah (ladiriyah wa Naqayabandi· yah, yang llCtnala mudanya bergum kepada lama'll (wawanQta tanagal 22Januari 1987). 11. Kiai Mahfudz, Sampang, Maduta (wawaacan. tugal 22·2·1988). Sang k.lai menp.k.u telab membawa lama'il, tu1cang tiJdr mt, kembali ke jalan yang benar tetelab memmangkan per· tandingan adu keltuatm batm. Ba:b IX. Ta:rekat Na:qsya:ba:ndiyah di Ritiu dan Kalimantan Barat 123 syarakat Madura, anggota masyarakat mereka yang paling awal tiba di sana selama abad kesembilan belas, dan secara teratur masih terus diperkuat dengan para pendatang baru dari Madura. Di antara mereka itulah muncul Syaikh Fathul Bari beserta khalifabnya. Mereka ini termasuk cabang Mazhariyah juga, dan mulai menjaring pengikutnya pada pertengaban tabun 1950-an. Mereka mela.kukan perjalanan keliling setiap tabun mengunjungi kelompok-kelompok masyarakat Madura, dan berhasil membaiat sebagian besar dari. mereka secara resmi. Dewasa. ini, syaikh-syaikh tersebut memperkirakan babwa mereka mengawasi sekitar 300 masjid dan mempunyai puluhan ribu pengikut yang menjadi jamaab masjid·masjid itu - semuanya orang Madura. Hanya seorang dari syaikb-syaikh Madura itu, Muhsin Aly Alhinduan (w. 1980) untuk sementara mampu pula menerobos ke lingkungan penduduk Melayu, di luar itu tarekat ini sepenubnya tetap menjadi urusan orang-orang Madura. Oleh sebab itu, hal tersebut akan dibicarakan nanti dalam hubungannya dengan perkembangan tarekat Naqsyabandiyah di Madura sendirl. Putra Kalimantan Barat lainnya yang terkenal adalah Ahmad Khatib Sambas, pendirl tarekat Qadiriyab wa Naqsyabandiyab (lihat Bab VI). Ahmad Khatib tidak pemah kembali ke kampung halamannya, Sambas (kesultanan Melayu di pantai barat Kalimantan paling utara), dan tidak mengangkat seorang khalifab pun di sana. Paradoksnya, Sambas sekarang merupakan salab satu dari sedikit tempat di Indonesia di mana nama Ahmad Khatib hampir tidak dikenal. Tetapi, paling tidak, ia ada mengangkat seorang khalifab untuk wilayab Pontianak, yaitu 'Abd Al-Lathif bin 'Abd Al-Qadir Al-Sarawaki. Agak bela.kangan, di sana pun ada khalifab lain dari tarekat yang sama, Sayyid Muhammad Ridha bin Yabya (Pesantren Al-Salam, Palimah, Pontianak), khalifah dari Ahmad Khatib atau khalifab juga dari •Abd Al-Karim Banten. 12 Satu-satunya guru Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang lebih kurang berpengaruh di Kalimantan Barat adalab K.H. Abdul Rani Mahmud (lahir tabun 1914). Dia mengenal tarekat ini untuk pertama kalinya melalui kakeknya, yang telah menerimanya dari Syaikh 'Abd Al-Lathif Al-Sarawaki. Dia juga mempelajari tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah dengan Isma'il Jabal dan menerima ijazab darinya. Tetapi, sekarang ia berafiliasi dengan Ahab Anom, syaikh Qadiriyab wa Naqsyabandiyah yang berpengaruh dari Suryalaya, Tasikmalaya. Ia mengunjungi Ahab Anom tabun 1976. Beberapa tabun kemudian, Abah Anom mengirimkan ijazah kepadanya, dan kini Abdul Rani Mahmud adalah wakil tunggal Abah Anom di Kalimantan Barat. 13 Sebenarnya, jumlah orang yang mengikuti tarekatnya Abah Anom di sini sedang-sedang saja.• 12. Informasi dari K.H. Abdul Rani Mahmud, Pontianak (wawancara tangal 22 Januari 1987). 13. Idem. Bab X. Tarekat Naqsyabandfyah di Sumatera Barat BAB X TAB.EK.AT NAQSYABANDIYAH DI SUMATERA BARAT Perkenalan Pertama dan Perkembanpn Awalnya Sumatera Barat; atau lebih tepatnya dataran tinggi Minangkabau, telab menjadi, dan tetap begitu hingga kini, wilayah yang penganut Naqsyabandiyahnya paling padat. Bapimana pennulaannya hilang dalam kabut sejarah, tetapi perkiraan Schrieke bahwa tarekat ini datang pertama kali seputar tahun 1850 tidaldah melesetjauh (Schrieke 1921: 263-6). Namun, tidak terdapat bukti-bukti bahwa Syaikh lsma'il dari Simabur pemah kembali ke negeri a.salnya (seperti diduga Schrieke dan sarjana lain setelah dia). Orang-orang Mina.Ilg yang menerima tarekat dari dia pastilah ketika berada di Makkah, atau mungkin juga ketika ia tinggal sebentar di Singapura. Salah seorang di antara mereka adalah Syaikh Tuanku Berulak (Muhammad Thahi:r dari Berulak di Nagari Padang Ganting, Tanah Datar), 1 yang meninggal pada pertengahan tahun 1860-an. Satu-dua tahun setelah meninggalnya, Verkerk Pistorius (narasumber Belanda yang paling awal mengenai pokok ini), menulis bahwa syaikh ini, setelab tinggal lama di Makkah, telah memperkenalkan "ajaran,. baru di daerahnya. Verkerk Pistorius (1869: 450-1) menyebutnya "ajaran Abu Hanifah''. tetapi dari uraiannya kentara sekali bahwa dalam ajaran baru itu tennasuk Naqsyabandiyah (zikir dan suluk). lnformasinya terlalu ringkas bila dipakai untuk menentukan apakah syaikh yang bersangkutan benar·benar telah menjadi pengikut mazhab Hanafi di Makkah, dan apakah kita harus melihat pengaitan kepada Abu Hanifah itu sebagai upaya menunjukkan perlawanan terhadap mazhab Syafi'i yang dominan di Nusantara ataukah sebagai suatu seruan kepada semua imam mazhab untuk melawan amalan-amalan tradisional. Bagaimanapun, 0 ajaran" baru itu dengan cepat menyebar; berbagai surau tua dan dihormati masyarakat menjadi pusat-pusat Naqsyahandiyah dan pembaruan yang Clihubungkan dengannya terjadi: di Silungkang, di Cangking (di Ampat Angkat, Agam) dan Pasir (juga di Agam), di Kasih (Singkarak), dan di Bonjol. Verkerk Pistorius memperkirakan bahwa sampai tahun ia menulis (1869), kirakira seperddapan dari penduduk telah bergabung dengan gerakan baru itu. 1. Scpcrti dibqukkan pada lillilah Syaikh Abdul MIQid dari Guguk Salo, Batu Sangkar, khalifah M11bammad '.l1lahir Berulak adaJah pncrui ketiga. Syaikh Abdul Majid, menurut Kadirun Yahya (Ubat hab beriku.t), merupabn aJah seorang dari tip guru yang membcrl· nya tpab Naqsyabandiyah. 124 125 Sumber-sumber yang belakangan menyebut syaikh dari Cangking, Jalaluddin, sebagai syaikh Naqsyabandiyah yang paling berpenga:ruh. Ia banyak menarik orang berpindah menjadi pengikut Naqsyabandiyah, dan oleh karena itu ia terlibat dalam konflik dengan guru-guru Syattariyah dan tarekat-tarekat lokal yang leb~ kecil, yang melihat betapa sumber penghidupannya terancam. Tarekat Naqsyabandiyahnya Jalaluddin menyebarluaskan pembaruan tertentu yang semuanya merupakan pemutusan dengan tradisi lokal dan reorientasi ke Makkah, pusat dunia Islam: penolakan terhadap ajaran-ajaran mistik yang sinkretistik dan syirik, penekanan pada kebutuhan untuk melafalkan perkataan Arab dengan benar, pembetulan arah kiblat masjid-masjid, dan penentuan yang tepat kapan awal dan kapan akhir bulan puasa Ramadhan. 2 lni memberikan pada tarekat watak gerakan pembaruan; rakyat setempat menamai mereka "golongan haji", "orang puasa dulu .. (sebagai lawan dari kalangan Syattariyah yang dinamai "orang puasa kemudian") atau menamai paham mereka "agama Cangking" (sebagai lawan dari "agama Ulakan", dengan mengambil nama pusat Syattariyah yang utama di Pariaman). Setelah Jalaluddin wafat, yang menjadi syaikh Naqsyabandiyah paling terkemuka di Minangkabau adalah syaikh dari Kumpulan dekat Bonjol. Syaikh ini, yang nama aslinya 'Abd Al-Wahhab gelar Syekh 3 Ibrahim bin Pahad, tetapi biasanya hanya dikenal sebagai Syekh Kumpulan, masih hidup pada tahun 1915 sebagai orang yang berusia lebih seabad. Seorang pengamat Belanda ketika itu menulis: "Di mana pun ia datang, sebagai tokoh yang dimuliakan, ia dikerumuni orang dengan rasa setia, orang memohon berkahnya, ia dijunjung tinggi di atas tandu bagai seorang wali ..."(van Ronkel 1916: 18). Di waktu itu ia sudah lama berhenti mengajar, tetapi ia masih mengangkat khalifah baru. Schrieke pun menyebo.t seorang syaikh Naqsyabandiyah lain yang mempunyai penga:ruh besar pada sekitar tahun 1880, yaitu Tuanku Syekh Lebuh di Padang. Melalui perkawinannya dengan seorang puti (perempuan bangsawan keturunan Pagaruyung), ia banyak membaiat kalangan bangsawan masuk tarekat. 4 Guru-gum yang Paling Penting sekitar Tahun 1890 Sebualt daftar panjang khalifah Naqsyabandiyah di dataran tinggi Minangkabau menjelang akhir abad kesembilan belas diberikan dalam 2. Schrieke 1921: 263·4. Secara tradisional, pua1111 dimulai (dan juga berakhir) di Sumatera Barat tiga hari setelah pcrtama melihat bulan ("''yah); mulai pada hari pertama diangpp pantang. Asal·mulanya kebiasaan lni tidak diketahui. 3.· Syaikh lni tidak sama dengan syaikh lain yang juga berusia lebih dari sea.bad yaitu 'Abd Al·Wahhab, syaikh dari Babuua.Jam di Langkat, Sumatera Utara, seperti diduga Kraus (1984: 85, 92). 4. Schrieke 1921; 266·7n. 126 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia la.poran yang ditulis oleh residen ketika itu, J.C. Boyle, yang juga banyak memberikan informasi penting lainnya. 5 Tambahan pula, ia juga memberikan nama-nama syaikh yang memberikan ijazah kepada para khalifah ini (dalam kebanyakan kasus Sulaiman Al-Zuhdi Efendi). Pada masanya, telah digariskan perbedaan antara khalifah tawajjuh, yang dlizinkan memimpin ritual dan zikir berjamaah, tetapi tidak untuk membaiat murid baru, dengan khalifah taf'ekat, yang punya kewenangan untuk melakukan yang terakhir itu (dan karenanya mereka adalah syaikh yang mandiri). Khalifah tarekat yang paling penting pada tahun 1891 adalah: A. Di onderafdeeli'ng Fort van der Cappellen (Batu Sangkar): 1. Syekh Muhammad Jamil Tungkar. Dihormati sekali; mempunyai dua surau, di Tungkar dan di Berulak, dengan murid sekitar 150 orang. Masih kerabat kepala laras. Ijazah dari Sulaiman Efendi. 2. Syekh Abdul Majid dari Tanjung Alam. Dihormati sekali. Murid-muridnya ada yang datang dari Agam dan Tanah Datar. Ijazah dari Sulaimap Efendi. 3. Syekh Abdul Manan dari Padang Ganting. Kurang dihormati ketimbang yang di atai. Ijazah dari Sulaiman Efendi. 4. Syekh Tuanku di Kolom dari Pagaruyung. Tua dan sakitsakitan, tetapi dihormati; ijazah dari Sulaiman Efendi. 5. Syekh Muhammad Samman dari Rao-Rao. Muridnya banyak; ijazah dari Sulaiman Efendi. 6. Syekh Haji Muhammad Sha6h Minangkabau. Reputasinya buruk, muridnya sedikit; ijazah dari Sulaiman Efendi. B. Di onderafdeeling Dua Puluh Koto: 7. Muhammad Sa'd dari Singkarak. Muridnya banyak sekali, ada yang datang dari Batipuh dan Sepuluh Koto dan ia pun berpengaruh. Tidak da.pat dipastikan dari siapa ia memper· oleh ijazah. 8. Syekh Lubuk Lintah dari Sulit Air. Muridnya banyak dan pengaruhnya luas, sampai ke limo Kaum dan Sungai Jambu (di Tanah Datar). Tidak ada informasi mengenai jazahnya. 9. Syekh Haji Usman dari Sulit Air (tak ada informasi lebih jauh). 10. Syekh Muhammad Ali dari Sulit Air (tidak ada informasi lebih jauh). C. Di onderafdeeling Koto Tujuh: 11. Syekh Haji Muhammad dari Koto Baru. Menantu dari kepala laras; tidak ada informasi mengenai ijazahnya. 5. Terlampir dalam MR 1891, no. 760. Algemecn Rijksarchief (ARA), Den Haag. Bab X. Tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera Barat 127 D. Di onderafdeeling Liatau dan Buo: 12. Haji Bustani dari Tanjung Bonei. Baru saja kembali dari Makkah; belum punya murid, tetapi cukup dihormati. 13. Haji Idris dari Tapi Selo. Mempunyai sekitar empat puluh murid; dihormati. E: Di afdeeling Batipuh dan Sepuluh Koto: 14. Syekh Muhammad Yunus dari Koto Lawas. Murid-muridnya ada pula yang datang dari Payakumbuh. Ijazah dari Sulaiman Efendi. 15. Syekh Muhammad Thahir dari Batipuh Diatas. ljazah dari Sulaiman Efendi. 16. Syekh Muhammad Thaib dari Pauh. ljazah dari Sulaiman Efendi. I 7. Syekh Sulaiman dari Sumpur. Ijazah dari syaikh dari Silungkung. 18. Syekh Abdul Lathif dari Sumpur. Ijazah dari syaikh dari Tungtar. F. Di onderafdeeling Llma Puluh Koto: 19. Syekh Abdul Rahman dari Batu Hampar. Sudah tua dan sakit-sakitan, sangat dihormati, dipandang sebagai ulama besar. Sangat banyak murid-muridnya, berdatangan sampai dari P;idang, Pariaman, Agam dan Tanah Datar. Ijazahnya dari Makkah, tetapi tidak diketahui dari siapa. (Syekh Abdul Rahman ini adalah kakek dari politikus nasionalis terkemuka Mohammad Hatta). 20. Syekh Abdul Karim dari Koto nan Gadang. Agak banyak muridnya dan pengaruhnya sampai ke Agam. Menerima ijazahnya dari Batu Hampar. G. Di onderafdeeling Agam Tuo: 21. Syekh Muhammad Husin dari Pasir. Berusia lanjut, banyak muridnya, juga dari luar nagarinya. Selalu terlibat konflik dengan kepala laras Ampat Angkat. Tidak dicintai teta.pi dihormati karena ke-'alim-annya. Asal ijazahnya tak diketahui. 22. Syekh Ibrahim. Berasal dari Padang Sibusuk (Koto Tujuh) tetapi menetap di Koto Halang (laras Ampat Koto). Banyak muridnya, juga di Payakumbuh dan Sijunjung. Asal-µsul ijazahnya tidak diketahui. H. Di onderafdeeling Bonjol : 23. Syekh Ibrahim dari Kumpulan (Syekh Kumpulan yang masyhur itu). Banyak murid, juga di Puar Datar, Agam, l 28 Tarekat Naqsyabandfyalt di Indonesia Palembayan, Talu dan bahkan di (luar Minangkabau) Mandailing. Ijazah dari Sulaiman Efendi. 6 Di onderafdeeling Danau-districten en Matur: 24. Syekh Abdul Salam dari Maninjau. Muridnya banyak sekali, juga di luar nagarinya (terutama di Agam). Asal-usul ijazah tidak diketahui. Dari pedalaman Minangkahau tersebut, tarekat itu menyebar ke segenap penjuru. Ke utara, para syaikh Minangkabau menarik pengikut baru di antara orang-orang Batak Mandailing yang sebelumnya sudah memeluk Islam. Di atas sudah dikemukakan bahwa syaikh dari Kumpulan mempunyai murid-murid di Mandailing; laporan lain menyebut· kan dua syaikh Minangkabau yang sebenaruya telah menetap di sana: Syekh Abu Bakar dari Padang Lawas dan seorang bernama Haji Yusuf dari Gunung Berani.' Laporan yang sama mengemukakan tentang pengislaman yang berlangsung pesat di Kerinci, ke arah selatan, yang dua puluh lima tahun sebelumnya seluruhnya kafir dan pada tahun 1891 seluruhnya benar-benar menjadi Muslim. (Saya tidak memperoleh informasi mengenai penyebarluasan tarekat Naqsyabandiyah di sana pada periode ini). Belakangan akan kita dapatkan guru-guru Naqsyabandiyah J\.tinangkabau pada menetap ke arah timur, di Riau daratan, khususnya di Kampar, dan akan kita lihat pengaruhnya menyebar ke arah Aceh Barat dau daerah Medan. Kebanyakan dari khalifah dalam daftar di atas memperoleh ijazah mereka dari Makkah, dan itu juga tetap berlaku pada generasi berikut· nya (sampai 1925). Bahkan seseorang yang telah diangkat sebagai khalifah oleh seorang syaikh lokal akan berupaya untuk menerima pengukuhan kembali statusnya ini di Makkah, dengan secarik ijazah dari tuan guru yang paling berwibawa zaman itu. Oleh karena itu, tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera Barat tidak serta-merta her· kembang menjadi sejumlah cabang-cabang yang sejajar, sebab kebanyakan khalifah yang sebaya menerima ijazah mereka dari guru yang sama di Makkah. Para Pembela Tarekat Awal Abad ke-20: Muhammad Sa'd dan Khatib 'Ali Barangkali syaikh-syaikh Naqsyabandiyah Minangkabau yang paling terkemuka dari generasi berikutnya adalah dua orang yang telah kita ketahui (dalam bab sebelumnya) terlibat dalam sebuah polemik I. 6. Syaikh Ibrahim telah lcbih dulu mencrima ijazah dad syaikh Minangkaba.u Muhammad Sa'id dad Pulau Bubus, yang adalah khalifah dari lllma'il Minangkaba.wi (mcnurut sebu<lb sllsilah gabungan yang dikumpulkan oleh putra Kadirun Yahya, lskandar Zulkamain, dan dilampirkan pada ''Pctunjuk ~ kcutuban amaliyah"·nya, makalah yang di· sampaikan di Brutagi pada 15-1-1989). 7. Laporan Gubemur Pantai Barat Sumatcra, de Munnk:k, bcrtanggaUl ·ll-1891, dllampirkan Bab X. Tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera Barat 129 dengan Ahmad Khatib Minangkabau, Muhammad Sa'd dari Mungka8 (1857-1920/1) dan Khatib 'Ali dari Parak Gadang, Padang (1861-1936). Yang belakangan disebut berada di Makkah selama bertahun-tahun (1884-1890) dan berguru kepada pembaru Ahmad Khatib, tetapi juga berbaiat masuk tarekat Naqsyabandiyah di tangan 'Utsman Al-Fauzi. Sekembalinya, ia menikah (antara lain) dengan seorang putri dari Muhammad Sa'd, maka terbinalah aliansi politik yang penting. Khatib •Ali dalam wataknya adalah seorang tradisionalis, tetapi secara lahiriah ia adalah seorang modernisator yang moderat. Ia menjadi pendidik yang giat, dan mendirikan madrasah gaya modern. Pembelaannya kepada tarekat dan Islam tradisional pada umumnya terhadap serangan gencar para pembaru tidak hanya terungkap dalam risalahrisalahnya yang apologetik tetapi juga dalam keikutsertaannya secara aktlf da1am pembentukan organisasi politik yang modern. Menurut Schrieke, terutama kalangan Muslim tradisionallah yang mendirikan cabang Sarekat Islam di Padang pada tahun 1916, dan mereka melakukan itu sebagian besar untuk mendapatkan payung perlindungan dari badai pembaruan yang melanda. Kemudian di tahun itu juga, kaum mudo dalam cabang Sarekat itu melancarkan kudeta dan berhasil memegang kendali. Segera Khatib 'Ali bereaksi dengan membentuk cabang Sarekat Islam lokal kedua sepenuhnya di bawah kendalinya. Cabang kedua ini (yang beroleh pengakuan dari Centraal Sarekat Islam), membedakan dirinya dari yang lain dengan mengeluarkan kartu anggota berwarna merah dan bukannya yang putih. Untuk menangkis ancaman kaum modernis, Sarekat Islamnya Khatib 'Ali pelan-pelan menjalin persekutuan dengan "golongan adat", para bangsawan dan pemuka adat yang oleh generasi-generasi Naqsyabandiyah sebelumnya telah dikecam keras. Kemudian, pada tahun 1928, Khatib juga memainkan peran kecil dalam pendirian PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah).' Ikatannya dengan tarekat Naqsyabandiyah begitu kuat, tetapi tampaknya ia lebih merupakan seorang aktivis dan organisator clan seorang polemikus daripada seorang guru sufi. Kalaupun ia pernah mengan!Jkat khalifah, tidak seorang pun dari mereka yang kemudian hari menjadi guru terpandang. Mertuanya, Muhammad Sa'd dari Mungka lebih aktif sebagai seorang guru tarekat, Ia mengangkat Syekh Yahya Al-Khalidi dari Koto Kecil, Magek di Agam (w. 1942) sebagai khalifahnya, dan yang terakhir dalaln MR 1891 no. 760. ARA, Den Haag. Tcntang pcngisla.man Mandailing sccara umum, libat Young 198!1, bal.198·9. 8. Muhammad Sa'd yang disebut di ata.s (B.7) mungkin sckali orang yang bcrbcda, scbab tcmpat-tempat tingplnya bcrbcda, dan Muhammad Sa'd dari Mungka pada waktu daftar itu dikumpulkan bclum 1agi naik baji. Mungka terlctak dckat Payakumbuh, dan M. Sa'id kita pergi bcrhaji pada ta.bun 1894, dan bmnukim di Makkah sampai 1900, dan bcrada di san:a. lagi untuk kcdua kalinya antara 1912 dan 1915. 9. Mcngcnai Sarckat Islam <I.an Khatib 'All: Schrieke 1921, 306·9; Abdullah 1971 , 24· 7. Biografi Khatib 'Ali dalam: Islamic Centre 1981, 20·5!!. Bab X. Tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera Barat 130 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia ini membaiat, antara lain dua pendiri PERTI, Sulaiman Al-Rasuli dan Abbas Qadhi dari Padang Lawas. 10 Ka.um Tuo, Komunisme dan PERTI Adalah merupakan kesalahan besar beranggapan bahwa kaum mudo itu dalam segala seginya "modern" dan "progresif", dan kelompok keagamaan tradisional itu, kaum kuno, konservatif. Dari sudut sosial dan politik, kasusnya. terkadang justru hampir timbalbalik. Penguasa Belanda biasanya cukup baik hubungannya dengan kaum mudo, yang mereka temukan kooperatif dan oleh sebab itu lebih mereka sukai untuk memegang jabatan keagamaan resmi (dalam Rad Ulama). Mereka tetap mengkhawatirkan golongan keagamaan tradisional, terutama kaum Naqsyabandiyah, yang mereka percayai (mungkin benar) gigih menentang pemerintahan jajahan. Gerakan kaum komunis pada pertengahan tahun 1920-an menemukan satu dua propagandis tetapi lebih banyak penentang yang gigih di antara kaum mudo, dan propaganda kaum komunis itu banyak yang ditujukan tidak kepada kaum Muslim "modem" tetapi tepatnya kepada kaum mukmin tradisional. Setidak-tidaknya ada dua syaikh Naqsyabandiyah yang berpenga· ruh yang ketika itu menjalankan propaganda aktif untuk komunisme. 11 Tiga, empat dasawarsa kemudian, sekali lagi bagian ulama tradisional Minangkabau (termasuk banyak ulama Naqsyabandiyah) yang, diilhami oleh semacam sosialisme religius, lebih besar kecondongannya untuk bekerja sama 'dengan kaum komunis daripada saingannya, kaum "modernis". Setelah pemberontakan kaum komunis dan penumpasannya, Sarekat Islam,· atau sisa-sisanya, secara pasti telah kehilangan manfaat· nya bagi kaum kuno. Pada tahun 1928, sejumlah ulama tradisional mendirikan sebuah organisasi baru, yang secara resmi merupakan perhimpunan madrasah: Persatuan · Tarbiyah Islamiyah (PERTI). Di antara para pendirinya, yang paling pen:ting dan paling berpengaruh adalah Sulaiman Al-Rasuli dan Jamil jaho; para kerabat dan muridmurid kedua tokoh yang amat berkuasa ini selalu merupakan dua sayap yang berbeda dalam organisasi. Sulaiman Al-Rasuli adalah seorang Naqsyabandi (ia adalah khalifah dari Yahya Al-Khalidi, yang telah diangkat oleh Sa'd Mungka), dan begitu pula semua yang berhubungan akrab dengannya. Jamil Jaho dan anak buahnya dalam PERTI tidak 10. Catatan-catatan biografis mengenai syaikh-syaikh ini diberikan dalain Abbas 1975: 460·2 (M. Sa'd Mungka), 471-2 (Yahya Al·Khalidi). 474-6 (Abbu Q.adhi}, dan 4814 (Sulaiman Al·Rasuli). 'Mengenai dua temkhlr,1ibat juga: hJamic Centre 1981: 66-75 dan 76·85. 11. "Syaikh Naqsyabandiyah yang pa1ins dihormatilah yang mdakukan propaganda komu· nisme di atas ptakan apma di Cupak, Solok [di Minangkabau]. Di Muara Sipongi, Tapa· nuli Selatan, ada juga guru Naqsyaballdiyah model la-. yang terkenal karena ibnu guna· gunanya dan pertuqukan sihimva dan (ia dipakai) sebagai alat untuk memperkenalkan komuni.une •••" (Sc:hrieke 1955, 152.J). 131 mempunyai afiliasi Naqsyabandiyah, tetapi mitra-pendiri yang lain, Abbas Qadhi dari Ladang Lawas,12 juga seorang Naqsyabandi, dan khalifah dari syaikh yang sama dengan Sulaiman Al-Rasuli. Dalam periode penutup penjajahan, PERTI merupakan wadah utama yang menampung kepentingan Naqsyabandiyah. Tetapi, tampaknya selama dasawarsa-dasawarsa terakhir itu tidak banyak terjadi konflik yang mengkhawatirkan, dan kita temukan tarekat boleh dikatakan hampir tidak pernah disebut-sebut. Haji Jalaluddin dan Partai Politik Tarekat lslamnya Pada tahun 1940-an, suatu tantangan terhadap kepemimpinan Sulaiman Al-Rasuli muncul dari seorang Hajijalaluddin. Polemik antara keduanya telah dibicarakan sebelumnya (Bab Vlll). PERTl menyatakan diri sebagai partai politik, dan J alaluddin, sementara ia didepak keluar, telah mendirikan Partai Politik Tarekat Islam (PPTI)-nya sendiri. Kedua partai tersebut mengklaim mewakili tarekat Naqsyabandiyah (tetapi PERTI, tentu saja, secara eksklusif tidak demikian). Upaya-upaya Al· Rasuli untuk mendisiplinkan dan menundukkan Haji Jalaluddin tidak sedikit pun berhasil, dan pemilihan umum tahun 1955 memperlihatkan bahwa Jalaluddin telah mampu membina dukungan yang lumayan. PPTI-nya turut serta dalam dua dari tiga provinsi di Sumatera; di Suma· tera Tengah (Minangkabau termasuk) berhasil meraih 35.156 suara dari 1.571.133 suara pemilih keseluruhan, atau 2,23, dan di Sumatera Utara (Mandailing termasuk) 27 .084 suara dari 2.134.817 suara, atau 1,33. Di daerah tertentu, PPTI memperoleh persentase suara jauh lebih tinggi: di Solok (Minangkabau) 13.313 dari 122.084 yaitu 113, dan di Tapanuli Selatan (Mandailing) 19.549 dari 175.932 atau juga 11 %. Secara keseluruhan, perolehan PERTI bahkan lebih baik, dan mengingat bahwa setidak-tidaknya sebagian pemilih adalah pengikut Naqsyabandiyah juga, kita dapat menyimpulkan bahwa pada kecamatan tertentu di atas 10% penduduknya punya afiliasi dengan tarekat ini. 13 12. Putra Abbas, Sirajuddin, kelak (setelah kemcrdekaan) menjadi pemimpin nasional PERTI; ia dipandang oleh kalangan luas sebagai seorang teman-seperjalanan prokomunis, dan dipaksa mengundurkan dlri pada tahun 1965 dari kepemimpinan partai. 13. Alfian, Basil Pemilihan Umum 1955untuk Dewan Perwakilan Rakyat. Djakarta: Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan Nasional, 1971 105, 121. Data yang relevan dapat diringkas dalam sebuah tabel: Masyumi di sin! mewakili kaum Muslim modernis, PERTI (di Tapanuli Selatan, NU) dan PPTI, kaum Muslim tradisional. Pemilih yang sah Suara yang masuk Masyumi PERTI PPTI NU Sumatra Tengah Solok 1.795.955 1.571.133 797.692 351.768 35.156 135.384 122.084 71.000 24.507 l!l.31!1 Sumatra U):ara Tapanuli Selatan 2.458.732 2.134.~l 7 789.910 78.358 27.084 87.773 200.800 175.932 65.319 680 19.549 48.108 132 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Haji Jalaluddin terpilih sebagai anggota DPR tingkat pusat, dan memanfaatkan peluang-peluang yang diberikan kepadanya untuk meluaskan pengaruhnya dan pengaruh PPTI. Selama periode Demokrasi Terpimpin, ia membina hubungan baik dengan Presiden Sukarno, dan ia meyakinkan setiap orang dalam lingkaran-lingkaran Naqsyabandiyah di Sumatera agar mengetahui bahwa PPTI telah diakui secara resmi keberadaannya dan juga PPTI mempunyai hubungan-hubungan di kalangan atas. Banyak khalifah yang mungkin tidak sepenuhnya yakin akan keunggulan J alaluddin sebagai guru, bergabung dengan PPTI demi rasa aman. Dan· ia memang berhasil memberi mereka perlindungan dan dukungan. Dalam tahun-tahun terakhir Sukarno, Haji Jalaluddin menunjukkan keluwesannya dalam menyelaraskan babasanya dengan iklim politik saat itu, 14 dan ia bahkan telah melangkah sedemikian jauh dengan "membuktikan" bahwa Sukarno memperlihatkan semua tandatanda seorang Mahdi. 15 Dengan gaya yang serupa, ia kemudian menyebut dirinya sendiri "ketua umum seumur hidup PPTI", gelar yang dilepaskannya setelah Sukarno dipaksa untuk mengundurkan diri. Setelah rezim berganti, PPTI-nya merupakan Salah satu organisasi yang pertama-tama bergabung dengan Sekber Golkar. Ketika itu PPTI tidak lagi merupakan organisasi para pengikut Naqsyabandiyah Khalidiyah dari Sumatera saja. Haji Jalaluddin juga berusaha membawa syaikh-syaikh dan pengikut tarekat lain ke dalam organisasinya, dan ia pun menempatkan wakil-wakilnya di seluruh negeri. "Perolehan"-nya yang utama adalah khalifah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang masih muda, Ahab Anom dari Suryalaya, jawa Barat; wakil-wakilnya yang lain di Malaysia, Kalimantan, Sulawesi, Jakarta dan sebagian besar Sumatera kurang begitu dikenal. Banyak khalifah masuk PPTI karena alasan keamanan; tetapi Haji Jalaluddin sendiri setidak-tidaknya mungkin telah menarik banyak pengikut tarekat yang baru, dengan menawarkan pelajaran yang sederhana dan mudah, dan tanpa banyak persyaratan menganugerahi gelar ''Doktor" (dalam keruhanian) kepada orang-orang yang memintanya. (Ia menyebut dirinya sendiri "Profesor Doktor"). Pada tahun 1975 ia mengklaim bahwa PPTI mempunyai tidak kurang dari 3 juta pengikut jumlah yang sama dengan yang diklaim Partai Komunis Indonesia satu dekade sebelumnya. Jumlah ini barangkali hanya kelebihan satu nol saja. Haji Jalaluddin tutup usia pada tahun 1976, dari dengan kepergiannya PPTI · kehilangan dinamismenya. PPTI masih ada tetapi terpecah· 14. Tiga Serangkai (1964)-nya, sebagai contoh, dibuka dengan judul Tharikat Sukarnowfah (tharikat Pantjasila) itulah Thariluit Islam, dan menyatakan bahwa 'Maksud buku ini menolak djahat purbuangka terhadap amat Tharika.t, dan bertujuan perdamaian (Pcrsatuan) Umat Islam, demi untuk ~ "NEKOLIM"'. 15. Dalam jilld keempat, Pembelaan Tharikat Islam Naksjabandijah (196!1). Bab X. Tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera Bo.rat 133 pecah dan kekurangan pemimpin yang herbohot. Paling tidak ada dua kelompok yang mengklaim sebagai mewakili PPTI yang sebenamya, tetapi tidak satu pun dari keduanya yang mempunyai pengaruh berarti; pemimpin-pemimpin yang adalah pengurus yang punya minat kepada tasawuf dan bukan mursyid yang sebenarnya. Penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah secara Geografis di Sumatera Barat Sekarang tarekat Naqsyabandiyah dijumpai di seantero Minangkahau; tarekat ini mempunyai pusat·pusat di tujuh dari delapan wilayah kahupaten di Sumatera Barat. Tetapi, masih jelas hekas-hekasnya pemhagian wilayah dalam provinsi ini dahulunya di antara tarekat Syatta· riyah (yang selalu punya pusat·pusat di pesisir Pariaman) dan tarekat Naqsyahandiyah: di daerah tertentu tarekat Syattariyah yang dominan, sedangkan di daerah lain tarekat Naqsyahandiyah, sehagaimana diper· lihatkan dalasn tabel berikut: H TABEL S. JUMLAH PUSAT·PUSAT SYATTA&IYAH DAN NAQSYABANDIYAH Kabupaten 1. Pasaman 2. Agam 3. Tanab Datar 4. 5. 6. 7. 8. Limapuluh Koto Solok Padang Pariaman Pesisir Selatan Sawahlunto Sijunjung Syattariyah 7 18 25 11 24 4 Naqsyabandiyah 17 11 88 18 12 5 22 8 Sayangnya, saya tidak memperoleh data yang dapat diperbanding· kan untuk daerah tetangga Kampar di Riau (secara kultural memang dekat dengan Minangkabau) dan Tapanuli Selatan, di mana juga terdapat sejumlah pusat penting. Banyak Naqsyahandi di tempat lain di Sumatera serta juga di Malaysia yang menarik urut garis silsilah mereka melalui seorang guru atau lebih yang ada di Minangkabau, seperti akan kita lihat pada bah selanjutnya.• 16. Berdasarkan daftar semua pusat tatekat yang dua ini yang diketaui dalam wilayah propinsi tenebut, disampalkan kepada aya oleh M. Sanusi Latief, Padang. Bab XI. Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya BAB XI DAERAH-DAERAH LAIN DI SUMATERA DAN SEMENANJUNG MALAYA Singapura: Pusat Komunikasi Sumatera dalam Abad Ke-19 Pada penghajung abad kesembilan belas dan permulaan abad kedua puluh, Sumatera terdiri atas sejumlah wilayah yang terpisah dan satu sama lain 'hampir tidak ada hubungan. Sumatera Barat, pedalaman Batak, Pesisir Timur, Aceh, Palembang dan Lampung masih merupakan dunia yang berdiri sendiri-sendiri. Pesisir Timur sendiri terdiri lagi atas sederet kerajaan-kerajaan sungai setengah-merdeka, yang berpenduduk sebagian besar suku bangsa Melayu, kerajaan yang paling penting adalah Langkat, Deli, Serdang, Batubara, Panai, Rokan, Siak, dan Jambi. Komunikasi antara berbagai daerah di Sumatera ini tidak teratur dan sering kali sulit; transportasi dilakukan lewat sungai dan laut, jarang melalui jalan darat. Terutama untuk Aceh dan Pesisir Timur, hubungan dengan daratan di sebelah Selat Malaka sering lebih mudah ketimbang dengan daerah-daerah lain di Sumatera; dalam praktiknya, hubungan antara berbagai daerah di Sumatera tidak jarang dijembatani oleh pusatpusat perniagaan Pinang dan Singapura.1 Bagi mereka yang beragama Islam tentu saja ada pusat komunikasi lain di luar negeri, Kota Suci Makkah dan Madinah di Hijaz - tetapi sebagian besar mereka yang pergi ke sana dan kembali dari sana pun lewat Singapura juga. Kalau hanya karena ini, bolehlah kita duga bahwa Singapura - dan Pinang yang kedua - memainkan peranan penting dalam penyebaran tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera. Dan memang demikianlah: bukanlah suatu kebetulan bahwa lsma'il Minangkabawi, setelah kembali dari Makkah, memilih Singapura sebagai pangkalan aktivitasnya, bukan tempat asalnya Simabur di dataran tinggi Minangkabau. Syaikh Naqsyabandiyah Melayu yang paling berpengaruh, Abdul Wahhah Rokan (lihat di bawah), pindah ke Pinang setelah ia kena masalah tertentu dengan pihak yang berkuasa di Deli (dan dari sana masuk ke daratan Malaya). Ada beberapa petunjuk tidak langsung yang membuktikan bahwa Singapura dan Penang itu penting dalam jaringan komunikasi Naqsyabandiyah pada penghujung abad kesembilan belas,2 I. Malahan Anthony Reid berpendai:iat lebih kuat lagi tentang bal lni: ':Jika ada pusat perhubungan dan dagang untuk Sumatera dalam abad kesembllan belas, maka secara paradoks itu berada di wilayab jajahan Inggris, Pinang, dan Singapura. Karena di sanalah perdaga:ngan Sumatem maka di sana pulalah orang-orang Sumatem dari pelbagai daerah biasanya 1987: 29-30). , 2. Misalnva, naskah oleh lsma'il Minangkabawi yang diterbitkan Holle (1886) berasal 134 135 tetapi rupa-rupanya di kedua tempat itu sendiri tidak terdapat jamaah Naqsyabandiyah yang mapan dan menetap. Pada tahun 1889, Konsul Belanda di Singapura melaporkan bahwa jumlah pengikut Naqsyabandiyah belum lama berselang menunjukkan peningkatan pesat. Mereka berjumlah lebih dari 500 (dari keseluruhan penduduk Muslim yang 35.000), kebanyakan dari mereka adalah pendatang dari Jawa dan Melayu Singapura. 3 Seperti banyak rekannya sesama pejabat pemerintahan Hindia Belanda, konsul tersebut mengkhawatirkan gejala "fanatisme" ini, dan ia memberitahukan gubernur Singapura, yang kemudian memang melakukan penyelidikan. Sebagai akibatnya, para peserta pertemuan zikir Naqsyabandiyah secara drastis menurun; para pengikut tarekat ini, khususnya mereka yang orang Jawa, rupa-rupanya mengartikan penyelidikan itu sebagai pertanda akan dilakukannya penindasan (dan, barangkali, pengusiran) dan mereka lebih suka tetap tidak menonjolkan diri. Setelah setengah tahun, yang tinggal tidak lebih dari tiga puluh orang pengikut Naqsyabandiyah !4 Pada tahun-tahun selanjutnya, tidak pernah disebut-sebut lagi adanya pengikut Naqsyabandiyah dalam jumlah yang besar di antara penduduk Singapura, walaupun pulau tersebut tetap penting sebagai pusat komunikasi bagi kaum Naqsyabandiyah di tempat lain. Pusat-pusat utama di Sumatera sendiri, yang darinya tarekat Naqsyabandiyah menyebar ke daerah-daerah lain di pulau itu, di tempat pertama adalah Minangkabau, dan yang kedua pesantren yang penting di Kesultanan Langkat, Babussalam, yang para lulusannya bertebaran sebagian besar di Sumatera dan Malaya. Syekh Abdul Wahhab dan Pesantren Babussalam Seorang syaikh Melayu, hanya dengan sendirian saja telah mempunyai pengaruh di kawasan Sumatera dan Malaya sebanding dengan apa yang dicapai para syaikh Minangkabau seluruhnya. Dia adalah Abdul Wahhab dari Rokan (Sumatera Tengah), yang beroleh dukungan dari sultan-sultan Langkat dan Deli dan mendirikan Pesantren Babussalam yang masyhur itu di Langkat. la lahir dari keluarga yang taat beragama (ayahnya seorang haji), mengaji di berbagai surau di Riau daratan dan merantau ke Makkah untuk menyambung pelajarannya. Ia tinggal di sana selama lima atau enam tahun pada 1860-an, belajar di Masjid AI-Haram dan juga mendapat pelajaran kenaqsyabandiyahan dari Sulaiman AI-Zuhdi. la kembali ke Sumatera sebagai seorang khalifah, mula-mula menetap di Kubu (Riau) dan kemudian pindah ke Langkat. Di daerah ini ia membangun desa dan madrasah Babussalam (1883). 3. "Jaarverslag 1888" oleh Konsul Jendmil Belanda di Sinppum (G. Lavino), bertanggal 31·5·1889, arsip Consulaat Singapore no. 43, fol. 359-60 {AR.A, Den Haag). 4. "Surat resmi dari konsul jenderal Belanda di Sinppura", bertangga1 6·12-1889, dalam Mailmpport 1889/866 (AR.A, Den Haag). 136 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Pada tahun 1889 atau 1890, ia ada masalah dengan penguasa Belanda (dituduh melakukan pemalsuan uang) dan melarikan diri menyeberangi Selat Malaka mula-mula ke Pinang. Kemudian tinggal di Batu Pahat, Johor. Satu·dua tahun berada di Semenanjung, Abdul Wahhab lalu pergi mengunjungi Kubu. Ketika kedatangannya diketahui, Sultan Siak mengundangnya, dan Sultan Langkat juga mengundangnya untuk kembali ke Babussalam. Abdul Wahhab tidak menolak. Mulai saat itu hingga wafat pada tahun 1926 ia tetap berpangkalan di Babussalam. Kemana pun ia pergi dalam perjalanannya terdahulu, ia mengawini istri baru dan mengangkat khalifah. Keluarganya yang berkembang pesat membuat Desa Babussalam jadi semakin ramai, dan rumah suluk yang terdapat di sana menarik ratusan orang yang datang minta dibaiat. Kesemuanya, Abdul Wahhab mengangkat tidak kurang dari 120 khalifah, yang sekitar separuhnya ada di Riau dan delapan orang dari mereka ada di Malaya. 5 Mereka semuanya tetap mengakui wewenang Babussalam, dan menghormati penerus-penerus Abdul Wahhab sebagai atasan mereka. Pengganti Abdul Wahhab yang pertama sebagai tuan guru Babussalam adalah putranya yang tertua, Yahya Afandi, yang berusia pendek (wafat 1929). Yang terakhir ini digantikan oleh putranya sendiri, Abdul Manap, dan pada gilirannya ia digantikan oleh seorang khalifah yang tertua, seorang bemama Muhammad Sa'id, yang telah diangkatnya lebih dulu untuk menggantikannya bila ia telah tiada. Penerus yang selanjutnya adalah putra Abdul Wahhab yang lebih muda, Haji Abdul Jabbar; ia dipilih menjadi mursyid oleh suatu pertemuan semua khalifah yang hadir di Babussalam (1936). Inilah pergantian kepemimpinan terakhir yang tampaknya berjalan tanpa persaingan; selama setengah abad berikutnya persaingan di dalam keluarga berjalan seiring dengan pertikaian politik, karena berbagai kelompok berusaha mengendalikan Babussalam dan menjadikan wibawa nama besamya itu sebagai asset politik. Abdul Jabbar wafat pada tahun 1943; wakilnya (yangjuga saudara tirinya), M. Daud, menganggap dirinya sebagai pengganti yang sah. Dalam revolusi sosial yang terjadi segera setelah kekalahan J epang, Daud berada di pihak golongan anti-Sultan, dan oleh sebab itu terpaksa mengungsi ke Aceh setelah Aksi Militer Belanda I tahun 1947. Ia harus menjauh selama Negara Serikat Indonesia Timur masih tegak dan barulah ia dapat kembali pada tahun 1951. Sement~ itu, khalifah yang lain, Pakih Tambah, telah mengambil kedudukan tertinggi (sebagai mursyid dan nazir, "pengelola") di Babussalam, dan telah dik~kuhkan sebagai pemangku kedudukan seperti itu oleh .sebagian besar khalifah lain pada tahun 1948. Tentu saja ia tidak sudi melepaskan kedudukannya kepada Daud ketika yang disebut belakangan ini kembali ke Babussalam. Maka terjadilah konflik yang berkepanjangan. Daud mendirikan 5. Daftar khalifahnya Abdul Wahhab dalam Said 1983: 134-9. Bab XL Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya 137 rumah suluk-nya sendiri, tidak berapa jauh dari rumah suluk Pakih Tambah. Usaha menengahi dari berbagai kalangan organisasi Islam, pejabat pemerintah dan anggota keluarga Abdul Wahhab lainnya tetap tidak membawa basil. Hingga wafatnya Daud dan Pakih Tambah, masing-masing tahun 1971 dan 1972, keduanya tetap bertindak sebagai mursyid dan nazir di Desa Babussalam yang sama. Proses musyawarah dan rembukan yang memakan waktu lama di antara anggota keluarga dan khalifah lain berakhir dengan terpilihnya putra Abdul Wahhab yang lain, Mu'im, sebagai mursyid. Ia memimpin Babussalam selama tujuh tahun, dari tahun 1974 sampai wafatnya pada tahun 1981, dan ia digantikan oleh putra Abdul Wahhab terakhir yang masih hidup, Madyan. 6 Tetapi Babussalam tetap terpecah dua. Rumah suluk peninggalan Daud tidak ditutup, tetapi terus dikelola oleh putra Daud, Tajuddin (yang pada tahun 1986 adalah anggota DPRD untuk Fraksi Golkar). Wafatnya Madyan, pada tabun 1986, menimbulkan konflik baru. Kewenangannya tidak diterima secara umum, karena ia tidak dipandang sebagai seorang 'alim, dan para khalifah menginginkan pengganti yang lebih layak mereka hormati. Ada dua calon yang benar-benar layak, keduanya cucu dari pendiri Babussalam: Faqih Shaufi (putra dari Haji Bakri) dan Anas M:udawwar, putra dari Daud. Faqih Shaufi lebih disukai oleh kebanyakan khalifah karena ia seorang 'alim dan sufi betulan, tetapi Anas mempunyai dukungan politik yang kuat. Bupati Langkat turut campur tangan dan menjagokannya sebagai pemimpin Babussalam. Hasilnya, peran kepemimpinan sekarang dibagi dua: Anas menjadi nazir, sedangkan Shaufi mengendalikan rumah suluk dan memimpin tawajjuh, pertemuan zikir berjamaah (yang diselenggarakan empat kali sehari di sini, setiap kali ba'da shalat kecuali magh1ib). Persaingan jadi kentara sekali sekarang dengan penolakan Anas menghadiri tawajjuh. Konflik-konflik ini sedikit demi sedikit mengurangi wibawa Babussalam. Wibawa moral yang sebenamya, di mata para khalifah yang lain dan para murid, tampaknya tinggal wibawa yang melekat pada segelintir khalifah generasi pertama, khususnya Syekh Abdul Manan dari Padangsidempuan, Tapanuli Selatan. Keputusan-keputusan penting tidak dapat diambil tanpa persetujuannya. Dialah bersama dua khalifah Abdul Wahhab yang masih hidup, yaitu Syekh Hasan dari Air Bangis di Suma. tera Barat dan Khalifah Junaid dari Labuan Bilik di Panai (pesisir timur), yang memilih Fakih Shaufi sebagai mursyid yang baru, dan pilihan ini dihormati oleh murid tarekat lainnya, dengan mengabaikan 6. Garis bcsar sejarah Babuuala.m ini tvutama diduarkan pada Said 1983, S')'ll.I\ 1978 dan Nooryono 1982. Cat.atan<atatan lll'llai:\jutnya mqenai perkcmbanpn yall( lieiakanpn didasarkan pada pengamatan dan wawanc:ara ketilra penullt berkuujung ke Babuualam pada tanggal 10.1 1-1986. 188 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia pilihan pemerintah setempat. Tidak semua khalifah Syekh Abdul Wahhab yang jumlahnya 120 atau lebih itu melanggengkan garis keguruan Naqsyabandiyah, tetapi dewasa ini, lebih dari 60 tahun setelah wafatnya, beberapa pusat yang penting masih mengakui afiliasi mereka dengan Babussalam. Tiga yang terpenting dipimpin oleh tiga khalifah generasi pertama yang baru saja disebut di atas. Masing-masing khalifah ini pada gilirannya telah menyebarkan pengaruh tarekat hingga cukup melua.s. Pusat-pusat penting lainnya di Sumatera ditemukan di Kota Pinang (daerah pantai timur Gunung Slamat), di Kerinci (sebelah timur dari Minangkabau) dan di Jambi, sementara ada sejumlah pusat-pusat kecil di daerah Rokan di Riau. Juga ada sejumlah pusat di Malaysia, di negara bagian Selangor (di Kajang), Negeri Sembilan (di Kuala Lukut), Perak (Temong), Perlis (Kota Perlis) danJohor (Batu Pahat). 7 Tarekat Naqsyabandiyah bukanlah satu-satunya tarekat yang diajarkan dan diamalkan di Babussalam; generasi yang lebih tua juga mengamalkan tarekat Syadziliyah. Setiap Senin malam, ba'da shalat 'isya, ratib tarekat ini dibacakan dengan suara keras. Tetapi jumlah pesertanya tidak banyak, tidak dapat dibandingkan dengan mereka yang mengikuti tarekat Naqsyabandiyah. Rumah mluk di Babussalam digunakan sepanjang tahun, bukan hanya selama sebulan dalam setahun sebagaimana di tempat-tempat lain di Sumatera.11 Lamanya satu suluk di sini dapat sepuluh, dua puluh atau empat puluh hari. Yang lazim dijalankan orang adalah suluk sepuluh hari saja. Aturan-aturan suluk di sini relatif ketat, antara lain: dilarang sama sekali makan daging atau ikan, dan salik (pesuluk) tidak diperbolehkan meninggalkan rumah suluk. Diklaim bahwa ribuan orang menjalankan suluk di sini setiap tahunnya (tetapi selama kunjungan saya, hanya tiga orang yang saya lihat di rumah suluk Fakih Shaufi). Kampar Di Riau daratan, ada dua daerah tempat Naqsyabandiyah telah beroleh pijakan yang kokoh. Yang satu adalah Rokan, daerah asal syaikh Pesilam {Babussalam), Abdul Wahhab. Banyak sekali penduduk asli Rokan (terutama Rokan Kiri) yang telah tinggal beberapa waktu di Pesilam untuk menimba ilmu, dan beberapa dari mereka pulang sebagai . khalifah, untuk menyebarkan tare\at. Daerah yang kedua adalah Kampar, kabupaten yang berbatasan dan secara kultural dekat dengan Minangkabau. Beberapa kecamatan dikenal sebagai pusat kegiatan Naqsyabandiyah yang penting, khusus7. Nama-muna dibcrikan oleh Anu Mudawwar, l'llUlr dari Babussalam, 10·1 l ·1986. Mengenai yang paling penting dari pwiat·pt1sat ini, llhat di bawah, hal. 15lM55. 8. Di Batu 8esurat (Kampu, lUau), suluk di1ak:ukan seJama Ramadban, di Pulau Gadang (Kampar, lliau) se1ama litajab (Thaher 1986: 57). Bab XI. Daerah-daerak Lain di Sumatera dan Malaya 139 nya XIII Koto dan Siak .Hulu. Menariknya, daerah-daerah ini adalah juga wilayah Riau di mana organisasi kaum tradisionalis PERT! paling kuat, sementara di daerah ini pun terdapat pusat-pusat utama kaum modernis Muhammadiyah. Masyarakat Riau cenderung mengaitkan ketiga fenomena tersebut (tarekat, PERTI dan Muhammadiyah) dengan pengaruh etnis Minangkabau. Kenyataannya memang banyak orang Minangkabau yang berdiam di Kampar, tetapi para Naqsyabandi yang berbincang-bincang dengan saya semuanya menganggap diri mereka sebagai orang Melayu.9 Mungkin pusat tarekat Naqsyabandiyah yang paling penting di seluruh Riau adalah Desa Batu Besurat di XlII Koto (Kampar), di mana tarekat pertama sekali diperkenalkan oleh Syekh H. Abdul Ghani, yang wafat pada tahun 1961. Sebagaimana dipercayai oleh para keturunannya dan pengikut-pengikutnya, sang syaikh telah mencapai usia sepuh 150 tahun ketika wafat, dan masih sempat menerima tarekat dari Syaikh Sulaiman Al-Zuhdi sendiri (Thaher 1986: 45-49). Tetapi, dalam silsilah putranya, kita dapatkan 'Utsman Fauzi dan seorang bemama Yusuf Qudsi (mengenai Yusuf Qudsi saya tidak memperoleh informasi lebih lanjut) yang menyelangi antara Syaikh Sulaiman dan Abdul Ghani, yang ternyata waktunya lebih cocok dengan tahun kembalinya Abdul Ghani dari Makkah, yaitu 1905 (ibid.: 42). Abdul Ghani mendirikan sebuah surau tradisional di Batu Besurat. Dan di bawah kepemimpinan putranya, Aydarus Ghani, telah diterapkan sistem pendidikan madrasah (yaitu ada tingkatan menurut kelas-kelas). Dewasa ini !!tadrasah Tarbiyah lslamiyah Darussalam tersebut merupakan pesantren penting di Riau. Di antara murid-murid Abdul Ghani terdapat beberapa ulama penting dari berbagai daerah di Sumatera, terutama Minangkabau; yang paling terkenal dari mereka adalah Muhammad Waly (Muda Waly) dari Labuhan Haji di Aceh Barat, yang menjadi orang 'alim tradisional paling terkemuka di seluruh Aceh dan merupakan orang pertama yang memperkel;lalbn tarekat Naqsyabandiyah ke daerah itu. Syeikh Batu Besurat yang sekarang, Aydarus Ghani, menerima tarekat bukan langsung dari ayahnya, tetapi dari Muda Waly. Orientasi cabang tarekat ini terutama ke Minanglcabau; para pengikutnya sering menziarahi makam-makam syaikh Naqsyabandiyah yang lain, dan semua syaikh ini tampaknya berasal dari Minangkabau. 10 9. Situasi ini jadinya mirip dengan yang terjadi di Aceh Barat, yang secara umum penduduknya menyebut diri mereb. sebagai ouug Aceh, tetapi tidak dianggap demikian olc:h ouug Aceb "asli" dati Aceb :&esar, Aceh Utan, dan Pidic. Orang Melayu terns bl.ngp. ke timur cenderung menganggap orang Kampar aebagai ''keturunan" Minang dan bukan sama:sama Melayu. 10. Daftar tempat-tempat iiatah ini dalam Tbahcr 1986:52. Syaikh·syaikh cukup terkenal yang dikunjungi adalah: Muhammad Sa'd darl Mungb.;Abdur Rahman dari Batu Hampar, Payakumbuh; Ali Sa'id dati Bonjol;lbrabim Khalidi dati Kumpulan ("Syekh Kumpulan"); Isma'il Simabur (Isma'il Al-Mlnangkabawi). di Batusangkar. Dala:m daftar tem11111uk pula Muhammad Jamil Jaho, Padangpanjang (beliau bukanlah seorang syaikh Naqsyabandiyah, 140 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Madrasah yang telah disebut tadi berafiliasi dengan PERTI, yang juga dianggap oleh kebanyakan orang Melayu Riau sebagai ''khas Minang· kabau". Cabang Naqsyabandiyah lainnya berpusat di Pulau Gadang, samasama di Kecamatan XIII Koto. Pusat itu didirikan di sana oleh seseorang bernama Syekh Ja'far (atau Sa'id Ja'far) dan sekarang dipimpin oleh penerusnya, Syekh Haji Abdul Wahid, yang mempunyai beberapa khalifah, salah seorang dari mereka ada di Pekanbaru. Afiliasi cabang tarekat ini kurang jelas. Khalifahnya yang di Pekanbaru, Agus Salim, menyodorkan kepada saya nama-nama berikut yang merupakan bagian akhir silsilah gurunya: 'Abdallah Efendi [ Arzinjani] Syekh Isma'il Mahmuddin Sa'id Ja'far Dengan tegas ia menolak anggapan bahwa Isma'il tersebut identik dengan Isma'il Al-Minangkabawi, dan mengklaim bahwa ia berdua dengan Mabmuddin adalah orang Melayu dari Kampar. 11 Syekh Abdul Wahid mengatakan pada peneliti lain bah\va gurunya Ja'far telah menerima tarekat di Makkah, dari /abal Hindi dan juga dari Sulaimar1 Zuhdi, dan bahwa di sana. pun ada hubungan dengan Abdul Wahhab Rokan dari Babussalam di Lan,gkat (Thaher 1986, 48). Pengacuan ke Jabal Hindi menunjukkan bahwa Syaikh Isma'il dalam silsilah itu boleh jadi adalah Isma'il Jabal, khalifah Muhammad Shalih Al·Zawawi yang berasal dari Melayu {dari Kalimantan Barat) - oleh sebab itu bukan seorang syaikh Khalidiyah melainkan seorang syaikh Mazhariyah (lihat Bab IX). Ada kemungkinan Mahmuddin belajar pada keduanya yaitu pada Isma'il Jabal dan Sulaiman Zuhdi dan juga pada Abdul Wahhab Rokan. 1i Pusat Naqsyabandiyah yang ketiga dan terbaru di Kampar terdapat di Teratakbuluh dan sekitamya (Kecamatan Siak Hulu). Di sini tarekat diperkenalkan sekitar tahun 1950 oleh Syekh Khalifah Abban, orang asli setempat yang telah belajar tarekat Naqsyabandiyah selama tiga tctapi sala.11 iieomig pendiri PERTI), dan Burhanuddin dari Vlakan, orang pcrtama yang mcmbawa tarckat Syatt.11.riyah ke Sumatera Ba.rat. 11. Wawmeara denpn Agua Salim dan pan pmgikutnya, Mujid Ubudiyah, Pekanbaru, 16-11· 1986. 12. Scorang khalifah lain dari ca1tang Babusmamnya Abdul Wahab, yang tingpl dckat Pekanbaru, sangat krltis tl!rhadap pan penganut Naqsyabandiyah di Kampar, yang dianggapnya sebagai kurulg kctat ka:rena mereka ada1ah dari Jabal Hindi dan bukannya Jabal Q;ubais. Sclama henuluk di sana, makan ikan diperbolehkan, dan pcsuluk (salik) maJahan bolch pulang kc rumah pada ma1am bati (B. Ml.>hammad Rayan, wawam::ara, 19-11-1986). Saya llhat iiendiri kelompok Agua Salim menyelenga:rakan pertemuan minggua.n pada malam hari (Kamil malam), dan bukan pada 9iang bati iiepati kcbanyakan pengikut·pmgikut dari Jabal Abu Qubaia. Bab XI. Daerah-d.aerah Lain di Sumatera dan Malaya 141 belas tahun di Babussalam, Langkat (Badun 1985: 26-7). Tidak seberapa lama kemudian, khalifah yang lain datang ke daerah yang sama: Syekh Haji Abdul Latif, seorang khalifah dari Syekh Ja'far (mungkin sekali Syekh Ja'far dari Pulau Gadang yang telah disinggung di atas). 13 Kedua guru itu beke:rja sama secara akur dan rukun, dan berhasil membawa masuk penduduk setempat ke dalam tarekat dalam jumlah yang lumayan. Di Kampar, tarekat Naqsyabandiyah terpancang kukuh, dan suluk telah menjadi aspek budaya keberagamaan yang penting. Tarekat tidak sama keberhasilannya di daerah-daerah lain di Riau. Di Pekanbaru, pengikut-pengikut Khalifah Mudo Agus Salim hanya berhasil membentuk kelompok kecil, yang merasakan bahwa lingkungan seputar mereka cukup bertentangan dengan tarekat. Di Rokan Kiri, sebaliknya, terdapat banyak rumah suluk yang tidak pernah kekurangan pengunjung. Beberapa guru di sini berafiliasi ke Babussalam, para keturunan atau para penerus dari khalifah-khalifah yang dibaiat oleh Abdul Wahhab sendiri. Guru-guru lain konon membuka sebuah rumah suluk tanpa memiliki ijazah sebagaimana mestinya. Dikabarkan pula syaikh-syaikh yang mengangkat dirinya sendiri dan belajar sendiri telah melakukan kegiatannya di Kubu (pedalaman Bagan Siapiapi), di mana terdapat banyak sekali rumah suluk tetapi orang menduga di sana tidak diajarkan pengetahuan tarekat dalam arti yang sebenarnya. 14 Mandailing (Tapanuli Selatan) Sebagian besar Mandailing relatif lambat diislamkan, yakni pada sekitar pertengahan abad kesembilan belas, terutama melalui kontak· kontak dengan Minangkabau. Tarekat Naqsyabandiyah hampir langsung mengikuti juru~u~ dakwah Islam yang pertama, dan pada pergantian abad ia telah berakar sedeinikian kuat di daerah ini sehingga amalanamalan tarekat ini tampaknya hampir dianggap bagian tidak terpisahkan dari Islam. Seorang misionaris Jerman yang menulis pada tahun 1908 mengenai Islam di antara orang-orang Batak, menggarisbawahi pentingnya paham kesufian di wilayah ini, dan menganggap suluk, meskipun hanya diamalkan oleh segelintir orang, sebagai tingkatart tertinggi dari semua pelajaran keislaman (Simon 1908). Sebelum kedatartgan Islam, para dukun pemanggil ruh yang disebut parsibaso dan datu. yang menjalankan fungsi-fungsi sangat penting dalam masyarakat Batak, dan merupakan bagian dari elit yang memerintah. Tampaknya, perpindahan ke agama Islam secara sempurna hanyalah mungkin bila ada l!J. Badun (1985: 28) menycbutnya Syekh Ja'f'ar dari Batu Besurat; saya ldra ini llWltu keaalahan, walaupun tidak scpenulmya mutabil bahwa Abdul Ghant dari Batu Benurat juga mempunyai khalifah •tcmpat denpn mma yang 11ma. 14. H. Mullammad Rayan, Pckanbaru, waWllDCll'a 19-11-88. 142 Tarekat Naqsyabandfyah di Indonesia para orang pintar di kalangan Muslim yang mampu mengambil alih peran-peran yang mereka mainkan dalam berhubungan dengan alam ruh yang gaib dan dalam penyembuhan berbagai penyakit psikosomatik. Guru-guru tarekat, khususnya mereka yang pintar dalam ilmu ramal secara Islam dan membuat jimat-jimat, agaknya merupakan calon-calon kuat untuk menggantikan para parsibaso dan datu-datu dari masa pralslam tersebut. Dan kenyataannya, mayoritas paling besar dari ulama yang di kemudian hari juga bertindak sebagai datu - tukang tenung, peramal, pembimbing spiritual - adalah guru-guru atau para pengikut Naqsyabandiyah (Pelly 1979: 7-13). Pengaruh Naqsyabandiyah di Mandailing datang dari dua sumber. Yang pertama tentu saja Minangkabau, di mana, seperti telah kita lihat, tarekat telah hadir dengan akar yang kukuh di tahun-tahun 1860-an, dan di mana syaikh-syaikh semacam Ibrahim Kumpulan telah berhasil menanamkan pengaruh di luar batas-batas wilayah Minangkabau. Sumber yang lain adalah Syekh Abdul Wahhab Rokan. Setelah kembali dari Makkah (1869), menurut cucunya dan juga penulis riwayat hidup· nya, ia telah mengirim banyak s('!kali muballigh dan khalifah untuk menyebarkan Islam ke Mandailing dan Sipirok yang di zaman itu sebagiannya masih merupakan ·nqeri kaum penyembah berhala (Said 1983: 38). Salah seorang dari khalifah-khalifah ini, Syekh Sulaiman AlKholidy, merupakan orang yang berjasa mendakwahkan tarekat pertama kali di Mandailing. Setelah mula-mula berguru kepada Abdul Wahhab, ia mukim di Makkah selama empat tahun, belajar lebih lanjut kepada Sulaiman Al-Zuhdi. Setelah kembali ke Sumatera mula-mula ia tinggal bersama mantan gurunya di Babussalam, dan kemudian kembali ke kampungnya Huta Pungkut, di mana ia membangun sebuah masjid dan sebuah rumah sulult.. Berduyun-duyun orang datang belajar kepadanya dari Muara Sipongi, Pekatan, Ranjau Batu, Padang Lawas, dan sebagainya. 15 Seperti halnya di Minangkabau, di daerah Mandailing banyak sekali terjadi konflik sekitar tarekat Naqsyabandiyah, yang kadang menjurus ke kekerasan, antara para pendukung Islam garis kera~ dengan para pengetua adat. Tak lebih awal dari tahun 1891, sebuah laporan Belanda rnenyebut tentang orang-orang fanatik di Tapanuli yang ingin rnenghapuskan adat karena banyak yang bertentangan dengan Al-Quran. I,aporan tersebut membuktikan bahwa surnber utarna keresahan-keresahan ini adalah dua orang ulama Minangkabau yang datang untuk menetap di Mandailing, yakni seorang bernama Syekh Abu Bakar dari Padang Lawas dan seorang Haji Yusuf dari }!). Pelly 1979: 13. Di antara murid-muridnya yang terpenting adalah: Syekh Hasyim da.ri Ranjau Batu; Syekh Abdul Majid dari Tanjung Larang, Muara Sipongi; Syekh Isma'il da.ri Muara Sipongi; Syekh Muhammad Samman dari Kampung Sejaring, Bukittinggi; da.n putra sekaligus penggantinya, Syekh Muhammad Baqi. Bab XI. Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya 143 Gunung Berani. 16 Tidaklah jelas apakah kedua ulama ini mernpunyai hubungan tertentu dengim tarekat Naqsyabandiyah. Tetapi, generasi pembaru yang berikutnya bersikap antitarekat dan juga antiadat. Pada tabun 1895, seorang ulama Mandailing, Syekh Abdul Hamid, kembali dari Makkah setelah belajar sekitar sepuluh tahun di bawah bimbingan Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Ia mengikuti contoh yang diberikan gurunya, dan cukup masyhur sebagai penentang tarekat dan juga adat. Kendatipun demikian, hubungannya dengan syaikh Naqsyabandi utama, Sulaiman Al-Kholidy - keduanya tinggal di Huta Pungkut tetap bersahabat. Hubungannya dengan par-. pengetua adat memang sangat kurang serasi. Dia diajukan ke muka pengadilan dan selama beberapa tahun (1918-20) merasa mendapat tekanan untuk tinggal di luar Mandailing. 17 Walaupun begitu, kegiatan-kegiatannya dalam ukuran tertentu bukanlah tinggal tanpa hasih Sarekat Islam dan Permi yang modernis itu beroleh pijakan di Mandailing sebagian terbesar berkat usaha-usahanya. Namun, kaum pembaru Islam senantiasa merupakan minoritas di sini. Tarekat tidak pernah kehilangan popularitasnya di Mandailing. Sebagai contoh, terbukti dari basil pemilu 1955, di mana PPTl-nya Haji Jalaluddin (lihat Bab X) berhasil mengantongi tidak kurang dari 11 % dari semua suara yang masuk di Tapanuli Selatan (wilayah administratif yang mencakup Mandailing). Sebegitu jauh, syaikh Naqsyabandiyah setempat yang paling berpengaruh pada masa kini adalah Syekh Abdul Manan yang sudah sepuh asal Padangsidempuan, yang juga adalah seorang Jthalifah dari Syekh Abdul Wahhab Rokan sendiri. Seorang syaikh Mandailing lainnya yang berwatak serba .,lain", dan punya aspirasi lebih pada tingkat nasional daripada daerah, adalah Syekh Kadirun Yahya di Medan. Dan mengenai syaikh ini, akan dibicarakan lebih jauh pada bagian akhir dari bab ini. Aceh Kalaupun tarekat Naqsyabandiyah pernah mendapat pengikut di Aceh sebelum abad kedua puluh, jumlahnya tidak besar dan tidak cukup berarti. Satu-satunya acuan pasti yang kita dapatkan adalah sebuah teks yang ditulis oleh seseorang bemama Jamal Al-Din dari Pasai (di Aceh Utara), yang temyata memang seorang penganut Naqsyabandiyah, namun kapan persisnya dia hidup tidak dapat dipastikan. Karya tersebut disalin pada tahun 1859, rupa-rupanya atas permintaan seorang pejabat Belanda. Oleh sebab itu , karya itu pasti lebih tua dan tidaklah dapat dianggap sebagai bukti bahwa masih ada pengikut Naq- 16. "Rapport door de gouverneur van Sumatra's Westkust", bertangpl Padang, lll·S-1891, terlampir da.lam MR.1891/160 (AR.A, Deft Haag). 17. Pelly 1979: 16·18. 144 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia syabandiyah di Aceh pada masa itu. 18 Menjelang akhir abad itu, Snouck Hurgronje, pengamat terbaik dan paling luas pengetahuannya, memberi komentar bahwa tarekat Naqsyabandiyah memang tidak berarti di Aceh, meskipun bukan sama sekali tidak ada. 19 Temyata sekarang ini tarekat Naqsyabandiyah merupakan tarekat yang paling berpengaruh di seluruh Aceh, pengaruhnya paling besar terutama ada di Aceh Barat dan Selatan. Hal ini terutama sekali berkat kegiatan·kegiatan seorang syaikh dan politisi yang kharismatik, Muda Wali (Haji Muhammad Waly), pendiri dayah (pesantren) besar Darussalam di Labuhan Haji (Aceh Selatan} dan merupakan tokoh PERTI seluruh Aceh. Muda Wali berasal dari pesisir barat Aceh, yang sebagian penduduknya yang telah mengalami proses pembauran mengidentifikasikan dirinya sebagai orang Aceh tetapi belum diterima sebagai orang Aceh sejati (tetapi lebih dianggap sebagai tamong, "tamu" atau "pendatang., dan sebagai "keturunan Minangkabau ") oleh tetangga mereka yang di utara. Namun, mereka pun dibedakan dari para perantau Minang yang belum berapa lama berdiam di sana. Ia belajar di Minangkabau, kepada Muhammad Jamil jaho (pendiri PERTI), dan menikahi putri gurunya Rabi'ah, dan belajar pula di Kampar kepada Syekh Abdul Ghani dari Batu Besurat, yang membaiatnya masuk tarekat Naqsyabandiyah dan mengangkatnya sebagai khalifah utamanya. Pada awal-awal tahun 1940-an, Muda Wali kembali ke Aceh Selatan dan mendirikan dayah·nya di Labuhan Haji. Setelah Indonesia merdeka, ia menjadi penggerak di balik perkembangan PERTI di Aceh, terutama berkat upaya-upaya istrinya, Rabi'ah, seorang perempuan yang sangat cerdas dan terbuka serta punya naluri politik yang tajam. Bersama·sama dengan sekutu-sekutunya - Nyak Diwan, Tgk. Usman Pawoh, Cut Zakariya, dan Tgk. Bahrunsyah - ia melakukan kampanyekampanye politik dan agama secara intensif di sepanjang pesisir barat Aceh (dan belakangan juga di Aceh Besar), Salah satu tujuan utamanya adalah untuk menangkal pengaruh Muhammadiyah yang sedang tumbuh (yang erat dikaitkan dengan masyarakat Minangkabau di Aceh). Dalam perjuangan ini, Muda Wali telah mendapat pertolongan dari semua muslihat yang tercantum dalam kitab kiai. Perkawinan-perkawinannya semuanya betul-betul strategis, dengan kekecualian harangkali yang pertama, dengan gadis Minang setempat. Istri keduanya adalah keponakan dari konconya yang belakangan, Usman Pawoh; yang ketig~ 18. Van Ronkcl 1919: 365·6. Bdk. Bab ll, catatan 21. 19. Snouck 1894, II, 19, 228, IUO. Van den Berg (1883) mcnycbut kegiatan tarckat Acch, tctapi scpcrd tampak jdas dari uraian itu scndiri, pcrtunjukan d'.lllllkSii1Ca1nn~1lltidak punya hubungan apa pun dcngan tarckat ini. Bab XI. Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya 145 adalah Rabi'ah, putri gurunya dan ahli pidato yang merupakan asset utama PERTI. Salal1 satu kecamatan di Aceh Selatan di mana Muhammadiyah sangat kuat adalah Manggeng; di sini tinggal Nur Hayt, ulama besar Muhammadiyah di Aceh. Maka, Muda Wali mengawini istri keempat di sini, demi memperoleh tempat pijakan. Strategi itu berjalan lancar, dan ia ingin mengulanginya di Tenong, kubu pertahanan Muhammadiyah yang lain. Supaya tetap sah , ia harus menceraikan seorang istrinya yang terdahulu, maka ia mencampakkan Rabi'ah dan mengambil seorang perempuan muda dari Tenong sebagai gantinya. (Orang meragukan apakah politik merupakan satu·satunya alasan di sini untuk menjauhkan diri dari seorang istri yang dominan, yang dalam banyak hal adalah gurunya, dan mengurangi wibawanya di mata khalayak). Upaya Muda Wali untuk menyebarluaskan tarekat Naqsyabandiyah berjalan seiring dengan aktivitas politiknya, dan di sini sulit untuk mengetahui apakah yang satu merupakan tujuan utama dan yang lain hanya sebagai alat. Yang pasti, tarekat itu menyediakan baginyajaringan yang terpusat dan sangat patuh. Ia mengangkat beberapa politisi PERTI yang lebih muda, seperti Tgk. Adnan Mahmud dari Bakongan dan Tgk. H. Jailani, sehagai khalifahnya (keduanya di Aceh Selatan). Khalifah yang lain termasuk putra mursyid-nya sendiri, Aydarus Ghani di Kampar (lihat di atas), dan dua orang lain yang tidak saya kenal, Qamaruddin dan . Abdul Hamid, dan Tgk. Usman Fauzi dari Long Ie dekat Banda Aceh. Namun, sebagai penggantinya ia menunjuk putra sulungnya, Muhibbuddin Wali, yang diberi ijazah khalifah oleh gurunya sendiri, Syaikh Ghani di Kampar.20 Sejak wafatnya Muda Wali pada tahun 1961, putranya, Muhibbuddin, secara formal menjadi yang paling senior di antara para khalifah, namun karena ia telah lama berada jauh dari Aceh, Usman Fauzi menjadi mursyid terkemuka di Aceh demi kepentingan praktis. Sudah barang tentu ia juga merupakan tokoh PERTI terkemuka di Banda Aceh (dan anggota DPRD). Tgk. Usman bergabung dengan PPTI-nya Haji Jalaluddin pada tahun 1971 (ketika organisasi tersebut telah bernaung di bawah Sekber Golkar). dan menjadi ketua untuk wilayah Aceh. (Ia memiliki tiga toko kitab di Banda Aceh, yang merupakan satu-satunya tempat di seantero Indonesia yang masih menjual kitabkitabnya Jalaluddin). Sebagai seorang aktivis PERTI, Tgk. Usman menjadi seorang pendukung PPP ketika semua partai Islam dipaksa untuk berfusi menjadi partai baru tersebut; namun, ketika suatu bagian PERTI (kasarnya kubu Sulaiman Al-Rasuli), dengan Muhibbuddin Wali sebagai salah seorang tokoh terasn ya, memisahkaa diri dan bergabung dengan Golkar, Usman Fauzi dengan setia mengikutinya. Untuk meng20. Kctmmgan tentang riwayat hidup Muda Wali dari wawan<:IUll dcngan aktMs PERTI Thamrin z. di Banda Acch dan Tgk. Usman Fauzi di Long Ic, 3·11-1986. 146 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia hadapi pemilu 1982, Muhibbuddin berdua dengan Usman berkampanye atas nama Golkar, hal yang menimbulkan reaksi negatif yang tidak sedikit. Banyak orangtua menarik pulang anak-anak mereka dari dayahnya Usman dan mengirim mereka ke tempat lain. Tetapi, murid Naqsyabandi, tentu saja, tetap setia. Secara kebetulan, Muhibbuddin telah menjelaskan dukungannya kepada Golkar dan bukannya kepada PPP dengan menggunakan istilah-istilah yang dapat dipahami oleh kaum Muslim tradisional: "PPP sebenarnya dikuasai oleh kaum modemis yang lebih merupakan ancaman bagi amalan-amalan kita dan kepercayaankepercayaan kita dibandingkan dengan Golkar yang sekular." Malahan Tgk. Usman menjelaskannya secara lebih sederhana kepada saya: 0 Kami merasa lebih a.man di mana ada orang banyak, dan tentu saja itu di Golkar." Di dayah-nya Usman Fauzi di Long le dilaksanakan dua pertemuan zikir berjamaab setiap pekan, satu untuk laki-laki dan satu untuk perempuan, keduanya antara shalat 'isya dan tengab malam. Sekitar 150 murid secara teratur mengikuti pertemuan-pertemuan ini. Jumlah murid yang datang bersuluk (biasanya dua puluh hari) jauh lebih banyak; semuanya sudah berusia di atas lima puluh tahun, dan ter· banyak kaum wanita. Kebanyakan atau semuanya adalah petani-petani kecil. Di pesisir utara Aceh, suluk sesungguhnya tidak pernah menjadi populer, tetapi di pesisir barat, khususnya di bagian paling selatan (Aceh Selatan dan Aceh Tenggara) suluk merupakan aspek yang tak terpisahkan dari budaya keagamaan setempat. Cukup banyak penduduk berusia tua dari desa-desa di pegunungan yang melakukan perjalanan beberapa kali dalam hidupnya, biasanya begitu selesai panen, ke dayah di Labuhan Haji atau dayah lainnya di Kluet Utara untuk melaksanakan suluk, meskipun hanya untuk sehari atau beberapa hari saja. Baik Muda Wali maupun putranya, Muhibbuddin, telah memperkaya kepustakaan tasawuf Indonesia dengan satu-dua karya sederhana. Sang ayah menulis dua risalah pendek mengenai tarekat Naqsyabandiyah, Ri'salah Adab Dzikr Ism Al-Dzat dalam Thariqat Naqsyabandiyah (dalam bahasa Melayu) dan Obat Hati, Nadham Munajat yang Diberkati bagi Al-Thariqat Al-'Aliyat Al-Naqsyabandiyah (teks amalan dalam bahasa Arab disertai terjeinahan bahasa Acehnya, keduanya digubah dalam bentuk syair). Dua karya lain yang telah diterbitkan merupakan kumpulan fatwa tentang berbagai masalah (Al·Fatawa ), dan sebuah kitab mengenai doktrin dan amalan sufi, Tanwir Al-Anwar fi lzhar Khalal ma-fi Kasyf Al-Asrar, keduanya dalam bahasa Melayu. Muhibbuddin menyunting risalah ayahnya mengenai zikir, dan menerbitkan empat jilid sy•ah (dalam bahasa Indonesia) karya lbn 'Ata'illah, Hikam: Haka"kat Ha"kmah Tau.hid dan Tasawuf, dan juga sebuah kitab mengenai perkembangan hukum Islam, Penggalian Hukum Islam dari Masa ke Masa. Bab XI. Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya 147 Syekh Ibrahim Bonjol dan Tarekat Sammaniyah-Naqsyabandiyah Tidak seberapa jauh dari pinggiran l<ota Medan, dekat jalan utama ke arah Binjai, terdapat masjid besar Syekh Ibrahim Bonjol (w. 1992), seorang Minang lanjut usia yang mengajarkan gabungan tarekat Naqsyabandiyah dan Sammaniyah (dengan. tekanan lebih kuat pada yang terakhir ). Tempat ini memberikan kesan umum bahwa jamaahnya makmur di masa lalu, lain dengan sekarang: di samping sang syaikhnya sendiri, saya hanya melihat satu-dua anak laki-laki dan beberapa lelaki yang sudah tua; sebenarnya masjid itu tetap sepi saja ketika masuk waktu shalat fardhu. Namun, kesan ini mungkin dapat keliru: sang syaikh konon (bahkan menurut syaikh-syaikh Iain) mempunyai pengikut yang tidak sedikit di Malaysia dan Patani, dan ia mempunyai seorang khalifah yang aktif di Jakarta, Tuanku Mudo Domes Boerhan.21 Syekh Ibrahim Bonjol bukanlah yang pertama menggabungkan kedua tarekat ini; yang mula-mula adalah gurunya Tuanko Syekh Mudo Abdul Qadim dari Balubus (Sumatera Barat). Abdul Qadim juga mengarang satu-satunya kitab yang tampaknya dikaji oleh para pengikut Sammaniyah-Naqsyabandiyah,22 dan yang dalam kenyataannya hanya membahas Sammaniyah. la memperoleh pelajaran mengenai tarekat Naqsyabandiyah dari Syekh Ibrahim Kumpulan yang termasyhur, dan mengenai tarekat Sammaniyah dari Abdur Rahman Al-Khalidi Kumango yang telah dibaiat masuk tarekat ini oleh Muhammad Amin bin Ahmad Ridwan di Madinah sekitar tahun 1900. Bagi saya belum jelas, seberapa banyak amalan-amalan Naqsyabandi yang diajarkan Ibrahim Kumpulan tetap dipakai dalam kombinasi baru ini. Baik Syekh Ibrahim maupun khalifahnya yang di Jakarta agak merahasiakan berbagai hal, dan saya tidak mengerti apakah ini karena ketidaktahuan ataukah karena tidak bersedia menyampaikan pengetahuannya kepada seseorang yang bukan mu.rid. Tidak ada rumah mluk di masjid Syekh Ibrahim Bonjol atau di dekatnya, dan sang syaikh mengatakan kepada saya bahwa ia telah menghapuskan suluk, "karena zaman sudah banyak berubah". Tuanko Mudo Domes Boerhan mengaku bahwa ia pun mengajarkan dzikir khafi, tetapi kelihatannya para muridnya hanya mengetahui zikir Sammani dengan suara keras. Malahan tampaknya mereka tidak mengetahui nama-nama para syaikh Naqsyabandiyah yang mendahului Ibrahim Kumpulan dalam silsilah; ketika saya sebutkan nama Sulaiman Al-Zuhdi dan 'Ali Ridha, dan judul-judul kitab Naqsyabandiyah yang cukup terkenal, mereka hanya memandang dengan wajah kosong. Seperti juga terkesan pada pengikut 21. Informasi pada bagian ini didasarkan pada wawancara dengan Syekh Ibrahim (30·1-1989) dan dengan Tuanku Mudo Domes aoerhan Uabrta. 19-10-19881. 22. Abdul Qadim Balubus, Risalah Tsabit Al·Qulub (dicetak di Jluldttinggi, 1393/1973, setelah pengarangnya meninggal dunia). Bob XL DUNlt-tMnsli Lllira di Sl&lft.tent tim Maloyo l 48 Taeltot Noqsyobondfyol& di Jndonelia Naqsyabandiyah yang lain di Medan, tampaknya apa yang disebut Naqsyabandiyah tinggal namanya saja. Tarekat Modern dan "Mctafilika Dmiab": Prof. DR. Haji Sidi Syekh Kadirun Yahya, M.Sc. Di kota Medan tcrdapat satu univcrsiw swasta dcngan kampusnya yang luas berkcsan cukup mewab. dan mcngklaim memiliki keunikan, yaitu Fakultas Ibnu Kerohanian dan Mctafisika. Menu.rut bebcrapa terbitan Univcnitas Panca·Budi ini, ''Fakultas Ibnu Kcrohanian dan Metafisika atas dasar Eksak.ta ada1ah satu·satunya di Dunia."" Jika saya tidak keliru, terdapat sejumlah lembaga dengan tujuam serupa di India; tetapi kalau kita tambahkan kata sifat ''lslam" pada kata. ''Dunia" dalmn kalimat tadi, mungkin aaja klaim demikian benar ada· nya. UJa Allahu A 'lam. Pendiri dan rektor Univcrsitas Panca·Budi yang unik ini ada1ah seorang tokoh unik juga. Prof. OR.. Haji Sidi Syekh Kad.irun Y ahya, M.Sc., seorang syaikh Naqayabandiyab yang mcmpunyai murid banyak. di berbagai wilayah Nusantara. Terdapat paling tidak dua kcunikan yang membuat Syekh Kadirun berbeda daripada syaikh-syaikh Naqsyabandiyah pada umumnya. Y mg pcrtama. ia banyak mcmbicarakan metafisilca sebagai ilmu posti clan berusaha menjelaskan masalah-mualah k.cagamaan denpn contoh yang dirujuknya dari fiaika - fiaika klasik, seperti yang dipelajarinya di sekolah MULO dan AMS dulu, bukan fi1ika kuantum atau filika relativitas, yang belakangan oleh berbagai pcnulis ihniah populc:r 14 diaebut memiliki banyak keaamaan dcngan filsafat-fillafat Timur. judul buku-ooku yang ditulimya memang cukup berbeda daripada judul tulisan kebanyakan 1yaikh tarebt: Capita Selecta tentang Agama. MeUJ.fisilta, Jlmu Elcsakta (3 jilid, 1981-85 ), Unglcaptm-Unglcapan TeJmplogi dalam Al Qur'an (1985), Teltnologi Al Qur'an dalam Tasauf Islam (1986). Hal ini scdikit mengingatkan kita akan seorang Prof. i>R. Syekh lain, yaitu Haji Jalaluddin, yang salah satu seri karangannya yang pertama berjudul Islam dengan Wetenschop (bahua Beland.a "wetcnschap" = ilmu pcngc:tahuan). Dan mcmang Kadirun, sebehun menjadi syaikh, dok.tor dan profesor, telah menjadi menantu Ha.ii Jalaluddin. Walaupun inti karangan mertua dan menantu tidak sama, namun dua-duanya pemah bcrusaha mengpbungkan ihnu pengetahuan modern dan ajaran agama. Mungkin lalar belakang yang mcnimbulkan minat yang sama ini adalah k.enyataan bahwa k.eduanya memiliki pen· didikan umum di sekolah Bc1anda dan keduanya pun pemah memulai kariT mcreka sebagai guru sekolah umum sebehun menjadi guru tarekat. Keunikan kedua terdiri dari kemampuan supematural yang, mcnurut pcngakuannya sencliri da.'l murid-muridnya, dimiliki Syekh 2!. Tcnkhir •tu pe~ t>lrjm Pendldibn Tinai dipnd naman~ dcllpn flkuhu FU.fat, Jwu.n Fo.a&c ~.lrop'am Studl Kerohaniul dUI Metafllika (kctcran91D clllrl On. ltkandar ZulUrnaln). U. MU.lnya: Fritjof C.pra, Th" Tao of Pfi ydci, dUI Gsy ZukaY, 711.I! Daneing Wu Li Mast«ri, dua buku van& aik~ l"lpukr dl kaluipn tcrdidlk di Alllaib Uan clan Eropa. 149 Kadirun. Keajaibannya mengingatkan pada kisah keajaiban wali·wali tcrbesar dan terkadang dibandingkan dcngan mukjizat Nabi Musa. Swiah mcnjadi hunrah kalau murid-murid 1eorang syaikh membaarbesarkan nama sang r,"! dcngan mcnyebarkan riwayat tentang lcanamat, keajaibannya. 5 Di lndonctia juga tmiapat banyak "'kiai plu111, ulama: dengan kemampuan supranatwal, tclain juga kW yang dianggap waliyuUala. Namun 1C1Duanya dikalahkan oleh keajaibannya Syek.h Kadirun. yang bisa menghidupkan kembali orang yanJ te1ah mati dan, ten.tu saja. ka1au perlu manatikan orang yang hidup. Baik para murid mmpun Syekh Kadirun ICllditi menplw bahwa kemampuan ini hcbat ICbli - maki mercka tegiera memmbahbn pula - bubn manu· sia Kadirun yang bcgitu hebat melainkan kekuatan Tuban. Hanya, dqan metode "metafisib ebakta•• yang dikembamgbnnya, Syek.h Kadirun konon mampu menenpkan dan mmyalurbn tenap llahi yang bebat itu. Syaikh-syaikh Naqsyabandiyah pada umumnya cenderung untuk merendah, Udak menonjolkan diri, dan tidak memamerbn kcittimewaan yang mereb miliki. Kalaupun k.laim-klaim tertentu tentang martabat ruhani yang telah dicapai seormg syaik.b, luimnya para muridlah yang, mcnyebmkan riwayat mc:ngenai Unimat gwu mcreb, sed•ngkan sang syaikh leDdiri diam saja. Lain balnya denpn Syekh Kadirun. la selalu tampil pgah dan berani, dan dengan pmuh percaya diri bcrcerita ten.tang k.ekuatan bebat yang menplir melalui dirinya. la satu-satunya orang di antara puluhan guru tarebt yang telah aya wawancarai, baik di Indonesia maupun di Turki, Irak dan Iran, yang bila bm:erita berjam-jmn tentang keajaihan yang telab dihujlkannyL Tentu, dalaJn scjarah tuawuf kita mcnemubn sufi-sufi ymg dengan banga men· cerit:akan pcngalaman ruhani mereka, termuuk keajaiban yang luar biaa. Nunun k.eajal'ban Syekh Kadirun, scperti yang akan diceritakan di bawah, agak berbeda daripada mjaiban bum sufi di kawuan Arab, Turki ·~ Inn. Kadirun Yahya labir pada tahun 1917 di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, tetapi pada um rcmaja ia tingal cukup lama di Pulau Jawa, yaitu di Yogyabrta11 dan Magdang, kota tempat ia mcnuntut pelajann sekolah Belanda. Saya mendapat kcsan bahwa penplamanpengalamm ruhani di jawa migat mencntubn bagi sosok Syekh 25. lliwayat ·~" tcnt.q aatumt 1Dkoh 18awuf ~ a1*t tcrkumpullan ckiam ILhab ,.,.,.. K - t AJ..A..U,..' lllnapn Yuaaf bbl &.ua'U .U.Nahlaai (w. 1550/1951 ·2). 26. Di ~ ~ya ba'CCllir bdtileU rt-,.1 lCDIUll oraac vma dlbidupbD llLmbali 1rtet.h -ti. tu.mya, bbDdlr Zulwuain, dalam kommc. tcnulia 11.epada eaya dcnflD lcblh i.ci-bad m. . . . . . n bUwa y-. baw,.tuiao tdah "lauiti • c.e ••Hclil {ct.rl /CV dlfMtu11 ptilefff di&fff18P &Ill him dll-~11)". Tenta111 kcmmnpumi Kadkun mcmbUlll.lb mclalDl leD~ -tafilibnya, libal d-yal b19ai- la mcmhMmi FfOIDholaD koanmb di MalayiA& (lal. _). 27. Bcbcrapa ca111a11 biopaft beriU.t adalah berduulian ~ panjlDc yq •ya laku· kan dmfao Kadirw\ Yahya di ~ pada cang.i S-l l -1916. Bebcnpa infonnui Qlllbah- ID aya mmpmhil dari pida~IDnya yus dlbukuba dalam Sc.luratwos Bunp dari T-..n Firdll.ou (1982) dan ~ putranya, hkandar Zulbmain. 150 Tard.at Naqsyabandiyah di Indonesia Kadirun pada usia dewasa - barangkali lebih menentukan daripada talqin Nasyabandiyah yang ia terima setelah kembali ke Sumatera. Kadirun muda tampaknya punya minat besar kepada a.lam spiritual, dan keinginannya untuk belajar kuat sekali. Pergaulannya tidak terbatas pada lingkungan Islam saja. Ia pernah lama tinggal bersama keluarga seorang pendeta Belanda dan sempat menjadi asisten sang pendeta, malahan beberapa kali menggantikannya dalam tugas menguraikan khutbah di gereja. Dan ia belajar juga tentang agama, aliran kepercayaan, metafisika dan ilmu gaib lainnya. Qawa Tengah, pada dasawarsa 1930-an itu, memang sangat kaya akan aneka ragam a1iran mistisisme dan kebatinan; aliran teosofi, yang cukup berpengaruh pada waktu itu, tidak hanya merangsang minat pemeluk agama Hindu dan Budha tetapi juga mendorong orang Islam dan Kristen untuk mendalami ajaran mistik agama masing·masing). · Setelah selesai pelajarannya di Jawa Tengah, Kadirun mengaku pernah tinggal satu-dua tahun di Negeri Belanda dan mempelajari ilmu kimia, tetapi pada tahun 1941 - Belanda saat itu didudukijerman - ia kembali ke Indonesia dan menetap di Sumatera. Ia pernah menjadi guru sekolah di Bukittinggi, ikut aktif dalam perjuangan kemerdekaan, dan pada dasawarsa 1960-an mulai mengajar ilmu kimia di USU (Universitas Sumatera Utara) di Medan. Tidak lama setelah pulang ke Sumatera, ia untuk pertama kali berhubungan langsung dengan tarekat Naqsyabandiyah. Syaikh Syah· buddin dari Sayur Matinggi (Tapanuli Selatan) mengajarinya dasar· dasar tarekat ini.21 Pada tahun 1947, Kadirun menikah dengan seorang putri Syaikh Haji Jalaluddin. Melalui mertuanya, yang kediamannya di Bukittinggi merupakan tempat pertemuan banyak syaikh-syaikh tarekat, Kadirun akhirnya juga berkenalan dengan syaikh yang kelak menjadi guru utamanya, Syaikh Muhammad Hasyim Buayan. Syaikh Hasyim, seperti halnya cukup banyak guru tarekat di Sumatera dan Jawa, pernah menetap beberapa tahun di Makkah dan belajar kepada syaikh Jabal Abu Qubais, yaitu (pada zaman itu) Syaikh 'Ali Ridha, dibantu oleh Syaikh Husain, khalifah Syaikh Sulaiman Zuhdi. Menurut Syekh Kadirun, Hasyim merupakan murid Indonesia yang paling di· sayangi 'Ali Ridha. Ia tidak hanya diberikan ijazah oleh kedua tokoh Jabal Abu Qubais tersebut, tetapi malahan ditunjuk sebagai penerus utama Jabal Abu Qubais untuk kawasan Indonesia. Tidak lama kemudian, pada tahun 1924, Makkah ditaklukkan oleh kaum Wahabi, dan Syaikh 'Ali Ridba dan Syaikh Husain konon hijrah ke India. 29 Dalam waktu singkat, Syaikh Hasyim mengangkat Kadirun menjadi khalifahnya (tahun 1950), dan dua tahun kemudian menyatakan28. Syaikh Syahbuddin mempunyai tip ija.zah, yaitu dari ayahny.a sendiri, yang dikenal sc:bapi Beliau Natar, dad Syaikh Ibrahim Kumpulan di lonjol (khallfah dari Sulaiman AlQirimi), dan dari 'Ali Ridha. Kadlrun belajar padanya dari 1948 sampai 1946. 29. Infonnalli yang saya dapatkan mengenai tanggal dan tempat wafat Syaikh 'Ali Ridha saling bertentangan. Menurut beberapa sumber lain, la sudah maUnggal. sebelum tahun 1924 dan dimalwnkan di Makkah. Bab XL Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya 151 nya sebagai syaikh sepenuhnya dengan gelar "Sidi Syekh". Se lain Syaikh Hasyim, seorang mursyid Naqsyabandiyah lainnya juga memberikan ijazah kepada Kadirun, yaitu Syaikh Abdul Majid di Tanjung Alam/Guguk Salo, Batu Sangkar (kbalifah Syaikh Bustami Llntau). Sedangkan Syaikh Muhammad 'Ali Sa'id Bonjol, khalifah utama Syaikh Ibrahim Kumpulan, di belakang hari menyerahkan mahkota (taj) cabang Kumpulan kepada Syekh Kadirun - cara simbolis untuk mengangkatnya sebagai ahli waris spiritual. Guru keempat yang memberkati Syekh Kadirun adalah Muhammad Baqi, putra dan penerus Syekh Sulaiman Huta Pungkut (khalifah Sulaiman Zuhdi di Tapanuli Selatan dan salah seorang guru Hasyim Buayan). Dengan demikian beberapa cabang tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera menyatu dalam dirinya, namun Syaikh Hasyim Buayan tetap dianggapnya gurunya yang utama. Bagi para muridnya, Syekh Kadirun adalah Ayah dan Syaikh Hasyim adalah Nenek. Sebagai khalifah pilihan Syaikh Hasyim, yang ia sendiri merupakan kbalifah pilihan Syaikh 'Ali Ridha, syaikh Jabal Abu Qubais terakhir, Sidi Syekh Kadirun merasa bahwa ialah ahli waris Jabal Abu Qubais yang paling absah di Indonesia. Tahun-tahun Kadirun mulai muncul sebagai guru muda tarekat Naqsyabandiyah merupakan juga tahun-tahun mertuanya sangat giat mengembangkan organisasinya PPTL Syekh Haji Jalaluddin berusaha mengoordinasi semua guru tarekat dalam wadah ini - termasuk menantunya, yang memang pernah menjadi anggotanya juga. Tetapi hubungan mertua dan menantu cepat menjadi tegang. Menurut Syekh Kadirun, konflik sudah mulai terasa sekitar tahun 1950 dan disebabkan oleh karena Syekh Haji Jalaluddin terlalu terang-terangan mengungkapkan segala seluk-beluk tarekat kepada siapa saja. Agaknya, tidaklah terlalu sulit mencerna beberapa faktor ikutan lainnya yang berperan dalam konflik yang berkembang antara dua tokoh ini. Sebutlah misalnya, Kadirun memilih Syaikh Hasyim Buayan sebagai gurunya dan kemudian memperoleh ijazahnya dari dia, tidak dari mertuanya sendiri; apakah itu tidak dianggap sebagai mosi ketidakpercayaan? Dan memang, Syekh Kadirun belakangan menuduh mertuanya bahwa ia tidak pernah menerima ijazah Qari Syaikh 'Ali Ridha seperti diakuinya, melainkan mengambil semua pengetahuannya tentang tarekat dari buku saja. Tidak jelas sejak kapan ia mengungkapkan tuduhan ini, dan apakah tuduhan ini sebab atau akibat dari konflik. Sumber konflik lain, tentu saja, adalah ambisi kedua tokoh tarekat ini. Sejak menjadi syaikh pada tahun 1952, Syekh Kadirun segera mulai melantik khalifah banyak sekali; dalam rentang lima tahun pertama jumlahnya sudah mencapai tiga puluh, dan kemudian setiap tahun bertambah 5 sampai 20 orang. 30 Di sinilah mungkin sang mertua merasa tersaingi, walaupun PPTI-nya berkembang terus dan selama Haji Jala30. Nama·nama khalifah Syekh Kadirun dilampirkan pada buku kecil dengan pidato K.H. Ahmad Rivai (1974), yang alum dikutip lebih lanjut di bawah ini. Menurut daftar ini, pada t:lln!JIJal 10 Oktober 1973, jumlali khalifah sudah mencapai 195. 152 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia luddin masih hidup, pengaruh Syekh Kadirun tidak pernah merupakan ancaman yang berarti ba.ginya. Saya tidak tahu sejak kapan sebenamya Syekh Kadirun mulai mengambil jarak dari mertuanya. Yang mengesankan, bagi saya, adalah kemiripan anta:ra dua tokoh ini, bukan perbedaannya. Saya cenderung melihat Syekh Kadirun Y ahya, dan bukan organisa.si PPTI, sebagai penerus usaha Haji Jalaluddin untuk mempennodernkan, menyebarkan dan mempribumikan tarekat Naqsyabandiyah. Melalui ratusan tulisannya, yang merupakan semacam "kursus keruhanian melalui surat", Haji Jalaluddin menyebarkan tarekat ke kalangan di lua:r lingkungan pesantren-madrasah. la mencapai banyak peminat baru, apalagi ketika ia mulai memberikan gela:r "DR. Ruhaniyah" kepada pembaca setia. Menantunya mengambil langkah lebih maju dengan mendirikan Fakultas Metafisikanya, lembaga yang kesannya lebih bonafid sebagai pem· beri gela:r. "Pribumisasi" ta:rekat yang pertama agaknya dilakukan oleh Haji Jalaluddin dengan adaptasi upacara pembaiatan. Langkah lebih jauh terlihat pada diri Syekh Kadirun, yang semakin jelas tampil seperti seorang guru sakti khas Nusantara. Da1aJn seni politik pun, kelihatannya, Syekh Kadirun pemah mendapat pelajaran satu dua dari mertuanya. Syekh Haji Jalaluddin pemah menjadi anggota Konstituante dan DPRGR/MPRS dan melalui hubungannya yang dekat dengan penguasa pada zaman Orde Lama berhasil menguatkan PPTl-nya. Syekh Kadirun juga mempunyai hubungan erat dengan beberapa tokoh tingkat menteri, dan pada tahun 1992 ia dilantik sebagai anggota MPR. (Syaikh tarekat lain yang masuk MPR ka1i ini adalah Abah Anom dari Suryalaya, Jawa Ba.rat). lni selain merupakan pengakuan pemerintah akan pengaruh tarekat dalam masyarakat Indonesia sekaligus memperkuat kedudukan Syekh Kadirun dalam masyarakat. Persepsi saya tentang Syekh Kadirun, tentu saja, berbeda dari persepsi murid-muridnya yang setia. Saya tadi menyampaikan beberapa fakta da:ri riwayat hidupnya yang saya anggap relevan. Murid-muridnya cenderung menekankan aspek lain dari perjalanan hidupnya. Sebagai contoh, saya mengikhtisarkan di bawah ini versi riwayat hidup sang guru yang disusun pada tahun 1974 oleh seorang khalifah yang dekat, K.H. Ahmad Rivai Rakub St. Hidayat, untuk konsumsi "orang dalam". 31 Riwayat ini sangat menarik dari berbagai sudut. Terdapat di dalamnya cukup banyak peristiwa "aneh", namun peristiwa-peristiwa sejenis dapat ditemukan dalam setiap kitab marmqib dan nyaris tidak ada unsur khas Indonesia. Beberapa peristiwa terpenting dari riwayat 81. Riwayat bidup ini dsucapkan dalam pidato untuk mcnyambut hari ulang tahun Syekh Kadirun yang ke-67 (1974) dan diterbitkan untuk kalangan sendiri dalam bentuk buku stensilan: Ahli Silsilah Thariqah Naqryal>andiyah Al·Khalidiyah. Saya mengucapkan terima kasih kepada Sdr. k. Hendro Saptono di Yogyakarta,yang memberikan kepada saya foto· kopinya. Belakangan saya diinformasikan oleh Sdr. IslcandaT Zulkamain bahwa buku ter· sebut sebetulnya pada tahun 1979 telah diluang peredarannya oleh Syekh Kadirun sendiri !wen.a diaagap ba:lebihan dan kumlg akurat. Bab XL Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya 153 hidup "resmi" (walaupun belakangan dikoreksi) ini adalah sebagai berikut: 1. Semasa Kadirun masih dalam kandungan, ibunya diberikan amalan Naqsyabandiyah oleh Syaikh Abdul Wahab Rokan. Pada suatu malam, ketika ibunya sedang berzikir selepas shalat isya', ia didatangi suatu cahaya. Cahaya ini, yang mirip bulan purnama, masuk ke tempat ia berLikir dan terus masuk ke ubun-ubunnya, dan ia menjadi pingsan. Tidak lama sesudahnya, suaminya bennimpi bertemu dengan Rasulullah, dan diberitahui bahwa ia akan dianugerahi seorang anak laki-laki yang mulia. Anak ini hams diberikan nama Nabi sendiri, yaitu "Muhammad Amin", dan sesungguhnya Nabi adalah beserta dengan dia. Kalau kelak. telah mulai bersek0lah nama ini harus dirahasiakan dan nama lain yang baik dikenakan kepadanya. 2. · Pada masa kanak-kanak, anak bemama Muhammad Amin ini sering sakit dan dibawa kepada Syekh Abdul Wahab Rokan untuk didoakan. Beliaulah yang memberikan nama baru kepadanya, yakni Kadirun Yahya. Baru setelah menjadi syaikh, Kadirun Yahya mengenakan lagi nama asli ini ditambahkam di belakang namanya. 32 3. Ketika berusia 24 tahun dan masih di Yogyakarta sebagai mahasiswa, Kadirun berjumpa dengan "seorang Syekh murid dari Syekh Abdul Kadir Jailani, bemama Syekh Ruhani da:ri Pakistan", yang mengajaknya bennalam di rumahnya. Syekh Ruhani pada saat itu mengata· kan, dalam diri Kadirun "ada suatu sekring atau kontak yang dapat berhubungan langsung dengan Tuban!' Pada malam itu, "turunlah malaikat kepada Yang Mulia Ayahanda Guru untuk membersihkan diri beliau,'. 4. Ketika Kadirun untuk pertama ka1i bertemu dengan Syekh Hasyim, sembari menepuk paha beliau berkata: "Ah, inilah yang kutunggu-tunggu." Dan Kadirun langsung di-tawajjuh-kan oleh Syekh Hasyim, walaupun belum masuk tarekat. Tidak perlu mandi taubat karena lebih dahulu dibersihkan di Y ogya. Baru kemudian dimasukkan ta:rekat melalui tata cara yang lazim. Syekh Hasyim sebelum mengenalnya sudah tahu keistimewaan Syekh Kadirun. 5. Pada waktu Kadirun diberi ijazah syaikh, ia dihawa oleh Syekh Hasyim ke makam Syaikh Sulaiman Hutapungkut (guru pertama Syekh Hasyim ). Di sanalah ijazah diserahkan dan dibuat upaca:ra serah terima "yang direstui dengan memotong sembilan ekor kambing dan dimasyhurkan ke sembilan Nagari, agar tidak ada timbul keragu-raguan untuk seluruh ummat murid Nenek Guru di mana saja Y.M. Ayahanda Guru boleh menyulukkan." 82. Semua sutau Syekh Kadirun diberikan nama yang mcngaitkannya dengan nama Milham· mad Amin: surau pusat di Medan dinamakan Darul Amin, surau di Jakarta Baitul Amin, surau di Yogyakarta bemama Saiful Amin, yang di Surabaya Nurul Amin, dsb. Tampak· nya Muhammad Amin adalah nama untuk kalangan internal dan Kadinm Yahya untuk kalangan luar. 154 TtzTebt Noqsyokndiyah di Ind~ 6. Mcnjclang Syckh Haayim wafai, (1954) beliau sudah secara diam-diam menurunkan dan mcwariakan aegala ilmunya k.epada Syckh Kadirun; begitu juga "sckalian pusaka-pusaka yang bcliau terima dari Jabal Qubia, yaitu stempcl Jabal Qubia, statuten, bcndcra-bendcra KcRasulan serta pusaka-pusaka lainnya tam~ cincin k.esayangan ..." Akbimya Syckh Hasyim walat, dan kcluarga scrta murid-muridnya bcrtangiaan. Tc1api lebih kurang 4 ?m kemudian ia bangun 1agi dan me. nywuh orang mcncari Syekh Kadinm. Kctika dia datang, sang guru bcrkata: "Alw tadi tclah mcninggal 4 jam, tctapi Aku pcunisi k.epada Tuhan Allah untuk hidup ltcmbali agak sebentar, karma ada lagi yang lupa yang bclum Aku turunkan kcpada Anak." Bebcrapa hari sctclah ibnu tcrakhir itu diturunkan, sang guru bcrpulang kc Rahmatullah. 7. Syckh Kadirun mendapat pcngakuan dari 1ejumlah syaikh tarckat k.cnamaan. dan dua di antaranya mcnycrahkan pusaka penting kcpadanya karcna ialab orang yang 1Udah lama dinantikan: Syaikh Abdul Majid Gugu.k. SaJo mcnycrahkan suatu pusaka yang dikaruniai kepada gurunya olch Nabi Khaidir, dan Syaikh M. Sa'id mcnycrah.kan mahkota Kumpulan, yang berua1 dari Syaikh Sulaiman Al·Qirimi di Jabal Abu Qubaia. Pada saat pcnycrahan terakhir itu tcrjadi gcmpa. Mcmang luar biua. Tc1api tidak lebih aneh kctimbang keajaiban yang dapat dibaca dalam kitab manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani atau wall beaar lain. Dan ti.dak multahil kitab-kitab manaqib tcJah mcngilhami sang pcnulis riwayat hidup ini. Sang syaikh scndiri belakangan mclarang bukunya bcredar karena ICjumlah adcgan di dalamnya tcrlalu bcrlebihan (dan, dugaan aya, karcna bulwnya biaa menimbulkan kontrovcrsi yang tidak dikehendaki tcntang sang syaikh)." Dalam riwayat hidup di ataa, wama lokal scdikit tcra5a dalain konsepsi pusaka., suatu konsepsi khas Nuantara yang da1axn bcntuk ini tidak ditemukan di Timur Tengah. Sdain itu, behun ada banyak tanda ..pribumisui" tarckat. Lain balnya keajaiban-kcajaiban Syckh Kadirun belabngan, yang coraknya sudah berbcda. Kcajaiban ini, mcnurut sang syaikh scndiri, mcrupak.an basil penerapan ihnu dan tcknologi meta- fasika. .SaJah satu daur tcori mctafilika Kadiruniyah 8'ialah pmerapan konacp "tak tcrhingga" (•) dan rumu1 "l/• = O" dari fili.k.a dan matematika. Tenaga kctuhanan, jclas mcrupak.an aumbcr dari aegala yang tak. SS. llllandw Zulkamaln ~ aya bcbcrmpa l&Mebi tcrt.dlp baku taKbuL Nama Muh-med Amin tldalt dlbcrilr.m olch Naill, Clpl olda ti.palmya yuig bamlmpl lx:r· Allman denpn Nabi M11. . m....,t DUl bukan caN)la yuig -'* llldainll:an bu.Ian kc 11.epala lbunda lt&clrun yq 1crjldi clUam mimpi ajl (adepn 1 ). Syalkh llulani dari Paldttan dikroulwmya di Medan, bubn dl Yogya;dau pailti- pcmuclaa oJch mal&lbt tidak dllebut daJam w:rli l*anar 7.ullwmiD (adqm S). UJ19Qn ~ lerima dllalr.ubn dmpn mcnycmbclh htjub etor kamblns, bukan -bitan. Tmtans Nabl Khaidlr tidak. dilcbuL Y11n1 ditcrima ~ri Jabal Abu QubU ddak dllcbut bmdcra b-Ralulan, dan yana clmabud atatuten .~ Swuta Naqayat.ndi. Sellin bd, lkbdlu ell atu muih diletlljul cbapi otentik. Bab XL D..,.,._.-11 Loin di S1'm4tena "°"Malaya 155 tcrbingga. l/• dan apa pun dibagi - = 0, oleh se.bab itu dosa, pcnyakit dan maut bukan apa-apa di badapan tcnaga (cncrgi) k.ctuhanan. Kalimah Allah, yaitu ayat-ayat Al·Quran. mcngandung tcnaga tak tcrhingga; tcnaga nuklir pun bchun apa-apa dibandingkan dengan tcnaga llahi ini. Profesor Syckh Kadirun membuat perbandingan dcngan kebebatan cncrgi yang biaa dibluarbn dari air Danau Toba yang bc:ning bening oleh mmusia yang mempunyai telmologi turbin dan dinamo rabua, yang dirancang berduarbn ibnu puti alun. "Analog dcngm Tcknologi Ibnu Alam," lanjutnya. "ltita hanu mampu ~la mencori don mmset M.todologin'Y", "I"' Enngi-Enngi yang tnpendam dalatn Ayat-A)'at A.I Quran, dapat dilteltur/c.an, sehingga memancor Sinlir-Sinar Maha Dahsyat yang M.Jua Ultrasonor dori Keapngan dan Ke~Sllf'G.n dari p.dtJ Kalin&ala-Kalimala AllaJa itu, unlMlt mmyambut daft mnaglaancurltan sd•lips, abn anQID.Ul-mcaman bahaya maut bagi ummat manulia seperti tenebut di atul Kalau Bukit-Bukit dapat dilcbur olch Ayat Al Huyir 21. Dan kalau Bokit-Bukit dapat dibclah oleh Ayat Ar Ra'ad Sl, puti opa saja pun dan mampu dikbur okh KalimaJa-Kalimah AllaJa .,ang M.lta Apng, termasuk senjata-senjata Atom clan Nulclir dari Negan-Nepa Suptr Power, sehingga bahaya ''Kiamat'' yang clidat4ngltan okla teMp Atom dan Nulr.lir dapat dimumGlaltan sama seltali. "M Dcngan rumus yang khas Kadiruniyah: Bulcit, Gunu,.,.. Atom, Nulclir, PenyoJcit, Narltotw, Mental Bobrolc, GGlotlo, Pepmmian, Bnaama Alam, Kiamat Du.U., Nera/c.a, Syaittm, lb/is, Dajjal, Ya'juj Ma'juj, Syndiltat-Syndi/c.at Mervtak, Qanc1r, AIDS, Af>a saja, Dimtma soja, . . . ----------------= - • KALIMAH ALLAH (Ayat-Ayat Qu:r•an) " 0 lni apknya berarti bahwa apa saja bisa ditiadakan dengan pcnerapan tenap tak terhinga dari /Wi""'1a Allah. Tctapi bagaimana mctodc untuk mengeluarkan tenap tak tcrhingp dari Kalimah. Allah? Di ainilah tcrletak rahuia dan kehebatan tarckat dan fungsi kunci seorang guru mursyid pcmbawa wa.silala. Caranya. kata Profeaor Syekh Kadirun, adalah "cknpn mempergunaltan frequensi y1mg dimiliJci R ohani Rasvlullah '1""8 laidup pad4 sisi Alla/a, Huwal awalu Huwal alchiru, frequ.ensi mana terdapat melalMi frequensi clan· pada Rohani (>artl Ahli Silsilah terma.svk Rohani M1U'SJid, selaingga clengon tnnnaltai frequensi itu Rohani kita detilt itu juga dapat hadir pada Allah SWT. dan lcnnudian l>arMlaJa berdziltir, dan barulal& pu'4 mmegoltltan shaltJ.t. •. " 36 u,...,....u,,,...,,." M. ltutipM cllri: Prof. DL ~ s. Syckh K.dWun Yahya W..Sc.. Tdno· lofl1M1- AlQw'.. (Medin, IMS), hal. M. H. Ibid., hal. 15. 56. 0.ulip dai S8u,_ B•• Uri T - Finlllru, hal. t6 (tanpa mcngub.tl ejun). 156 Tarekat Naqsyabandfyah di Indonesia Dengan suatu kiasan fisika lainnya, tenaga Allah adalah ibarat listrik, dan wasilah, penghantar atau saluran manusia dan Allah melalui mursyid dan silsilahnya, serupa kawat listrik. Syekh Kadirun, karena ia telah memperoleh tidak kurang dari empat ijazah, mengetahui cara mengeluarkan energi listrik yang mengalir melalui Jabal Abu Qubais. Selain itu, sebagai seorang ahli fisika dan kimia, yang pernah menulis skripsi tentang atom dan nuklir, ia mengembangkan cara untuk memperbaiki konduktor listrik dan memanfaatkan energi ilahi. Menurut pengakuannya, ia berhasil da1ain upaya ini sampai ke tahap yang belum pemah dicapai sebelumnya. Untuk tujuan-tujuan tertentu ia memakai sebuah tongkat, seperti tongkat Nahi Musa. Dengan tongkat ini ia dapat langsung memusatkan energi ilahi kc arah obyek yang ditunjuknya; ia bisa mematikan yang hidup dan menghidupkan yang mati. Untuk tujuan·tujuan lain, air atau batu kerikil kecil yang sudah disalurkan padanya kalimah Allah dapat dipakai sebagai kondensator yang berisi energi ilahi yang sama. Tentu saja, bukan sembarang orang yang bisa membuat air tawajjuh atau batu sijil tersebut. 37 Itu hanya dapat dilakukan oleh seorang syaikh kamil mukammil, yang sudah manunggal, yaitu syaikh yang ruhaninya sudah mencapai frekuensi sama dengan frekuensi nur Muhammad yang ada di sisi Allah SWT. Air tawajjuh tentu bisa dipakai untuk mengobati segala penyakit. Dan menurut pengakuan umum, pengobatan Syekh Kadirun cukup berhasil. Tetapi sang syaikh mengaku pernah memakai air dan kerikil untuk tujuan lebih spektakuler. Ketika Gunung Galunggung meletus dan menimbulkan banyak kerusakan, tahun 1982, Syekh Kadirun dimintai tolong untuk mengatasi bencana a1am ini. Segenggam batu sijil, yang dilemparkan dari sebuah helikopter ke kawah Galunggung, tern yata cukup untuk menghentikan letusannya. Waktu masih ada pemberontakan komunis di Malaysia, Syekh Kadirun pernah dimintai tolong oleh Datuk Hamzah Abu Samah, Menteri Pertahanan negara tetangga ini untuk membasminya, setelah segala cara lain gaga!. Air dan kerikil yang dlisi kalimatullah, sekali 1agi ditebarkan dari udara dengan helikopter, berhasil menumpas gerombolan pemberontak di hutan rimba. Air tawajjuh-nya Syekh Kadirun pernah pula dipakai dalam perang Irak-Iran: selama beberapa ta.bun, duta besar Irak terus minta bantuan Syekh Kadirun, dan pada masa itu pasukan Irak memang maju terns. Baru setelah duta besar tersebut digantikan dengan seorang yang tidak percaya pada hal-hal paranormal, Iran mulai meraih kemenangan. Pembebasan kota Kudus (Yerusalem) yang begitu ·banyak dibicarakan, 37. Air tawajjuh (atau air kalimatullah) dan batu sijil sudah menjadi istilah ba.ku di kalangan murld. lstilab teralthir itu sebetulnya mcrupakan nama. ha.tu yang dilempa.rkan burung Aba.bil kepa.da. tenta.ra. Abra.bah ketika la mmyenmg Makkah. Kcrikil bcrisi kalimah Allah tida.k identik dengan batu sij{l yang asli itu tetapi punya potensi destruktif yang mirip. Bab XL Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya 15 7 sebetulnya merupakan masalah sederhana, asal orang Palestina mau memanggil Syekh Kadirun (dan membiayaijasanya ilmu ini bukanlah barang murahan). 311 Sebagian orang menyambut klaim-klaim ini sembari senyum, ada juga yang marah; tetapi tidak sedikit yang sangat terkesan. Dan pengagumnya bukan saja orang tanpa pendidikan yang mudah dikelabui; di antara muridnya terdapat cukup banyak mahasiswa dan malahan sejumlah dosen universitas (bukan hanya universitasnya sendiri) dan kaum profesional lainnya. Dalam persepsi pengikutnya {saya tidak tahu sejauh mana hal · ini benar ), Syekh Kadirun cukup berpengaruh di kalangan pejabat tinggi, sipil maupun militer, yang ia layani dengan melindungi mereka dari bahaya alami dan politik. Bahkan orang yang mencelanya (yang juga tak sedikit jumlahnya) segan untuk menentangnya secara terbuka; banyak yang agak takut kepadanya, khawatir bahwa bagaimanapun ia dapat menguasai kekuatan supranatural yang berbahaya. Syekh Kadirun (pada tahun 1986) memperkirakan jumlah pengikutnya di Indonesia sekitar 2,5 juta orang, dan sekitar 40.000 1agi di Malaysia. Perkiraan wakil-wakilnya belakangan ini lebih tinggi lagi. Menurut pengamatan saya, angka untuk Indonesia ini tampaknya kelebihan dua nol. Tetapi bagaimanapun, dengan puluhan ribu murid, Syekh Kadirun merupakan salah seorang syaikh yang paling populer di Indonesia. Di berbagai pelosok Nusantara terdapat alkah-alkah (dari bahasa Arab halqah ), kelompok pengikut Syekh Kadirun, dengan surau (tempat ibadah dan zikir) masing-masing dan dipimpin oleh pengurus yang disebut petato (tugasnya kurang-lebih sama dengan badal). Wilayah yang paling padat pengikutnya adalah Sumatera Utara, tetapi jumlah pengikut di Jawa juga bertambah terus. Menurut suatu daftar alkah yang saya lihat pada tahun 1989, jumlahnya sudah melebihi seratus; 72 di antaranya di Sumatera Utara, 6 dijawa, 6 di semenanjung Malaysia dan satu di Sabah. Sejak itu jumlahnya tampaknya kian membengkak. Bahkan di Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara Barat juga sudah ada. 39 Rumah suluk asal terdapat di Medan, di kampus Universitas PancaBudi, dan ini salah satu rumah suluk terbesar di Indonesia. Selain ini, Syekh Kadirun masih mempunyai sejumlah rumah suluk lain, di berbagai daerah. Di Malaysia terdapat tiga, yaitu di Rawang/Kuala 38. Kasus-kasus pcnerapan energi Kalimah Allah ini clicc:ritakan kepada sa.ya. oleh Syckh Kadi· run dalam wa.wancara pada tangga.l lJ. l l •1986. Belakangan konon ada mwidnya. di Bomia, yang ikut mengamankan bebera.pa daerah dari baha.ya penmg. 39. Daftar allum tersebut clicetak a.tas sebuah ka.lender untuk tahun 1989 terbitan Univtnitas Panca.·Budi. Dalam sura.t tertangpl 16 Agustwl 1995, Drs. H. Iskandar Zulkarna.in, S.H., putra. Syekh Kadirun yang ditugaskan sebapi pengurus swau·suraunya, me:nyebut adanya ratusan surau, yang terbanyak di Ka.b. Asaban (36 sura.u), Keresidenan Besuki (!IO sumu), Ka.b. Deli Serdang (24 sura.u}, dan Langkat (24 sura.u). 158 Tarekat NaqS')labandiyah di Indonesia Lumpur, Kota Bharu dan Johor Bharu. Di Kalimantan terdapat di kota Samarinda. Di Pulau Jawa juga terdapat tidak kurang dari tiga rumah suluknya, di Sawangan Bogor, Kaliwates Jember dan Wonocolo Surabaya. Murid di Jawa masuk suluk untuk pertama kali di salah satu rumah suluk ini, dibimbing oleh seorang khalifah, tetapi mereka yang ingin memperdalam penghayatan tarekat pada umumnya punya citacita untuk sekali bersuluk di bawah pimpinan sang Ayah Guru sendiri, di Medan atau di tempat suluk lain yang kebetulan ia berada. Pada hemat saya, Syekh Kadirun merupakan contoh yang paling menonjol dari suatu perkembangan yang terlihat pada banyak cabang Naqsyabandiyah di Indonesia. Sejak tarekat kehilangan pusatnya di Makkah, yang pada setiap generasi mempunyai dampak mengukuhkan ortodoksi atau pemurnian, maka timbullah proses pribumisasi. Dalam beberapa kasus, secara tidak langsung menunjukkan peningkatan halhal yang bersifat magis dalam ajaran dan amalan tarekat. Sikap magis dan mistis telah berurat-berakar pada kebanyakan orang Indonesia, bahkan pada mereka yang kelihatannya sepenuhnya sekular. Di antara para guru tarekat, akhirnya mereka yang paling tahu bagaimana me· mikat sikap magis dan mistis inilah yang akan meraih banyak pengikut. Semenanjung Malaysia Semua cabang Naqsyabandiyah di Malaysia yang saya kenal, ter· nyata merupakan perpanjangan dari pusat·pusat Naqsyabandiyah di Sumatera. Paduan tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat Sammaniyahnya Syaikh Ibrahim Bonjol mempunyai sejumlah anak cabang di Malaysia; Kadirun Yahya mempunyai beberapa kelompok pengikut di sana, dan begitu pula satu dua guru di Minangkabau (misalnya Muhammad 'Ali Sa'id dari Bonjol). Tetapi, kebanyakan penganut Naqsyabandiyah di Malaysia mengikuti guru-guru yang punya hubungan langsung dengan Babussalamnya Abdul Wahhab Rokan. Dan satu-satunya ca.bang paling besar adalah yang dipimpin oleh khalifah dari Babussalam, Haji Yahya bin Laksemana di Kajang, Selangor. Desa Naqsyabandiyahnya Haji Yah ya terletak di balik perkebunan kelapa sawit, sekitar 8 kilometer sebelah selatan kota Kajang. 40 Di sana terdapat mesjid besar, sebuah asrama untuk para murid, sebuah rumah suluk, dan sekitar 30 rumah tersebar di seantero tanah desa, dibangun tanpa adanya aturan yang jelas. Rumah-rumah itu dihuni oleh pengikut-pengikut dekat Haji Yahya; kebanyakan dari mereka bekerja di kota terdekat, dan kelihatannya kegiatan pertanian di desa ini sedikit sekali. Rupanya, desa ini dibangun sebagai tiruan Babussalam, tetapi kesannya lebih dinamis. Akan halnya Babussalam, hanya dihuni oleh keturunan-keturunan Abdul W.ahhab, dan banyak anak-anak muda telah pergi meninggalk.an desa itu, sehingga 40. Bagian·bagian selanjutnya didaaark.an pada wawancara dengan Haji Yahya dan muridnya sdama kunjungan ltt: daia ini pada taqpl 12-2-1989. Bab XL Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya 159 rata-rata usia di Babussalam cukup tinggi. Kebanyakan orang yang saya jumpai di kampung Naqsyabandiyahnya Haji Yahya, sebaliknya adalah para pemuda; hanya satu-dua yang berusia di atas empat puluh. Barangkali kesan ini me~jadi kuat karena ketika itu adalah hari Minggu, dan di sana ada beberapa pelajar dari Kuala Lumpur yang berakhir pekan di sini. Tetapi, ada beberapa lusin murid yang masih remaja tinggal di asrama, yang tidak hanya mempelajari tarekat tetapi juga ilmu-ilmu keislaman lainnya pada tingkatan agak lanjut. Salah seorang dari mereka, yang telah putus studi di sebuah perguruan teknik, menceritakan kepada saya bahwa dalam masa tiga tahun ia tingga1 di sana, ia telah mengkaji kitab-kitab fiqih semacam Al-Muhadzab dan bahkan Bidayat Al·m.ujtahid-nya Ibnu Rusyd dan kitab·kitab pegangan yang berat mengenai uslr.ul ft'qh seperti /""' • Al·/aUJami', /rsyad Al-Fuluh, dan Al· Waraqat dengan berbagai syarah. Teks tasawuf utama yang dipelajari· nya adalah lb.ya' 'Ulum Al·Dm-nya Al-Ghazali; ia tahu juga saduran karya itu da1am hahasa Melayu, Sar Al-Salikm (oleh 'Abd Al-Samad Al· Palimbani), yang oleh Haji Yahya diajarkannya da1am pengajian umum. Ini memberi kesan adanya kegiatan intelektual yang sungguh-sungguh, hal yang demikian tidak selalu ditemukan orang bila berhubungan dengan tarekat. Saya ti'ba hanya beberapa saat sebelum sembahyang lohor, yang dihadiri oleh sekitar lima puluh orang lelaki (di samping sejumJah perempuan yang tidak dapat saya hitung karena mere£& berada di balik tabir). Banyak dari kaum lelaki yang mengenakan jubah dan surban ketika shalat, yang mereka lepaskan lagi setelah selesai shalat. Yang agak mengejutkan saya, shalat itu dlikuti dengan zikir Qadiriya.h, bukan Naqsyabandiyah. · Haji Yah ya, menurut penjelasannya muridnya kemudian, tidak hanya mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah, tetapi juga tarekat Qadiriyah dan tarekat Syadziliyah. Para murid yang saya temui sedang berkumpul di dalam masjid mempunyai latar belakang yang cukup beragam. Beberapa adalah keturunan Indonesia: seorang J awa, beberapa orang Banjar, dan satu-dua '\l'ang Minangkabau. Kebanyakan yang .,asli" Malaysia berasal dari negara-negara bagian pesisir barat (terutama Selangor, tetapijuga Perak dan Negeri Sembilan ), yang biasanya lebih terbuka bagi pengaruh dari Sumatera. Tetapi, terdapat juga sekelompok orang Kelantan; Haji Yahya adalah tokoh Naqsyabandiya.h pertama yang telah membangun pengikut di negara bagian timur laut tersebut. Haji Yahya bin Laksemana adalah seorang Melayu Sumatera, dilahirkan di Desa Rambah, Pasir Pengairan, di Tembusai (Riau, tidak jauh dari Mandailing), sekitar tahun 1910. Ia menerima pelajaran tarekat dari seorang khalifah Abdul Wahhab Rokan, Muhammad Nur Sumatera, di daerahnya, yang memberinya ijazah irsyad ketika ia her- 160 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia usia terhitung muda. Pada tahun 1935, ia menyeberangi Selat Malaka, dan sejak itu tinggal di Malaysia. Selama beberapa puluh tahun ia menjalani kehidupan sebagai guru keliling, tiada henti-hentinya melakukan perjalanan menemui kelompok-kelompok pengikut, khususnya terbanyak di Negeri Sembilan, dan hanya pada tahun 1970 ia menetap di Kajang, di desa yang sekarang. Haji Yahya telah mengangkat sejumlah besar khalifah: tidak kurang dari 92 khalifah khusus (dengan wewenang untuk mengambil bai'at) dan ditambah 142 khalifah 'am (hanya diizinkan membppin zikir; sama dengan badal di Jawa). Tidak semua khalifah ini, barangkali, punya rumah suluk sendiri; tetapi ada sembilan pusat utama yang masing-masing punya ikatan dengan lebih dari seorang khalifah: tiga di Perak, dua di Selangor (di samping desanya Haji Yahya sendiri), dua di Negeri Sembilan, dan satu masing-masing di Pahang dan Malaka. Terdapat pusat-pusat yang lebih kecil di pesisir barat dan bahkan di Brunei. Negara bagian di mana Haji Yahya mempunyai jumlah pengikut paling besar adalah Selangor dan {bagian barat) Pahang. Rumah suluk di desa ini digunakan sepanjang tahun. Ketika saya berkunjung ke sana, kabamya ada tiga puluh lima orang sedang melaksanakan suluk; pada musim-musim yang dirasakan orang lebih menyenangkan semisal bulan puasa atau liburan akhir tahun, jumlahnya dapat mencapai delapan puluh. Berbeda dengan situasi di kebanyakan tempat lain di Indonesia, di sini suluk masih dijalankan sesuai dengan asas bahwa itu harus dilakukan selama empat puluh hari penuh. Para pegawai negeri dianjurkan untuk memanfaatkan hari libur mereka dan mengambil cuti di luar tanggungan. Haji Yahya sendiri memberikan pelajaran kepada para salik. tetapi tata cara dalam rumah suluk sepenuhnya menjadi tanggung jawab khusus seorang amir suluk, yang mengawasi agar para salik tidak bercakap-cakap atau tidur terlalu banyak. Haji Yahya adalah juga seorang pengarang yang produktif. Pem· belaannya bagi Naqsyabandiyah melawan kritikan Ahmad Khatib, Lisan Naqsyabandiyah, telah disebut di muka (pada Bab VIIl, catatan kaki 6). la menulis sebuah seri risalah-risalah pendek mengenai tarekat, Risa/ah Thariqat Naqsyabandiyah (dalam bahasa Melayu), yang sekarang sudah mencapai tujuh jilid, dan satu-dua kitab kecil menyangkut aqidah. 41 Menurut muridnya, Haji Yahya juga telah menerjemahkan karya Ibnu 'Arabi, Al-Futuhat Al-Makkiyyah ke dalam bahasa Melayu, tetapi terjemahan ini hanya boleh dibaca oleh murid-muridnya yang lanjut tingkatannya, sebal:i kitab tersebut dapat menyebabkan kesalahpaham· an yang parah di antara mereka yang belum berbaiat. +l. Mir'at Ai. 'A.iu11m, teb Rderhana tentang akidah dan tasawuf (diterbitkan pertama kali pada tahun 194:7); Mir~t Al·Saliliin. tentang mi'raj (1980); dan Mahdzab Al·Yaqin. tentang mawid (1988). Lebih rind tentang lwya.Jrarya bellau val'lf menyal'lgltut tarekat Naqayabandiyah, lihat Upultakam. Bab Xl Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya 161 Biografi Syaikh Abdul Wahhab Rokan menyebutkan delapan khalifah asli Malaysia (Said 1983: 138), tetapi sebagian besar garis keguruan ini tampaknya telah terputus sekarang. Sebegitu jauh Haji Yahya merupakan keturunan spiritual Abdul Wahhab yang paling ber· pengaruh (dan dalam kenyataannya guru Naqsyabandiyah yang paling berpengaruh di Malaysia). Khalifah utama pada periode terdahulu adalah almarhum Syekh Usman di Simpang Kiri, Batu Pahat Qohor). 42 Kabarnya Syekh Usman pemah mengangkat seorang penerus, tetapi sejak wafatnya, bagaimana ceritanya tarekat Naqsyabandiyah di Batu Pahat hampir tidak terdeogar. Ada khalifah lain yang tidak banyak pengikutnya, di kota Perlis (Khalifah Hasan, kini digantikan oleh Khalifah Dawi di Kangar), di Perak (Khalifah Muhammad Yatim), di Pahang (di distrik Raub: Khalifah Umar, yang telah digantikan oleh Imam Ishaq dan43 Khalifah Tambi), dan di distrik Kuasa Lukut di Negeri Sembilan. Haji Yahya akhirnya menyebutkan adanya sebuah cabang Naq· syabandiyah yang lain di Pulau Pinang, di Kampung Upih, di Balik Pulau. Sang guru di sini adalah seorang bemama Haji Ja'far, sekarang sudah tiada, yang menerima ijazahnya dari seorang Haji Thaib, yang dulunya dibaiat di Jabal Hindi, Makkah. Jabal Hindi dan Jabal Qubais, pun seperti yang diingat Haji Yahya, mewakili berbagai ragam tarekat Naqsyabandiyah dengan perbedaan-perbedaan kecil; tetapi ia tidak dapat menjelaskan kepada saya dalam hal-hal apa saja perbedaan tersebut,44juga tidak dikatakan siapa-siapa guru-guru yang penting dijabal Hindi. • 42. Lihat Al·Attas 1963, ha!. 63-6 7, untuk scdikit lteterangan mengenai syaikh ini dan mengcnai ritual seperti yang dilaksanaltan di ba-.h bimbingannya. 43. Nama·nama ini disebutkan oleh Syekh Anu Mudawwar di Babuualam (10-11-1986) dan Haji Yah)ta di Kajal'lg (12-2-1989). Sava tidalt sempat mengunjungi llCOfang pun dari khallfah·khalifah ini. 44. Lihat komentar tent.ang Syekh Isma'il Jahal pada Bab IX. Bab Xll. Tarekat Naqsyabandiyah di Jawa 163 tren Jamsaren yang masyhur itu. Belakangan (1918), ia mendirikan pesantrennya sendiri di Uesa Popongan, antara Solo dan Klaten. Ayahnya sendiri mengajarinya tarekat selengkapnya, dan memberinya ijazah untuk. mengajar. BAB XII TAREKATNAQSYABANDIYAHDIJAWA Semarang dan Sek,itarnya Cabang-cabang Naqsyabandiyab di Jawa Tengah dewasa ini hampir semuanya bera.sal dari dua khalifah Sulaiman Zuhdi yang berpengaruh, Muhammad Byas dari Sokaraja (di Kabupaten Banyumas) dan Muham· mad Hadi dari Girikusumo {boleh jadi identik dengan khalifah "'Abd Al-Qadir.., yang telah begitu menggusarkan Belanda pada sekitar tahun 1880 libat Bab VB}. Semua garis afiliasi yang pemah terdapat sebelumnya kelibatannya lenyap {atau ditelan oleh yang belak.angan ini). Saya hanya menemukan sedikit jejak mereka dalam riwayat hidup syaikh tertua yang masih hidup. Kiai Arwani dari Kudus, yang sekarang ini merupakan kiai Naqsyabandi yang paling senior di pesisir utara, belajar tarekat pertama kali kepada seorang bemama Kiai Sirajuddin dari Kudus. Kiai Sirajuddin ini wafat sebelum memberi ijazah kepada Arwani, dan karena itu Arwani pergi ke Popongan, Solo, untuk melanjutkan pelajarannya. Kiai Arwani sudah terlalu tua untuk menerima tamu, dan putranya, .Ulin Nuba, atau wakilnya, Mansur, tidak dapat menceritakan sesuatu lebih jauh mengenai Sirajuddin ini. Sebaliknya, pesantren di Popongan merupakan pusat Naqsyabandiyah yang ter· kenal di Jawa Tengah, dipimpin oleh keturunan Kiai Muhammad Hadi. K.H. Mansur dan K.H. Salman dari Popongan Popongan dengan cepat menjadi salah satu pusat utama Naqsya· bandiyah di Jawa Tengah. Di sinilah Kiai Arwani dari Kudus yang terkenal itu merampungkan pelajarannya dalam tarekat dan menerlma ijazah untuk mengajar. Begitu pun Kiai Nahrawi dari Ploso Kuning (Y ogyakarta), yang menerima tarekat dari Syaikh Muhammad Hadi dari Girikusumo, mengirlm putranya (dan kelak menjadi penerusnya) ke Popongan untuk menerima pembaiatan. Dua khalifah lain yang berpengaruh dari Mbah Mansur adalah K.H. Abdullah Chafidz dari Rembang dan K.H. Hamam Nashir dari Grabag (Magelang), pengarang berbagai kitab dan penerbit sebuah kitab manaqib Baba' Al-Din Naqsyband. Keduanya telah wafat dan sekarang digantikan oleh putra-putra mereka. Tetapi, Kiai Mansur sendiri, tidak seorang pun dari putranya yang bersedia mengikuti jejaknya; mereka lebih suka memusatkan kegiatan mereka dalam perdagangan. Ketika ia meninggal pada tahun 1957, cucunya (melalui seorang putrinya) yang bemama Salman yang menggantikannya sebagai kiai dan mursyid Popongan, dan memegang kedudukan ini hingga hari ini. Kiai Salman sangat dihonnati, dan saya dengar ia disanjung oleh rekan-rekannya sesama kiai tarekat. Di PoJlOngan, ada kesempatan untuk melaksanakan suluk sepanjang tahun, tetapi jarang le1>ih dari sepuluh orang ikut serta pada waktu yang bersamaan.1 Kiai Arwani dari Kudus K.H. Muhammad Hadi dari Girikusumo J(iai Muhammad Ha.di tentunya sudah kembali dari Makkah sekitar tahun 1880, dengan membawa ijazah dari Sulaiman Zuhdi. la menetap di suatu tempat yang kelak dikenal sebagai Girikusumo, kira-kira 25 km sebelah tenggara Semarang. Daerah ini ketika itu masih berhutan lebat; dan Kiai Muhammad Hadi-lah yang pertama-tama membuka hutan dan menyiapkan la.ban untuk bercocok tanam guna menopang kebutuhan pesantren yang dibangunnya. Keturunan-keturunannya masih men· ceritakan ban.yak kisah tentang kekuatan-kekuatan alami yang berbahaya dan khususnya yang bersifat gaib yang harus ia tundukkan di wilayah hutan yang angker ini: sang kiai temyata tidak hanya terpelajar dalam fiqih dan thariqah, tetapi juga adalab orang sakti yang khas Jawa. Ketika menjadi kiai tarekat, Muhammad Ha.di banyak melakukan perjalanan keliling (boleh jadi ia pun berdagang), dan mempunyai istri di berbagai tempat, yang memberinya beberapa orang anak. Salah seorang yang menjadi sangat terkenal adalah Mansur, yang dilahirkan di Ungaran dan, setelah cukup umur, pergi ke Solo beta.jar fiqih di Pesan· 162: Kiai Arwani yang sudah uzur itu bukanlah hanya seorang guru tarekat, tetapi juga ahli ilmu Al-Q.uran. Pesantrennya disebut Pondok Huffazh Yanbu'u Al·Qur'an dan, seperti tampak dari namanya, di sini para santri banyak mempergunakan waktu belajamya untuk menghafal Al-Quran. Kiai Arwani punya reputasi paling hebat di antara guru-guru Naqsyabandiyah di· pesisir utara, dan ini, menurut wakilnya, Kiai Mansur, sebagian besar berkat kemasyhurannya sebagai seorang hafizh. Kegiatan tarekat pun cukup menyolok di sini, tetapi berlangsung di luar komplek pesantren, dalam sebuah gedung terpisah. Setiap hari Ka.mis di sana berlangswtg tawajjuh, demikian pertemuan zikir berjamaah disebut di sini, yang setiap kalinya kaharnya 1.000 sampai 1.500 orang turut serta. Ada khalwat (suluk) tiga kali setahun, da1am bulan-bulan yang 1. Sumber informaai mengmai Popongan: wawancaTa dcngan K.H. Salman, Popongan, 28·21987; lftwaru:ata dcngan K.H. Abdulwahhab aia&b LAS, Rembang, 1!1-2-198&; Team Research 1977, bal. 11·20. Bab XII. Tarekat Naqsyabandiyah di ]awa 164 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia dipandang suci: Muharram, Rajah, dan Ramadhan. Karena terbata.snya ruangan, jumlah peserta dibatasi hingga maksimal 1.200. Karena minat yang sangat besar, pada bulan Rajah diadakan masa khalwat dua kali berturut·turut, tetapi ini dirasakan sangat berat oleh para pengurus pesantren. Karena usia dan kondisi k.esehatan Kiai Arwani, urusan pesantren sehari-hari sekarang diawasi oleh Kiai Mansur, seorang murid yang kini berusia hampir empat puluh. Putra Arwani, Ulin Nuha, belum men· capai tingkat di mana ia dapat menerima ijazah dan menggantikan ayahnya sebagai mursyid. Oleh karena itu, sang ayah telah menulis wasiat yang mak.sudnya bahwa bila ia meninggal dunia, Mansur akan menjadi penggantinya. Tetapi, apabila akhirnya Ulin Nuha pantas menerima ijazah sebelum Arwani meninggal, Mansur hanya akan menjadi badal, sebagaimana sekarang; ia belum diangkat sebagai seorang khalifah. Istilah khalifah di sini hanya dipakai dalam pengertian khusus: seseorang yang mendapat izin untuk membaiat murid·muridnya sendiri {Mansur menyebut khalifah yang demikian "dipisah"). Jumlah badal lebih banyak lagi; badal selalu tidak lepas dari pusat. Seorang badal boleh mengambil baiat, tetapi hmiya setelah mendapat izin khusus dari guru mursyid. Kiai Arwani telah mengangkat 16 khalifah: K. Abdullah Salam, Kajen, Pati; K. Abdulkholiq, Mojolawaran, Pati; K. Abdulhalim, Gapus, Pati Selatan; K. Qusairi, Nakeh, Tayu, Pati; K. Ghozali, Srik.aton, Pati; K. Harun Syakur, Bangsri,Jepara; K. Nursyid, Bandungharjo,Jepara; K. Muhsen,Jepara (kota); K. Wasil, Muteh, Demak; K. Burhanuddin, Bakong, Demak; K. Masruri, Serong, Purwodadi; K. Abdulkarim, Bandungsari, Purwodadi; K. Hasan Asykari, )lfangli, Mage· lang [=Mbah Mangli] ; K. Muntaha, Bumen, Salatiga; K. Rifa'i, Sumpyuh, Kroya; K. Ma'sum, Ponorogo. Di samping guru-guru ini, yang memperoleh ijazah mereka dari Arwani sendiri, ada beberapa lainnya dengan afi1iasi berbeda, namun demik.ian mereka ini pun datang dan menyambangi Kiai Arwani sebagai atasan mereka. Demikianlah misalnya K.H. Manaruddin dari Ponorogo (kampung Durisawo?), yang semula menerima ijazahnya dari ayahnya sendiri.2 Kiai Arwani sendiri tidak menulis satu risalah pup, tetapi ajaran· ajarannya terumuskan da1am sebuah risalah kecil berbahasa Jawa, Risa/ah Mubarakah, oleh seorang muridnya, almarhum Kiai Muhammad 2. Wawancata dengan tangan kanannva Klai Arwani, Mansur, dan putn Kiai, Ulin Nuha, Kudus, Desember 1986. l 65 Hanbali Sumardi Al-Qudusi {diterbitkan di Kudus: Menara Kudus, 1968). Girikusumo Mansur bukanlah satu-satunya putra Muhammad Hadi yang men· jadi guru tarekat. Adiknya, Zahid, mewarisi pesantren di Girikusumo, melanjutkan garis keguruan di sana. la membaiat beberapa khalifah, di antara mereka K. Mi'ad dari Patarukan (Pekalongan) dan K. Ma'sum darl Grabag (Magelang); putra dari Hamam Nashir yang namanya telah disebut di atas. Setelah wafat (sekitar 1966), ia digantikan oleh putranya, Zuhri, dan yang terakhir ini, yang wafat tahun 1980, digantikan oleh dua orang putranya. Putra sulung, Muhammad Nadhif, bertanggung jawab untuk pengajaran fiqih dan sebagainya, sementara adiknya, Munif, mengajarkan tarekat. Kenyataannya, Munif belum menerima ijazah dari ayahnya ketika beliau wafat; oleh karena itu ia pergi ke Kudus dan meminta ijazah dari Kiai Arwani. Saya hanya berjumpa dengan kakaknyaMunif, Muhammad Nadhif, yang tampaknya juga berpengaruh kuat dalasn tarekat. Ia pernah kuliah di Universitas Islam di Madinah selama Jima tahun, dan itulah mungkin yang menjadi pangkal adanya iklim yang agak 0 puritan" dalasn madra.sah di sini. Dengan keras ia menentang ekses-eksea yang terkadang di· bubung-hubungkan dengan tarekat. Mungkin juga, perubahan-perubah· an ini sudah dimulai sejak ayahnya, sebab bagaimanapun Kiai Zuhrilah yang mengirimnya ke Madinah. Nadhifsendiri menolak ungkapan saya, "perubah,an·perubahan yang dibawanya.. , dan lebih menyukai istilah 'i>enyempumaan". Ada haul di pesantren tersebut (pada tanggal 20 Rajah, tanggal wafatnya Muhammad Hadi), tetapi perayaan ini sederhana saja. Ziarah kubur tidak dilarang, tetapi denpn syarat bahwa peziarah tidak meminta kepada orang yang telah meninggal untuk menjadi perantara atau minta pertolongan lain. Di sini rabithah dilakukan tidak da1am bentuk membayangkan wajah guru (Muhammad Nadhif menyebut hal itu sebagai "mendewakan guru", dan itu berarti syirk), tetapi hanya denpn mengingat sang guru sejenak. Muhammad Nadhif mengaku bahwa di sana minat orang muda untuk ikut serta dalasn tarekat sangat besar. Orang-orang yang terlalu muda ditolak; perempuan sama seka1i tidak boleh menghadirinya sebelum mereka menikah, tetapi pemuda yang belum menikah diperbolehkan. Kiai Zuhri-lah .yang memulai mengajarkan tarekat kepada kalangan muda, di samping kelompok berusia tua yang secara tradisional menjadi pengamal tarekat. Mungkin karena banyaknya pengikut dari kalangan muda, mungkin juga karena kecenderungan °pemuinian" di sini, pemisahan menurut jenis kelamin sangat ketat di sini dibanding dengan di tempat Kiai Arwani. Perempuan boleh mengikuti tawajjuh, tetapi harus tetap duduk di sebuah ruangan terpisah, dan bahkan sang pan 166 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Bab XII. Tarekat Naqsyabandiyah di jawa guru sendiri tidak berhadapan muka dengan mereka. Kepada mereka diberikan pelajaran-pelajaran oleh perempuan yang sudah sepuh (kata Muhammad Nadhif, Kiai Arwani biasanya masuk juga ke ruangan untuk perempuan). Tawajjuh berlangsung sekali seminggu, pada hari Selasa. Pada masa lalu berlangsung hari Jumat (atau malam Jumat), tetapi agar orangorang yang dari jauh dapat hadir, dipillhlah waktu yang lebih cocok. Ada pertemuan umum yang lebih besar empat kali setahun: pada bulan Maulud, Rajab, dan Puasa dan pada tanggal satu Muharram. 3 Masih ada cabang lain dari keluarga Muhammad Hadi yang berada di desa Candisari (juga dekat Mranggen, Jawa Tengah bagian utara). Menurut informan saya cabang tersebut berasal dari seseorang bemama Mansur, yang sangat boleh jadi sama dengan Mansur yang menetap di Solo. Saya tidak tahu pasti mengenai apakah Abdulmi'raj dan Khalil adalah keturunan langsung dari Mansur. BAGAN 4. CABANG TAR.EKAT NAQSYABANDIYAH DAR.I MUHAMMAD HADI C:::: Mu~mad Hadi 17 IJ Zuhri Zahid (w. ca 1966) IJ I ~ Mansur Arwani Munif [Girikusumo] I' I [Kudus] t. l O ,\;l Abdulmi'raj I\ Salman Khalil [Popongan, Solo] [ Candisari] Mbah Mangli Satu pribadi menarik yang berafiliasi dengan cabang Naqsyabandiyah ini adalah K.H. Hasan Asykari, alias Mbah Mangli, salah seorang ahli pengobatan dan penasihat ruhani Islam yang paling kesohor di J awa Tengah. Mangli adalah nama sebuah desa yang rada terpencil, di sebelah timur laut Magelang, di mana ia memimpin sebuah pesantren model kuno. Tetapi Mbah Mangli sendiri tidak menjalani hidup yang sangat terpencil: ia adalah seorang pedagang yang aktif, dengan sekian rumah (dan keluarga) di berbagai tempat, termasuk Jakarta. Reputasinya terutama sekali berkat kekuatan batinnya yang luar biasa dan perilakunya 3. Wawancara dengan Muhammad Nadlif, Girikusumo, 21Desember1986. 167 yang tidak konvensional. Berbeda dengan kebanyakan kiai dan "orang pintar", ia jarang menerima tamu secara pribadi. Setiap Sabtu malam berduyun-duyun orang ke Mangli, bermalam di sana dan mendengarkan ceramah sang kiai keesokan paginya, dan setelah itu mereka pulang ke rumahnya masing-masing, dengan keyakinan telah menerima sesuatu yang berharga. Mbah Mangli tidak dianggap sebagai seorang mursyid oleh guruguru Naqsyabandiyah lainnya, tetapi semuanya menaruh hormat kepadanya (seorang guru malahan menganggapnya sebagai wali). Ia pertama kali menerima baiat masuk tarekat Naqsyabandiyah dari Kiai Mansur di Popongan, dan melanjutkan belajar amalan-amalan tarekat kepada Kiai Ahmad Rifa'i dari Sokaraja dekat Purwokerto (termasuk cabang yang lain, lihat di bawah) dan kepada Kiai Arwani dari Kudus. Ia pun sering mengunjungi guru Naqsyabandiyah lain, misalnya Kiai Abdullah Chafidz (Hafiz) dari Rembang dan Kiai Abdullah Hamid dari Kajoran (Magelang). Di pesantrennya pun setiap habis shalat diikuti dengan zikir Naqsyabandiyah yang pendek. Dalam pengertian ini ia tergolong ke dalam cabang khusus tarekat ini. Namun, peranannya sebagai orang yang mampu "melihat jauh" (clairvoyant), menyembuhkan/mengobati berbagai penyakit dan sebagai orang yang mampu membuat berbagai keajaiban di mata para awam, sama sekali bukan berkat afiliasinya dengan tarekat Naqsyabandiyah.4 Daerah Rembang-Blora Terdapat beberapa cabang Naqsyabandiyah di daerah ini, masingmasing berdiri sendiri. Di kabupaten yang berdekatan, Pati, seperti telah disebutkan di atas, ada beberapa khalifah dari Kiai Arwani dari Kudus. Kota Rembang telah menjadi pusat Naqsyabandiyah sejak K.H. Abdullah Chafidz (w. 1980) kembali ke sana dari Solo. Abdullah adalah putra asli Rembang yang pergi belajar ke Solo, dan telah dibaiat masuk tarekat oleh K.H. Mansur di Popongan. Ketika ia mulai mengajarkan tarekat di Rembang, ia mengalami banyak penentangan dari ulama setempat, dan perlu waktu lama sebelum ia dapat meyakinkan lawanlawannya mengenai keaslian akidah dan amalan-amalan yang diajarkannya. Kiai Abdullah mengangkat seorang khalifah, Kiai Syahid, yang mengajarkan tarekat itu di Desa Kemadu, selatan Rembang, dan juga memberikan ijazah (untuk) mengajar kepada putranya, Abdulwahhab. Setelah Kiai Abdullah wafat tahun 1980, putranya menggantikannya. Kiai Abdulwahhab telah menjadi sasaran serangan, katanya kepada saya, bukan dari ulama yang merasa tersaing tetapi dari "orang-orang yang 4. Saya mengunjungi pesantrennya Mbah Hasan di Mangli pada tanggal 3 Januari 1985 tetapi tidak berhasil bertemu dengan sang kiai scndiri. Tetapi, orang yang bercerita kepada tentang beliau cukup banyak, termasuk Syaikh Salman dari Popongan dan Syaikh wahhab Chafidz dari Remhang, dan tangan kanan K.iai Arwani, Mansur. 168 Bab XII. Tarekat Naqsyabandiyah di Jawa Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia bukan Muslim" (maksudnya tentu orang abangan setempat), yang berusaha mengambil tanah miliknya yang cukup luas. Tetapi, aneh bin ajaib, musuhnya yang paling brengsek malah masuk Islam dan sejak itu menjadi pendukungnya yang setia dalam mempertahankan tanahnya dari serangan selanjutnya. Pada tahun 1960-an, K.H. Abdulwahhab Chafidz telah dikirim oleh ayahnya ke Mesir untuk belajar fiqih di Al-Azhar. Di sana ia bertemu dengan Syaikh Najmuddin yang sudah berumur, putra Muhammad Amin Al-Kurdi yang terkenal itu. Najmuddin hidup sebagai tahanan rumah hampir selama pemerintahan Nasser, tetapi setelah perang 196 7 dengan Israel kebangkitan Islam yang secara resmi mendapat angin, memberikannya lebih banyak kebebasan bergerak. Melalui kontak-kontaknya dengan lingkaran seputar Syaikh Najmuddin, Abdulwahhab juga mendengar tentang seorang mursyid Naqsyabandiyah di Makkah, yang dengan hati-hati terus mengajarkan tarekat di kota sud itu meskipun larangan resmi diberlakukan dengan paksa oleh penguasa Saudi yang Wahhabi. Ketika ia mengunjungi Makkah dalam perjalanan pulang ke Indonesia, Abdulwahhab juga bertemu dengan guru ini, Abu!' Abbas Al-Irani Al-Shufi.5 Kontak-kontak ini menjadikan Kiai Abdulwahhab salah seorang dari segelintir penganut Naqsyabandiyah Indonesia yang mempunyai hubungan langsung dengan Timur Tengah. Tetapi, ia tidak mengklaim telah dibaiat oleh kedua guru ini, dan tetap menarik garis silsilahnya melalui ayahnya dan Kiai Mansur terus ke Muhammad Hadi Girikusumo. Kiai Abdulwahhab tidak hanya memimpin pesantren ayahnya di Rembang, ia juga mengajar di IAIN di Semarang. Di pesantren tersebut semua santri diajarkan tasawuf secara umum, tetapi pelajaran tarekat baru mulai diberikan kepada santri yang tingkatannya sudah lanjut. Pondok-pondok untuk "santri syareat" dan "santri tarekat" terpisah. Lebih ke selatan, di Blora, guru Naqsyabandiyah yang sekarang adalah K.H. Nahrawi di Desa Talok Wohmojo, Ngawen. Sebuah laporan tentang cabang tarekat ini memulainya dengan K.H. Abdul Hadi dari Padangan (antara Blora dan Bojonegoro dijawa Timur), yang menerima ijazah dari tuan guru yang terakhir dari J abal Abu. Qubais, 'Ali Ridha. Laporan itu memberikan silsilah berikut: 6 Khalid Sulaiman Al-Qirimi lsma'il Al-Barusi 'Ali Ridhajabal Qubais .K.H. Abdul Hadi Padangan K.H. Abdurrahman Padangan K.H. Nahrawi 5. Wawancara dcngan K.H. Abdulwahhab Chafidz LAS, Rcmbang, 15·2·1985. 6. Tl!Bm Research 1977, hal. 65-74. 169 Temyata silsilah ini tidak lengkap; nama 'Abdullah Arzinjani dan Sulaiman Zuhdi, misalnya, tidak ada. Nama-nama syaikh yang orang Jawa juga tidak lengkap, dan di tempat lain laporan yang sama menyajikan daftar pendahulu-pendahulu Nahrawi yang berbeda. Disebutkan bahwa syaikh Naqsyabandi yang pertama ada di daerah tetangganya, Syekh Ahmad dari Desa Rowobayan di Padangan. Syaikh ini mempunyai dua badal di daerah Blora, K. Abdullah dan K. Zainal Abidin, yang belakangan menjadi khalifah yang berdiri sendiri. K. Abdullah, yang tinggal di Desa Gusten (Kecamatan Blora), menjadi pengganti Syekh Ahmad yang pertama; setelah wafat tahun 1918, giliran Abdullah digantikan oleh Zainal Abidin dari Talok Wohmojo. Zainal wafat tahun 1922 dan digantikan oleh kedua putranya berturutan, K.H. Harun (w. 1942) dan K.H. Ismail (w. 1956). K.H. Nahrawi adalah menantu Kiai Zainal Abidin, dan ia menjadi pengganti setelah Ismail wafat. Silsilah di atas menunjukkan bahwa K.H. Nahrawi telah menerima pembaiatan dari cabang lain tarekat itu di Kecamatan Padangan yang sama. Dilihat dari tarikh wafatnya Kiai Abdullah, Syekh Ahmad tentunya 1>'Udah mengalami kemajuan pada peralihan abad lalu, dan oleh karena itu dapat saja telah berafiliasi, langsung atau tidak Iangsung, dengan ayahandanya 'Ali Ridha, Sulaiman, di Jabal Abu Qubais. Kiai Nahrawi membaiat murid-muridnya dalam dua fase. Mulamula baiat secara kolektif, setelah itu barulah murid mendapat pelajaran pertama. Apabila memutuskan ingin meneruskan pengamalan tarekat mereka, ada baiat yang kedua, baiat individual. Sejak 1956, ketika Kiai Nahrawi mengambil alih, nama-nama orang yang dibaiat dicatat dalam sebuah buku daftar; pada tahun 1977 daftar itu memuat semuanya 3.740 nama, hampir samajumlah laki-laki dan perempuannya. 7 Daerah Banyumas-Purwokerto Seperti telah dikatakan di atas, Mbah Mangli juga telah mempelajari tarekat Naqsyabandiyah dari seorang Ahmad Rifa'i dari Sukaraja, yang selama beberapa puluhan tahun merupakan guru Naqsyabandiyah terkemuka di daerah Banyumas-Purwokerto. Ia wafat pada permulaan tahun 1970-an, dan digantikan oleh Abdussalam, putranya. Sampai saat itu Abdussalam tidak begitu berminat pada tarekat, tetapi merasa berkewajiban melanjutkan tradisi keluarga. Dan lambat laun ia menjadi guru yang populer atas kemampuannya sendiri. Tradisi keluarga itu dibangun di sini oleh kakeknya Ahmad Rifa'i, H. Muhammad Ilyas, yang menerima ijazah untuk mengajar dari Sul~­ man Zuhdi. Kami temukan namanya dalam sebuah laporan Belanda tahun 1889 yang ditulis oleh residen Banyumas. Pada waktu itu, tarekat Syattariyah masih merupakan tarekat yang paling tersebar luas di 7. Ibid., hal. 72. 170 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia karesidenan tersebut, tetapi tarekat Naqsyabaud1yah telah mencapai tempat kedua, sebelum tarekat Ak.maJiyah dan tarekat Khalwatiyah. Para pengikut Naqsyabandiyah terutama herada di daerah Banyumas dan Purbalingga. Ada delapan guru yang berdiri sendiri menyebarkan tarekat Naqsyabandiyah (3 di Purbalingga, 5 di Banyumas dan 1 di Purwokerto), dan yang paling menonjol di antara mereka adalah Muhammad Dyas, yang keseluruhannya mempunyai sekitar seribu pengikut dan sejumlah badal yang aktif yang tetap menambahkan muridmurid baru pada jumlah tadi. Konon, Muhammad Dyas adalah keturunan orang kebanyakan saja, tetapi pemah tinggal di Makkah selama beberapa tahun. 11 Sumber penghasilannya yang utama adalah dari beternak kambing dan domba, di samping pemberian dari para peng· ikutnya. Guru Naqsyahandiyah yang lain, Muhammad Habib, berasal dari kalangan yang lebih tinggi. Ia adalah putra penghulu kecamatan Prembun (Kebumen) tetapi walaupun demikian ia lebih suka menetap di Desa ·Kebarongan (Kalirejo, Banyumas) sekembalinya dari Makkah, tempat ia telah juga belajar pada Sulaiman Zuhdi. 9 Menurut seorang khaJifah generasi kedua (Habib Luthfi dari Pekalongan), Muhammad Dyas untuk perta:m.a kalinya mengenal tarekat Naqsyabandiyah adalah ketika ia belajar kepada Kiai Ubaidah dan Kiai Abdurrahman di Surabaya - dua guru Naqsyabandiyah yang sempat memperoleh ijazah dari Sulaiman Al-Qirimi. Kedua guru ini membawanya ke Makkah ketika ia masih remaja. Di Makkah ia tinggal selama beberapa puluh tahun (45 tahun, menurut Habib Luthfi) dan belajar kepada Sulainlan Zuhdi. Kabarnya, Sulaiman Zuhdi telah mengangkat tiga orang khalifah untuk Jawa (Tengah), dari mereka ini Muhammad Hadi dari Girikusumo adalah yang paling muda dan M. Dyas yang di tengah-tengah. Yang paling tua adalah Abdullah dari Kepatian di Tegal, yang tampak tidak mengangkat khaJifah seorang pun. Ketika M. llyas kembali dari Makkah, ia mengunjungi rekannya Abdullah di Kepatian dan Abdullah memberikan putrinya yang lebih muda untuk menjadi istri Dyas, yang berarti mempererat taJi hubungan antara kedua pelopor tarekat ini. M. llyas menetap di Sokaraja, dan dengan cepat meraih banyak pengikut sehingga Belanda mencurigainya. Bahkan. ia sempat ditahan sebentar di Banyumas, tetapi dibebaskan berkat campur tangan penghulu kabupaten, Abu Bakar. Penghulu ini meyakinkan Belanda bahwa Dyas tidak punya ambisi politik. Lagi pula Abu Bakar memberi- 8. Demikianl.ah sumbe:r lielanda pada zamannya (lihat catatan se)a1'iutnya). Tetapi Habib Luthfi dari Pekakmgan yang menerima ~ dari putra bunpunya, M. llyas, M. 'Abd Al·Malik, mengakui bahwa M. llyas memang cucu dari Dipunegoro, putra dari putra pah· lawan tmebut. Ali Dipuwonpo (wawancara.Jakarta. 10-1-1989). 9. Surat mhasia dari raiden Banyumu mengenai tarekat yang aktif di sana, dalaln: MR 1889/41 (AllA. Den Haag). Bab XII. Tarekat Naqsyabandfyah di Jawa 171 kan seorang putrinya untuk menjadi istri kedua Dyas. 10 Kiai Dyas menggariskan aturan bahwa pesantren yang didirikannya di Sokaraja, dan kedudukan mursyid Naqsyabandiyah hanya dapat diwariskan kepada keturunan laki-laki garis langaung (tidak dapat oleh menantu, seperti yang sering terjadi). Jadi, putranya, Ahmad Affandilah, yang menggantikannya di Sokaraja, dan belakangan cucunya, Ahmad Rifa'i. Putranya yang lebih muda dari istri keduanya, Abdul Malik, juga diberi ijazah untuk mengajar tarekat. Abdul Malik cukup lama di Makkah, dan menc;lapat ijazah yang kedua dari 'Ali Ridha. Ia menetap di Desa Kedungparuk (Purwokerto) dan terus mengajar hingga tutup usia pada tahun 1980, saat ia digantikan oleh putranya, Abdulqadir. Karena adanya aturan mengenai pergantian kepemimpinan itulah, menurut Kiai Abdussalam, ia ditakdirkan mengambil tempat ayahnya, walaupun semula ia tidak tahu banyak mengenai tarekat. Benar, ia sudah dihaiat oleh ayahnya pada tahun 1946, malah sebelum ia mencapai usia dua puluh tahun, tetapi ia tidak pernah mengamalkannya. Dia pun hanya tahu serba sedik.it mengenai ilmu-ilmu keislaman lainnya, karena pendidikan yang ditempuhnya seluruhnya sekular (pendidikan umum), dan kemudian ia terjun di dunia perdagangan. Da.pat dimengerti, badal ayahnya kurang senang ketika secara tiba-tiba ia memegang kedudukan ayahnya sebagai mursyid. Beberapa dari mereka, yang menganggap diri mereka lebih 'alim daripada dia (kenangnya seraya tersenyum), meninggalkannya dan bergabung dengan PPTI-nya Haji Jalaluddin yang (katanya dengan senyum mengejek) membagibagikan ijazah yang dibikin begitu indah untuk digantung di dinding. Kharisma Kiai Ahmad Rifa'i, yang berpindah kepada putranya, dengan mudah terbukti lebih kuat daripada tarikan dan rayuan PPTI. Para warga desa seluruhnya tidak mengikuti badal yang memisahkan diri, tetapi memilih Abdussalam. Menurut pengakuannya, sampai sekarang ia telah membaiat Iebih dari 19.000 pengikut, dan rumah suluk-nya senantiasa dipakai. Sudah barang tentu Kiai Abdussalam tidak sebodoh itu tentang tarekat seperti mungkin terkesan di atas. Ada yang ia pelajari dari ayahnya, tetapi belakangan ia menambah pengetahuannya dengan mengkaji serius Majmu'ah Al-Rasa'il-nya Sulaiman Zuhdi dan Tanwir Al-Qulubnya Muhammad Amin Al-Kurdi (bagian-bagian yang relevan dari kitab ini hampir dihafalkannya) dan juga berbagai kitab lainnya. Di pesantrennya, ia menyelenggarakan tawajjuh dua kali seminggu (hari Selasa dan Jumat ba "da 'isya); mereka yang bersuluk di sini melakukan tawajjuh sampai tiga kali dalam dua puluh empat jam. Ia tidak menuntut setiap orang yang sudah dibaiat menghadiri tawajjuh secara teratur, tetapi menanamkan kesan kepada mereka bahwa bila tidak ada halang10. Wawancara dengan Habib Luthfi dari Pekalonpn,Jakarta, 10-1-1989. 1 72 Tarekat Naqsyabtmdtyah di Indonesia an sesuatu apa pun (sakit, sedang bepergian atau apa saja) zikir tidak boleh diabaikan. Setiap murid hams membaca dzikr ism al·dzat lima ribu ka1i sehari. Murid-murid sebanyak 19.000 yang telah berbaiat dengan Kiai Abdussalam itu hanya sesekali berhubungan langsung dengan sang kiai; mereka dipercayakan untuk diurus oleh badal-nya. Di kecamatan yang banyak muridnya dan ada beberapa badal, para badal dikoordinasikan dan diawasi oleh seorang kepala. badal Sementara keturunan K.iai llyas memperta.bankan tarekat Naqsyabandiyah dalam sebuah jaringan yang berpusat di Sukaraja, sekurang-kurangnya seorang dari badal-nya kemudian mendirikan pusat yang berdiri sendiri di daerah Iebih ke timur. Orang ini adalah K.H. Fatah, yang setelah dibaiat oleh Dyas pergi ke Makkah dan menerima ijazah untuk mengajar dari 'Ali Ridha. Pada tahun 1921, ia kembali dari Hijaz dan menetap di Desa Parakan (Canggah) di daerah Banjamegara, tempat ia mulai mengajar tarekat. Setelah ia wafat tahun 1946, ia digantikan oleh putranya, K.H. Hasan; di bawah pimpinannyalah cabang tarekat ini berkembang. Pada tahun 1977 ia mempunyai sekitar 5.000 murid dalam suatu jaringan yang membentang sepanjang lembah, dari Wonosobo sampai ke Purbalingga.11 Tarekat Naqsyabandiyah juga berkembang lebih ke utara. Di daerah Bumiayu, Tegal, tarekat ini kaharnya banyak pengikutnya, tetapi sekarang di sana tak ada pemimpin utamanya dan pertemuanpertemuan zikir berjamaah pun tidak ada. Tiap-tiap orang yang menjadi pengikut tarekat ini mengamalkan zikir dan wiridnya sebagai ibadah perseorangan saja. 12 Di daerah Pekalongan pun begitu, tarekat ini mempunyai pengikut-pengikut. Habib Luthfi, di kampung Arab dalam kota, adalah seorang khal.ifah dari putra Dyas, Abdul Malik; dan kabarnya di sana ada guru yang lain, Kiai Syafi'i, di Desa Kabungbuaran (di sebelah selatan kota Pekalongan). Daerah Kebumen Di Kebumen terdapat cabang Naqsyabandiyah Khalidiyah yang tidak berasal dari dua khalifah Sulaiman Zuhdi yang paling terkenal, yaitu Muhammad Hadi Girikusumo dan Muhammad Dyas Sokaraja. Guru yang mula-mula mengembangkan tarekat di sini bemama Abdurrahman; ia juga mempunyai ijazah dari Syai)pl Sulaiman Zuhdi di Makkah. Tidak terdapat catatan tentang kapan ia kembali dari Makkah dan kapan ia wafat. Menurut tradisi lisan keluarganya, Mbah Abdurrahman pernah dipenjarakan di Kebumen oleh pihak Belanda, tetapi tidak teringat 1agi apa alasannya. Sezaman dengan Mbah Abdurrahman masih ada tokoh lain di Kebumen yang mempunyai ijazah dari Syaikh 11. Team Research 1977, hal. 7 5-88. • 12. Pembiamaan pribadi denpn Chwnaidy, putra seorang kiai dari kecamatan hU. Bab XII. Tarekat Naqsyabandi;yah di Jawa l 7S Sulaiman Zuhdi, namanya Mbah Ibrahim;. tetapi yang mengajar tarekat di sini hanyalah Mbah Abdurrahman. Pengajaran tarekat Naqsyabandiyah sampai sekarang dilanjutkan oleh ketumnan Mbah Abdurrahman: putranya, Hasbullah, kemudian cucunya, Mahfuzh, dan sekarang buyutnya, Wahib. 13 Kiai Hasbullah punya dua putra 1agi yang juga mengajar tarekat. Yang satu bernama Dardiri dan sekarang memimpin suatu pesantren di Jawa Barat. Putra dari lain ibu namanya Shonhaji. Ia juga pada awalnya mempelajari tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, tetapi kemudian menetap lama di Surabaya dan di sana mengambil tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah pada Kiai Usman Sawahpulo. Di Kebumen ia lebih dikenal sebagai seorang "pintar" ketimbang syaikh tarekat. Tidak begitu jelas apakah Mbah Abdurrahman dan Mbah Hasbullah mempunyai khalifah di daerah lain. Baro pada masa Kiai Mahfuzh (w. 1985) tampaknya ada catatan tertulis mengenai perkembangan tarekat ini. Kiai Mahfuzh mempunyai lima orang khalifah, empat di antaranya di daerah pinggiran Kebumen, sedangkan yang kelima berada di Jawa Timur: Jetis, Wonosobo Kiai Fattah (sekarang digantikan putranya, Mukhlis) J atiwangsan, Purworejo : Kiai Baha'uddin Kroya, Cilacap Kiai Chumaedi Kajoran, Magelang KiaiZuhri Jember,Jawa Timur Mbah Ghozali (digantikan putrar1ya, Munawir) Kiai Wahib menyebut khalifah-khalifah ini sebagai mursyid muqayyad, artinya mereka bisa. membaiat dan membina murid tanpa minta izin dari pusat dulu, tetapi mereka tidak bisa menentukan pengganti mereka sendiri seperti halnya mursyid muthlo.q. Pengganti mereka perlu disetujui oleh mursyid di pusat (tetapi persetujuan ini tidak pemah ditolak). 14 Cabang tarekat ini sekarang mempunyai administrasi yang rapi. Semua murid, termasuk murid khalifah-khalifah, telah terdaftar, lengkap dengan umur, pekerjaan, desafkecamatan/kabupaten, serta tanggal baiat. Nomor urutan terakhir sudah melebihi sepuluh ribu. Menurut daftar murid yang saya lihat, hampir semuanya petani, dan sebagian besar berumur sekitar 40-50 tahun. US. Bagian ini adalah bcrdasarkan wawanaira dcnpn K1ai Wahib Mahfuzh di kediamannya di Kebumen, pada ta.ngga1 !> Malet 1998. 14. Tampaknya pcrnah ada sekurang-kumngnya satu khalifah lagi (mungkin khallfah Mhah Hallbullah). Di pesantren Kiai Wahib saya bcrtemu dcnpn seorang ll&lllri ketunmm Arab dari Kedah, Malaysia. Ia menceri'lakan bahwa ayalmya di sana maipjar tan:kat Naqsya· bandiyah, yang diambilnya di Kebumm, dan la nanti harus menggantikan ayalmya sebagai guru tarekat; oleh sebab itu ia dikirim untuk belajar di tempat yang 111ma. 174 Tareluzt Naqsyabandiyah. di Indonesia Dae.rah Cirebon Sejak dahulu Cirebon selalu menjadi pusat tasawuf, dengan kecen· denmgan-kecenderungan sinkretistik yang kuat. Banyak pesa:ntren kecil di sini biasanya mengajatkan tarekat Syattariyah dan Akmaliyah, dan tidak sedikit sekte-sekte bercorak kebatinan berasal dari daerah ini. Tarekat Naqsyabandiyah, yang lebih menekankan aspek syari'ah, juga badir, walaupun kurang menonjol. Kabamya terdapat beberapa pesan· tren kecil yang mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah; tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di sini diwakili seabad yang lampau oleh tokoh Kiai Tholhah dari Kalisapu (lihat Bab Vl), tetapi tampaknya tak banyak lagi pengaruhnya. Pesantren Bendakerep, sebelab tenggara kota, pemah ada semacam pusat, tetapi tarekat Naqsyahandiyah sekarang kelihatannya tidak berbekas lagi di sana. Pusat yang lain, menurut seorang infonnan yang sudah lanjut usia di. Karawang, didirikan di lereng Gunung Sembung dekat Cirebon. Kiai Zain, putra K.H. Talk.ah (identik dengan yang disebut-sebut sebagai Kiai Tolhah?), telab mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah, bersama· sama dengan tarekat·tarekat lainnya semacam tarekat Syattariyah, Qadiriyah, dan Akmaliyah. Seperti biasa, pengaruh dari Cirebon lebih merasuk ke dae.rah-daerah di sebelab barat dan barat daya yang berpenduduk suku Sunda daripada ke arah Jawa Tengah. Kiai Zain mem· punyai seorang khalifah di Desa Krasak, sebelab utara Cikampek, bernama Raden Sulaiman (Den Leman), dan saya bertemu dengan seorang muridnya yang tinggal di Karawang. jawa T'lDlur: Bagian Utara Daerah-daerah ujung timur Jawa Timur yang kebanyakan didiami orang-orang Madura akan dibahas dalam bab berikut; di sini saya membatasi diri pada daerah-daerah·yang secara etnis didiami oleh sukuJawa. Tampaknya tarekat Naqsyabandiyah tidak mempunyai jaringan yang luas dan mengembang di Jawa T'unur, tetapi ada sejumlab besar pusat lokal yang masing·masing didirikan oleh seorang kiai yang menerima ijazah di Makkah. Menariknya, kebanyakan dari pusat-pusat ini tidak berada di pesisir utara, yang sudah sejak lama mengalami Islamisasi, tetapi lebih ke pedalaman, di jantung daerah-dae.rah yang sebagian besar (atau hingga belum lama berselang) abangan. Pada penghujung abad kesembilan belas dan masuk ke abad kedua puluh, sudah menjadi pola umum bagi kiai-kiai muda yang telab menimba ilmu di pesisir utara untuk membuka pesantren di dae.rah-dae.rah lebih ke selatan yang kurang mengalami pengislaman. Pola ini sangat mencolok di antara guru-guru tarekat, yang ajaran-ajaran tasawufnya mungkin lebih di· terima kaum abangan daripada kiai-kiai yang Iebih berat ke fiqih. Lokasi pusat-pusat Naqsyabandiyah di Jawa Timur menunjukkan bahwa tarekat ini tentunya telab memainkan peranan yang lumayan dalam pengislaman daerah-daerah yang sinkretistik secara perlabanlaban. Bab XII. Tareluzt Naqsyabandiyah di ]awa 175 Pada seputar pertengahan abad kesembilan belas, ada dua kiai di wilayah Surabaya yang rupa-rupanya mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah dan memegang ijazah dari Sulaiman Al-Qirimi, Kiai Ubaidah, dan Kiai Abdurrahman. Muhammad Dyas yang masih muda, yang belakangan menjadi guru yang sangat berpengaruh di Sukaraja (Kabupaten Banyumas), kabamya mula-mula belajar di sini. Kedua kiai ini kelihatannya tidak pemah mengangkat khalifah, sehingga garis keguruan mereka terputus. 15 Tidak lama kemudian, Desa. Gedang, 2 km utara Jombang, menjadi pusat Naqsyabandiyah yang mungkin peran pentingnya lebih dari hanya setempat. Guru yang paling beken di sini adalah Kiai Usman Gedang, yang memperkenalkan tarekat Naqsyabandiyah pada pertengahan abad kesembilan belas. Menurut seorang keturunannya, Kiai Usman merupakan salah seorang guru yang paling terkemuka dalam rangk{lian guru-guru tarekat asli Jawa Timur. 16 Sayangnya, kita tidak mengetahui dari siapa Kiai Usman menerima ijazahnya (dan saya bahkan tidak tahu pasti apakah tarekatnya Naqsyabandiyah atau Qadiriyah wa Naqsyabandiyah). Sang Kiai mengambil seorang santri dari Demak, yang bemama Asy'ari, sebagai menantunya, dan kemudian menjadi kakek dari Hasyim Asy'ari, salah seorang ulama paling berpengaruh dalam abad ini. Seperti yang diketahui, Hasyim Asy'ari tidak men,gikuti jejak kakeknya dan sebenamya agak menentang tarekat, sehingga beberapa kali timbul friksi dengan yang lain, misalnya dengan Kiai Khalil dari Pesantren Darul U1um di Rejoso, dekat Jombang. Di pesantrennya sendiri di Tebuireng, tidak diperbolehkan mengajarkan tarekat. Di daerah sebelab barat Jombang, Nganjuk, Madiun, dan Magetan, sekarang terdapat beberapa pusat Naqsyabandiyah. Di Kabupaten Nganjuk, sebuah pusat yang terkenal adalab pesantrennya Mbah Bogo. Di Madiun, pusat-pusat itu meliputi: • Pesantren Keprambon, di Pagotan Wetan; • Pesantren Josenan, di Demangan; • Pesantren Gotak, di Uteran. Dan di Magetan: • Pesantren Al-Fatah, di Temboro; • Pesantren Subantoro.1 7 Yang representatif dari pesantren-pesantren tarekat ini barangkali Pesantren Al-Fatah. Tentang pesantren ini, ada sebuah monografi (Tholhah I 981/1982). Guru yang terkenal di sini adalab almarhum Kiai Haji Sidiq, yang wafat tahun 1956, dan digantikan oleh putranya, Mahmud. Di samping santri biasa, sang kiai mempunyai sekitar 1.500 murid tarekat. Setiap hari Jumat dan Selasa ada pengajian (disebut Jumatan dan Selasan) dip imp in oleh sang kiai sendiri , yang dihadiri oleb sebagiI&. Habib Luthfi dari Peblonpn, -Wl\l\Cln 10·1-1989. Lihatjuga di atas hal.164. 16. Demiltian Abdurrahman Wahid, "Biiri Syansuri", bal. !J. l 0. 17. lnformasi lisan dari Wardah Hartdz, yang bcraal dari daa:ah Jombang. Bab XIII. Tare/eat Naq$'1abandfyah di Madura 176 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia an dari murid-muridnya dan banyak Iagi yang lain. Di samping itu, ada pertemuan-pertemuan khusus ("khususiyah") hanya untuk para anggota tarekat, bedangsung setiap Selasa Kliwon (yaitu setiap tiga puluh lima hari sekali). Santri biasa di pesantren tersebut masih belum menjadi anggota tarekat, dan oleh sebab itu tidak diperbolehkan mengikuti "khususiyah", tetapi mereka boleh turut serta dalam zikir dan wirid tarekat yang dibacakan setiap habis shalat fardhu berjamaah di masjid. Jadi, tanpa lebih dulu berbaiat, santri sudah diajarkan satu-dua amalan tarekat. Jawa Timur Selatan: Kediri·Blitar Syaikh 'Ali Ridha dari J abal Abu Qubais mengangkat dua khalifah yang menetap di daerah ini. Yang pertama adalah Kiai Yahya dari Desa Mbaran di Mojo, Kediri selatan. Di sana ia digantikan oleh putranya, Umar, dan cucunya, Bastomi, mursyid yang sekarang. Yang kedua adalah seorang bernama Ghafur, dari Trenggalek, yang berada di Makkah selama setengah tahun sekitar tahun 1920. Sekembalinya ke jawa Timur, ia mendapatkan bahwa khalifah·khalifah yang lain masih belum menerimanya setaraf dengan mereka, dan karena itu ia meneruskan belajar tarekat pada Kiai Yahya di Mbaran. Setelah menerima ijazah kedua dari Kiai Yahya, Kiai Ghafur mulai mengajarkan tarekat di bagian utara Blitar. la mendirikan Pesantren Manba'ul Hikam di Man· tenan {di Desa Slemanan, Kecamatan Udanawu), dan berhasil mengislamkan ( 0 mentarekatkan°) sebagian besar daerah yang sangat abangan ini. Menurut informan-informan orang luar, di sana tidak pemah terjadi konflik yang parah antara pesantren dan lingkungan sekitamya seperti yang misalnya terjadi di kebanyakan tempat di Kediri. Ketika Kiai Ghafur wafat (1952) ia digantikan oleh putranya, Mirza Sulaiman Zuhdi (dikenal sebagai Kiai Zuhdi). Mirza Sulaiman Zuhdi wafat pada tahun 1974 dan digantikan oleh adiknya, Kiai Zubaidi. Putra Kiai Ghafur yang ketiga, Qomaruddin, memimpin sebuah pesantren dan sebuah masjid di kota Blitar. Kiai Zubaidi merupakan seorang ulama yang paling berpengaruh di daerahnya, dan mempunyai reputasi hebat sebagai pembuat jimat (bukanlah suatu kebetulan bahwa nama pesantrennya diambil d'1i judul sebuah kitab mengenti ilmu-ilmu gaib). 111 Karena reputasinya ini ia sering menerima kunjungan para birokrat dan tentara dari Blitar dan juga dari tempat-tempat yang lebih jauh. Pesantren itu, dengan ratusan santrinya yang mondok di sana baik laki-laki maupun perempuan dipisah secara ketat - masih tradisional sekali dan terkesan tidak berkembang. 18. Manba' Ushul AH:Bltmah, brya Abul·'Abbas Ahmad bin 'Ali Al·Buni (orang bijak Afrika Utara abad kc·l 3), bera11111.._ ckngan Syams A.Z.Ma 'arif dad pengarang yang a11111. yang mllfUpakan sumber kJuik paling populer mcngcnai ilmu pib danji11111.t (hikrnah). 177 Dua kali seminggu, pada hari Selasa dan Jumat petang ada per· temuan zikir berjamaah (tawajjuhan atau khataman), yang kebanyakan diikuti oleh penduduk desa Mantenan. Menurut sang kiai, yang hadir berkisar antara 500 dan 1.000 orang, laki-laki dan perempuan. Tiga kali setahun (pada bulan Suro [Muharram}, Rajah dan Puasa [R.amadhan}) ada suluk di Mantenan (dan juga di Blitar, dengan saudaranya Zubaidi. Qomaruddin). Lamanya berkisar antara 10 dan 20 hari, bergantung pada sang murid sendiri. Setiap kali sekitar 1.000 lelaki dan 500 perempuan ambil bagian (menurut perkiraati Kiai Zubaidi); banyak dari yang lelaki masih muda sekali, tetapi perempuan-perempuan hanya diizinkan setelah mereka menikah. Seorang badal Kiai Ghafur, Kiai Asfar, kini memimpin sebuah masjid di Blitar Selatan, daerah yang sangat miskin yang dahulu merupakan salah satu basis Partai Komunis lndonesis (PKI) yang paling kuat. Pelan-pelan ia mengislamkan kecamatan tersebut, ditolong oleh situasi politik di mana warga desa merasa pe:rlu mengikatkan diri secara resmi kepada salah satu agama yang diakui resmi demi keselamatan untuk tidak dihubung-hubungkan dengan ateisme yang dikaitkan dengan PKL Karya dakwahnya dalam urutan paling atas adalah mengorganisasikan Yasinan dan Diba 'an setiap minggu, yaitu bersama-sama membaca surah Yasin dan mawlid Diba'i, dilagukan dengan suara merdu terutama oleh para muda-raudi. Pembacaan ini berlangsung di :rumah:rumah, bergiliran sehingga semua warga desa kebagian jadi tuan rumah. Tambahan pula, dua kali sebulan diadakan pembacaan manaqib Baba' Al·Din Naqsyband secara berjamaah, 19 barangkali untuk menandingi pembacaan manaqib 'Abd Al-Qadir yang secara teratur dilakukan di pesisir utara. Di sisi pembacaan-pembacaan untuk seantero desa ini, setiap minggu (pada Selasa petang) ada tawajjuhan untuk yang telah berbaiat. Kegiatan-kegiatan Kiai Asfar barangkali khas pendekatan yang diambil oleh para kiai generasi-generasi terdahulu yang berkarya di ling· kungan yang sulit dlislamkan dan tidak bersahabat. Patut dicatat bahwa Kiai Asfar tidak berusaha untuk mengajarkan akidah dan hukum Islam secara sistematis. Yang ada hanyalah acara-acara Diba'an, Yasinan, dan manaqiban - acara·acara yang mentoleransi bertemunya lelaki dan perempuan - dan acara ritual mingguan tawajjuhan untuk mereka yang ingin lebih mendalami tarekat. Dalam kasus Kiai Ghafur dan banyak lagi kiai tarekat lainnya, reputasi dalaJn pengetahuan yang bersifat esoteris dan gaib adalah sesuatu yang penting dalam rangka membina otoritas sang kiai. 20 Tentunya ada beberapa pusat Naqsyabandiyah lain yang kecilkecil di daerah Blitar, walaupun Kiai Zubaidi mengklaim bahwa selain 19. Memakai teks dari: K. Ma.lsur Jufri Al·Patta'i (dariJ!lti). Mbyleat Al·Muht4din, Manaqtb A.l-Syail&h Balla' AJ.Dm (dalam bahua Arab dan bahua Jawa), Dicctak di Grabag, Magetang. 20. Bagian ini didamkan pada pcmbicaraan dengan Kiai Zubaidi Rla11111. singph sebcnlllr di pesantrennya, 11-12 Febnwi, 1987 dan ketlka berkunjung kepada Kia.i Asfar di Wate• .I 178 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia ayahnya dan Kiai Yahya, serta badal mereka masing-masing, tidak ada orang lain. Saya mendapatkan sebuah risa1ah Naqsyabandiyah berjudul Khadam Al-Thariqah Al-Naqsyabandiyyah Al-Khalidiyyah, yang ditulis oleh almarhum H. Muhammad Ma'ruf bin H. Muhammad Hasan, dari Sukorejo, Blitar (w. 1972). R.isalah tersebut disunting oleh 19seorang muridnya, Kiai Muhdin-Nur dari kejotan, Tulungagung, yang menunjukkan bahwa paling tidak dua orang ini pun telah mengajarkan tarekat. Tarekat Q.adiriyah wa Naqsyabandiyah dan Jam'iyyah Ahl Al-Tbariqah Al-Mu'tabarah Semua cabang-cabang tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang telah disebut sejauh ini dapat dikatakan relatif kecil - berbeda der..gan jaringan tarekat ini di Jawa Tengah atau tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah di kalangan Madura. Tarekat yang betul-betul punya penga· ruh di kalangan etnis Jawa di Jawa Timur adalah tarekat Q.adiriyyah wa Naqsyabandiyyah, dan sejak awal pusat utamanya adalah Pesantren Darul Ulum di kejoso, Jombang.22 Seperti telah diuraikan di Bab VI, kiai-kiai pesantren ini merupakan penerus Kiai Ahmad Hasbullah AlManduri di Makkah, sa1ah satu khalifah Kiai Abdul Karim Banten. Kiai P.omly bin Tamim (w. 1957) merupakan tokoh yang paling kharismatik dari rantaian guru tarekat ini. la menyebarkan tarekat ke seantero Jawa Timur dan Madura, bahkan ke Jawa Tengah, dan jumlah murldnya akhirnya mencapai puluban rlbu, yang dibina oleh beberapa orang khalifah dan sekitar delapan puluh badal. Ketika Kiai P.omly meninggal terjadi krisis kepemimpinan dalam tarekat ini. Kepemimpinan pesantren sudah diserahkan kepada putranya Musta'in sejak satu tahun, dan beberapa saat sebelum wafat, Kiai P.omly sempat mewasiatkan tarekat juga kepada Musta'in melalui ijazah bai'at, yang disaksikan dua sakii.23 Namun sampai saat itu Gus Ta'in (panggilan lazim bagi Musta'in P.omly) tidak pemah berminat betul pada tarekat. Walaupun ia sud.ah ahli warls, namun ia masih harus belajar banyak sebelum bisa memimpin tarekat dan membina muridnya. Selama beberapa waktu, ia sendiri dibina oleh khalifah utama ayahnya, yaitu Kiai Usman Al-Ishaqi di Sawahpulo, Surabaya. Ban.yak lanaal 11 FebrUari 1987. Saye. ingin menyampaikan terl.ma kuih kcpada Pak Abdur llodlim da:ri Kantor Ap.u. di Blltar W - telah memba- aye. menemul kiai·kiai lni dan tetaligua te1ah nmnpcrkeoalkan aye. kepada beliau«Dau it'll. pada 21. H.M. Ma'ruf bin M. Haan, Rholah AMlvfidaA liAhlAt·11wrri9oh.Al·NaqsybanaiyyahAl· KhaJWJyoh. Diterbitkan oleh H. qomuwklin, BUtar 1978. 22. Li.hat Bab VI, hat. 95·9&. Ada beberapa kajian n:n1ngenai pennuen lni dan konflik yang dilebut dahun teb: Madjid 1979; Ba.wani 1981/1982; Dhof'lllll" 1980a, haL 255·294; Lom· bard 1985, haL 154-157, Mochtar 1987. 23. Kesaksian ini hampir dua dasaWll!:D kemudian dibukukan dan ditethitbn oleh Pondok PesanU'en Dand Ulum, mungldn bnma ada yang mempe:t1myabnnya: Hendro, Sejarah Surat Wasiat ''ljazah Baiat" 1.Janji Thariqat) <lari K.H. Romly Tamiln kepada Mustain Romly Oombang, 1984). Bab XII. Tarekat Naqsyabandiyah di jawa 179 murid dan bahkan badal Kiai komly tampaknya lebih cenderung menganggap Kiai Usman sebagai pengganti Kiai P.omly yang paling absah. 24 Tetapi Kiai Musta'in mempunyai legitimasi garis keturunannya, dan tidak mengherankan bila kemudian harl ia dan para pendukungn ya menekankan bahwa dalam tarekat ini, hak mengangkat khalifah merupakan monopoli keturunan langsung darl syaikh. Setelah Kiai Musta'in diajarkan semua muraqabah di bawah bimbingan Kiai Usman, ia mulai bertugas sebagai mursyid. Tampaknya dua tokoh ini cukup saling menghormati dan secara diam-diam menyetujui pembagian wilayah pengaruh, walaupun terlihat persaingan antara murid-murid mereka, yang masing-masing menjagokan guru mereka. Kiai Musta'in berhasil mengkonsolidasikan kesetiaan hampir semua badal almarhum ayahnya dan membangun lebih lanjut jaringan tarekatnya. Sedikit demi sedikit ia muncul sebagai tokoh penting pada tingkat propinsi dan malahan nasional. Ia pandai menjalin hubungan baik dengan pemerintah, dan sempat menjadi tokoh utama dalam ormas tarekat, /am'iyyah Ahl Al-Thanqah Al-Mu'tabarah. Dua faktor inijuga mempenga:ruhi keberhasilannya sebagai guru tarekat. Jam'iyyah tersebut didirikan pada tahun 1957 oleh sejumlah kiai tarekat senior yang semuanya berafiliasi dengan Nahdhatul Ulama dengan tujuan memersatukan semua tarekat yang bonafid (mu'tabar) demi mempertahankan kepentingan bersama. Dengan kata mu 'ta bar dimaksudkan bahwa tarekat bersangkutam mengindahkan syariat dan termasuk Ahl Al-Sunnah wa Al-Jama'ah, dan ha:rus mempunyai silsilah yang sah, yaitu berkesinambungan sampai Nabi sendiri. Demikian Jam'iyyah ingin membedakan dirl secara jelas dari aliran kebatinan dan gerakan mistisisme sinkretistik lainnya, yang tak tennasuk Ahl Al-Sun· nah wa Al-Jama'ah, serta tarekat-tarekat lokal semacam Wahidiyah, yang termasuk tetapi tidak punya silsilah yang jelas. Jam'iyyah telah menentukan daftar nama 44 tarekat yang dianggapnya mu'tabar, tetapi dalaJn praktiknya, hanya tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat Q.adiri· yah wa Naqsyabandiyah yang mendominasinya. Secara geografis, Jam'iyyah pada awalnya terbatas hanya di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kiai Musta'in mulai memainkan peranan menonjol pada awal dasawarsa 1960-an dan mencapai puncak pengaruhnya pada pertengahan dasawarsa 1970-an. Pada Muktamar kelima Jam'iyyah Ahl Al-Thariqah 24. Kiai Romly sebetulnya punya tiga atau empat khalifah. Menw:ut putra Kiai Usman, Kiai Asrori, mereka adalah Kiai Usman AJ.Ishaqi untuk daerah Surabaya dan Madura, Kiai Makki Muhan'am untuk daerah Kediri-Bliw-Tulungagung, dan Kiai Bahri Mashudi di Mojouri. Keluarga Kiai Musta'in menyebut Kiai Usman dan Kiai Makki jup, dan sebagai khalifah ketlp dan keempat adalah· Kiai Muhammad Kediri (saudara Kiai Makki) dan Kiai Maksoem Djafar di Porong. Murid·murid Kiai Usman sanpt mencinUlinya dan cenderung menilai manabatnya bukan banya di aw l'!Ulrt&hat Kiai Musta'in saja tetapi malaban di atas Kiai Romly sendirL Lihat manaqib yang diswiun seorang murid, Abdul Ghoftar Umar (1404/1984). 180 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Al-Mu'tabarah (Madiun, tahun 1975) Kiai Musta'in terpilih sebagai ketua umum. Pesantrennya saat itu suda.h menjadi pusat tarekat yang paling terkenal pada tingkat nasional, di samping Kiai Musta'in juga menjadi tokoh yang diperhatikan oleh pemerintah. Ia telah dihadiahi sebidang tanah dan bantuan keuangan yang memungkinkannya mem· bangun universitas swasta di kotaJombang. Universitas tersebut dibuka pada tahun 1965. Hanya saja, kebaikan pemerintah ini temyata harus ada imbalannya; dan menjelang pemilu 1977 Kiai Musta'in memper· taruhkan popularitasnya dengan ikut serta dalam kampanye Golkar. Dalam suasana zaman itu, penyeberangan Kiai Musta'in ke Golkar oleh banyak rekannya dianggap sebagai pengkhianatan. Nahdhatul Ulama terwakili dalam partai Islam PPP, yang (masih) berlambang Ka'bah; dan menjelang pemilu para ulama NU mengeluarkan fatwa bahwa jamaah mereka wajib mencoblos Ka'bah. Kiai Musta'in dinilai telah menyalahgunakan kedudukannya sebagai ketua umumJam'iyyah. Maka diputuskanlah untuk mencopotnya dari kedudukan itu;prakarsa dari tindakantindakan selanjutnya tampaknya datang d;rri pesantren berstatus paling tinggi di kalangan NU, yaitu Pesantren TebuirengdiJombang. Tebuireng sejak dulu bersikap ambivalen terhadap tarekat: Kiai Hasjim Asj'ari dan pengganti-penggantinya tidak pernah mengajar tarekat, dan juga tidak mengajar kiai lain mengajar tarekat di Tebuireng sendiri. Namun seca:ra perseorangan para santri diperbolehkan mem· pelajarinya di tempat lain, asal para guru sudah menganggap mereka cukup matang. Demikian tidak sedikit lulusan Tebuireng yang menjadi pengikut atau malahan pengajar tarekat aktif. Dari sekitar delapan puluh badal Kiai Musta'in Romly, tidak kuranK dari enam puluh empat telah belajar di Tebuireng! Salah satu bada' Kiai Adlan Ali (dari Pesantren Cukir, tetangga Tebuireng) malahan mengajar juga di Tebuireng. Pada saat konflik tentang Kiai Musta'in, orang di sekitar Kiai Adlan Ali mendorongnya untuk melepaskan diri dari Kiai Musta'in dan menggantikannya sebagai mursyid di daerah Jombang. Karena ia hanya bad.al dan belum punya ijazah bai'at, Kiai Adlan diberikan pelajaran dulu oleh syaikh tarekat senior di Jawa Tengah, Kiai Muslikh di Mranggen (debt Semarang). Setelah Kiai Adlan menerima ijazah sebagian besar badal Kiai Musta'in, terutama mereka yang pernah di Tebuireng, berpinda.h loyalitas dan berbaiat kembali kepada Kiai Adlan Ali. Badal-bad.al lain ada yang meninggalkan Kiai Musta'in dan berbaiat kepada khalifah senior almarhum Kiai Romly, Kiai Usman Al-Ishaqi di Surabaya. Kiai Usman sendiri tidak ikut berperan dalam konflik tadi dan mengambil jarak dari dua belah pmak. Pada Muktamar NU tahun 1979 di Magelang, muncullah wadah tarekat baru yang bernama Jam 'iyyah Ahl Al-Thariqah Al-Mu 'tabarah Al-Nahdhiyyah, yang anggotanya hampir identik dengan para anggota Jam 'iyyah yang pertama, dikurangi Kiai Musta'in dan beberapa orang yang dekat kepadanya. Pimpinan utamanya adalah Kiai Adlan Ali; kiai sepuh lain yang menjadi anggota dewan termasuk Kiai Muslikh Bab XII. Tl.ll'ekat Naqsyabandiyah di Jawa 181 Mranggen, Kiai Hafiz dari Pesantren Lasem di Rembang, dan Kiai Aiwani Kudus. Hanya yang terakhir adalah guru Naqsyabandiyah Khalidiyah, sedangkan yang lain adalah guru Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Jam 'iyyah yang asli tidak dinyatakan bubar tetapi dibiarkan saja, karena suda.h cukup digemboskan dengan cara ini. Sampai wafatnya pada tahun 1984, Kiai Musta'in tetap berpretensi seolah-olah organisasinya masih ada - walaupun tidak ada pertemuan satu kali pun. Walaupun jumlah pengikut Kiai Musta'in sudah menyusut, namun jumlahnya masm ribuan. Dan tidak seorang pun dari saingannya mencapai pengaruh seperti yang pernah dimilikinya. Pertikaian yang terjadi tidak hanya melemahkan Kiai Musta'in tetapi juga melemahkan tarekat sebagai jaringan dan wadah umat. Salah satu badal atau khalifah yang tetap setia kepada Kiai Musta'in adalah Kiai Maksoem Djafar di Porong (sebelah selatan Surabaya). Kiai Maksoem adalah badal (atau khalifah) Kiai Romly, dan ia adalah salah satu saksi ketika Kiai Musta'in diberikan ijazah oleh ayahnya. Sejak saat itulah, ia menjadi orang terdekat Kiai Musta'in. Setelah Kiai Musta'in wafat (tahun 1984), Kiai Maksoem inilah yang merupakan mursyid senior dalam jam 'iyyah-nya. Pengganti resmi Kiai Musta'in sebagai mursyid adalah adiknya, Kiai Rifa'i. Tetapi karena ia masih muda, tampaknya banyak pengikut kakaknya yang mencari guru yang lebm senior. Kalangan pesantren Darul Ulum sendiri juga menunjukkan Kiai Maksoem sebagai guru yang paling mapan. Namun bagi Kiai Maksoem sendiri, "Jombang", yaitu pesantren Darul Ulum dan Kiai Rifa'i, merupakan satu-satunya pusat absah. Pengganti mursyid, menurutnya, harus min alihi~ tidak cukup kalau min shahbihi. Itu sebabnya ia senantiasa setia kepada Kiai Musta'in dan Kiai Rifa'i dan tidak pernah ingin bergabung dengan guru lain atau menjadi guru yang beridri sendiri. OrganisasiJam'iyyah (yang bukan Nahdhiyyah) sejak akhir dasawarsa 1980-an memberi tanda hidup lagi. Muktamar dan rapat besar diselenggarakan di Jombang. Harapannya, agak.nya, agar diakui sebagai organisasi berafiliasi dengan Golkar. Organisasi saingannya, Jam 'iyyah Ahl Al-Thariqah Al-Mu 'tabarah Al-Nahdhiyyah, sempat dikonsolidasikan setelah suatu konflik antartarekat (yang menyangkut tarekat Tijaniyah) berhasil diatasi. Bobot politiknya bertambah sejak Idham Chalid, tokoh politik yang sangat berpengalaman, menjadi aktif sebagai ketua umumnya (1989). Anggotanya sekarang ada di seantero Indonesia, tetapi dalam praktik organisasi ini didominasi oleh tiga kubu: Jombang, Mranggen, dan Jakarta. Dengan wafatnya Kiai Adlan Ali (1990), organisasi ini kehilangan tokohnya yang paling kharismatik, tetapi urusan organisasi tampaknya berjalan terus. Pada tahun 1984, Kiai Usman Al-Ishaqi juga meninggal. Sebelum wafat, ia sudah menunjuk salah seorang putranya, Ahmad Asrori, sebagai penggantinya dalam tarekat. Gus Asrori bukan anak sulung Bab XII. Tarekat Nagsyabandiyah di /awa 182 Tarekat Nagsyabandiyalt di Jni:lone.ria tetapi di mata ayahnya dialah yang paling pantas menga.jar fiqih dan tasawuf. Tiga. putra lainnya diberikan tugas masing-masing di bidang lain. Kiai Asrori sebetulnya sudah dilantik sebaga.i kha.lifah oleh ayah· nya pada tahun 1978. Pada saat itu Kiai Usman membawanya ke makam Kiai Romly di J ombang dan "melapor ke Kiai Romly" bahwa anaknya sudah menjadi khalifah - suatu penga.kuan bahwa penga.ngkatan khalifah memerlukan izin atau sekurang-kurangnya pengetahuan dari mursyid-nya. Kiai Asrori saat itu masih muda, dan tidak semua murid ayahnya menerimanya sebagai guru. Ada yang berpindah ke Kiai Maksoem Djafar di Porong, guru yang paling senior di daerah sekitar Surabaya, ada yang berhenti sama sekali. Tapi tampaknya jumlah murid tarekat Kiai Asrori tetap cukup banyak. Penga.jian tarekatnya, sebulan sekali di pesantren Sawahpulo, dihadiri ribuan orang, menurut beberapa informan. Beberapa tahun sesudah Kiai Usman wafat terjadilah konflik dalmn keluarga. yang menimbulkan suatu perpecahan lagi dalatn tarekat. Beberapa murid yang dulu dekat Kiai Usman, beserta seorang putra lainnya, Gus Minan, tidak menyetujui Kiai Asrori lagi sebaga.i guru tarekat dan mencari orang lain yang di mata mereka lebih layak meng· gantikan Kiai Usman. Tokoh yang mereka pilih adalah mertuanya. Gus Minan, Kiai Shonhaji di Tenguh, Kebumen. Kiai Shonhaji adalah cucu Kiai Abdurrahman Kebumen, murid Sulaiman Zuhdi yang pertama-tama menyebarkan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di daerah Kebumen. la pernah menetap cukqp latna di Surabaya, dan pada zaman itu masuk tarekat Qadiriyah wa Naqsyahandiyah dan menjadi orang dekat Kiai Usman yang selanjutnya menjadi besan. Pada awal tahun 1988, sejumlah badal Kiai Usman, atas anjuran Gus Minan dan beberapa orang di sekitarnya, menuju ke Kebumen untuk berbaiat kembali ke Kiai Shonhaji. Kelompok ini mengklaim bahwa Kiai Shonhaji sebetulnya sudah diangkat khalifah oleh Kiai Usman sendiri - klaim yang ditolak dengan sanga.t oleh para pendukung Kiai Asrori. Menga.pa terus berlanjut konflik dan perpecahan dalmn tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Jawa Timur? Saya tidak mengklaim memahami seluruh permasalahannya, tetapi dijumpai beberapa faktor yang aga.knya penting. Yang pertama, jaringan tarekat ini sanga.t luas dan berpenga.ruh, dan kepemimpinannya cenderung kepada sentralisme. Yang kedua, tidak terdapat persetujuan di antara para pengikut tarekat mengenai proses suksesi: apakah pengganti mursyid hams min alihz: atau malahan hams yang terbaik min shahbihi? Di masyarakat J awa kecenderungan dinastik cukup kuat, dan para guru juga. sering ingin digantikan oleh anaknya sendiri atau paling tidak oleh menantu. Tetapi masyarakat Jawa juga. sangat menghormati usia. Terlepas dari martahat ruhani yang telah mereka capai sesuatu yang sulit dinilai oleh orang lain Kiai Adlan Ali dan terutama Kiai Usman adalah jauh lebih senior dan berpengalaman daripada Kiai Musta'in; demikian juga. senioritas Kiai Shonhaji jauh di atas Kiai Asrori. Pertentanga.n antara dua nilai 183 ini (yaitu senioritas dan garis keturunan) sanga.t mempersulit pencapaian persetujuan umum tentang suksesi --- hal yang juga terlihat dalam sejarah kerajaan-kerajaan J awa. Keadaan ini memberi peluang kepada orang - baik murid maupun pihak luar untuk menjagokan salah satu calon pengganti. Dan makin besar jumlah pengikut tarekat, makin banyak pihak yang berkepentingan agar tarekat dipimpin oleh tokoh yang bisa mereka kuasai. Pengamatan Akhir Kiai-kiai dari Jawa Timur, sekurang-kurangnya yang paling menonjol, merupakan elit yang berdasarkan garis. keturunan dan hampir· hampir bersifat endoga.m. Hal yang serupa terjadi pula, bahkan dalam bentuk yang lebih ekstrem, pada kiai-kiai Madura. Beberapa keluarga kiai malahan mengaku berasal dari kalangan bangsawan tinggi. 25 Pesantren yang sudah mapan diwarisi oleh anak lelaki atau menantu lelaki kiai; dalam banyak kasus sang menantu lelaki pun berasal dari keluarga seorang kiai. Memang sulit bagi seorang ulama yang bukan putra kiai untuk beroleh pengakuan sebagai. kiai dari kiai lain dan juga. dari masyarakat luas. Penguasaan ihnu hampir bukan merupakan faktor pentmg dalam p~gakuan ini. Ijazah dari Universitas Al-Azhar (di Kairo) tidak serta merta sama memberi hak untuk menyandang gelar kiai. Sebaliknya, dapat saja seseorang yang tidak berpengetahuan aga.ma mendalam mendapat status kiai justru karena menurut ketu:runannya ia pantas. Kiai yang sejati haruslah memilik.i kharisma (dalam makna Weberian ): masyarakat percaya bahwa ia dikaruniai oleh Allah kelebihan khusus. ·Kecenderungan orang Indonesia untuk memuja leluhurnya hanyalah berhasil ditekan oleh Islatn secara permukaannya saja; kecenderungan itu senantiasa menampakkan diri dalam kepercayaan bahwa kharisma itu heriditer, dan sumber-sumber kharisma yang lain tidak banyak. Kepercayaan ini tidak diragukan 1agi telah diperkuat oleh para habib (sanid) yang banyak sumbangsihnya dalam pengembangan Islam, dan yang prestisenya, tentu saja, bergantung pada kepercayaan adanya kharisma turunan semacam itu. Dalam situasi ini, tarekat merupakan suatu saluran - di samping banyak segi lainnya tentu saja - bagi mobilitas sosial ke stratum kiai. Seorang santri yang kembali dari Makkah, lebih-lebih yang telah bermukim lama di sana. dengan menggenggam ijazah tertulis dari seorang guru tarekat ternama di sana, dapat mengklaim bahwa dirinya sudah setara dengan putra seorang kiai besar. Ia dapat menunjukkan silsilah keguruan yang pada akhimya kembali kepada Nabi Muhammad sendiri, 25. Hal ini dikomentari o1eh bebcrapa pcneliti, temtama Dhoficr 1980b (bdk. juga Dhofier 1982) untuk Ja- dan SantollO 1980 untuk Madum. Guillot menarilt pcrhatian kita Upada kelinambungan dalaJn keluarga-keluarga tertentu yang mengkhu1t11kan diri dalam peran-pcran kagamaan/dtual eebelum Illamilaai dan kemudian berlanjut lagi 11C1Udah lslamilui. 184 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia dan itu tidak kurang prestisiumya dibanding ranji-silsilah biologis kiai. Barangkali pula bukanlah suatu kebetulan bahwa sebagian besar orang yang pertama sekali mengintroduksikan tarekat Naqsyabandiyah di berbagai daerah di Jawa Timur bukan berasal dari keluarga kiai ternama tetapi dari "orang kebanyakan ... Sebagai guru.guru sufi dengan le,Ptimasi dari Makkah (dan, dalam banyak kasus.juga sebagai "orang pin tar,. atau tabib) mereka diakui oleh masyarakat sebagai kiai betulan (kalaupun tidak selalu diakui oleh ulama lain, yang merasa gusar dengan munculnya saingan mereka). Pesantren mereka tumbuh subur dan berkembang, dalam satu-dua generasi keluarga mereka menjadi bagian dari elit yang mapan, meskipun keluarga-keluarga yang lebih tua mungkin masih memandang rendah terhadap mereka. Proses mobilitas ke atas inilah yang barangkali merupakan sebab mengapa tarekat begitu sering mengalami perlawanan dan sasaran kebencian dari pihak ulama mapan. Hal ini hanyalah sebagiannya saja demi mempertahankan kelestarian doktrin dan kemumian amalan, dan lebih sering adalah demi mempertahankan privilese yang sudah ada di tangan mereka.• BAB XIll TA.REKAT NAQSYABANDIYAH DJ MADURA DAN DALAM MASYAB.AKAT MADURA DJ DAER.AH LAIN Kiai dan Tarebt dalam Masyarabt Madura Di antara orang Madura, kedudukan kiai lebih ditinggikan lagi daripada di antara orang Jawa yang santri. Otoritas ulama mengesampingkan otoritas kebangsawanan tradisional, apalagi sebdar otoritas kepala desa sebrang. Salah satu faktor yang menunjang kharisma, pengaruh dan otoritas seorang kiai adalah penguasaannya akan ilmu-ilmu gaib (thibb, bikmah, kesaktian) dan kebanyakan kiai asal Madura dianggap ahli dalam bidang ini, sedangkan pengetahuan mere~"mengenai ilmuilmu keislaman lainnya tidak sama. Hal ini tidak serta merta berarti mereka iuga mengamalkan dan mengajarkan tarekat, meskipun sebenarnya banyak yang melakukannya. Saya mendapat kesan bahwa proporsi orang Madura yang mengikuti tarekat jauh lebih tinggi ketimbang orang Jawa. Kesan ini saya dapatkan baik pada orang Madura di Pulau Madura sendiri, maupun pada mereb yang berada di daratanJawa Timur, serta pada masyarakat Madura yang culmp besar di Kalimantan Barat dan Jakarta. Ada tiga tarekat yang tersebar lua.s di antara orang-orang Madura. Yang paling belakangan, tarekat Tijaniyah, telah meraih banyak pengikut orang Madura (terutama di antara orang Madura di Jawa Timur); lebih duluan adalah tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat Qadiriyah wa Naq1')'abandi)'.ah yang bersaing ketat merebut kesetiaan orang-orang Madura. Tampaknya tidak pernah ada syaikh Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang ternama di Pulau Madura sendiri. Kiai dari Rejoso Oombang)-lah, 1 yang keturunan Madura, yang menyebarkan pengaruhnya ke seantero pulau itu melalui badal·badal mereka. Setelah penggabungan Kiai Musta'in Romly yang begitu cepat ke Golkar, tarekat tersebut pelan-pelan kehilangan pengaruh di Madura, walaupun banyak penganutnya mengalihkan kesetiaan mereb kepada khalifahnya Romly yang di Surabaya, yaitu Kiai Usman. Pada masa sekarang, hanya tarekat Tijaniyah dan tarekat Naqsyabandiyahlah yang benarbenar berpengaruh di Pulau Madura, dan tarekat Naqsyabandiyah jelas masih dominan. Tarekat Naqsyabandiyah sudah hadir di Madura sejak akhir abad kesembilan belas. Penganut Naqsyabandiyah di pulau ini tidak mempunyai hubungan langsung dengan yang .di J awa, sebab orang 1. Tentang syaWi-tyaikh ini: Kiai Kholil, KW Romly dan KW Muata'in Romly, libat Bab VI danXD. 185 186 Tare/tat Naqsyabandiyah di Indonesia Madura mengikuti cabang yang lain dari tarekat ini. Seperti telah kita lihat di atas, pada penghujung abad kesembilan belas di Makkah tidak hanya ada syaikh-syaikh Naqsyabandiyah Khalidiyah, yang satu sama lain berkali-kali terlibat dalam pertarungan sengit, melainkan juga syaikh-syaikh yang lebih gigih dari keluarga Zawawi. Para syaikh "Zawawi" ini tergolong ke dalam cabang yang lain dari tarekat tersebut, yakni Mazhariyah (di Indonesia ditulis "Muzhariyah"). Hubungan antara keluarga Zawawi dengan keluarga kesultanan Pontianak dan Riau telah disebut di atas (Bab IX). Na.mun, di Indonesia, pengaruh mereka yang paling membekas bukanlah di kedua daerah tersebut yang temyata lenyap sama sekali tetapi di Pulau Madura. Tarekat Mazhariyah menyebar ke pulau ini berkat upaya kiai asal Madura, Abdul Azim dari Bangkalan (w. 1335/1916), seorang yang telah lama bermukim di Makkah dan telah menjadi khalifah dari Muhammad Shalih dan mengajarkan tarekat kepada banyak sekali orangMadura yang sedang menunaikan ibadah haji dan tinggal sebentar sud Makkah dan Madinah. 2 Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah sekarang ini merupakan tarekat yang paling berpengaruh di Madura clan juga di beberapa tempat lain yang banyak penduduknya berasal dari Madura, seperti Surabaya, Jakarta, clan Kalimantan Barat. Silsilah Naqsyabandiyah Madura Setidak-tidaknya selama beberapa puluh tahun yang lampau, sejumlah mursyid Madura tampaknya telah menerapkan semacam kepemimpinan bersama dalam tarekat, yang secara kolektif melayani masyarakat pengikut yang sama. Kenyataan lain yang ada kaitannya adalah bahwa beberapa calon khalifah telah berusaha memperoleh ijazah dari lebih ketimbang seorang mursyid. Untuk selama tiga dasawarsa yang lalu, tiga atau empat orang syaikh Madura, hampir semuanya berasal dari Sampang, secara bergiliran mengunjungi masyarakat Madura di Kalimantan Barat selama satu-dua bulan setiap kali berkunjung. Dan setiap kali pula membaiat sejumlah pengikut barn. Semua masjid besar kepunyaan orang Madura yang ada di sana dikunjungi oleh semua syaikh ini. Dan sebagian besar pengikut setempat menganggap syaikh-syaikh ini sebagai mursyid mereka. Bentuk kepemimpinan 2. Tidak hanya kepada orang Madura: Abdul Azim setidak-tidaknya mempunyai seorang murid orang Sasak, H. Muhammad Rais, putra Sang Pemberontak Haji Ali Batu, yang memimpin pemberontakan tcrhadap kekuasaan Bali di Lombok pada tahun 1891 (lihat Bab XVI). Keturunannya yang masih hidup, tinggal dekat Mujur, mcmperlihatkan ijazah Muhammad Rais kepada saya (atau sebctulnya hanyalah silsilahnya saja). Mereka masih mcngamalkan amalan Naqsyahandiyah, tetapi amalan Naqsyahandiyah yang sudah merosot menjadi bentuk latihan magis, untuk beroleh kekchalan, dan agak jauh meninggalkan akidah yang ortodoks. Scjak wafatnya M. Rais, di sana tidak ada seorang guru pun; tctapi keturunan yang sekarang mengaku bahwa telah ada kontak lagi belum lama ber· sciang Madura. dcngan seorang "kcturunan" Abdul Azim, seorang yang bernama 'Umar lshaq (yang namanya tak pernah saya dengar di antara orang-orang Madura). Bab X//l, Tarekat Naqsyabandiyah di Madura 187 kolektif ini juga tercermin dalam silsilah: seorang khalifah tidak hanya mencantumkan mursya"d yang telah membaiatnya, tetapi juga mursyid yang bersamanya ikut serta dalam kepemimpinan kolektif (yang dalam praktiknya berarti "saudara" spiritualnya, yaitu khalifah asal Madura lainnya dari mursyid yang sama dari generasi sebelumnya). Sebagai contoh, saya berikan di sini dua silsilah yang semacam itu. Yang pertama adalah silsilah seorang badal di Singkawang, Kalimantan 3 Barat, yang kedua4 dari seorang mursyid, yaitu Kiai Muhsin Aly Alhinduan dari Sumenep (lihat Bagan 5 ): BAGAN 5. DUA SILSILAH BADAL TAREKAT NAQSYABANDIYAH Abdul Azim {Bangkalan, w. 1916) I Kholil Bangkalan5 (w. 1925) I I Hasan Basuni (Pakong, Pamekasan) Zainal Abidin (Kwanyar, Bangkalan, w. 1939) I Abdul Azim I Hasan Basuni I Muhammad Shaleh Maduri I Zainal Abidin 6 Syafrawi (Prajam, Sampang) I' H.Jazuli I Muhammad jazuli 7 (berasal dari Batu Ampar, bertempat tinggal di Tattangoh, Sampang) I Sirajuddin Ahma~ Syabrawi Ahma~ Sirajuddin I I Fathul Bari (Umbul, Tambayan, Sampang; wafat pada tahun 1960) I (Sumberanyar) Fathul Bari (Sampang) Syamsuddin I SyamLddin Zainal Abidin I Mahfudz (Kajuk, Sampang) I Darwisy (Umbul) I Makshum (Kepanjen, Malang) Muhsin Aly Alhinduan (Sumcnep, w. 1980) 188 Tarekat Naqsyabandi:yah di Indonesia Silsilah tersebut memuat beberapa mursyid di sctiap generasi. Hasan Basuni, Muhammad Shaleh, Zainal Abidin Kwanyar, Ahmad Syabrawi dan Jazuli semuanya diangkat sebagai khalifah oleh Abdul Azim. Sirajuddin, berdua dengan Fathul Bari, adalah khalifah dari Hasan Basuni. Syamsuddin menerima ijazahnya dari Zainal Abidin. Tetapi, rupa-rupanya ia juga menerima ijazah lain dari Sirajuddiri. Begitu pula Fathul Bari.8 Dan itulah sebabnya keduanya tercantum dalam silsilah ini. Fathul Bari, yang sedikit banyak merupakan tokoh utama dalam silsilah ini, mengangkat dua khalifah: menantunya, Zainal Abidin, dan Mahfudz. Zainal Abidin memberikan ijazah kepada ipar· nya, Darwisy (yang belum lama ini menyebut dirinya dengan nama baru K.H. Ismail, setelah ia naik haji), dan Mahfudz kepada putranya, Ma'shum. Habib Muhsin Aly, "pemilik" silsilah kedua, telah mulai mem· pelajari tarekat kepada Sirajuddin, tetapi sang guru wafat sebelum ia mencapai tingkat yang layak untuk diterima sebagai khalifah. Ia me3. Pak Jauhari, wakil Kiai Hadzrawi dari Singkawang, diwawancarai pada tanggal 25-1-1987. 4. Sebagaimana diberikan dalam risalah pendek Mubsin Aly, Silsilah A.hi A.H'hariqah A.lNaqsyabarn:Jiyyah A.l-Mazhariyyah, dan seperti lebih jaub dijelaskan kepada saya oleh putranya, Amin, selama pertemuan kami di U'.J1U18: Pandang pada Februa:ri 1985. 5. Kiai Muhammad Kholil dari Bangkalan merupakan kiai Madum yang paling kharismatik dan paling muyhur di a.bad 1ampau, dan merupakan guru dad banyak kiai besar diJawa, di antara mercka adalah pan pendiri Nahdhatul. Uama seperti Huy:lm Asy'ari, Wahab Hubullah dan Bim Svanmri. Pam keturunan beliau yang saya jwnpai di BanJkalan (Kiai Abdullah Demangan dan Kiai Kholil Kepang) tidak mengetahui apa-apa mengenai apakah Kiai Muhammad Kholil tcrsebut memang pemah muuk tarekat Naqsyabandiyah, dan mereka mengemukakan kemungkinan nama beliau dimuukkan ke dalam silsilab adalah demi memanfaatkan prestisenya yang lua:r biasa di ant.ara orang-omng Madum. Tetapi, di Jawa, Kiai Kholil masill mempunyai reputasi sebagai seorang guru tarekat, lihat Wahid. 6. Dalam lapomn Scllrieke mengenai Sarekat Islam di Madum (dalam Siwekat Islam Lokal. hal. 3Un). tampaknya ada sedikit kckcliruan anta.ra Kiai Zaina1 Kwanvar (menurut Schrieke nama lengkapnya adalah 7.ainal Arifin, dan Schrieke menycbutnya sebagai syaikb Q,adiriyah, yang punya pengarub luas di Sumenep dan Pasongkan) dengan tokoh yang sezaman dan juga saingannya, Kiai Zaina1 Azbn yang Naqsyabandiyah dari Bangkalan (menurut Schrieke, dari tempat yang lain di Sumenep). Kcllhatannya Schrieke memperolch nama·nama dan tarekat dalam keadaan campur-aduk, tetapi apa yang la kaitkan dengan Kiai Zaina1 dari Kwanyar sesunggubnya menyangkut orang yang kifa maksudkan sebagai Zainal Abidin. Scllrieke menunjukkan kctidaksukaan yang mcndalam tet·hadap 7.ainal dari Kwanyar (menycbutnya "den brutalcn kiai", kiai brcngsek), yang menjadi penasillat SI dan dalam kenyataannya menguasai ca bang SI setempat. Ia memakaijaringan tarekatnya untuk memperkuat SI, dan sebaliknva SI mcmperkukub otoritas tradisi.onalnya sebagai seomng syaikb tarekat yang kharismatik. Sayyi.d Hasan bin Samit dad Centmle SI di Surabaya mengkritiknya dengan pedas karcna, demi kcserakahan semata, ia menerhna. orang-orang yang sama sekali kumng pengetahuan ap.manya meJ\iadi anggota tarckatnya (op. cit. 310·11). Mubsin Aly Albinduan, yang tidak selahi memuji·muji rekan-rekannya orang Madura, bagaimanapun memberikan pi.jian yang lebih positif kepada Zainal Abidin sebagai seomng 'alim. 7.ainal adalah adik sepupu dari Abdul Azbn, dan cukup lama tinggal di Makkah, tempat ia belajar kepada lawan Naqsyabandiyah yang gigih, Ahmad Khatib Minangkabau, dan juga kepada sepupunya, dan akhimya muu.k tarekat Naqsyabandiyah Mazha:riyah (Alhinduan,Mustika. baL 1·2). 7. "Kiai Jazuli dari pesantren di sana (yaitu di Tattangob, PamekasanJ menimbulkan kesan yang sangat menyenangkan" (Schrieke, toe. cit.). 8. Menurut Amin bin Mubsin Aly Alhlnduan. Bab XIIL Tarekat Naqsyabandiyah di Madura 189 lanjutkan pelajarannya dengan Fathul Bari, tetapi tidak juga menerima ijazah sampai sang guru wafat. Akhirnya Syamsuddin mengangkat Muhsin sebagai khalifahnya. Belakangan ia menerima ijazah kedua dari mursyid lain, yang namanya tidak masuk dalam silsilah ini. Mursyid itu adalah Ali Wafa (yang adalah khalifahnya Sirajuddin). Kedua silsilah ini memasukkan kebanyakan mursyid Naqsyabandiyah asal Madura yang utama (tapi tidak semuanya); nasab lain yang terpenting adalah nasabnya Ali Wafa. Bagan berikut, berdasarkan pada sejumlah silsilah seperti yang di atas dan penjelasan oleh beberapa syaikh, memperlihatkan hubungan mursyid-khalifah dan hubungan genealogis yang kompleks di antara guru-guru Naqsyabandiyah Madura (lihat Bagan 6). Seperti tampak pada bagan, sebagian besar dari syaikh-syaikh Naqsyabandi itu ada pertalian satu sama lain karena keturunan dan melalui perkawinan. Zainal Abidin yang kedua adalah menantu dari Fathul Bari dan khalifahnya adalah menantunya, Zahid (yang wafat pada tahun 1987), dan ipar laki-lakinya, Darwisy. Khalifah Fathul Bari Iainnya, Mahfudz, adalah keponakan sekaligus menantu dari gurunya, Hasan Basnni. Habib Muhsin menikah dengan kakak perempuan Mahfudz. Pengganti utama Ali Wafa, Abdul Wahid Khudzaifah dari Omben, Pamekasan, adalah putra dari salah seorang dari dua guru Ali Wafa. 10 Khalifah Ali Wafa yang lain, Kiai Lathifi Baidowi, adalah keponakan Fathul Bari. Sudah barang tentu, hubungan kekerabatan yang sedemikian dekat bukanlah merupakan jaminan hubungan timbalbalik yang baik, dan dalam kenyataannya memang telah terjadi per· saingan yang sangat keras di antara para syaikh. Fathul Bari, Para Penggantinya, dan Masyarakat Madura di Kalimantan Barat Fathul Bari (Fathul Bari Isma'il dari Umbul, seringkali cuma diacu sebagai "syaikhuna") adalah yang pertama sekali mulai mengunjungi masyarakat Madura di Kalimantan Barat. Sekurang-kurangnya sudah sejak tahun 1937. Secara teratur ia terus mengunjungi masyarakatmasyarakat perantau Madura ini, dan membaiat sejumlah besar pengikut setiap kali ke sana. Hal itu berlangsung sepanjang rentang waktu dua dasawarsa. Ia wafat, juga ketika mengadakan perjalanan keliling di 9. Demikianlab menurut putranya Mubsin Aly, Amin, pada bulan Februari 1985. Belakangan dalam sebuah pertemuan di Singkawang pada tangpl 25-1·1987, Amin mengatakan bahwa ayabnya menerlma ijazab dari kbalifahnya Fatbul Bari, Zainal Abidin, da!:! juga Mahfudz, dan untuk selaqjutnya ia pun mulai mengadakan perjalanan keliling tahunan ke Kallman· tan Barat. Mubsin Aly juga pernah melakukan khalwat bersama i>yaikb Haji Jalaluddin (dari Pf'Tl), dan menerima ijazah sebagai seorang guru Naqsyabandiyah-Khalidiyah. 10. Setidak·tidaknya, demiklanlah klaim seorang putra Abdul 22·2-1988. Ia mengaku babwa kakeknya, Khudzaifab, seorang brawi, juga telab menerima ijazah 'dari Ali Wafa. ::t= ""§ ~= I I I B ~5 ::I I :: i :.a ::t Ii ~ \ \~ •:;:a \ & i ~at; \ I S<:Slt:l.j a"' \ \ QI QQ .Di':- "Cl N ::! " z< I I <QI "< Z1-t I =< :;;;>_ I ;;;iz ::t:Q • VJ IC- ~§ "< <..,. =z ... " 1I'l =~ "' / / I I v:i '3 ~ QI ~ ~ >- < ·i /i :2 a ~ I.I'l I ~ i::S / .a = ~ "3 -==="'<~ ,S I I OJ ~ .e :2~ ·5I -5 ~ I (,!) rnr.. ~ I\ ""'""' \ \ \ \ I \ I / _,,.%" ,,.·~'f """",,. ~ "'-: Q 5. ]''"-~ ~ J \ jj .. / ii \ j // \ ..-. e =Q .i:a] s::I; :stil :a :if >"? ~i----+<~-ie 1~ r ~ =Q Q~ < ·~ i 2 ~ \ ~~ j a :! \ :l 'i 1:a s. Q.I i B\ j .i..111 "Cl I =a zz =< <> :::..,;i< & <z ei f.1 .... ~ :J::t: =< Q > . >-i ... i 1~ J J ] :a .8ti If; ~ I 'i!'---+ :a VJ ~2 ~i ~ 1i I 'i z~ << •M /1'\K~I ~ I < QI t ~. ~"a----:a-ll ~< -----+=if ::? Bab Xlll Tarekat Naasvabaridivah di Madura s::I ~ ll'.i ----I'll= ~ ~ :::e~ ;;a ..,.I'l .... ; = 3§ .§ OI ~ :a ~ I'l .'4 ~ B 'E :::s Q. ~a ! :g~ ..!!. ~ :::s ..e: i ~ ~ ; .Ir at i E i § = !iii ~ = .5 .8 :::s .E ..c: - i Kalimantan Barat pada bulan Oktober 1960, dan di:makamkan di Desa Paniraman, yang banyak penduduknya berasal dari Madura. Makamnya, di samping Masjid·Madrasah Babussalam, merupakan tempat ziarah kecil. Di sana orang-orang Madura yang saleh hennalam dengan berdoa, shalat, berzikir dan membaca wirid. Pada tahun-tahun akhir kehidupannya (paling tidak sejak awal 1950-an ke atas), Fathul Bari mengirim pula khalifah-khalifahnya ke Kalimantan Barat, bergantian dengan dia sendiri. Mahfudz, yang telah menerima ijazah pada tahun 1954, menceritakan kepada saya bahwa ia dikiri:m ke Kalimantan pertama kali pada tahun berikutnya. 11 Zainal Abidin pun melakukan perjalanan keliling tahunan, dan itu pula yang dilakukan Syamsuddin, menurut beberapa informan. Setelah menerima ijazah, Muhsin Aly bergabung dengan mereka, dan kharismanya dengan cepat melesat mengatasi lain-lainnya. Hanya dialah dari syaikh-syaikh ini yang pengaruhnya menyebar melewati lingkup budaya Madura, dan merupakan orang kedua setelah Haji Jalaluddin Minangkabau sebagai mursyid yang paling banyak sumbangannya untuk pengembangan tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Tidak berapa lama setelah Muhsin Aly wafat pada tahun 1980, tempatnya dalam kuartet yang saling bergantian melakukan perjalanan keliling ke Kali:mantan Barat diisi oleh putra Mahfudz, Ma'shum, yang menerima ijazah dari ayahnya pada tahun 1985. Kiai Ma'shum, yang biasanya bertempat tinggal di Kepanjen, Malang, dan fasih berbahasa Jawa dan Indonesia, selain bahasa Madura. BL'fbeda dengan syaikh-syaikh lainnya, di Kali:mantan ia berdakwah dalam bahasa Indonesia dan bukan dalarn hahasa Madura melulu. Dcngan cara dcmikian ia dapat menjangkau penduduk Melayu juga (scpcrti yang dilakukan oleh Muhsin Aly sebclumnya). Dan menuru t pcngakuan ayahnya, ia mendapat kcmajuan besar, persisn ya di antara orang-orang Melayu.1 2 Pada awal 1987, K.iai Zainal Abidin pun wafat. Tidaklah sulit mencari penggantinya, sebab selama beberapa tahun terakhir iparnya, Darwisy (yang memakai nama Haji lsma'il setelah pulang haji), juga dari Desa Umbul di Sampang, telah melakukan kunjungankunjungan serupa atas namanya dan bertindak sebagai khalifahnya. Secara "resmi" kini Haji lsma'il menjadi anggota kuartet tersebut. Kiai-kiai tersebut, yang telah berkhidmat di Kalimantan, tampaknya menganggap diri mereka pada dasamya adalah para wakil Fathul Bahri yang terus bergantian. Menurut mereka, tidak penting dengan siapakah orang berbaiat dan melakukan rabithah. Maka, beberapa pengiku t berbaiat hanya sekali dan tetap melakukan rabi"thah dengan gurunya, malahan ketika sedang menghadiri pertemuan yang dipimpin oleh guru yang lain. Anggota lain mengatakan kcpada saya bahwa mereka melakukan baiat dcngan setiap syaikh yang berkunjung(dalam kenyata- j ::I ..c: + + t 4 t 191 11. Wawancara dengan Kiai Mahfudz, Sampang, 22·2· 1988. 12. Wawancara dengan Kiai Mahfudz, Sampang, 22·2·1988. J 92 Tard.at Naqsyabandiyah di Indonesia annya, banyak yang sering memperbarui baiat mereka), dan melakukan rabithah dengan mursyid yang mana saja yang kebetulan hadir. Dewasa ini, menurut seorang mursyid, tidak kurang dari 300 masjid di Kalimantan Barat yang bagaimanapun tentu berafiliasi dengan Naqsyabandiyah - jumlah yang kelewat banyak untuk dapat dikun· jungi dalatn sekali perjalanan. Hal itu tampaknya secara tidak langsung menunjukkan bahwa di Kalimantan Barat saja terdapat puluhan ribu (setidak-tidaknya dalam angka} pengikut tarekat tersebut (para mursyid sendiri memherikan perkiraan yang tidak masuk akal yaitu 100.000 orang pengikut). Di antara para pengikut itu,jumlah kaum perempuan· nya cukup banyak. 13 Nasab yang Lain: Kiaijazuli, Kiai Ali Wafa, dan Para Penerusnya Satu-satunya qasab pen ting lainnya yang masih ada di Madura ada· lah yang berasal dari Kiai Jazuli, seorang guru yang sangat dihormati, juga di luar lingkungan penganut tarekat. 14 Keilmuan dan kesalehannya dinilai tinggi sehingga orang yang sudah berstatus kiai pun masih ingin belajar dan berbaiat kepadanya. Demikianlah, sebagai contoh, Kiai Idris dari pesantren besar An-Nuqayah di Guluk-Guluk. Ia di-talqin·kan oleh Kiai Jazuli dan seumur hidup mengamalkan zikir Naqsyabandiyah, walaupun ia tidak mau terlibat dalam organisasi tarekat dan juga tidak menghadiri pertemuan-pertemuan zikir bersama. Kiai Jazuli tampaknya tidak punya khalifah. Muridnya yang paling terkemuka adalah Ali Wafa dari Ambunten (di pesisir utara Sumenep), yang sudah discbut namanya. Ali Wafa dibaiat oleh Kiai Jazuli tetapi tidak sempat diberikan ijazah khalifah karena Kiai Jazuli keburu wafat. Ia kcmudian menerima ijazah itu dari Kiai Sirajuddin, walaupun ia tidak kepadanya. Menurut suatu riwayat, tidak lama sesudah Jazuli, Kiai Sirajuddin hermimpi hertemu dengan Nabi clan diperintahkan untuk memberi ijazah kepada Ali Wafa walaupun ia bukan muridnya. Seperti halnya Kiai Jazuli, Kiai Ali Wafa juga sangat dihormati oleh sesama ulama maupun masyarakat pada umumnya. Murid-muridnya ada di seluruh pulau Madura, terutama di Sumenep clan di pulau Sapudi (sebelah timur Madura). Kiai Ali Wafa wafat pada tahun 1976. Di Ambunten tidak ada yang menggantikannya sebagai guru tarekat. Putranya, Taifur, masih sangat muda waktu itu. (Taifur kemudian bermukim dan belajar di Makkah selama beberapa tahun, dan belum lama ini pulang untuk memimpin pesantren ayahnya ). Seorang khalifah yang diangkatnya, Kiai Jamaluddin di desa Srigading, Ambun ten, sudah meninggal beberapa 13. Kiai Mahfu~, wawancara 22·2-1988. H. l>alam laporannya mengenai aktivitas Sarekat Islam di Madura, Schrieke juga menulis bahwa Kiai Ja:wli Tattangoh "membcrikan kesan yang luar biasa menyenangkan" (Schrieke 1975, 311 ). Bab X/IL Tarekat Naqsyabandiyah di Madura 193 hari setelah menerima ijazah. Khalifah lain, Kiai Jazuli di Dasuk, Sumenep, juga sudah wafat. Tampaknya di Sumenep nasab ini sudah putus. Pusatnya telah berpindah ke Omben (Sampang). Pada tahun 1988, khalifah Kiai Ali Wafa yang paling menonjol di pulau Madura adalah Kiai Abdul Wahid Khudzaifah di Omben. Semen· tara "Syaikhuna" Fathul Bari dan pengganti·pemggantinya menyebarkan tarekat ke arah barat (Kalimantan Barat ), sedangkan Kiai Abdul Wahid Khudzaifah tampaknya meneruskan penyebaran ke timur dan selatan yang telah dimulai oleh Kiai Ali Wafa. Murid-murid Kiai Ali Wafa di Sumenep dan Sapudi pada umumnya berbaiat kembali kepada Kiai Abdul Wahid. Ia membuat perjalanan tahunan ke Sapudi dan ke Muncar (pelabuhan perikanan sebelah selatan Banyuwangi, tempat di mana tinggal banyak nelayan Madura), dan mengaku punya muridmurid sampai di Singaraja, Bali utara, selain mempunyai pula banyak murid di Surabaya, yang dikunjungi setiap bulan. 15 Pada waktu kunjungan saya ke Madura yang terakhir, Juli 1993, Kiai Abdul Wahid sudah wafat dan digantikan putranya, Ja'far. Kiai Ali Wafa tidak hanya memberikan ijazah kepada Abdul Wahid, tetapi juga kepada dua saudaranya, yaitu Kiai Sya'duddin (adik laki-laki) dan Nyai Thobibah, saudara perempuannya. Ayah mereka, Kiai Khudzaifah, juga seorang khalifah (dengan ijazah dari Ahmad Syabrawi) dan pernah menjadi guru atau sahabat senior Kiai Ali Wafa. Kiai Khudzaifah wafat sebelum ia sempat memberikan ijazah kepada anaknya; itu barangkali sebabnya Kiai Ali Wafa memberikan ijazah kepada ketiga-tiganya. Pengangkatan Nyai Thobibah sebagai khalifah mungkin agak mengejutkan. Nanti kita akan melihat bahwa ia bukan satu-satunya mursyid perempuan di Madura. Hal ini sesungguhnya tidak mengherankan kalau kita memahami banyak sekali pengikut tarekat Naqsyabandiyah di Madura dari kaum perempuan. Dua guru tarekat Naqsyabandiyah lainnya tidak merupakan khalifah yang sebenamya dari Kiai Ali Wafa, tetapi mereka mengakuinya sebagai sesepuh dan telah sering mengunjunginya. Mereka adalah Habib Muhsin Al-Hinduwan dan Syarifah Fatimah (lihat di bawah). Dua-duanya sudah menerima ijazah dari guru lain, tetapi mereka ingin menambah mutu diri mereka dengan menampung barkah dari Kiai Ali Wafa (tabarrukan, menurut istilah yang d~pakai). Khalifah Kiai Ali Wafa yang terakhir adalah Kiai Muhammad Shalih alias Lathifi Baidowi dari Gondanglegi (Malang selatan ). Ia masih keponakan Kiai Fathul Bari. Beberapa bulan sebelum wafat, Kiai Ali Wafa, atas permintaan Syarifah Fatimah, memberikan ijazah kepada Kiai Lathifi. Karena Kiai Ali Wafa sudah tidak merasa kuat lagi, ia minta Habib Muhsin agar membina Kiai Lathifi. 15. Wawancara dengan putra Kiai Abdul Wahid, ja'far, Omben, 22-2-1988. Kiai Taifur bin Ali Wafa menegaskan bahwa murid·murid ayahnya sekarang berkiblat ke Omben, yaitn ke Kiai Abdul Wahid clan belakangan ke Ja'far (wawanaua, 17-7-1993). 194 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Habib Muhsin Aly Al-Hinduwan Seorang tokoh yang lain daripada yang lain di antara para kiai Naqsyabandiyah Madura ini adalah Habib Muhsin Aly. Dialah satu·satunya habib (sayyid, keturunan Nabi) di antara mereka, dari keluarga AJ... Hinduwan keturunan Hadrami, dan hal itu sudah barang tentu menunjang kharismanya. Sebenarnyalah, dialah satu·satunya sayyid yang pernah menjadi guru Naqsyabandiyah terkemuka di Indonesia; kebanyakan sayyid Hadrami zaman sekarang menjauhi tarekat selain tarekat Ba'alawiyah yang khas Hadrami. 16 Tetapi bukan hanya hal ini yang membuat ia lebih menonjol ketimbang yang lain. Ia betul-betul seorang yang lebih 'alim daripada rekan-rekannya, dan punya reputasi berkat keterpeJajarannya yang luar biasa. Dan, seperti telah dikemuka· kan sebelumnya, ia menganggap penting belajar hingga tuntas (mengum· pulkan ijazah) dari berbagai guru. Ia pun mendalami buku-buku Naqsyabandiyah, menerbitkan ulang sebuah risalah karya Abdul Azim Al· Manduri dan menulis sendiri beberapa karangan pendek. 17 Ia agak ktitis terhadap syaikh-syaikh Naqsyabandiyah rekannya, yang pengetahuan mereka dalam ilmu-ilmu keislaman dalam pandangannya tidak mencukupi. Ketika kemasyhurannya pelan-pelan meluas ke mana-mana, ia membentuk komunitas pengikutnya tidak hanya di Sumenep, Madura (tempat tinggalnya) dan di Kalimantan Barat, tetapi juga di antara orang-orang bukan Madura di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Pada pertengahan 1970-an, ia dianggap sebagai ulama yang paling berpengaruh di Kalimantan Barat.18 Menjelang akhir hayatnya, ia mulai melarang murid-muridnya untuk mengikuti syaikh-syaikh yang lain, dan memerintahkan mereka untuk tetap melakukan rabithllh dengannya sendiri, bahkan setelah ia wafat. Ia mcnolak untuk mengangkat seorang khalifah, dengan alasan 16. Tarekat Ba'alawiyah adalah 11ebuah tarekat yang ainalan utamanya terdiri dari rathib dan dzililr karya syaikh atal Hadnmaut, 'Abdallah bin 'Alwi bin Muhammad Al·Haddad (16541720). Tentang Al·Haddad dan tuekat Ba'alawiyah, lihat Atjeh 1980, haJ. 577-!J89; Al· Baqir 1986, haJ, 12·54. Tarekat Ba'alawiyah tidaklah ekllklusif dianut oleh para keturuma Arab. lllum Aceh terkenal, Hasan Kruengkalee, misalnya, juga mengajarkan tarekat inl dan menulil tisalah mengenai amalan•malannva: Risa/ah Lathifah fi Adab Al-D:dlir we Al-Talllil wa Kayffyah Tilawat Ai-Samadiyyah 'ala Thariqah Qutb Az.Jrsyad Al-Habib 'Abdallah Al-Haddad (1927, mengalami cetak u1ang beberapa kali). l 7. Tulilannya yang terpenting adalah Mustika Thariqat Naqsyabandiyah Muz-hariyah, sebuah tulisan yang bersifat apologetik yang menjelaskan berbagai teknik spiritual dan mem· bentengi tarekat terhadap tuduhan bid'ah. Dua karya pendek lain merupakan teka penuntun untuk beramal sa1eh, yang isinya tidak khusus mengenai tasawuf. Politik lblil merupakan utaian Habib Muhsin 11endiri mengenai mitos orang Islam yang terkenal di seantero Nusantara (beberapa versi masih terdapat dalam koleksi naskah· di Jakarta daa Leiden). Karangan termbut berisi dialog antara Nabi Muhammad dan setan. Dalam dialog itu sctan menjelaskan secara rinci berbagai macam tingkah laku manusia yang disenangi dan tidak disenanginya. Karban Cinta, satu·satunya karyanya yang lain yang saya temu· kan, merupakan kisah yang mendidik mengenai cinta dan kegilaan. 18. Menurut seorang informan yang bukan orang Madura, H. Muhd. Shagir Abdullah dari Pesantren Al-Fathanah di Mempawa (wawancara,Jakarta, 14-12-1986). Bab XJTJ. Tarekat Naqsyabandiyah di Madura 195 bahwa tidak seorang pun cukup pengetahuaruiya dan cukup maju dalam penghayatan tasawuf untuk layak menggantikannya. Maka para pengikutnya mulailah bertingkah laku khas seperti sebuah sekte. Mereka kurang berhubungan dengan kaum Muslim la.innya, bahkan dengan pengikut Naqsyabandiyah la.in. Hal ini, barangkali, merupakan reaksi dari kehilangan popularitasnya yang begitu mendadak setelah ia bergabung dengan Golkar pada masa sebelum pemilihan umum 1977. Dalam tahun-tahun itu, tidak banyak kiai dapat berbuat demikian tanpa sanksi apa-apa dari muridnya; dalam masyarakat Madura tindakan seperti itu dianggap tidak lebih dan tidak kurang daripada pengkhianatan. Saudara ipamya yang samasama mursyid Naqsyabandiyah, K.iai Mahfudz, yang berasal dari Sampang, daerah yang merupakan pendukung PPP paling tangguh, putus hubungan dengannya. Murid·muridnya pun banyak yang meninggalkannya. Ia wafat pada tahun 1980 dalam sebuah perjalanan keliling di Kalimantan Barat. Jenazahnya, tidak seperti jenazah Fathul Bari, dibawa pulang ke Madura untuk dimakamkan. Seorang putri Habib Muhsin yang menetap di Sumenep dan putra bungsunya Amin, yang tinggal di Kalimantan Barat, tetap memeJihara hubungan akrab dengan para pengikut ayah mereka. Amin mengaku sering bertemu dengan ayahnya dalam mimpi dan mendapat pelajaran darinya. Pada jangka lama ia berharap menjadi pengganti sah ayahnya, dengan ijazah barzakhiyali. Sebagian dari pengikut Habib Muhsin tetap melakukan rabithllh dengannya menurut para pengikut tarekat memang wasilah tidak akan terputus dengan wafatnya seorang mursyid dan ruhaniah sang mursyid bisa tetap membimbing umuridnya. Namun sebagian terbesar tampaknya merasa lebih cocok memilih mursyid lain yang masih hidup. Di daerah Kalimantan Barat, mereka sekarang mengikuti salah satu atau semua mursyid Naqsyabandiyah lainnya yang secara rutin mengadakan perjalanan keliling ke daerah itu. Kelompokkelompok pengikut lain, seperti halnya jamaah di Sulawesi Selatan, telah memilih guru lain yang masih mempunyai hubungan dengan Habib Muhsin, seperti Kiai Lathifi Baidowi di Gondanglegi, Malang selatan. Kiai Lathifi (demikian nama hajinya; nama aslinya Muhammad Saleh Baidowi) adalah seorang Madura juga yang masih punya hubungan darah dengan kiai-kiai tarekat yang lain; ayahnya Baidowi adalah adik kandung Kiai Fathul Bari. Ketika masih muda, Baidowi berhijrah dari desa kelahirannya Umbul (Sampang) ke Gondanglegi, Malang selatan, dan putranya, Muhammad Saleh, lahir di sana. Walaupun tempat tinggalnya jauh dari pulau Madura, Muhammad Saleh sempat belajar tarekat Naqsyabandiyah kepada sejumlah mursyid yang telah disebut Kiai Syamsuddin, kemudian Kiai Sirajuddin (sampai beliau wafat) dan putranya Kiai Mawardi. Namun ijazah sebagai khalifah akhirnya (tahun 1975) diperolehnya dari Kiai Ali Wafa, yang sebetulnya bukan gurunya tetapi sudah kenal dengannya. Kiai Ali Wafa pada Bab XIII. Tarekat Naqsyabandiyah di Madura 196 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia zaman itu sudah sakit-sakitan dan tidak mampu lagi memberikan bimbmgan sendiri; oleh karena itu Muhammad Saleh (alias Lathifi) disuruh ke Habib Muhsm Aly Al-Hmduwan untuk dibimbing dalam bertawajjuh. Sejak itulah Kiai Lathifi aktif sebagai guru tarekat Naqsyabandiyah. Murid-muridnya, utamanya terdiri dari orang Madura di pulau jawa (di daerah Malang dan Pa.Suman sampai Situbondo) dan di Kalimantan Barat. tetapi ada juga kelompok-kelompok murid yang bukan orang Madura, seperti sebagian besar murid Habib Muhsin di Sulawesi. Mereka setiap tahun dikunjungi oleh Kiai Lathifi. 19 Dua ljazah Barn dari Makkah Selain ijazahnya dari Kiai Ali Wafa, Kiai Lathifi sempat memperoleh ijazah tarekat Naqsyabandiyah lagi; dan untuk yang ini tidak dari seorang guru di Madura melainkan dari seorang guru terpandang dari Makkah, yaitu Sayyid Muhammad bin 'Alwi Al-Maliki. · Sayyid Muhammad bin 'Alwi, seperti dulu ayahnya, Sayyid 'Alwi bin 'Abbas Al-Maliki, ·adalah seorang guru tradisional (Ahl Al-Sunnah wa Al-Jama'ah} paling terkemuka di Makkah, yang mengajar berbagai ilmu keagamaan. Banyak · kiai Indonesia yang pemah belajar kepada Sayyid •Alwi dan/atau Sayyid Muhammad bin •Alwi. 20 Seba.gian dari ajaran mereka, tentu saja, tidak disetujui penguasa yang menganut paham Wahabi, dan Sayyid Muhammad sudah tidak diperkenankan mengajar di Masjid Al-Haram lagi. la sekarang mengajar di rumahnya sendiri, di pmggiran kota Makkah. Sudah beberapa kali ia datang ke Indonesia dan mendapat sambutan yang luar biasa dari para kiai, yang saling berebutan untuk belajar kepadanya. Sayyid Muhammad memegang ijazah sejumlah tarekat juga, di antaranya Naqsyabandiyah dan Tijaniyah, tetapi situasi politik di Arab Saudi sekarang tidak memungkinkannya untuk mengajar tarekat tersebu t. Demikian halnya beberapa ulama tradisional lain di Makkah, yang juga mempunyai banyak murid orang Indonesia, seperti Syaikh Yasin bin 'Isa Al-Padani, Syaikh Hasan Muhammad Al-Masyath dan Syaikh lsma'il bin Zain Al-Yamani. Di Makkah mereka tidak bisa memimpin amalan tarekat, apalagi memberikan pelajaran sistematis. Tetapi pada kunjungan mereka ke Indonesia, Sayyid Muhammad dan Syaikh Yasin pernah memberikan ijazah kepada orang yang tampaknya mereka anggap sudah matang. Pada salah satu kunjungannya ke Indonesia, Sayyid Muhammad 19. Informasi mengenai Kiai Lathifi Baidowi adalah berdasarkan wawancara dengannva (Gondanglegi, 28·2·1988) ditambah dengan informasi secara tertulil dari Sdr. Akhmadi dan M. Karim (Situbondo) dan Sdr. Swljoko P {Pasuruan), dan dikonfirmasikan dalain wawancara dengan Kiai Taifur Ambunten (putra Kiai Ali Wafa) serta beberapa informan Madura lainnya (17-7-1993). Seperti ditulis dalatn edi&i pertama buku lni, ada pibak. yang mcragukan keabsahan ijazab Kiai Lathifi diui Kiai Ali Wafa. na.mun keraguan lni ternyata tidak beralann. 20. Llhat profil Sa:yyid Muhammad bin• Alwi di majalah Tempo, 2-1-1988, bal. 71 ·2. 197 bin 'Alwi tinggal beberapa waktu di kota Malang, dan Kiai Lathifi setiap hari pergi belajar kepadanya. Ternyata Sayyid Muhammad cukup terkesan dengannya, karena setelah Kiai Lathifi mengaji satu minggu saja ia diberikan sebuah ijazah untuk mengajar semua kitab tentang semua cabang ilmu agama, ditambah dengan ijazah untuk mengajar tarekat Naqsyabandiyah. Banyak orang lain, terutama para habib dari Malang dan sekitarnya, yang pada saat itu ingin diberikan ijazah seperti ini tetapi hanya Kiai Lathifi yang memperolehnya. 21 Seorang yang baru-baru ini memperoleh ijazah di Makkah sendiri adalah Kiai Ali Hadrawi di Kwanyar. Ia juga punya hubungan darah dengan kiai-kiai Naqsyabandiyah lain, karena ia adalah cucu Kiai Zainal Abidin. Ayahnya, Kiai Mokhtar bin Zainal Abidin, juga pernah mengajar tarekat yang sama, sebagai khalifah Kiai Syamsuddin. Hadrawi sendiri pada awalnya dibaiat oleh Kiai Sirajuddin (1953), yang kemudian juga melantiknya sebagai kepala khojakan (1961). 22 Pengganti Kiai Sirajuddin adalah putranya Mawardi. Kiai Mawardi wafat pada tahun 1974 tanpa memberi ijazah kepada seorang khalifah pun, sehingga cabang tarekat ini terputus. Sementara Kiai Hadrawi tetap memimpin kelompok khojagan-nya, tetapi tidak bisa mengembangkannya lebih lanjut karena ia bukan khalifah. Ketika ia menunaikan haji pada tahun 1993, seorang temannya di Makkah mengantarkannya ke rumah Syaikh Isma'il bin ZainAI-Yamani. Teman tersebut menjelaskan kepada Syaikh lsma'il siapa Hadrawi dan bahwa ia berkeinginan meneruskan tarekat Naqsyabandiyah yang terpu tus sepeninggal Kiai Mawardi. Syaikh Isma'il bertanya beberapa hal sederhana dan kemudian memberikan ijazah kepadanya. Pada saat ijazah diberikan, Kiai Hadrawi mengaku, ada perasaan seolah-olah ia "diisi". Demikianlah saat ini Kiai Hadrawi telah menjadi khalifah tarekat Naqsyabandiyah yang terbaru di Madura. Mursyid Perempuan Ada keunikan lain dari tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah Madura yang belum saya jumpai di antara para penganut Naqsyabandi· yah di tempat lain; tidak di Indonesia tidak pula di negeri-negeri lain. Beberapa mursyid-nya adalah perempuan, dan mereka. tidak cuma bertindak sebagai asisten dari para suami yang lebih dominan, tetapi benarbenar mandiri. Di Indonesia bukanlah sesuatu yang aneh bahwa istri seorang syaikh memberikan pelajaran kepada murid perempuan suaminya, memimpin mereka berzikir dan bahkan waktu bersuluk; tetapi kasus-kasus di Madura lain sama sekali. Nyai Thobibah, yang menerima 21. Demikian peristtwa seperti diceritakan Kiai Latbifi kepada murid·muridnya. ljaza.h ter· sebut diberikan secara tertulis; K.iai Latbifi masih menyimpan dua·duanya. 22. Kepala Khojaka11 adalab istilab yang dipakai di Madura untuk wakil mursyid yang diper· bolehkan memimpin zikir dan Khatm·i-Klm,>ajagan tetapi tidak boleb "menawajjuh" atau membaiat pengikut baru. Di tempat lain disebut badaL 198 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia ijazah penuh dari Ali Wafa, sudah disebutkan di atas. Syarifah Fathimah, di Sumenep, adalah mursyid perempuan yang lain dengan pengikut yang sangat banyak (semuanya perempuari), tidak hanya di tempat tersebut tetapi rnalah sampai di Kalimantan Barat dan Malang selatan. Ia adalah putri dari seorang bernama Habib Muhammad dan seorang perernpuan Arab kebanyakan, dan rupa·rupanya tidak ada hubungan keluarga dengan mursyid yang lain. la dibaiat rnasuk tarekat oleh Kiai Sirajuddin, dan menerima ijazahnya dari Kiai Syarnsuddin Urnbul. 23 Satu 1agi mursyid perempuan lain yang disebut oleh beberapa informan adalah Syarifah Nor di Gondanglegi (panggilan orang setempat: Pah Nong). Adanya mursyid-mursyid perempuan ini, lebih mencerminkan kenyataan bahwa tarekat ini mempunyai pengikut yang besar jumlahnya di antara kaum perempuan Madura. Tetapi hal yang sarna terjadi di banyak wilayah di Indonesia; menumt perkiraan kasar, sekitar 30 sarnpai 40% murid tarekat Naqsyabandiyah di seantero Nusantara adalah kaum perempuan. Narnun patut ditambahkan, hanya di kalangan masyarakat Madura mereka bisa berbaiat kepada gum yang perempuan juga. Fenomena ini agaknya harus kita paharni dalam konteks budaya Madura. Ternyata bukan di tarekat Naqsyabandiyah saja rnelainkan juga di tarekat Tijaniyah di Madura terdapat muqaddam (istilah Tijaniyah untuk pemimpin tarekat) yang perempuan. KiaiJauhari Prenduan, muqaddam pertama di Madura, pernah memberikan ijazah kepada seorang keponakan perempuan (ibunda Kiai Badri Masduqi yang terkenal) sebagai muqaddamah untuk rnembina para penganut tarekat dari kaum perempuan. Di daerah Indonesia lainnya, sepengetahuan saya, tidak terdapat muqaddamah. Apa yang menyebabkan tarekat di Madura mempunyai jaringan organisasi independen untuk kaurn perempuan? Sudah barang tentu hubungan langsung antara seorang guru lakilak.1 dengan mundnya yang perempuan selalu rnerupakan masalah, tetapi orang-orang Madura tidak lebih ketat dalam hal-hal serupa ini dibanding kebanyakan suku-suku bangsa yang lain, dan di tempat lain tidak muncul mursyid perempuan. Barangkali, kehadiran para mursyidah tersebut rnenunjukkan toleransi orang-orang Madura yang lebih besar terhadap kepemimpinan perempuan, meskipun terbatas di kalangan mereka sendiri.• 23. Jnformasi mengenai Syarifah Fathimah ini saya perolch dari Kiai Lathifi Baidowi {wawan· cara, 28· 2-89 ). BAB XIV KELOMPOK-KELOMPOK NAQSYABANDIYAH DI KALIMANTAN SELATAN Di kalangan penduduk desa Kalimantan Selatan, lebih daripada di tempat-tempat lain di Nusantara, adaptasi doktrin-doktrin mistik dan kosmologis dari Ibn 'Arabi ke dalam budaya setempat dalam bentuk yang merakyat dan disederhanakan masih tetap hidup. Banyak dari arnalan-arnalan tradisional lainnya pun, yang di tempat-ternpat lain telah dikikis habis oleh ulama ortodok, masih bertahan kendatipun ada usaha·usaha pemurnian oleh Majelis Ulama provinsi dan kabupaten Walaupun orang Banjar dikenal sebagai orang yang taat beribadah, namun secara umum pengetahuan agama mereka tidak begitu mendalarn. Pesantren, yang mengikuti model di Jawa, dapat dikatakan merupakan fenomena yang belum lama di. Kalimantan Selatan, baru satu-dua dasawarsa ke belakang. Sebelumnya, anak laki-laki mempelajari dasar-dasar agama dengan bersimpuh di hadapan tuan guru setempat, dan mereka yang ingin menambah pengetahuan keagarnaannya mestilah pergi ke J awa, Sumatera atau Makkah. Kurikulum di pesantren Banjar temyata lebih sederhana dan lebih tradisional ketimbang kurikulum yang biasanya diberikan di pesantren di Jawa. Dapat dimengerti mengapa di kalangan ulama Banjar ada suatu kesadaran yang kuat bahwa di sana masih terus berlangsung proses pengislaman, sebab di mata mereka pengislarnan itu masih jauh dari sempurna. Islam yang formal yang berorientasi kepada syari'at seperti yang diajarkan oleh para ulama tidak memuaskan kebutuhan religius semua orang Banjar. Berulang kali muncul pemimpin-pemimpin baru agama yang mengajarkan corak keislarnan yang lebih sufistik, sering sangat diwamai oleh ajaran-ajaran mengenai nur Muhammad dan martabat tujuh, versi ajaran wahdat al-wujud yang popul~ di daerah tersebut. Di seputar pemimpin-pemimpin ini, tumbuh aliran-aliran mirip tarekat, biasanya hanya berlingkup lokal; penentangan dari pihak ulama "resmi" (dalarn kebanyakan kasus, Majelis Ularna) biasanya mencegah agar pengaruh mereka tidak meluas benar. Pola munculnya aliran-aliran semacam tarekat secara tiba-tiba yang kemudian pelan-pelan menghilang merupakan ciri khas masyarakat Banjar; secara keseluruhan, aliran-aliran tersebut berhasil menggaet jumlah pengikut yang berarti; tetapi kalau dilihat per aliran jumlahnya agak kecil dan penyebarannya terbatas pada daerah tertentu saja. Di sini tidak kita jumpai jaringan tarekat besar yang luas penyebarannya, seperti di Sumatera, Semenanjung Malaya, dan Jawa. Di sini tarekat Naqsyabandiyah lebih kurang menyesuaikan diri 199 200 Tarekat Naqsyabandi:yah di Indonesia dengan pola tadi: ada sejumlah guru, masing·masing punya kelompok pengikut setempat, dan di antara mereka tidak ada hubungan. Bila sang guru wafat, kelompok pengikut itu buyar lagi. Dua dasawarsa yang lampau, sebagai contoh, terdapat cabang Naqsyabandiyab di Kecamatan Negara (Hulu Sungai Selatan), dipimpin oleh seseorang bemama H. Jaelani; sejak ia wafat, Naqsyabandiyah lenyap dari sana hampir tanpa bekas. Satu-satunya hal yang masih teringat oleh penduduk setempat adalah ritual yang luar biasa di mana para murid dibungkus dengan kain kafan. 1 Temyata hal itu mengacu kepada upacara pembaiatan seperti yang dilakukan oleh cabang-cabang Naqsyabandiyah tertentu (khususnya cabang-cabang Minangkabau yang berafiliasi kepada Dr. Jalaluddin, bdk. Djamil 1976). Informan lain yang telah berumur ingat pula bahwa tarekat Naqsyabandiyah pernah diperkenalkan di Amuntai, oleh seseorang bernama Muhammad Marahahan (dari Kecamatan Marabahan) dan seorang lagi bernama Haji Bajuri. Muhammad Marabahan sudah lama wafat, dan cabang Naqsyabandiyahnya tampaknya sudah tidak ada lagi. Seperti aliran-aliran lainnya, kelompok-kelompok Naqsyabandiyah tersebut juga cenderung menimbulkan kecurigaan dari para ulama "resmi"z kebenaran sumber doktrin dan ritual mereka dipertanyakan dan kadang-kadang menjadi pokok penyelidikan yang bersifat setengah resmi. Tidak mustahil dalam ritual beberapa cabang Naqsyabandiyah Banjar terdapat unsur-unsur yang kurang ortodok dan bersifat lokal, tetapi kalaupun demikian mereka sangatlah merahasiakannya, persisnya karena adanya kecurigaan·kecurigaan tadi. Di antara kaum Naqsyabandiyah yang saya jumpai tidak saya dapati suatu pemikiran atau ungkapan yang asing bagi tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya. Saya tidak menemukan bukti adanya seorang penganut Naqsyabandiyah di Kalimantan Selatan pada abad kesembilan belas dan papih pertama abad kedua puluh, tetapi hal itu tidaklah mengherankan, bila kita lihat berdasarkan pada uraian di atas; bahkan seandainya pun ada sebuah kelompok Naqsyabandiyah, katakanlah, setengah abad yang lalu, pastilah sudah lenyap tanpajejak. Berikut ini catatan-catatan yang tidak utuh mengenai satu-dua cabang yang sekarang aktif atau kehadirannya terekam belum lama berselang. Belum lama ini, di dalam dan di sekitar kota Banjarmasin, paling tidak terdapat tiga cabang Naqsyabandiyah. Salah satunya yang di· pimpin oleh H.M. Saberiansyah berada di Desa Kelayan Luar. Ia wafat tahun 1980. Sebenarnya, ia mengajarkan gabungan dari dua tarekat, yang ia sebut Naqsyabandiyah-Khalwatiyah (Khalwatiyah,, seharusnya dicatat, merupakan tarekat yang paling tersebar luas di Sulawesi Selatan 1. Pembkarrum pribadi dcngan Drs. Analiansyah dari IAIN Ant:asari, Banjarmasin. Ia berasal dad Negara. Bab XIV. Kelompok-kelompok Naqsyabandiyah di Kalimantan Selatan 201 dan juga di antara orang-orang Bugis dan Makasar yang bertempat tinggal di Kalimantan Selatan. Juga dipercayai bahwa ulama besar Muhammad Arsyad Al-Banjari memperkenalkan tarekat Sammaniyah, sebuah cabang dari Khalwatiyah, di Kalimantan Selatan):Tidak banyak diketahui mengenai cahang ini; satu-satunya laporan yang ada hanyalah menceritakan bahwa Saberiansyah mempeJajari tarekat pada tahun 1954 kepada seorang bernama H. Ahmad Nawawi Abdul Qadir Al· Banjari dan mulai mengajarkannya di rumahnya sendiri pada tahun berikutnya. Tetap tidak jelas ke cabang Naqsyabandiyah dan Khalwatiyah yang mana kelompok ini beraf'diasi, dan dalam bentuk apa kedua tarekat yang agak berbeda ini dipadukan. Dilaporkan bahwa kebanyakan pengikut Saberiansyah tergolong pada strata sosial bawah, dan tidak sedikit dari mereka adalah bekas bajingan (sebetulnya, ini merupakan klaim yang dibuat oleh hampir setiap guru sufi di Indonesia, dan hal itu tidak selalu benar). Pada waktu sang guru wafat pada tahun 1980, tidak ada orang berkharisma yang menggantikan tempatnya, dan para pengikutnya serta merta berkurang. Pertemuan-pertemuan dari sisa pengikut yang masih setia dipimpin oleh seorang badal yang masih muda bernama Hasan (lahir tahun 1954). 3 Kelompok kedua, di Anjir Pasar, kecamatan lain dekat Banjarmasin, merupakan kelompok tergolong kecil ketika diteliti pada tahun 1984. Hanya ada tujuh puluh anggota, lelaki da11 perempuan, dan kebanyakan dari mereka adalah petani. Ketompok itu dipimpin oleh ·Abu Dakar dan Antung Ahmad, yang menggantikan guru yang kharismatik, almarhum Syekh Muhammad Ruwandi (di bawah tuntunannyalah kelompok itu menjadi lebih besar). Kelompok ini tampak jauh lebih stabil ketimbang lainnya, sebab Muhammad Ruwandi sendiri sudah merupakan pemimpin angkatan kedua; ia adalah pengganti J alaluddin, yang mula-mula membawa tarekat ke Banjarmasin dari Semenanjung Malaya. Gurunya adalah seseorang bemama H. Anwaruddin, yang adalah khalifah dari H. Umar dari Batu Pahat (Johor), yang pada gilirannya adalah seorang khalifah dari guru Naqsyabandiyah Melayu yang prolifik - Abdulwahhab Rokan dari Babussalam di Langkat (lihat Bab XI). Muhammad Ruwandi, di samping afiliasi ini, juga pemah melakukan suluk di Jabal Mina dekat Makkah, di bawah bimbingan Syaikh 'Abd Al-Ghani Al-Rasuli Al-Baghdadi. Satu-satunya uraian yang ada mengenai kelompok ini lagi-lagi memberikan kepada kita sangat sedikit informasi tambahan. Kenyataan bahwa para anggotanya tidak hanya 2. Sarwani Abdan, salah seorang keturunan M. Arsyad Al·Banjari yang paling terkenal dan paling dihonnati, sekatang tingga1 di Bangil, Jawa Tunur. Diwawanc:arai di Bangil 12·2· 1987. 3. Demlkian Arifln 1984. H.M. Sabcriansyah meningplkan dua risalah yang belum dipublikasikan, dan tidak herhuil saya dapatkan: Diktat Tarekat Nalu:yabandiyah dan Tareka.t Naksya.bandiyah A.l·Kha.lwa.tiyah. Yang disebut belakangan hanyalah teks yang digunakan oleh murid·murid sang guru. (ibid.• ha!. 20, 24n). 202 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia mengkaji Tanwir Al-Qulub-nya Muhammad Amin Al-Kurdi dan /hyanya Al-Ghazali tetapi juga Al-Durr Al-Nafis·nya M. Nafis Al-Banjari, J>a.rangkali menunjukkan kecondongannya kepada doktrin martabat 'tujuh.4 Kelompok Naqsyabandiyah yang ketiga di Banjarmasin terdiri atas murid Habib Muhsin Aly Alhinduan (lihat Bab XIll), dan dipimpin oleh seorang Haji Adenan. Ini pun sebuah kelompok kecil, tetapi juga menarik pengikut dari tempat-tempat yang jauh di luar Banjarmasin. Habib Muhsin Aly mengunjungi kelompok tersebut setiap tahun; setelah ia wafat pada tahun 1980, kelompok itu pun berantakan. 5 Kelompok Naqsyabandiyah yang paling ..Banjar" adalah yang di· pimpin oleh Haji Muhammad Nur dari Takisong (di sebelah selatan Banjarmasin). 6 Guru ini membanggakan dirinya sebagai keturunan generasi keenam dari Abdul Hamid yang legendaris itu, seorang Siti Jenar-nya Banjar. 7 Ia mengklaim telah mewarisi tarekat Naqsyabandiyah, bersama dengan ilmu lainnya (ilmu-ilmu yang bersifat esoteris) dari leluhurnya, tanpa usaha yang ia sadari untuk menguasainya. Abdul Hamid dianggap seorang sepupu dari ulama besar Banjar, Muhammad Arsyad. Sedangkan ulama kenamaan itu tidak diragukan lagi adalah guru ilmu eksoteris (Islam yang lebih mengutamakan syari'at) dan penasihat utama sultan untuk urusan keagamaan. Sementara Abdul Hamid dianggap telah mencapai kesempurnaan dalam ma'rifat, Islam yang esoteris. Karena Abdul Hamid dan para muridnya tidak pernah menghadiri shalat Jumat (yang oleh penguasa yang saith itu dinyatakan sebagai kewajiban), Sultan memanggilnya untuk meng· hadap ke istana. Ia memberikan jawaban kepada utusan Sultan bahwa di rumah itu tidak ada Abdul Hamid, yang ada adalah Allah rendiri. Terhadap penghujatan ini, Sultan memerintahkan agar ia dihukum mati, tetapi segala usaha untuk membunuh Abdul Hamid gagal (legenda mencatat banyak perbuatan ip.agis yang dilakukan Abdul Hamid dalam hubungannya dengan usaha-usaha ini, yang menunjukkan secara spiri· 4. Bahruddin 1984. A.I ·Durr A.l-Nafis mcrupakan salah satu kitab yang paling terkenal, clan paling populer di Kalimantan Sdatan di antara teb yang mmguta:rakan paham wahdat al-wujud. Untuk rlngkasan pendek kitab ini Bhat Abdullah 1985, hal.107-122. 5. fl. Djanawi dari Amuntai, wawancara 14-1-1987. IL Djanawi, ulama tedtenal di daerah Huht Sungai, berjumpa dengan Habib Muhain Aly di Banjarmasin pada tahun 1977 clan berbaiat. Ia masih menjalankan amalan-amalan tarekat secara pribadi, tetapi tidak ada kontak dengan pengikut·pengikut lainnya. 6. Utaian berilwt didasarkan pada percakapan dengan H. Muhammad Nur dan sejumlah muridnya di Takisong, pada 16·1-1988 dan sedikit informasi tamhahan yang terdapat dalam Padhllah 1984. Saya lngin menghaturkan terimakasih kepada Drs. Analiansyah, bertindak sebagai pemandu saya selama kuqjunglin saya di Takisong. 7. mengenai Haji Abdul Hamid dikenal balk di seluruh Kalimantan Selatan. Kisah mengenai klaimnya sebagai idcntik dengan Allah dieeritakan dalam Zamzam 1979, 12-14. Corak pabam ketubanannya diringkas di sana sebagai "Tiada maujud melalnkan hanya Dia, tiada maujud yang lainnya. Tiada aku melalnkan Dia, Dialah aku, dan aku adalah Dia". Bab XIV. Kelompok-kelompok Naqsyabandiyah di Kalimantan Selatan 203 tual ia lebih tinggi). Akhimya, ketika wali yang dianggap murtad ini mengetahui bahwa hari yang ditentukan Allah telah tiba, ia menjelaskan bagaimana caranya memutuskan urat nadinya. Darah pun memancar, membentuk kata·kata la ilaha illallah di atas tanah. Sejak masa itu, H. Muhammad Nur mengatakan kepada saya, terjadilah per· seteruan antara keturunan dari kedua tokoh yang bersepupu itu. Haji Muhammad Nur sendiri setidak-tidaknya mengalami juga sedikit perseteruan itu. Pada tahun 1979, ia mulai membaiat pengikut baru di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan mengalami tidak sedikit kecaman sehingga ia terpaksa harus menghentib;n ceramahnya di sana. Di daerah tempat ia tinggal tidak pemah muncul konflik yang parah, tetapi Majelis Ulama Banjarmasin 118llgat mencurigainya, walaupun tidak terdapat pertanda yang nyata bahwa ia mengajarkan doktrin dan amalan yang 0 menyimpang".11 Bagaimanapun keturunan spiritual yang ia klaim, yang menunjukkan adanya kecenderungan kepada paham wahdat al-wujud yang ekstrem dan barangkali juga keterikatan kepada tradisi lama setempat, namun saya jumpai bahwa ritual-ritual Naqsyabandiyah seperti yang ia dan murid·muridnya jelaskan kepada saya sesuai dengan apa yang digariskan dalam te.ks-teks tarekat yang baku. Yang mana sumber dari tarekat Naqsyabandiyah-nya Muhammad Nur? Silsilah yang ia kemukakan tidak memberikan penjelasan yang memuaskan. Silsilah itu hanya memuat nama Abdul Hamid dan namanama keturunannya saja: Abdul Hamid AbdulHamim Abdullah Khatib H. Muhammad Tamin [Amin?] Ii. Ibrahim Khaurani H. Muhammad Nur Abdul Hamid memperoleh pengetahuan tarekat Naqsyabandiyah dan ilmu lainnya, menurut Muhammad Nur. dari seorang bernama Maghribi; selain itu tidak ada yang ia ingat mengenai silsilahnya. Ayahnya wafat ketika ia masih muda, pada tahun 1941, dan ia mengaku tidak mempunyai guru-guru yang lain, jadi memperoleh ilmu karena keturunan bukan karena belajar sebagaimana biasa. (Abdul Hamid, menurut sebuah kisah yang dengan bangga dikutip oleh para muridnya, menjanjikan bahwa sampai tujuh generasi keturunannya akan menjadi ulama besar). Silsilah tersebut sama sekali berbeda dengan silsilah Naq· syabandiyah; legenda tentang Abdul Hamid sulit dicocokkan dengan riwayat seorang wali Naqsyabandiyah, dan wilayah Maghrib persisnya 8. Lihat Padhilah 1984, hal. 34, mengenai Peristiwa Hulu Sungai. Un.tuk informasi tentang sikap Majelis Ulama Banjarmasin dan Takisong/Tanah Laut, saya berutang budi kcpada Drs. Analiansyah. 204 To:rekat Naqsyahandiyah di Indonesia merupakan salah.satu wilayah dalain dunia Islam di mana tarekat Naqsyabandiyah tidak mempunyai pengaruh. Jika Abdul Hamid dikatakan telah belajar kepada seseorang asal Magbribi (atau telah mempe..ari ilmu maghribi), maka yang paling mungkin berarti ia menguasai ilmu membuat jimat (wafaq). Dan ini sebenamya merupakan ilmu yangjuga diklaim oleh Muhammad Nur menurun pada dirinya. Maka, tampaknya silsilah tersebut adalah dalain kaitannya dengan ilmu ini. Tiga nama dalain silsilah itu mirip-mirip dengan nama guru-gum Naqsyabandiyah kenamaan, Ahmad Khatib (Sambas], Muhammad Amin [ Al-Kurdi] dan Ibrahim Al-Kurani. Muhammad Nur menolak per· kiraan yang saya kemukakan bahwa mungkin sedikit banyak ada hubungannya dengan guru-gum tersebut, tetapi di antara judul-judul kitab yang dipakainya, ia menyebut Fath Al-'Arifin-nya Ahmad Khatib.' Seorang kerabatjauh Muhammad Nur, yang telah dibicarakannya kepada saya dan belakangan saya pun bertemu dengan dia, menceritakan kepada saya bahwa sepanjang pengeta!iuannya, Muhammad Nur mengikuti tarekat Ahmad Khatib Sambas.10 Ka1au ini benar, ini hanya mengacu kepada sisi kenaqsyabandiyahan tarekat ini; Muhammad Nur dengan tegas menolak zikir keru Qadiriyah. Penjelasannya mengenai baiat, suluk, rabitW, zikir, dan muro.qabo.h sangat mirip dengan apa yang dijelaskan dalain Fath Al-'Arifin dan juga dengan keterangan dalain Tanwir Al-Qulub-nya Muhammad Amin, sehingga menjadi tanda tanya saya apakah silsilah yang ia berikan tidak lain merupakan daftar nama-nama tokoh yaug secara spiritual ia berutang budi kepada mereka, dan bukannya nama nenek moyangnya yang sesungguhnya. Tidak ada bukti langsung bahwa Abdul Hamid yang legendaris itu pernah hidup; tempat yang sekarang dianggap sebagai makamnya, di Sungai Batang (dekat Martapura) ditemukan oleh Muhammad Nur sendiri, mengikuti petunjuk yang diperolehnya Jewat mimpi. Muhammad Nur d~kan dan dibesarkan di Jawa, walaupun keluarganya berasal dari Martapura. Ayahnya Ibrahim adalah seorang guru tarekat dan ahli pengobatan. Setelah sang ayah wafat pada tahun 1941, banyak murid-muridnya yang datang kepada Muhammad Nur dan memintanya untuk menggantikan tempat sang ayah. Semula ia menolak, dan mengirim mereka kepada guru-guru lain, walaupun guruguru ini tidak mengajarka:n tarekat Naqsyaba:ndiyah melainkan Syadziliyah. Ketika ia berkesempatan menunaikan ibadah haji, ia mencari seorang guru Naqsyabandiyah di Makkah, dan bertemu dengan seorang syaikh asal India. Tetapi, ketika ia meminta ijazah dari orang tersebut, 9. Judul lain yang dlscbutkannya kcpada saya adalah Syarab Al-AS'Yiqin (barangkali karya Hamzah Fansuri yang berjudul demlkian?). S-ng penditi lain mencatat bahwa la mengajar mw:id·muridnya dengan memakai kitab IRJuim (karva Ibnu 'Atha 'illah) dan Al·Durr Al·Nafis·nya M. Nw Al·llanjari (PadhUah 1984). 10. Sarwani Abdan fbdk. eatatan kakI 2 di atal), wawaneara 12-2-1987. Bah XIV. Kelompok-kelompok Naqsyabandiyah di Kalimantan Selatan 205 sang syaikh tertawa dan menganjurkan kepada Muhammad Nur agar ia terus saja melakukan amal-ibadah sebagai yang telah selalu dilakukan· nya. Ini merupakan dorongan baginya untuk mulai mengajarkan tarekat kepada tetangga·tetangganya di Desa Takisong, di mana ia telah membeli sebidang tanah da:n bekerja sebagai peta:ni. Hingga sekarang ia telah melakukan hal itu selama dua puluh tahun (sejak 1968), dan mengaku telah mempunyai murid ribuan orang. Setiap malam Jumat ia memimpin majelis zikir di rumahnya sendiri untuk pengikut-pengikutnya di desa setempat; pada malammalain lainnya ia memimpin pertemuan-pertemua:n di tempat-tempat lain, khususnya di Martapura (bekas kediaman M. Arsyad, dan masih merupakan pusat keagamaan yang penting). Setiap bulan Ramadhan, ia menyelenggarakan kholwat (ia tak menggunakan istilab suluk) di dalam sebuah bangunan sederhana di samping rumahnya sendiri. Khalwat itu hanya berlangsung tiga hari tiga malain, dan selama itu makan, minum, dan juga tidur, terbatas seperlunya saja (nasi putih ditaburi kelapa parut, segelas air dua kali sehari; tidur pun tidak diperkenankan memakai kasur). Murid yang menjala:nkan khalwat untuk pertama kalinya, diberi pelajaran dzi"kir qalbi; pada khalwat selanjutnya satu per satu diberikan dzi"kir latha 'if. Pada majelis zikir mingguan, murid yang ikut serta hanya diperbolehkan melakukan dzikir latha'if yang sudah diajarkan ketika ber-khalwat; oleh sebab itu, anggota yang baru dibaiat, yang belum melakukan khalwat, tidak diperkenankan serta dalam dzikir wtha 'if. Bagi para murid, sejauh yang dapat saya peroleh selama kunjungan yang cuma semalam, pribadi Muhammad Nur tampaknya lebih penting ketimbang tarekat yang ia ajarkan. Kehebatan dalam kekuatan spiritual dan magis dilekatkan kepadanya, dan bukan kepada tarekat yang diajarkannya. Dengan sadar dan berhasil ia menggunakan garis keturunan dari Abdul Hamid yang diklaimnya untuk memperkuat kharismanya sendiri. Para murid memahami ilmu itu sebagai sesuatu yang melekat dalam diri seseorang, diwarisi dari nenek-moyangnya. Oleh karena itu, ia merupa· kan alternatif bagi Islam versi ulama resmi yang sangat menekankan syari'at saja dan terasa kering. Pada waktu yang sama, pengaitan dirinya dengan Abdul Hamid mengundang kecurigaan dari pihak Majelis Ulama dan mengundang usulan dari sana-sini agar ajarannya dilarang (sebagai· mana telah terjadi pada berbag-c1.i guru ajaran tasawuf).• Bab XV. Tarekat Naqsyabandiyah di Sulawesi Selatan BAB XV TAREKAT NAQSYABANDIY AH DAN JEJAK-JEJAKNYA DI SULAWESI SELATAN Pengaruh-pengaruh Naqsyabandiyah dalam Amalan Mistis·Magis Tradisional Syaikh Yusuf Makassar, seperti sudah dikemukakan pada Bab II, tidak hanya mempelajari tarekat Naqsyabandiyah selama perkelanaannya di Hijaz, tetapi tampaknya juga telah memasukkan unsur-unsur tarekat ini ke dalam ajarannya sendiri. Jika benar bahwa dialah yang menulis risalah berjudul Al-Risalah Al-Naqsybandiyah (lihat Abdullah l 983, hal. 75-8), boleh jadi malah ia telah mengajarkan tarekat ini kepada murid-murid pilihan, di samping versi Khalwatiyah hasil adaptasinya sendiri. J ejak Naqsyabandiyah yang tersebar dalam pelbagai amalan di kalangan rakyat boleh jadi adalah berkat Yusuf atau berkat seorang ulama lain dari zaman lampau yang ·telah masuk tarekat ini. Di pelbagai tempat di Sulawesi Selatan, masyarakat masih (paling tidak hingga belum lama ini) menjalankan amalan-amalan magis-mistis yang mereka kaitkan dengan tarekat Naqsyabandiyah. Seorang informan yang terpelajar di Palopo 1 memberi tahu saya bahwa di Luwu, tarekat Naqsyabandiyah (atau suatu paduan amalan yang disebut dengan nama ini) biasanya diamalkan oleh banyak anggota bangsawan "menengah'', terutama demi mendapatkan kekebalan tubuh terhadap senjata dan pukulan. Sebenarnya ini adalah penggunaan zikir yang sama sekali biasa; konon begitu pula dengan tarekat KhalwatiyahYusuf yang diamalkan oleh banyak orang (lagi·lagi terutama oleh kalangan bangsawan) hanya untuk tujuan ini. Zikir yang diacu oleh informan ini disaksikan langsung oleh antropolog Bugis Abu Hamid di Wotu (Luwu utara) pada tahun 1963. Ia menerangkan kepada saya bahwa para pesertanya (bangsawan Luwu) memang menyebut latihanlatihan mereka Naqsyabandiyah, tetapi diperhatikannya ada keanehan tertentu: zikir yang diamalkan bukari zikir diam melainkan zikir keras (sementara para bangsawan biasanya Iebih menyukai zikir diam, sebagaimana pada tarekat Khalwatiyah-Yusuf), dan di samping zikir mereka pun tidak sedikit membaca wirid yang berbeda. 2 Ritual Naqsyabandiyah yang asli telah dibaurkan di sini dengan ritus-ritus ilmu 207 kekebalan kuno. Bukan hanya di antara kalangan bangsawan, dan untuk tujuantujuan magis yang konkret, kita dapatkan corak-corak Naqsyabandiyah yang sudah merosot atau setidak-tidaknya telah mengalami adaptasi setempat yang sedang diamalkan orang. Dalam sekelompok desa di Gowa, sebagian orang desa mengamalkan apa yang mereka sebut tarekat Qasyabandiyah. 3 Berbeda dengan tarekat Khalwatiyah-Samman, yang juga mempunyai pengikut di sini, tarekat "Qasyabandiyah" ini hampir tidak memiliki jaringan organisasi dan hirarki kepemimpinan. Hanya ada seorang guru, PuangJuma, yang telah mengajarkan tarekat ini sejak permulaan tahun 1940-an, sebagai penerus mertuanya, Anrong Guru Mohammad Asfar. Yang disebut belakangan tadi, seorang Bugis dari Maros, konon telah belajar di Makkah selama sepuluh tahun sebelum ia menetap di Gowa dengan maksud "mengislamkan" daerah itu. Kedua guru tersebut dihormati tidak hanya karena pengetahuan mereka mengenai Islam yang resmi tetapi khususnya karena penguasaan mereka akan ilmu gaib. Kebanyakan pengikut tarekat di sini rupanya telah melakukan baiat kepada guru mereka setelah mereka memerlukan jasanya sebagai ahli pengobatan. Sebenamya, para pengikut tarekat itu tampaknya jarang melaksanakan lebih daripada membaca wirid dan zikir diam setiap selesai shalat lima waktu (atau paling tidak setelah shalat subuh dan maghrib). Membaca wirid dan zikir merupakan salah satu saja dari berbagai ritual lain yang diamalkan kelompok ini, dan itu tidak khusus untuk tarekat Naqsyabandiyah. Banyak dari ritual yang disebutkan dalam kajian Djamas kelihatannya tidak jauh berbeda dari ritual tradisional kaum Muslim di tempat-tempat lain di Indonesia. Tetapi, di antara mereka yang mengaku mengikuti ta{ekat tersebut, terdapat pula beberapa orang yang baru sedikit terislamk.an dan hanya menyelenggarakan ritual-ritual adat pra-Islam, sedangkan sang guru tidak pula merasa segan untuk turut serta dalam ritual-ritual ini. Jelaslah, tarekat di sini berfungsi sebagai alat untuk mengislamkan orang· orang Makasar yang baru dalam tahap Muslim KTP. Dalam hal ini, sang guru secara sengaja menyesuaikan dirinya kepada kebutuhan religius mereka. Sebagai akibatnya, tarekat Naqsyabandiyah tampaknya telah mengambil ciri-ciri yang cukup sinkretis. Seandainya memang benar bahwa guru Naqsyabandiyah yang pertama itu, Mohammad Asfar, pemah bermuk:im cukup lama di Makkah sebelum menyebarkan tarekat di Gowa, maka boleh jadi ia adalah seorang murid atau malah seorang khalifah dari Ali Ridha di Jahal Abu Qubais. Tetapi Djamas, sumber kita untuk penjelasan di atas, tidak l. Andi Anton Pangeran, putra petinggi adat di Luwu, Opu Lele; diwawancarai di Palopo, sekitar tangpl l-2·1985. 2. Wawancara dengan Drs. Abu Hamid, Ujung Pandang, 10-2·1985. Pastilah ini Naqsyabandi· yab yang dimaksud oleh informan tadi, sebab salah seorang pesertanya yang utama adaiah ayabnya, Opu Lele. 206 3. Pe1'iciallan berikut hanya didasarkan pada Djamas 1985, ha!. 349-364. Penprang ini tampaknya kurang mqenal lsiam "tradisional" di tempat-tempat lain di Nusantara, dan barangkali terlalu cenderung melih'at kcpcrcayaan dan amalan orang "ahhtssunnah wal jama'ab"/tarckat Qasyabandiyah sebagai sisa-sisa agama Bugis-Makasar pra·Isiam. 208 Tarekat Naqsyabandfyah di lndonelia memberikan informasi mengenai silsilah itu dan tidak merinci benar mengenai bentuk ritualnya, sehingga kita hanya dapat berkata bahwa tarekat Qasyabandiyah itu kemungkinan merupakan turunan dari ta:rekat Naqsyabandiyah-Khalidiyah sebagaimana yang diajarkan di M1tkkah sebelum 1925. Guru.guru Minang dan Pengaruh Naqsya.ba.ndiyah yang Tersebar Mohammad Asfar bukanlah merupakan satu-satunya guru yang menyebarkan Naqsyabandiyah, atau paling tidak unsur-unsut tarekat itu, di Sulawesi Selatan dalam paruh pertama abad ini. Pendidikan agama di Sulawesi Selatan masih tetap saja bersifat informal; anak· anak hanya belajar membaca Al-Quran, dan mereka yang ingin belajar lebih dari itu harus melakukannya secara pribadi, dengan mengunjungi seseorang yang lebih terpelajar dan meminta kepadanya untuk menjelaskan kitab yang mereka pilih sendiri. Ulama as1i setempat relatif sedikit, tetapi di anta:ra sekita:r tahun 1915 dan 1950, beberapa orang Arab dan Minangkabau menetap di provinsi itu dan berlaku sebagai guru agama. Di anta:ra mereka ada beberapa yang mengamalkan ta:rekat Naqsyabandiyah, sedangkan Jainnya tergolong kaum modernis dan sangat antita:rekat. Kelompok yang disebut terakhir ini tampaknya sejak awal telah lebih berpengaruh; Muhammadiyahlah yang pertama sekali mendirikan madrasah di sini, di Makasar (Ujung Pandang) dan di beberapa kota lain, pada atau sekita:r tahun 1926.4 Madrasah "tradisional" yang pertama didirikan satu-dua tahun kemudian, Madrasah Amiriyah di lingkungan Istana Bone sekitar 1930,5 dan di Wajo Madrasatul 6 Arabiyah Islamiyah yang lebih berpengaruh, pada tahun 1932. Madra· sah ini belakangan berganti nama menjadi Madrasatul As'adiyah, mengambil nama sang pendiri, M. As'ad bin Abdul R.asyid; di bawah penerus· nya, Yunus Maratan, madrasah ini tetap menjadi salah satu pusat pendidikan Islam yang penting di propinsi tersebut. Pusat penting lainnya juga didirikan oleh seorang murid As'ad, Haji Abdurrahman Ambo Dalle, ulama tradisional Sulawesi Selatan yang paling kharismatis. Darud Da 'wah wal Irsyad (DDI)-nya di Pare-Pare., merupakan pusat suatu jaringan dari tidak sedikit cabang di Sulawesi Selatan dan di 4. MattuJada 1988, hal. 262·269. Motor penggerak di belakang Muhammadiyah adalah IC· orang ulama (Bugis) setcmpat, Abdullah, dan aeorang saudapr batik dari Surabaya, Mansur AJ·Yamani. !i. Didlrikan atas prakarsa Raja Bone. Gw:u-guru termasuk orang Bugis setempat yang telah belajar di Makkah dan dua orang ulama, 'Abd Al·'Azlz AJ.llasyimi dan 'Abd Al·Haroid Al· Mishri. Lihat Yunus 1979, hal. 827·8; MattuJada 1988, haL 261-2. Penga.rang-pengarang ini bertentangan satu sama lain mengenai tahun didirikannya: menw:ut Yunus, 19!18, MattuJada memberikan angka tahun 1929. 6. Yunus 1979, hal. 829·3!10;MattuJada 1988, hal. 269-271. 7. Mula·mula didlrikan di Watans0ppeng pada tahun 1947. Lihat Yunus 1979, hai. 8!12·9; MattuJada 198!1, hal. 285·7. Bab XV. TarP.kat Naqsyalmndryah di Sulawesi Selatan 209 kehanyakan komunitas Bugis yang hesar di tempat-tempat lain wilayah Nusantara. Salah satu kitab teks yang dipakai di kedua pusat As'adiyah dan DDI itu - merupakan kejutan kecil - adalah Tanwir Al-Qulub buah pena pengarang Naqsyabandiyah, Muhammad Amin Al-Kurdi. Seperti telah dikemukakan di atas (Bah IV), kitab ini merupakan paparan sistematis tentang tarekat Naqsyabandiyah yang paling belakangan, tetapi bagian terbesar isinya mengupas masalah fiqih. Hanya bagian inilah yang dipelajari oleh murid-murid yang lebih muda, hagian yang khusus kenaqsyabandiyahan cuma dikaji oleh murid-murid yang lebih tua. 8 Tetap tidak jelas bagi saya bagaimana sampai karya ini diterima sebagai kitab pelajaran. Tidak K.H. As'ad dan juga tidak penerus-penerusnya secara terbuka mengajarkan ta:rekat Naqsyabandi· yah; K.H. As'ad telah tinggal setahun di Makkah, tetapi ini setelah penaklukan Sa'udi (tabun 1927-28, menurut Yunus), sehingga agaknya tidak mungkin baginya mempelajari ta:rekat Naqsyabandiyah di sana. Pada paruh pertama abad ini, terdapat pengaruh Naqsyabandiyah, kendatipun telah merembes hampir ke seluruh wilayah. Asal-usul "bau Naqsyabandiyah" itu mungkin dapat dimengerti dari ·apa yang teringat oleh seorang informan lain. Mustafa Zahri, pengarang beberapa kitab tasawuf, dan sekarang guru Naqsyabandiyah di Ujung Pandang,9 mulamula mendenga:r tentang ta:rekat Naqsyabandiyah pada tahun 1927 di Kecamatan Majene ketika ia masih remaja. Beberapa ulama di sana, baik orang Mandar (suku setempat) maupun Minangkabau, secara pribadi mengamalkan tarekat Naqsyabandiyah dan mengaja:rkan zikir dan wirid· nya kepada murid mereka yang berminat. Mustafa sendiri belajar dasardasarnya yang pertama ketika sudah dewasa, ketika ia mengaji di Pulo Salemo (daerah berpenduduk suku bangsa Bugis ). Gurunya di sana hanya mengajarkan wirid, tidak zikir; secara resmi ia tak pemah dibaiat dan tidak pemah mendengar tentang silsilah gurunya (yang barangkali tidak memiliki ijazah resmi untuk mengajar). Tetapi minatnya kepada tarekat Naqsyabandiyah dan rasa memilikinya tidak pernah luntur. Dengan belajar sendiri ia meningkatkan pengetahuannya mengenai tasawuf dan khususnya mengenai tarekat Naqsyabandiyah. Pada tahun 1974, ia mengirimkan salah satu kitabnya mengenai tasawuf kepada Haji Jalaluddin dari· Bukittinggi (yang namanya ketika itu terkenal di Sulawesi), dan menerimajawaban berupa sehuah ijazah sebagai khalifah dan gelar doktor. Walaupun ia cukup kritis terhadap Jalaluddin dalam pembicaraannya, ijazah dan gelar tadi tetap terus dipakainya. Mustafa Zahri memang berbeda dengan banyak peminat tarekat lain dalam hal bagaimana sebenarnya ia mulai mengajarkan tarekat 8. Pemhicaraan pribadi dengan Ahmad Rahman dari Balai Pengkajian Literatur Ujung Pandang, seorang lulusan As'adiyah yang juga kcnal bail< dengan Amho DDI. 9. Diwawancarai di Ujung Pandang, 7-9-1987. di dan 210 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Naqsyabandiyah, tetapi pasti banyak orang seangkatannya yang, seperti dia, sempat berkenalan, mempelajari, (ataupun mendalami unsur-unsur tarekat Naqsyabandiyah. Informan lain yang banyak mengetahui 10 mengakui bahwa banyak u]ama dalam tahun-tahun sebelum kemerdekaan, terutama mereka yang berasal dari Minangkabau, mengajarkan wirid dan zikir Naqsyabandiyah sebagai bagian dari ibadah sehari-hari, seringkali tanpa membaiat murid-murid mereka secara resmi. Banyak ulama sepuh masih punya hubungan Naqsyabandiyah secara samar-samar. Pengaruh Naqsyabandiyah yang menyebar ini paling kuat di antara orang Mandar, tetapi juga terdapat di antara orang Bugis dan Makasar. Sebagai guru Naqsyabandiyah yang sesungguhnya, pada masa permulaan di Majene, ia sebutkan Imam Lapio (Muhammad Thahir) yang kharismatik. Ulama ini masih tersohor sekali di daerah Majene; jejak tapak kaki di masjid pusat Majene, persis di depan mimbar, konon adaIah jejak sang imam. Di Sulawesi Selatan, terdapat paling tidak dua kelompok, atau lebih tepat jaringan Naqsyabandiyah, yang mempertahankan tarekat dalam bentuknya yang lebih mumi. Kelompok-kelompok ini muncul belum lam11- berselang, dan ada kaitannya de~gan dua orang mursyid Naqsyabandiyah Indonesia yang paling banyak mengarang kitab, Haji Jalaluddin dari Bukittinggi dan Muhsin Aly Alhinduan dari Sumenep (tentang mereka lihat Bab X dan XIlI). Seorang khalifah darija1a1uddin memperkenalkan (kembali) tarekat di Kecamatan Majene (di barat laut Sulawesi Selatan yang berpenduduk suku Mandar) pada tahun 1961, dan Muhsin Aly mempunyai sekelompok murid di Ujung Pandang sejak penghujung tahun 1960-an. Pada tahun 1973, Kantor Wilayah Departemen Agamamelakukan inventarisasi tarekat dan jumlah pengikutnya di Sulawesi Selatan (setelah im tidak ada penghitungan yang lebih mutakhir). Walaupun ketepatan dan kecermatan statistik ini dapat diragukan, setidak-tidaknya ia memberikan kesan secara kasar mengenai jumlah pengikut berbagai tarekat di provinsi tersebut: TABEL 4. JUMLAH PENGIKUT DAN JNVENTARJSASI TAllEKAT NAQSYABANDIYAH DI StJLAWESI SELATAN Khalwatiyah-Samman Khalwatiyah-Yusuf Qad.iriyah Syadziliyah Naqsyabandivah 117 .435 25.100 3.150 1.000 3.941 (lebih dari 70.000 di Maros} (di Maros dan Pangkap) (terutamadi Polmas) (di Pangkap) (2.121 dari jumlah itu di Majene) l 0. Drs. Abu Hamid, yang 11.yahnya sendiri 11.dalah scorang Naqsyabandi yang telah belajar tarekat di Makkah dan belakangan mengabdi sebagai guru apma di pdbagai tempat di Sulawesi Selatan. Bab XV. Turek.at Naqsyabandiyak di Sulawesi Selatan 211 Dibandingkan dengan dua ragam Khalwatiyah, temyata tarekat Naqsyabandiyah hanya memainkan peran yang kecil saja; tetapi, tarekat Naqsyabandiyah memang sangat terlokalisasi, dan di satu-dua tempat, terutama di Kecamatan Malene (yang dihuni oleh orang Mandar), pengaruhnya cukup penting. 1 Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah-nya HajiJa1a1uddin Seorang khalifah dari Haji Ja1a1uddin, Haji Abdurrahman Qadir, tiba di Kecamatan Majene pada tahun 1961 dan mulai menyiarkan kembali tarekat Naqsyabandiyah di sana. 12 Barangkali karena nama Naqsyabandiyah itu sendiri sudah membawa kesan positif, usahanya membaiat pengikut cukup berhasil. Dalam waktu singkat, ia mengangkat sembilan khalifah setempat (orang Mandar ): • • • • • • • • Syaikh Haji Ma'shum Muhsin Ali Muhammad Yunus Hasan Muhammad Sanusi Najmuddin Muhammad Yahya Muhammad Hayad di Tanjung Batu Saleppa Sendana Banggae Polewali Tinambung Wonomulyo Renggean Dalam risalah terakhir oleh Hajija1a1uddin yang saya peroleh, bertahun 1975, Muhsin Ali dari Saleppa di atas disebutkan sebagai anggota pengurus PPTI, dan kepala perwakilan .J alaluddin di Sulawesi Selatan. 13 Dewasa ini, syaikh Naqsyabandiyah yang paling banyak muridnya di provinsi tersebut adalah seorang bernama Abdurrazaq di Kabupaten Polewali-Mamasa (Polmas), seorang khalifah dari Muhammad Sanusi yang telah disebutkan di atas. 14 Rupa-rupanya Haji Jalaluddin pun mengangkat beberapa khalifah lagi di wilayah lain di Sulawe.si Selatan; Mustafa Zahri yang telah disebut terdahulu, yang menerima ijazah tanpa kontak pribadi dengannya, adalah sebuah kasus, dan pastilah ada beberapa lainnya. Terdapat sekelompok pengikut di Ujung Pandang, misalnya, sebelum Mustafa Zahri mendirikan kelompoknya sendiri; seorang informan mengemuka11. Mustafa Zahri membcrikan perkiraan yang jauh lebih tingi mengenai jumlah pengikut Naqsyabandiyah. la mengklaim ada sckitar 60.000 orang sekitar tahun 197!1, sementa:ra jumlahnya sckarang menyusut hingp !I0.000. Menlll'Utnya, jumlah terbanyak berada di Kabupaten Polewali·Mamasa (Polmas). Ilhat di bawah. 12. Al·Mandari 1982, hal. 68·9, berdaaarkan wawancara dengan scorang sya.ikh Naqsyabandi· yah sctempat, Yusuf Amrullah. Sumber ini tetap tidak membcrikan kejelasan mengenai asal-usul khalifah ini, tetapi tampaknya ia berasal dari Sumatera dikirlm khusus oleh Haji • Jalaluddin. U. Dr. Syekh H. Jalaluddin, Buku Penut:up Umur, jilid 9 (karyanya yang ke-1!19, menurut · halamanjudul). T.tp. [Medan), t.th. [1975]. 14. Mustafa Zahri, wawancan., Ujung Pandang 7-9·1987. 212 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia kan bahwa kelompok itu telah berdiri sejak tahun 195 7 atau malah lebih awal lagi, oleh seorang khalifah dari Jalaluddin yang berasal dari Sumatera. Saya menemukan beberapa publikasi Jalaluddin pada orangorang yang sudah sepuh di Gowa. Mustafa Zahri sendiri memimpin sebuah kelompok Naqsyabandiyah yang sangat kecil, tanpa masjid atau rumah suluk sendiri. Menurut pengakuannya sendiri, ia sangat jarang menyelenggarakan suluk, dan kalaupun diselenggarakan tak lebih dari tiga hari. Karena kekurangan tempat, ia memberikan pelajaran per· seorangan kepada murid-muridnya dan meminta mereka untuk bersuluk di rumah mereka masing-masing. Lebih daripada seorang guru, ia adalah seorang organisator: sudah sejak lama ia duduk dalam kepengurusan PPTl-nya Haji Jalaluddin cabang Sulawesi Selatan. 15 Setelah Haji Jala· luddin wafat pada tahun 1976, pengaruh jaringan khalifahnya, dan jumlah pengikutnya menurun dengan cepat (hingga sekitar 50% menurut seorang informan 16 ). Sebenarnya kemerosotan ini telah mulai sebelum ia wafat; beberapa pengikut kecewa dengan kekurangseriusan dan oportunisme politiknya yang mereka saksikan sendiri, atau karena percaya bahwa ajaran-ajarannya tidaklah mewakili tarekat Naqsyabandiyah yang sebenamya. Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah-nya Muhsin Aly Alhinduan Salah seorang dari para pengikut yang kecewa tadi, yang telah mendengar tentang Muhsin Aly Alhinduan dan tarekat Naqsyabandiyah Muz·hariyah dengan tradisinya yang sedikit berbeda (lihat Bab IV dan XIIl), pergi mengunjungi sang guru di Sumenep, pada tahun 1966. Beberapa yang lain kemudian mengikutinya dan mengangkat sumpah setia (baiat) kepada Muhsin Aly. Dari tahun 1970 hingga wafatnya pada tahun 1980, syaikh tersebut mengadakan kunjungan setiap tahunnya ke Ujung Pandang, dan kelompok pengikut pun pelan-pelan bertambah banyak. Di samping Ujung Pandang, cabang-cabang pun berdiri di Bone, Barru dan Soppeng. 17 Kelompok yang saya temui di Ujung Pandang terdiri atas 50 sampai 100 orang; mereka mengaku bahwa di seantero provinsi terdapat ribuan pengikut (klaim yang tampaknya tidak masuk akal). Suatu kepengurusan resmi dibentuk, dan Muhsin Aly mengangkat sejumlah orang sebagai kepala hojakan, "pemimpin ritual Khwajagan" 15. Idem. Sctelah wafatnya Haji Jalaluddin, PPTI mengalami beberapa pcrpecahan. Hanya saui organisasi basil pcrpecahan itu {semuanya disebut PPTI) yang menerima pengakuan resmi. Mustafa Zahri memimpin cahang Sulawesi Selatan, yang kebetulan merupakan cabang terbesar. Di samping tarekat Naqsyahandiyah-Khalidiyah, di sini PPTI mengklaim mewakili tarekat Khalwatiyah-Samman, tarekat Qadiriyah wa Naqsyahandiyah dan tarekat Muhammadiyah. 16. Idem, bdk. catatar. kaki 11 di atas. l 7. Kiai Lathifi Baidowi, yang mengambil alih sebagian besar pengikut Muhsin Aly di Sulawesi Selatan setelah Muhlin Aly wafat, mengaku mempunyai murid di enam kabupaten di sana: Ujung Pandang, Maros, Barru, l'angkep, Sinjai dan Bone (wawancara, Gondanglegi, 28-2-1989). Bab XV. Tarekat Naqsyabandiyah di Sulawesi Selatan 213 (sama dengan badal). Baik di sini maupun di tempat lain ia tidak mengangkat seorang khalifah, sehingga tidak seorang pun yang menggantikannya ketika ia wafat. Mula-mula para pengikutnya terus melakukan rabithah dengan arwah Muhsin Aly, sebagaimana telah diperintahkannya, tetapi banyak dari mereka yang makin lama makin merasakan su1it untuk menjalin hubungan spiritual. Di antara para pengikut yang setia, terdapat kepercayaan bahwa sang syaikh pada suatu waktu akan menunjuk penggantinya lewat pemunculannya dalam mimpi yang sama pada sekurang-kurangnya tiga orang murid; putranya Amin, yang saya jumpai di sini, tampaknya sedang bersiap untuk peran ini. Tetapi mereka hanyalah merupakan suatu kelompok kecil saja, yang tanpa melenceng sedikit pun senantiasa setia kepada sang mursyid almarhum. Pemimpin mereka adalah Muhammad Noor (mantan anggota Muhammadiyah yang aktifl). Kebanyakan pengikut lain tidak begitu sabar; sebagian kelompok itu (yang sebetulnya merupakan mayoritas) sementara itu mengafiliasikan diri dengan mursyid baru, Kiai Lathifi dari Gondanglegi yang asli Madura (lihat Bab XID). Kebanyakan anggota cabang Naqsyabandiyah ini, sejauh yang dapat saya amati, tampaknya berasal dari kalangan yang amat sederhana dan sama sekali tidak pemah mengikuti pendidikan agama secara mendalam. Tetapi, diperkirakan beberapa ulama juga turut bergabung, dan pastilah setidak-tidaknya terdapat satu-dua anggota yang sa.ngat mampu, sebab kelompok tersebut memiliki masjid sendiri yang mewah penampilannya dan Kiai Lathifi datang secara teratur dengan pesawat udara. Para pengikut Muz-hariyah ini dalam pembicaraannya sering memandang remeh orang-orang Khalidiyah setempat, yang oleh mereka dituduh telah menyimpang dari garis Naqsyabandiyah yang sebenarnya. Untuk sebagian mereka mengklaim, ini disebabkan tiadanya guru berijazah di antara para penganut Naqsyabandiyah-Khalidiyah, tetapi untuk sebagian penyimpangan-penyimpangan ini pun sudah inheren dalam ajaran-ajaran Jalaluddin. Dua perbedaan yang mereka anggap paling tajam adalah ajaran Khalidiyah bahwa semua murid baru sekaligus diajarkan dza'kir latha 'if {Muhsin Aly mengajarkan zikir tersebut satu per satu dan hanya kepada murid-murid yang sudah lanjut tingkatannya), dan adaptasi mereka dalam hal ritual pembaiatan. Dalam ritual itu, sang murid dimandikan seperti mayat dan ditidurkan dengan dibungkus kain kafan, dan dalam keadaan seperti itulah diharapkan ia akan mengalami impian yang bersifat simbolik. 18 Memang benar bahwa 18. Ritual pembaiatan ini (terdiri atas istighfar, ghusl al·t.aubah, naum al-istikharah, dan mubaya'ah) dipaparkan dalam Al-Mandari 1982, haL 78-5. Itu sama dengan pemaparan dalam Djamil 1976 dan yang dijelaskan dalam karya Jalaluddin sendiri: Rahasia Mutiam. 214 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia pembaiatan masuk Muz-hariyah Madura jauh lebih sederhana bentuknya, tetapi Muhsin Alhinduan sendiri rupanya tidak menganggap hal itu sebagai perbedaan yang mendasar. Menurut pengakuan putranya, Amin, tentunya ia sudah mengalami sendiri seluruh tata cara itu, karena ia pemah melakukan suluk di bawah bimbingan Haji Jalaluddin, dan men· dapat penghargaan dari Haji Jalaluddin berupa gelar "Prof. Dr.". Perbedaan dalam hal pembaiatan ini terlalu ditekankan oleh para pengikut Muhsin Aly yang mestlnya disebabkan oleh dua ke<!enderungan. Per· tama, kecenderungan sektarian pada para pengikut Muhsin Aly dalam tahun-tahun terakhir hayatnya. Dan yang ltedua, kecenderungan umum dari murid-murid yang kelewat fanatik yang mencari-cari keburukan guru-guru di luar lingkungan mereka ketimbang memperbaiki kekuranr· an dalam lingkungan mereka sendiri.• BAB XVI SISA·SISA NAQSYABANDIYAH DI LOMBOK Pemberontakan Anti·Bali Pada tahun 1891, orang Muslim dari suku Sasak di Lombok mem · berontak terhadap pemerintahan raja Bali di pulau mereka (Anak Agung Ngurah Ketut Karangasem). Ini bukanlah pemberontakan yang pertama, tetapi memang yang paling dahsyat. Berbeda dengan yang sebelumnya, pemberontakan kali ini tidak dapat dipadamkan. Pemberontakan telah menyebabkan berakhirnya satu setengah abad kekuasaan Bali di Pulau Lombok, dan mengundang campur tangan Belanda pada tahun 1894 serta menyeret pulau itu ke masa penjajahan berikutnya. 1 Pemimpin utama pemberontakan itu adalah seorang tokoh masyarakat Sasak yang saleh dan terkenal sebagai Guru Bangkol (juga dipanggil Mamik Ismail) dari Praya (Lombok Tengah). Sumber-sumber Belanda sezaman menyebutnya sebagai murid dari "Haji Mohammad [\li, seorang guru Naqsyabandiyah yang terkemuka" di Sakra (Lombok Timur). Syekh Abdat, seorang pedagang Arab di Ampenan, yang berlaku sebagai mata-mata Belanda, menuduh bahwa yang sebenamya mencetuskan pemberontakan adalah Haji Ali. Kabamya semua pemimpin pemberontakan tersebut adalah anggota Naqsyabandiyah. 2 Haji Mohammad Ali tewas dalam sebuah pertempuran melawan pasukan Bali pada awal pemberontakan itu (1891). tetapi Guru Bangkol bertahan di Praya sampai setelah kedatangan pasukan Belanda pada tahun 1894. Kontrolir Belanda Engelenberg, yang menulis laporan panjang mengenai situasi ketika itu, berpendapat bahwa Guru Bangkol berusaha mendirikan sebuah negara Islam di sana dan bermaksud tetap merdeka baik dari cengkeraman kekuasaan Belanda maupun dari orang Bali. 3 • Engelenberg sebelumnya pemah bertugas di Banten pada tahun 1888, ketika pemberontakan besar meletus di sana, dan oleh karena itu l. Pemberontakan dan perkembangan politik yang menyertainya dibahas dalam van dcr K.raan 1980 dan van Goor 1982, Bab IL Ekspedisi. militer Belanda ke Lombok merupakan pokok bahasan Neeb&: Asbeek Brusse 1897. 2. Van Goor 1982, hal. 79, yang mengutip surat Syekh Abdat dalam Koloniaal Verbaal (KV) 4-4-1892 (Algemcen Rijksardtief, Den Haag) dan laporan-laporan yang bclakangan oleh Kontrolir Engelenbetg. Bdk. Neeb&: Asbeek Brum: 1897, hal. 226-9;van der K.raan 1980, hal.17, 231. 3. Laporan·laporan mingguan dari bulan-bulan terakhir 1894: oleh Kontrolir Rijbarehief Engelenberg terlampir dalam KV 28·11-1896, Vl9, hal. 26·8. 2l5 216 Tarekat Naqs:yabandiyah di Indonesia ia sangat peka terhadap potensi politik dari tarekat. Ia menghubunghubungkan tarekat dengan kefanatikan orang beragama yang tidak terpelajar dan dengan kebencian terhadap orang kafir, dan melihat pengaruhnya kepada massa rakyat sebagai suatu ancaman bagi setiap negara yang bukan Islam. Pemerintahan orang-orang Bali, menurut pemahamannya, telah memperkuat kesadaran keislaman orang-orang Sasak, dan telah menjadikan Lombok sebagai lahan yang subur bagi syiar agama: Di tanah ini, Haji Mohammad Ali menebarkan benih tarekat· nya. Sebagaimana di Banten ketika dan setelah kedatangan Kiai Abdul Karim, bangkitlah suatu gerakan umum, ditimbulkan oleh seruan demi keimanan dan kesucian ( ••.) Orang-orang berdatangan {kepada Mohammad Ali] di Sakra minta dibaiat masuk tarekatnya. Kaum bangsawan dan juga rakyat jelata menganggap suatu keberuntungan apabila diperbolehkan bergabung dalam barisan para murid, yang melakukan ziarah ke tempat kediaman sang guru suci {..•) [Tok.oh yang menjadi murid guru besar itu termasuk para bangsawan terpenting di Lombok Timur: 1 • Raden Sribanom dari Karang (pendahulu Astraji); Jero Togog (Mustiaji); • • Jero Ginawang; • semua bangsawan Masbagik, dengan Raden Melaya sebagai pemimpin mereka; • tidak sedikit orang-orang di Kopang dan Batu Kliang dan dari Pringgabaya di utara (•..) Banyak dari para pengikut tidak mampu mempertahankan mutiara yang telah disimpan sang guru dalam hati mereka. Mereka menjadi gila, dan mengklaim telah mampu melihat Tuhan dan berbicara dengan·Nya. Mereka pergi kesana-kemari, tergila-gila dengan kebahagiaan yang diperolehnya lewat ilmu yang meng· angkat manusia naik ke hadapan Allah. (... ) Bahkan Gusti Komang Pengsong, yang adalah gusti di ke· camatan tempat tinggal Haji Mohammad Ali, tidak dapat meng· hindar dari pesona sang guru. la sendiri dibaiat untuk belajar ilmu kekebalan, suatu seni yang tidak asing lagi dalan1 tasawuf. Sebagai tanda terima kasihnya, ia memberikan sawah kepada Haji Mohatn· mad Ali. Haji Ali inilah yang memberikan pertanda meletusnya pemberontakan rakyat. (...) Agama itulah yang, di bawah pesona mistis, berfungsi sebagai tuas yang membuat massa yang tidak puas 4 bangkit melawan kekuasaan yang memerintah mereka. Ketika Haji Mohammad Ali tewas, pemberontakan itu kehilangan 4:. Laporan minggu 28·10 sampai 4-11-1894 (KV 28·11-1896, Vl9). haL 26-8. Bab XVL Tarekat Naqsyabandiyah di Lombok 217 pemimpinnya yang paling kharismatik. Tempat beliau diambil alih oleh dua orang muridnya, Haji Durahman (Abdurrahman) dari Kopang dan Haji Usen (Husain) dari Sumbek, tetapi rupanya mereka kurang me· miliki kharisma sebagaimana guru mereka, dan tampaknya hanya mempunyai pengaruh lokal. Engelenberg mengamati bahwa Haji Mohammad Ali bukanlah satusatunya guru di Lombok. Ada segelintir guru lain yang tergolong ke dalam berbagai tarekat: Guru Taseh di Ampenan (Sukaraja) mempunyai murid-murid • yang datang dari tempat·tempat lain, terjauh dari Masbaya; • Haji Abdurrabman di Klayu yang baru saja kembali dari Makkah, seraya membawa pengetahuan mengenai sebuah tarekat baru; • Haji Mohammad, putra Haji Soleman, sebelumnya di Motongtangge, kini menetap di Kuang; • Haji Mohammad Shiddiq, sebelumnya di Karanganyer, sekarang di Praya, mengamalkan tarekat Qadiriyah; • Di Sumbek [di samping Haji Usen yang telah disebut] ada juga Haji Abdulghafur (dipanggil juga Haji Wajah ); • Guru terbesar di Klayu adalah Haji Usman; di samping beliau ada Haji Durasid [ Abdurrasyid 1 dan Haji Dullab [Abdullah l [pun tentu saja Haji Abdurrahman yang telah disebut di atas] 5 • Tidak seorang pun dari beliau-beliau ini mampu mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh wafattiya Haji Mohammad Ali. Namun ada seorang guru lain yang memang berhasil mengambil alih kedudukannya, yaitu Guru Bangkol ("guru yang mandul", demikian ia dipanggil karena tidak mempunyai anak, keadaan yang menyakitkan dan memalukan bagi seorang Sasak). Walaupun tidak memiliki kharisma sehebat Haji Ali, dan walaupun dianggap kurang berilmu dibandingkan guru.guru tarekat setempat yang lain, Guru Bangkol cukup berwibawa, karena sikapnya yang tidak kenal kompromi dalam pemberontakan dan juga karena hidupnya yang saleh, sepenuhnya dibaktikan untuk amalanamalan kesufian. Dialah yang menjadi pemimpin utama orang Sasak setelah wafatnya Haji Ali, dan hal itu tidak berubah beberapa tahun kemudian. Inilah boleh jadi yang menjadi alasan mengapa beberapa sumber Belanda secara keliru menyebutnya murid dari Haji Ali. Peranan tarekat, dalam pemberontakan Sasak ini sangat menonjol. Kepatuhan kepada seorang syaikh tarekat menyebabkan para bangsawan dapat mengatasi persaingan kecil-kecilan yang biasa terjadi di antara mereka; tarekat menyediakan jaringan organisasi yang memungkinkan adanya koordinasi dalam pemberontakan. Tetapi, di pihak 5. [bid. Nama·nama yang sama diberikan dalam Neeb & Asbeek Brusse 1897, ha.I. 227. 218 Tarelt.at Naqsyabandiyoh di Indonesia lain, perkembangan tarekat pun sebagian besar adalah berkat pemberontakan ini. Di antara orang yang masuk tarekat ada yang ikut karena solidaritas agama, dan ada juga yang ingin belajar amalanny.a untuk beroleh kesaktian. Kedua motivasi ini merupakan tanggapan langsung terhadap situasi politik. Telah diperkirakan bahwa peran tarekat Naqsyabandiyah yang menonjol tiba-tiba itu berlangsung tidak lebih lama dari pemberontakan. Seperti ditulis oleh seorang sejarahwan, "Setelah pemerintahan Belanda berdiri dan tatanan baru itu diterima oleh aristokrasi Sasak, aliran keagamaan ini (maksudnya tarekat Naqsyabandiyah] rnenghilang secepat pemunculannya" (Van der Kraan 1982, hal. 231, catatan kaki 8). Namun sebagaimana yang saya temukan selama kunjungan singkat saya pada tahun 1988, pemyataan tadi tidak betul. Di berbagai bagian pulau tersebut masih ada guru-guru Naqsyabandiyah dan juga guru-guru Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Beberapa orang di antara mereka adalah keturunan spiritual dari guru-guru tarekat yang aktif dalam pemberontakan tabun 1891, sedangkan yang lainnya berhubungan dengan kedatangan guru tarekat gelombang yang lebih belakangan ke Lombok. Mereka tidak mempunyai massa pengikut sebagai yang dapat dikerahkan oleh para pendahulu mereka seabad yang larnpau, tetapi beberapa dari mereka masih cukup berpengaruh dan sebanding dengan rekan-rekan mereka di tempat-tempat lain di Indonesia. Guru Bipigkol dan Tarekatnya Guru Bangkol atau Mamik Ismail; pemimpin Lombok Tengah yang kharismatik, berasal dari salah satu keluarga bangsawan di Praya. Sebagaimana ditunjukkan oleh julukannya (banglwl = mandul), ia memang tidak beranak seorang pun6 dan, oleh karena itu, ia tidak mempunyai keturunan lan,gsung, tetapi seorang ulama terkernuka·di Lombok Tengah, Tuan Guru Haji Muhammad Faishal, adalah kerabat dekatnya. Menurut keterangan Tuan Guru Muhammad Faishal, tarekat yang diajarkan Guru Bangkol adalah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, tarekat yang sama yang juga didapati terlibat dalam pemberontakanpem~rontakan lainnya pada masa yang sama (Ban ten dan Sidoarjo ). Dia bukanlah murid dari Haji Mohammad Ali (yang sebenamya ternyata telah mengikuti tarekat lain), sebagaimana disebut sumber Belanda, tetapi mempelajari tarekat dari saudaranya, Haji Abdurrahman, dan sepupunya, Haji Thayib, yang telah tinggal beberapa lama di Makkah. Walaupun Guru Bangkol tidak sempat menunaikan.ibadah haji, ternyata kharismanya jauh lebih kuat daripada karib-kerabatnya yang lebih berpengalaman. Berkat dialah, bukan kerabatnya, bahwa 6. Mcskipun demlkian, la jup diberi nama dalam bentuk yang umum bagi kalangan bangsa· wan, Mamik Ismail, yang menuilJukkan bahwa ia mempunyai seorang putra be:rnama Ismail; te:myata putranya ini bukanlah putra dalatn arti blologis. Bab XVL Torekat Naqsyabondiyoh di Lombok 219 tidak sedikit orang Sasak mulai mengamalkan zikir dan wirid Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Ia tidak pemah mengangkat seorang khalifah (sebenarnya, tidakjelas apakab ia sendiri pernah menerima ijazah untuk mengajar), dan tidak pula diketahui apakah saudaranya Haji Abdurrahman mengangkat seseorang. Namun, tarekat senantiasa punya pengaruh tertentu di daerah itu; angkatan-angkatan berikutnya tampaknya juga telah mencari pernbaiatan masuk tarekat di Makkah. 7 Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Lombok Haji Abdurrahman dan Haji Thayih dari Praya bukanlah orang yang pertama sekali membawa tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ke Lombok. Menurut salab seorang guru tarekat yang sekarang, Tuan Guru Mustafa Faishal dari Ampenan, yang pantas menyandang kehormatan itu, adalah dua orang khalifah yang diangkat untuk pulau itu oleh Abdulkarim Banten: yang seorang adalah kakeknya sendiri, H. Muhammad Amin (dari Pejeruk, Ampenan), yang lain Mohammad Shiddiq (dari Karangkelok, Mataram ). 11 ~betulnya, kita masih menernukan referensi lain mengenai seorang khalifah dari bagian Nusantara ini. Snouck Hurgronje menyebutkan dalam Adviezen-nya (jilid ID, hal. 1863-4) bahwa selembar ijazah telah diberikan di Makkah, boleh jadi sekitar tahun 1895 oleh sese· orang bernama Haji Muhammad Isma'il bin H. Abdurrahim "dari Bali Ampenan (= Lombok)", seorang khalifah dari Ahmad Khatib Sambas sendiri. Tetapi Tuan Guru Mustafa Faishal menjelaskan bahwa H. Muhammad Isma'il tersebut adalah seorang Muslim Bali, bukan seorang Sasak (nama "Ampenan" dipakai secara umum untuk menunjuk kepada 1 Bali dan Lombok dalam bahasa Arab pada masa itu). Muhammad bin Isma'il ini sesungguhnya adalah jum tulis Ahmad Khatib Sambas, yang menuliskan ajaran-ajaran tuan gurunya dalam risalah Fath Al-'Arifin. Dia tidak pernah mernpunyai pengaruh di Lombok. Tuan Guru Haji (TGH) Mohammad Shiddiq, menurut infonnan Engelenberg, pemah tinggal di Karanganyar, Mataram dan kemudia.n di Praya, Lombok Tengah. Masyarakat Lombok sekarang menyebutnya Tuan Gum Shiddiq Kara.ngkelok karena makamnya terletak di kampung Karangkelok, di tengah kota Mataram. 9 Makam ini masih banyak diziarahi orang, terutama pada hari Jumat dan hari-hari besar Islam. Sebuah tasbih panjang milik TGH. Shiddiq masih dipelihara oleh warga kampung Karangkelok dan diletakkan di masjid setempat, tetapi 7. Wawancara dengan Tuan Guru Muhammad Faishal, Praya ll-4·1988. 8. Wawanc::ara dengan Tuan Gum Mustafa Falshal dan putnnya Abdul Hamid, Peantren "Al·Amin", Ampenan. 14-4·1988. 9. Karanganyar, yang disebut Engclenberg, adalah kampung be:rdampingan dengan Karang· kelok, tempat tingpl TGH. Shiddiq yang sebenarnya. Menurut sumber setempat, la tidak pernah tinggal di Praya; khalifalmya di Praya adalah TGH. Ma'mun (kcterangan dari Sdr. Akhmad ZN di Praya, dalam surat bertanggal 12-3-1998). Bab XVI. Tarekat Naqsyabandiyah di Lombok 221 220 Tarekat Naqsyabandiyali di Indonesia informasi lain mengenainya sulit diperoleh. Tuan Guru Shiddiq punya seorang khalifah yang masih sangat termasyhur di Lombok Tengah, yaitu TGH. Ma'mun. Pada zaman Perang Praya (pemberontakan rakyat melawan Bali), Ma'mun ini masih muda sekali tetapi ia ikut serta secara aktif dan oleh masyarakat dianggap sebagai pahlawan. Beberapa generasi orang Lombok Tengah sempat belajar kepadanya; akhirnya ia wafat pada tahun 1947, dalam usia 80-an. Beda dengan Guru Bangkol yang menak (bangsawan ), Tuan Guru Ma'mun berasal dari kalangan rakyat kebanyakan. Masing-masing guru terutama berpengaruh dan mempunyai murid di lapisan masyarakatnya sendiri. Khalifah dan pengganti Tuan Guru Ma'mun adalah putranya, Muhsin (putra keempat dari lima bersaudara). TGH. Muhsin Ma'mun ini pun baru wafat (1992) dan digantikan putranya, M. Izzi. Tampaknya guru tarekat yang pada saat ini paling punya pengaruh di daerah Praya adalah adiknya Muhsin, TGH. Najmuddin Ma'mun, putra bungsu Tuan Guru Ma'mun. Ia sempat menerima empat ijazah untuk mengajar tarekat. ljazah pertama diperolehnya dari ayahnya sendiri, yang kedua dari Syaikh Idris Banten, seorang mursyid tarekat Qadiriyah wa Na3; 1 syabandiyah yang menetap di Makkah menjelang Perang Dunia II. Ijazah ketiga dan keempat dari Makkah juga, ketika ia belajar di Madrasah Darul 'Ulum di sana, yaitu dari Syaikh Yasin bin 'Isa AlPadani (mudir Darul 'Ulum) dan Syaikh Hasan Al-Masyath Al-Yamani (guru terkenal di Masjidil Haram). 11 Adapun Tuan Guru Muhammad Amin, khalifah Syaikh Abdul Karim Banten yang kedua di pulau Lombok, ia adalah putra seseorang yang disebut Sultan Shaleh dari Bone (meskipun bukan keturunan Bugis tetapi Sumatera). Dialah yang menyebarkan Islam di Kecamatan jerewa, Sumbawa Barat dan kemudian sempat mengobati raja Bali waktu itu berkuasa di Lombok. Sebagai imbalannya, ia dihadiahi sell11aatnll tanah, yang di atasnya pesantren yang ada sekarang didirikan. Raja walaupun berkasta Brahmana, bersikap cukup baik terhadap Islam, berkat pengaruh istri kesayangannya, seorang Sasak. Seorang Belanda yang berkunjung pada tahun 1874 malahan pemah mendengar bahwa sang raja telah membangun sebuah pondok di Makkah untuk para kawulanya yang beragama Islam yang tengah menunaikan ibadah haji. 12 Muhammad Amin bermukim beberapa tahun di Makkah, di 10. Saya tidak pcmah mendengar nama Syaikh Idris ini dari sumber lain. la adalah putra Syaikh Syam'un Banten, seorang khalifah Syaikh Abdul Karim, dan pada pertengahan abad ke-20 dikenal di kakmgan pemukim di Makkah sebagai se<nng guru qira'ah sab'ah serta guru tare kat. l l. Untuk informali mengenai TGH. Mohammad Shiddiq, TGH. Ma'mun, dan putta-putranya, saya berterima kasih kepada Sdr. Abdul Mu'ith di Mataram (surat bertanggal 20-1-1993 d.an 6 Ramadhan 1993) dan Sdr. Akhmad ZN di Praya {swat, 12·3-1993). 12. Van llijckevonel 1878, baL 126. Pcmprang tmmgUnjungi Lombok pada tahun 1874, berw:na dmpn van der Tuuk, dan berbicara dengan pen.duduk Arab di Ampenan yang sangat menghormad sang raja. mana ia berguru kepada Abdul Karim Banten. Setelah pulang ke Lombok, ia memberikan sumbangan yang tiada kecil bagi percepatan tarekat dengan mengangkat delapan khalifah untuk herbagai daerah di pulau tersebut. Dari tiga putranya, hanya yang tertua, Haji Abdul Hamid Al-Makki (dipanggil demikian karena ia memang lahir di Makkah) yang menggantikannya sebagai guru tarekat. Tuan Guru Mustafa Faishal adalah putra Abdul Hamid dan yang menjadi penggantinya dewasa ini. Bila sudah tiba waktunya ia pun akan digantikan oleh putranya sendiri yangjuga hemamaAbdul Hamid. Tuan Guru Mustafa Faishal adaJah salah seorang dari guru-guru tarekat yang sudah mapan di Lombok. Ia memimpin sebuah pesantren yang berkembang dengan baik, dan mempunyai sekurang-kurangnya beberapa ratus pengikut tarekat yang aktif. Setelah mempelajari tarekat hanya dari ayahandanya, ia berusaha menemukan guru yang lebih unggul di Hijaz selagi ia pergi berhaji pada tahun 1967. Di Masjidil Haram ia berjumpa dengan Syaikh Hasan Al·Masyath Al·Yamani (ulama tradisional terkenal), yang menurut pengakuannya adalah seorang guru Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang terpandang. Ia tidak menerima ijazah lagi, tetapi setelah diberi tahu bahwa sang syaikh kenal nama kakeknya sebagai seorang khalifah yang tinggi ilmunya. ia pulang ke Lombok dengan keyakinan diri yang pulih (dan seterusnya menanamkan keyakinan diri kepada murid-muridnya dengan kisah pertemuan dengan sang syaikh tersebut). Seperti kebanya.kan syaikh-syaikh tarekat, Tuan Guru Mustafa Faishal mempunyai pandangan sinis mengenai kebanyakan rekannya; sedikit sekali yang luput dari cap sebagai guru penipu yang sama sekali tidak pantas menyandang gelar syaikh atau guru tarekat. Mengenai Guru Bangkol dan kerabatnya, ia berbaik hati untuk bersikap diam saja. Tentang guru-guru lainnya, ia berkomentar bahwa mereka tidak pemah mencapai tingkatan yang cukup layak untuk menerima ijazah. Tidak jauh dari pesantrennya Mustafa Faishal, ada guru lain dari tarekat yang sama, Tuan Guru Isma'il (dari Kranji, Ampenan). Yang disebut tera.khir ini telah ~empelajari tarekat dari ayahnya Mustafa Faishal, Abdul Hamid Al-Makki, dan dianggap oleh banya.k orang sebagai khalifah sang guru. Namun tidak oleh Mustafa Faishal, yang mengklaim bahwa saingannya itu hanya menyelesaikan sembilan latihan meditasi (muraqabah). sementara khalifah yang sesungguhnya haruslah menyelesaikan sekurang-kurangnya tujuh belas, atau lebih baik malah tiga puluh (kebetulan, Fath Al-'Arifin hanya menyebut 20 muraqabah). Oleh karena itu, ia mengklaim, Isma'il tidak pernah menerima ijazah dari Abdul Hamid Al-Makki; ia menerima ijazahnya dari Tuan Guru Afif dari Mesanggu, yang juga telah belajar kepada Abdul Hamid (dan tentang Afif ini Mustafa Faishal enggan mengatakan apakah ia menerima ijazah atau tidak). 13 13. Wawancara dengan Tuan Guru Mustafa Falshal, 14-4-1988. 222 Tanko.t Naqsyabandiyah di Indonesia Setelah para khalifah (dengan atau tanpa ijazah) dari masa Abdul Karim Banten, ada lagi gelombang kedatangan tarekat yang kedua kali· nya pada tahun 1960-an, ketika Musta'in Romly dariJombang (mengenai dia lihat Bab VI) mengangkat beberapa khalifah di pulau tersebut. Tentang yang seorang, Haji Abhar dari Pagutan, Tuan Guru Mustafa Faishal menyampaikan · sebuah cerita yang paling tidak merupakan ilustrasi mengenai persaingan ketat antara para khalifah yang saling berlomba. Abhar adalah putra seorang khalifah yang bonafid dari Muhammad Amin (kakeknya Mustafa Faishalf, yaitu Abdul Mu'in. Pada permulaannya ia menentang tarekat dan menganggap tarekat sebagai penyimpangan dari ajaran Islam yang benar. Tetapi, setelah ia melihat betapa sulitnya bagi seorang ulama untuk memperoleh pengaruh dalam masyarakat Sasak tanpa mempunyai reputasi menguasai ilmu-ilmu gaib, dan lagi karena ia seorang yang ambisius, maka ia berusaha mencari jalan pintas untuk mendapatkan kedudukan syaikh. la bersahabat baik dengan dua khalifahnya Musta'in Romly, Haji Khalil dari Merembu dan Husnu dari Bengkel. Ketika Haji Khalil wafat, ia meminta campur tangan Husnu dalam hubungannya dengan Kiai Musta'in. Husnu konon menyampaikan kepada mursyut-nya bahwa Abhar telah menerima segala bimbingan yang diperlukan dari K.H. Khalil, dan atas dasar itulah Kiai Musta'in konon menuliskan selembar ijazah untuk Abhar tanpa pernah bertemu muka dengannya. 14 Tarekat Haji Mohammad Ali dan Keturunannya Guru Bangkol, sebagaimana yang dikemukakan kerabatnya Muhammad Faishal kepada saya, tidak pemah belajar tarekat kepada Haji Mohammad Ali, sang penghasut pemberontakan yang sesungguhnya. Engelenberg berbicara mengenai "tarekat yang lain" yang berkembang di Lombok Tengah, yang menunjukkan bahwa bukanlah tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang telah disebarluaskan oleh Haji Mohammad Ali. Jadinya tarekat yang mana? Dalam mcnyclidiki jejak Haji Mohammad Ali, saya mengunjungi Sakra di Lombok Timur. Makamnya di sana mcrupakan suatu tempat ziarah. sederhana, dan riwayat perjuangannya serta kematiannya yang heroik diabadikan dalam Babad Sakra-Karang .Asem, sebuah syair kepahlawanan dalam bahasa Sasak. Bcberapa orang telah mcmbaca, menerjcmahkan, dan mcnjclaskan fragmen-fragmcn yang rclevan dari karya sastra itu kepada saya. 15 Bcrbcda dengan Guru Bangkol dan berbcda dengan murid-muridnya sendiri yang paling mcnonjol, Haji Mohammad Ali scndiri tidak ter14. Idem. Harulllah dicatat bahwa Tuan Guru Abaharl dan juga Tuan Guru Isma'il Ktanji umumnya dihonnati olch ma1yamkat, dan banyak orang apk skcptis tcrhadap kccaman scjcnis olch para saingan mercka. 15. Babad ini bclum lama bcr111lang ditcrbitkan olch Yayasan Kerta Raharja di Sakra, bcrupa stcnsilan dcngan catatan-catatan singkat olch Lalu Djclcnga. Bab X VL Tarekat Naqsyabandiyah di Lom bak 223 golong pada kalangan bangsawan. Di daerahnya ia dikcnal sebagai Haji Ali Batu; ujung nama itu, Batu, mcngacu kcpada kckuatan magis yang diperkirakan dimilikinya, yang mcrupakan sumber pcngaruhnya. Kata orang, jari tclunjuknya keras bagaikan batu, yang menunjukkan bahwa ia mcnguasai kckuatan magis yang }?crkaitan dengan ilmu bela diri. Ada ccrita-cerita mengenai pclayarannya kc Makkah yang penuh petualangan. Dalam pcrjalanan itu, ia tcrdampar di sebuah pulau yang keringkerontang dan ganas alamnya, dan dengan mengetukkan jarinya - scperti yang clilakukan Nabi Musa dcngan tongkatnya - ia tclah membuat air mcmancar kcluar dari batu karang. Barangkali kcahliannya dalam ilmu kcdigdayaan dan ilmu·ilmu gaib lainnya yang tclah mcnjadikannya guru yang begitu berpengaruh di kalangan bangsawan. Babad SakraKarang .Asem mcngabadikan kcsaktiannya yang lcgcndaris dcngan mengisahkan bagaimana Haji Ali, pada hari yang menentukan itu dalam tahun 1891, 16 dihantam olch ribuan peluru namun ia tidak terluka (yang mcmbuktikan kesaktiannya). Tctapi, hantaman pcluru-peluru tcrscbut, mcnycbabkan ia terjatuh dari kudanya, dan kcjatuhan itulah yang mcmbawa ajalnya. Nama-nama tokoh yang menjadi pengikut Haji Ali Batu, seperti yang tcrtulis dalam sumbcr-sumber Belanda, scbagian besar tidak keliru. Menurut para informan saya (dan mcnurut Babad juga), perlu ditambahkan pada deretan nama-nama tadi scbuah nama lagi: Mamik Nursasi, bangsawan utama Sakra. Adapun Raden Sribanom, wafat pada tahun 1892 dan dimakamkan di sisi makam Haji AU. Haji Ali Batu mcmpunyai tiga orang putra: Haji Ahmad, Mustafa, dan Haji Muhammad Rais. Mcnurut legcnda, Mustafa mcninggal pada saat ia mclihat jcnazah ayahnya dibawa pulang. Dua orang cucu Mustafa, Guru Pctimah dan Gum Isma'il, dianggap sebagai pewaris spiritual Haji Ali. Haji Ahmad juga dikenal sebagai Tuan Guru Bele. "Belc" artinya bcsar, dan julukan ini ada hubungannya dengan scbuah jari kakinya yang mcnurut orang ukurannya sangat besar (mungkin pula merupakan perlambang kekuatan magis tcrtentu). Haji Muhammad Rais mengikuti jcjak ayahnya sebagai guru tarckat. Apa pun tarckat yang mcndasari amalan dan ajaran Haji Ali Batu, sudah barang tentu amalannya pertama-tama ditujukan kcpada kesaktian dan kcdigdayaan. Kcturunannya, Guru Petimah dan Gum Isma'iJ, yang scmpat saya temui, 17 masih pun ya rcputasi yang sama karena mcnguasai kcahlian dalam ilmu-ilmu gaib, dan mercka memenuhi per· mintaan yang tidak scdikit akan jimat kckebalan (ht1d011g) bagi para pcmain perisian, bentuk seni bela diri setcmpat (yang menggunakan 16. Pada batu nlsan tertulis "15 Maulid 131 O" dan 1891 scbagai tahun wafatnya. Tanggal hijri· nya pasti keliru, 111bltb tanggal tcfll!but bcrtepatan dcngan tangal 7 Oktober 1892, scdang· kan pertcmpuran bcrlangmng pada tahun 189 l. 17. Banyak dari bahan yang dipergunakan dalam mcnu!iil l>a!lian ini didasarkan pada perc.akap· an dcngan Guru Petimah dan adiknya Guru lsma'il di Desa Mujur, 12•H 988. 224 Tare/cat Naqsyabandiyah di Indonesia tongkat dan perisai). Mula-mula mereka tetap menyembunyikan ilmuilmu mereka, tetapi akhimya mereka menceritakan bahwa ilmu tersebut adalah perpaduan dari ilmu Naqsyabandiyah dan Maghribi. "Maghribi" merupakan penyebutan umum untuk ilmu gaib pra·Islam yang didasarkan pada huruf-huruf dan kalimah-kalimah sud, wafak-wafak, dan sebagainya, seperti yang terdapat dalam kitab-kitab semacam Syams A.lMa 'arif-nya Al-Buni. 18 Ketika saya menanyakan infonnasi yang Iebih konkret mengenai afiliasi Naqsyabandiyah Haji Ali Batu serta silsilahnya, dan setelah saya desak terus, saya diperlihatkan sebuah kitab kecil bertulis tangan milik Muhammad Rais. Naskah itu bukanlah ijazah melainkan sebuah silsilah saja, yang menunjukkan dia dibaiat bukan oleh ayahnya tetapi oleh Syaikh Abdul Azim Madura. Masih belum jelas, tarekat Naqsyabandiyah corak mana yang diajarkan oleh Haji Ali Batu, tetapi silsilah tadi menunjukkan bahwa putranya, Muhammad Rais, tergolong ke dalam tarekat Naqsyabandiyah Muz-hariyah. Setelah Muhammad Rais wafat, tidak ada penggantinya yang mempunyai kemampuan mengajar tarekat serupa dia. Guru Petimah dan Guru Isma'il mengakui terus terang bahwa mereka tidak memiliki ijazah Naqsyabandiyah, walaupun mereka mengajarkan amalan-amalan yang didasarkan pada tarekat tersebut. Namun, mereka mengklaim bahwa walaupun garis transmisi tarekat itu terputus, kontak-kontak dengan penganut Naqsyabandiyah Madura berlanjut terus. Seorang bemama Umar Ahmad Asyaq dari Madura, yang mereka sebut sebagai "putra" Abdul Azim, beberapa kali datang mengunjungi Sakra. Mereka pun mengaku masih berhubungan terus dengan guru-guru Naqsyabandiyah di Sumbek, Lombok Tengah keturunan pengganti Haji Ali Batu, Haji Usen Sumbek. Tentang guruguru yang sama ini, Tuan Guru Muhammad Faishal menceritakan kepada saya bahwa dalam kenyataannya mereka memang menyebut diri mereka sendiri penganut Naqsyabandiyah, tetapi amalan-amalan mereka menyimpang agak jauh dari aslinya. 19 Kritikan serupa tldak diragukan lagi dilancarkan pula terhadap Guru Petimah dan Guru Isma'il.20 Di tangan mereka, dan barangkali juga dulu di tangan kakek buyut mereka, unsur-unsur Naqsyabandiyah telah berbaur sedemikian 18. Mengenai literatur ini dan pemabiannya di Indonesia, lihat artikel •ya "Kitab Kuning" (van Brulnessen 1990c). Jenis Dmu gaib ini, yang beraaal dari Babylonia dan Mesir, tetap populer di Afrilla Utara hingga masa hellenistls dan sesudahnya, dan secara umum dik.ait· kaitkan dengan wilayah ini. Untuk aebuah tinjauan skeptls da:ri masa kejayaan Islam, lihat Muqaddimah·nya Ibnu Khaldun. 19. Wawancara, 11 ·4-1988. 20. Ketika Sii.ya bertanya kepada Guru Petirnail apakah orang SaSll.k waAltu: telu (yakni para pengikut kepercayaan dan amalan-amalan lama yang aec:ara nominal adalah Muslim) mem· punyai lmu kCS11.ktian aendiri, ia menjawab babwa mereka tidak memlikinya, dan mereka malah datang kepada guru.guru walttu Zima (kaum ortodok, rupa-rupanya yang dimaksud adalah dirinya aendiri) untuk mendapatkan jimat. Bagi saya, inl kelihatannya menyiratkan bahwa amalannya/ilmu gaibnya ada hubungan tertentu dengan walttu telu, walaupun tentu saja kebanyakan orang yang datang kepadanya adalah walttu limo. Bab XVL Tarekat Naqsyabandiyah di Lombok 225 rupa sehingga sulit dipisahkan dari tradisi·tradisi yang bersifat magismistis yang berasal dari daerah itu sendiri ataupun yang berasal dari mancanegara ( "maghribi"). Proses pribumisasi yang tidak terhindarkan ini, yang terjadi di sebagian besar daerah di Nusantara, dapat terimbangi oleh kecenderungan pemumian akibat kontak-kontak dengan Makkah selama tarekat itu masih terwakili di sana. Namun, selama enam puluh tahun yang silam, kekuatan pengimbang ini tidak ada lagi. Dan ter· utama di daerah-daerah seperti Lombok, di mana kecenderungan pembaruan lemah, tarekat condong menjadi persemaian pemujaan mistismagis yang telah berurat·berakar di tempat tersebut.• Bab XVII. Pribumisasi Tarekat dan Variasi Lokal BAB XVIl PIUBUMISASI TABEKAT DAN VAIUASI LOK.AL Dalatn bab-bab terdahulu. tidak sedikit kita jumpai kasus yang menunjukbn betapa tarekat Naqsyabandiyab (atau tarekat Qadiriyab wa Naqsyabandiyab) secara bertahap mengambil unsur-unsur tradisi lokal atau setidak-tidaknya mengambil watak yang lebih khas Indone· sia. Kasus-kasus ini menyangkut penyesuaian ritual (terutama dalam baiat) dan penekanan pada kesaktian yang dapat dicapai melalui amalan tarekat. Dan pad.a beberapa kasus mungkin lebih tepat kalau kita her· bicara mengenai penyerapan unsur·unsur Naqsyabandiyah ke dalam tradisi lokal daripada sebaliknya. Kecenderungan yang demikian (penyimpangan-penyimpangan. dari sudut pandang keaslian Naqsya· bandiyab yang hipotetis) barangkali sudah ada sejak awal sekali. Tetapi, selama masih terus ad.a kontak dengan pusat-pusat Naqsyabandiyab di Makkab dan Mad.inab, kecenderu.ngan tenebut dikorebi oleh setiap angkatan tetbaru. yang kembali setelab bermukim di Hijaz. Selama itu, cabang-cabang Naqsyabandiyab Indonesia tetap lebih banyak berorien· tasi ke pusatnya di Makkab dan Mad.inab dibandingkan dengan cabangcabang di Timur Tengab dan anak benua India, yang masing-masing mempunyai pusat sendiri-sendiri yang tidak tunduk pada kewenangan lain. Dari segi ini, penaklukan Makkab oleh kaum Wahhabi pada tabun 1924 merupakan garis pemisab, sebab penaklukan itu telab menyebab· bn tareka.t Naqsyabandiyab Indonesia kehilangan pusat p«?Dersatu 1 sebagai sumber keaslian dan juga sebagai ukuran keasliannya. lni tidak berarti babwa tareka.t Naqsyabandiyab Indonesia secara keseluruhan, atau malaban sebagian besar guru-gurunya, menjadi kurang berpegang kepada ajaran aslinya selama abad kedua puluh ini. Secara umum, penekanan akan syari'at tidak berubah, dan banyak dari mursyid yang saya temui menguasai berbagai ilmu keislaman dengan mantap. K.H. Abdulwahhab Chafidz dari Rembang (Bab XII), yang telab belajar fiqih di Al-Azhar, m~akan satu contoh. Contoh lain yang menyolok adalab Haji Yabya bin Laksemana dari Kajang, yang 1............... ~.Ma1diahbolehjalllildU.,.....lenyap_._._._. o.a ................................... ~ ....... ...........,.......... ,h ...............~ . . . . . . ,..diwawallamd ...,.,... •. ,,.... .,....,......................... ,orang,......., ..a,ill ..... di Malibla. Pf-. aya 1'anya 111?8 11111 ima dlaTGH,~Ma..... 226 'I" di lingkup pondoknya tingkat pelajaran ilmu-ilmu keislaman tetap tinggi (Bab XI). Jadi, dapatlab dimengerti babwa penyimpang yang mencolok kepada kepercayaan magis dan sinkretis selalu kita temukan di dua tempat. Pertama, di kalangan penganut tarekat yang pengamalannya tidak didasarkan atas suatu pengetahuan doktrin Islam yang formal, dan kedua, pada konteks lokal yang sangat memandang tinggi kesaktian. Di antara keduanya tidak terdapat batas-batas yang terlalu jelas. Hajijalaluddin dan Pengindonesiaan Tarekat Naqsyabandiyah Haji Jalaluddin dari Bukittinggi, yang barangkali merupakan juru dakwah tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia yang terbesar abad ini, tidak pemab mendapat pendidikan agama secara formal. Tampaknya, ia pun hanya tabu sedikit babasa Arab, atau malah tidak sedikit pun. Para lawannya menyangkal klaimnya bahwa ia telah menerima ijazah dari sang guru 'Ali Ridha, tetapi dari kitab-kitabnya jelaslah bahwa ia memiliki pengetahuan yang tidak setengah-setengah mengenai latihan spiritual dan amalan tarekat. Semasa hayatnya, ia beroleh pengakuan dari banyak· rekannya sesama syaikh, dan hal itu tidak dapat hanya dikaitkan pad a bobot politiknya semata.2 Kitab-kitabnya merupakan penuntun tertulis yang paling gamblang dalam hal teknik meditasi Naqsyabandiyah. Dapat dikatakan, kitab-kitab itu merupakan penuntun tanpa guru yang sebenarnya. Keterbukaan seperti ini, dan kelonggarannya dalam memberikan gelar khalifah, merupakan faktor utama dalam usahanya mempopulerkan tarekat tersebut - dalam rangka dakwah maupun demi mencapai rakyat kebanyakan. Pikiran-pikiran dasar dan teknik-teknik dasar tarekat itu menjadi gampang sekali diperoleh, tanpa disertai bimbingan. Hal itu menunjang pada fenomena adanya guruguru tarekat yang belajar sendiri yang telah kita jumpai di berbagai tempat. Meskipun, orang semacam itu sudah ada juga sebelum Haji Jalaluddin. lnovasi lain yang dilakukan oleh Haji Jalaluddin - yang dikritik habis-habisan oleh lawan-lawannya - adalah bagaimana ia mengembangkan pembaiatan menjadi suatu upacara ritual inisiasi yang sangat menge· sankan. Dalam upacara pembaiatan itu, mula-mula sang murid diharuskan melakukan mandi suci pada malam hari, dan dilanjutkan dengan bertobat. Bertobat maksudnya: mengucapkan pernyataan tanda menyesali serta tidak akan mengulangi dosa-dosa yang telah diperbuatnya pada masa lampau. Kemudian tubuh sang murid dibalut dengan kain kafan, dan ia tidur dalam posisi miring ke kanan menghadap kiblai. Posisi demikian memang disengaja untuk meniru keadaan mayat di liang labat. Dalam tidumya diharapkan sang murid akan mengalami salah satu dari dua puluh satu macam mimpi yang khas (berjumpa dengan weclk orang ...... Yllilll lelali tua1l duipra di Ma1diahlllltelall.,_ lt'A yalmlltilltW laldawt. ICiai 1Wnwi. 227 2. Lihat Bab VIII dan Bab X. 228 Tarekat Naqsyabandiyah di lndonesia Rasulullah, dan sebagainya) yang akan mengungkapkan suatu rahasia kepadanya. Jika impian semacam itu tidak teringat olehnya, maka cara yang sama diulang kembali pada malam berikutnya. Dan begitu seterusnya hingga impian itu datang. Jika sang murid dapat menceritakan impi· annya, setelah shalat subuh ia dapat melakukan tawajjuh yang pertalna dengan sang syaikh. Sambil memegang salah satu ujung tali atau ujung kain kafan, sementara sang syaikh memegang ujung yang lain, ia mengucapkan sumpah setia yang resmi kepada gurunya. Selanjutnya ia menerima pelajaran formalnya yang pertama (talqin) dan untuk pertama kalinya melakukan dzikir qalbi. 3 . Upacara pembaiatan ini, lengkap dengan simbolisme tentang kematian dan penguburan, alam barzakh (mimpi) dan kelahiran kembali, boleh jadi merupakan satu indikasi awal dari Indonesianisasi tarekat Naqsyabandiyah-Khalidiyah. Sebenamya, tidak satu pun unsur-unsurnya khas Indonesia - semuanya dapat ditemukan dalam tradisi Naqsyabandiyah, meskipun tidak dipadukan dengan cara yang sama. Dalam bentuknya yang sekarang, pembaiatan tersebut lebih merupakan sisa-sisa ritual inisiasi dari masa sebelum Islam ketimbang bentuk pembaiatan yang lebih sederhana yang dipakai di tempat-tempat lain. Keberhasilan Syaikh Jalaluddin dalam menyebarkan tarekat ke daerah-daerah baru untuk sebagian adalah berkat daya tarik dari ritual yang kaya dengan perlambang ini. Penyesuaian yang lebih radikal dilakukan oleh menantu Haji Jalaluddin, Kadirun Y ah ya, yang paham tarekatnya lebih menekankan pada kekuatan supranatural dan teori "metafisika berdasarkan eksakta" sebagai kerangka interpretasi kekuatan supranatural tersebut. Perkataan dan tulisannya dilambari dengan kutipan ayat Al-Quran dan hadis terpilih, tetapi intinya selalu berkisar tentang tenaga mahadahsyat yang bisa disalurkan sang guru dan dimasukkan ke dalam air sud atau batu, tentang frekuensi yang mahatinggi yang dicapainya sehingga ruhaninya beresonansi dengan Ruhani Nabi atau Nur Muhammad, tentang kemampuan teknologi tarekatnya untuk melebur bukit-bukit, menumpas pemberontakan komunis, mengobati segala penyakit, memadamkan api peperangan, menunda hancumya dunia dan beberapa hal lagi. Dengan kata lain, tujuan utama tarekat bagi Syekh Kadirun tampaknya adalah kesaktian, dan di mata murid-muridnya ia memang seorang yang mahasakti (walaupun mereka kurang setuju dengan kata "sakti" itu; perbandingan dengan wali-wali besar atau dengan Nabi Musa dianggap lebih tepat ). Unsur-unsur ajaran Syekh Kadirun berasal dari berbagai sumber, seperti diakuinya sendiri (walaupun ia menekankan bahwa semuanya berdasarkan Al-Quran dan hadis): pengetahuan dari berbagai agama dan !I. Syaikh Jalaluddin memaparkan tata cara itu da.lam Rahasia Mutiara I, ha1. 5·12. Dikritik oleh Sulaiman Al·Ruuli da.lam. TabU,h Al·Amanah•nya hal. 18-20. Pengamatan yang terinci tcntang balat Naqsyabandiyah di Sumatera Barat dalam Djamil 1976, terutama ha1. !I0.!16. Bab XVJl Pribumisasi Tarekat dan Variasi Lokal 229 aliran kebatinan, cara penyembuhan alamiah ("Natuurgeneeskunde") dari Eropa, beberapa rumus matematika dan konsep dari fisika yang dipakai sebagai kiasan, dan tentu saja juga beberapa konsep dari metafisika sufi. Hasil perpaduan semua unsur ini seketika mengingatkan saya akan ajaran guru-guru kejawen dan teosofi dijawa pada paroh pertama abad ini: unsur ajaran boleh dari mana saja, tetapi setelah dipadukan lahirlah sesuatu yang khas Nusantara. Kalaupun ada perbedaan, Syekh Kadirun lebih menakutkan, membikin orang gentar menghadapinya, lantaran kekuatan supranatural yang ia miliki menyangkut hidup-matinya orang lain. Pemakaian Tarekat untuk Tujua.n Magis Dengan Kadirun Yah ya kita telah sampai pada daerah perbatasan yang samar antara tasawuf, pedukunan, dan ilmu sakti. Penggunaan amalan yang dikaitkan dengan tarekat demi tujuan-tujuan magis, sudah barang tentu bukan merupakan sesuatu· yang baru, dan bukan pula sesuatu yang khas Indonesia. Banyak syaikh tarekat di Timur Tengah dan India juga bertindak sebagai tabib, clairvoyant, dan tukang bikin 4 keajaiban. Dalam banyak kasus, syaikh-syaikh ini memakai teknikteknik magis yang sebetulnya tidak merupakan bagian dari tarekat itu sendiri, melainkan termasuk ke dalam tradisi thibb atau hikmah, seperti diuraikan dalam kitab-kitab klasik semacam Al-Thibb Al-Nabawi-nya Ibn Qayim Al-Jauziyah dan Syams Al-Ma'arif-nya Al-Buni. 5 Tetapi, bukanlah soal ini yang ingin saya tinjau di sini. Memang ada juga kecenderungan, terutama tampak jelas di Indonesia, untuk mengaitkan khasiat-khasiat magis kepada bacaan-bacaan khas setiap tarekat (doa, zikir, wirid, ratib). Dan tidaklah sulit memahami asal-usul kecenderungan ini. Dari khazanah yang ditawarkan Islam, yang paling mirip mantra dan jampe-jampe magis masa pra-Islam adalah zikir dan wirid ini. Seperti yang umumnya diketahui, guru-guru tarekat Indonesia, dari Syaikh Yusuf ke bawah, seringkali terlibat dalam perang jihad melawan kekuasaan orang-orang kafir. Sangat masuk akal kalau orang lantas percaya bahwa bacaan·bacaan doa dari tarekat mereka - yang sebetulnya dalam rangka berserah diri kepada Allah - telah memberi jaminan perlindungan ilahi. Kalaupun kemudian mereka memakainya demi kekebalan atau kesaktian, itu hanyalah satu langkah kecil saja. Dalam beberapa tarekat, terutama tarekat Rifa'iyah, setelah berzikir sampai ekstase, para murid menyayat·nyayat tubuh mereka dengan pisau dan menusuk tubuh mereka dengan paku dan besi runcing (pertunjukan ini biasa disebut dabus) untuk membuktikan bahwa 4. Untuk beberapa contoh mcngenai syaikh-syaikh Naqsyabandiyah Kurdi, lihat Bruinesscn 1978, hal. 319·!127, dan Bruinessen 1990a. 5. Mengenai jenis-jenis ilmu galb (magic) ini, khususnya yang tersebar luas di Afrika Utara tetapi dikenal dan diamalkan di seantero dunia Islam, lihat Doutte 1908. 230 Bab XVI! Pribumisasi Tare/fat da11 Variasi Lok.al Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia mereka sama sekali tidak terluka. Teknik-teknik ini pun menjadi populer di berbagai tempat di Indonesia, yang demi keperluan praktis dipakai berulang kali (karena yakin akan keampuhannya, tidak sedikit nyawa melayang sia-sia selama perjuangan kemerdekaan). Di Banten, tempat dabus sudah sejak lama merupakan bagian dari subkultur pencak-silat para jawara (sebelum merosot menjadi bentuk hiburan belaka untuk rakyat banyak!), paling tidak pada beberapa kelompok latihan kekebalan ini dihubungkan dengan tarekat Qadiriyah dan (agaknya belum lama berselang) dengan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.11 Seperti telah kita lihat di atas, dalam bentuknya yang sedikit berbeda dari dabus, kekebalan juga telah menjadi salah satu tujuan utama dari amalan Naqsyabandiyah yang telah merosot di Sulawesi Selatan dan Lombok. 7 Zikir diam, yang digabung dengan latihan pemafasan (di Sulawesi) dan wirid, digunakan sebagai sarana untuk mencapai daya tahan yang hebat, tidak terasanya rasa sakit (di Lombok}dan kekebalan terhadap senjata tajam dan bahkan peluru (Sulawesi). Di tempat lain, di Kalimantan Barat,11 zilili dan wirid konon malah digunakan dalam praktik ilmu hitam (sihir, tenung). Dalam semua kasus ini, unsur-unsur Naqsyabandiyah pelan-pelan lebur'ke dalam praktik-praktik magis pra· Islam. Aliran-aliran Mistik yang Telah MengaJami Pengaruh Naqsyabandiyah Di beberapa daerah, ada cabang Naqsyabandiyah yang secara perlahan telah menyerap sedemikian banyak kepercayaan dan amalan setempat, sehingga hampir tidak dikenali lagi. Atau barangkali pemujaan mistik setempatlah yang mengambil alih beberapa unsur Naq· baik yang dijumput dari seorang guru Iokal maupun dari syabandiyah kitab-kitab. Satu kasus di mana tarekat itu masih tetap dapat dikenali, walaupun sudah berubah bentuk, adalah Qasyabandiyah di Sulawesi Selatan (Bab XV). Di daerah Bondowoso Qawa Timur), hingga satu dasawarsa yang silam, masili terdapat sebuah aliran mistik yang disebut Waqsabandi yang, selain namanya, masih menunjukkan pinjaman beberapa unsur lagi dari tarekat Naqsyabandiyah. Tetapi, kata orang, ajaran-ajarannya pun jauh sekali menyimpang dari ajaran tarekat yang asli. !I 6. Lihat Vredenbrqt 1973, hal. 304·5. Menariknya, di Kurdistan teknik dabus ini pun diamalkan oleh para darwisy Qadirlyah, sementan. di tempat lain tarekat Qadlriyah meng· hindar dad pertunjukan sejenis ini. Untuk deslaipsl pertemuan zi.kir Qadlriyah dengan dabua di Kutdismn (di aana disebut tiglt, "bcnda taja.m"), lihat Bn:dnelsen 1978, hal. 296· S05. 7. Lihat Bab XV dan Bab XVI. 8. Lihat Bab IX. 9. Demikianlah Kial Lathifi Baidowi dari Gondanglegi, yang telah berhasil menarik pengikut di daerah itu (wawancara, 28·2-1989). Syekh Kadlrun Yahya pun memperoleh banyak pmgikut di durah lni. Menumt pengakuan mereka, mereka pernah menganut suatu cabang Naqsyabandiyah yang lebih tua tetapi sudab mengalami kemunduran. Mungkin saja 231 Di Malang terdapat sebuah aliran kecil yang menyebut dirinya "Naqsabandi 'Uluwiyah ", dan secara terang·terangan memisahkan dirinya dari tarekat Naqsyabandiyah yang sebenarnya. Pusat aliran ini ada· lah Pondok "Baitur Rohmah", yang didirikan pada tahun 1954 oleh pemimpinnya yang sekarang: Haji Syekh Abdul Hayyi Muhyiddin AlAmien. Ayah dan kakek dari syaikh ini konon juga telah mendakwahkan ajaran yang sama. Dua risalah tulisan seorang murid senior, A. Hamid, memberikan pe~uk yang sama-samar mengenai ajaran dan pengamalan aliran tersebut. 0 Pengarang ini menerjemahkan "Naqsabandi 'Uluwiyah" sebagai •'Dmu zikir tingkat tinggi0 dan "Kehalusan ruhani". Konsep-konsep ini dijelaskan lebih lanjut sebagai: "olah ruhani dalam hati-sanubari yang mendalam tanpa batas sampai menjangkau 'nurul hikmah' dan 'karsa Tuhan Y.M. Kuasam. Pelajaran untuk pembersiban diri ini diberikan selama pemencilan diri sementara dari kesibukan dalam urusan sosial (uzlah ), di suatu tempat atau ruangan yang sempit dan tenang (khalwat ). Sang guru sendiri langsung memberikan bimbingan spiritual .,dengan petunjuk·petunjuk serba isyarat untuk langsung diamalkan dalam batin, yang harus diterima dan dirasakan oleh hati-sauubari tanpa menjawab dengan lisan", dan tujuannya tidak lebih daripada mencapai ilmu ma'rifat. Karena tidak memiliki silsilah Naqsyabandiyah yang sebenarnya, sang guru ditampilkan sebagai penerus generasi ketujuh belas dari "Syaikh0 AbduDah ibn 'Abbas (seplilpu Nabi Muhammad saw.); dari tokoh inilah ia mengklaim telah mewarisi ,.ilmu zikir tingkat tinggi". Tampaknya yang kita temukan di sini tidak lain daripada sebuah aliran kebatinan yang sedikit telah mengalami Islam.isasi.. Dan temyata kitab terbarunya A. Hamid penuh berisi klasifikasi simbolik dan spekulasi metafisis yang menjadi pegangan para penganut kepercayaan kejawen. Di antara sumbemya ia mengutip Sasangka Djati ("kitab sucinya" gerakan kebatinan Pangestu), teks eskatologis Islam Daqa'iq AlAkhbar,k Ihya-nya Al-Ghazali, Mystical Dimensions of lslam-nya Schimmel, dan sebuah kitab kecil populer tentang kesaktian, berjudul Kekuatan Ghaib. Aliran kebatinan lain yang kelihatannya telah mengalami sedikit pengaruh Naqsyabandiyah adalah Subud. Pendirinya, Muhammad Subuh, semasa mudanya t~lah mendatangi dan belajar banyak kepada guru dari berbagai paham dan aliran. Salah satu di antarauya adalah 'Abdurrahman, seorang syaikh Naqsyabandiyah. 11 Guru ini menolak yang dimabud adalah a1itan yang ama. Saya telah bertemu dengan Ill.lab acorang dari mereka di Medan, di kampumya icadirun Yahya. Ia berbic:ara menpnai tarekat -ka'l· akan maupakan 11ekolah seni bela diti. 10. Risalah Perhmalan Lembcga Bimbittgan Kerohanian Islam "Baitvrrohmah" Malang, Sura· baya 1981 [edin yang lain, dengan terjemahan lntl'grit: Malang 1982}; Pengantar Rmu Agama: Jalan Seni Hitlup, Memballfl'n Manum Seulllhfl')la Lahir-Batin, Surabaya: ''Karunla", 1984. I1. Pak Subuh dilahirkan di Kedung Jati dekat Semarang, pada tanggal 22 J uni 1901. Oleh 2S2 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia mengajarkan kepada Subuh pelajaran yang sama seperti yang diberikannya kepada murid-murid lain. Alasannya: Subuh bukan bagian dari mereka, sebab ia mempunyai kelebihan tersendiri sebagai manusia. Namun dalam kenyataannya, 'Abdurrabman ini merupakan satu-satunya guru yang namanya secara terang·terangan disebut Pak Subuh kepada penulis biografinya. Hal ini menunjukkan babwa, betapapun, sang 'Abdurrahman telah meninggalkan kesan yang mendalam pada pendiri Subud ini. Dari contoh-contoh di atas kita tidak boleh menyimpulkan bahwa tarekat Naqsyabandiyah itu pada hakikatnya merupakan semacam aliran kebatinan kejawen (sebagaimana kelihatannya dipercayai oleh segelintir pengarang Indonesia). Contoh-contoh di atas saya kemukakan justru karena mereka telah menyimpang dari aturan·aturan dasar Naqsyabandiyah. Jumlah terbesar pengikut Naqsyabandiyah Indonesia tetap berada dalam lingkungan tradisi asli ahlussunnah wal jama'ah. Tetapi, beberapa ritual dan teknik Naqsyabandiyah - zikir diam dan latihan pemafasan, memurnikan latha'if, baiat sebagai ritual inisiasi dapat juga menjadi tarikan yang kuat bagi kalangan yang berorientasi magis dan mistis di luar kaum ortodoks ini. Dan hal tersebut menjurus kepada perkembangan yang bersifat sinkretis yang telah kita bicarakan. Berkurangnya dan melemahnya hubungan dengan cabang-cabang Naqsyabandiyah di Timur Tengah merupakan sebab mengapa gerakangerakan pelurusan (korektif) dalam lima puluh tahun terakhir hampir tidak terjadi, dan mengapa, meskipun tidak menyeluruh, telah terjadi kecenderungan umum ke arah ''lndonesianiSasi" tarekat. Seabad yang silam, tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia pastilah lebih "Arab" dibanding sekarang. Pun, dibandingkan dengan di Timur Tengah, tarekat Naqsyabandiyah Indonesia kurang "intelektual" - dalam artian bahwa kebanyakan literatur tarekat yang sedemikian melimpah ternyata tidak dikenal di sini. Naniun, hal yang samajuga dapat dikatakan terhadap sen:ua tarekat di Indonesia, dan barangkali malah terhadap Islam Indonesia secara umum. Namun, ketimbang tarekat lainnya, tarekat Naqsyabandiyah Indonesia secara umum merupakan tarekat yang paling menitikberatkan syari'at dan paling banyak memberikan tekanan pada kajian teks di sisi latihan-latihan kesufian.• :1Cbab itu, Syaikh 'Abdumihman boleh jadi adalah guru yang hidup di daerah itu 11ekitar tahun 191 7. Mungldn beliau idmtilt denpn K.H. Abdumihman dari Padangan. Pertemuan dengan syaikh tmebut dikemukabn dalarn bagian yang berlifat biografis dari Bennet 1958. KESIMPULAN Tarekat Naqsyabandiyah telah hadir di Indonesia sejak dua setengah abad yang lampau. Dan pada masa itu, tarekat ini telah menga· lami perkembangan yang tiada terputus, baik secara geografis maupun dalam jumlab pengikut. Memang, beberapa kali terjadi kemunduran dan kemerosotan, tetapi hal itu kemudian bersambung dengan masa pemulihan kekuatan, dan setelah itu perkembangannya berlanjut lagi. Kurang lebih hingga tahun 1925, dorongan untuk melakukan penyegaran senantiasa datang dari Timur Tengah, tetapi kemudian pertumbuhan tarekat Naqsyabandiyah Indonesia digerakkan dari dalam negeri sendiri. Dipandang dari berbagai segi, tarekat Naqsyabandiyah merupakan tarekat paling penting di Indonesia tentu saja bila kita perhitungkan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah sebagai salah satu cabangnya. Tarekat Naqsyabandiyah mempunyai jumlah pengikut terbesar dan paling luas jangkauan penyebarannya. Inilah satu-satunya tarekat yang terwakili di semua propinsi yang berpenduduk mayoritas Muslim. Dua organisasi massa di Indonesia yang berbasiskan para penganut tarekat, yakni Partai Politik Tarekat Islam (belakangan berganti nama menjadi Persatuan Pengamal Tarekat Islam) dan Jam'iyyah Ahl Al-Thariqah Al· Mu 'tabarah) didirikan dan terus didominasi oleh para tokoh Naqsyabandiyah dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Syaikh-syaikh Naqsyabandiyah (dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah) pun merupakan penulispenulis yang produktif ketimbang para syaikh semua tarekat lain. Penyebaran tarekat Naqsyabandiyah yang sedemikian luas jang· kauannya, dan diterimanya oleh orang-orang awam dari berbagai latar belakang, mau tidak mau telah menyebabkan timbulnya variasi lokal dalam pengamalan yang merupakan bagian dari tarekat ini. Perbedaan gaya dari macam-macam syaikh jelas-jelas merupakan penyesuaian terhadap kebutuhan dan harapan penduduk setempat. Namun begitu, tarekat Naqsyabandiyah hampir di mana-mana tetap mempertahankan watak khasnya, yang secara tajam membedakannya dari tarekat lain dan aliran-aliran kebatinan yang ada. Berbeda dengan tarekat lain, tarekat Naqsyabandiya.h tidak hanya menyeru kepada lapisan sosial tertentu saja. Para pengikutnya ada di wilayah perkotaan sampai ke pedesaan, di kota-kota kecil serta juga di kota-kota besar, dan di antara semua kelompok profesi. Guru-guru tertentu tampaknya memusatkan perhatiannya kepada mereka yang berstatus sosial rendah, sedangkan guru lainnya memusatkan perhatiannya kepada lapisan menengah dan lapisan yang lebih tinggi. Namun, di 233 234 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia kalangan masyarakat yang paling miskin - buruh tani, petani peng· garap, dan penghuni wilayah kumuh perkotaan - memang ja:rang ada pengikutnya. Dan guru-guru Naqsyabandiyah Indonesia, seperti rekanrekan mereka di tempat Jain, memang menaruh minat besar pada kalangan atas. Beberapa syaikh (dan lebih banyak lagi para murid) dengan bangga bercerita kepada saya mengenai perwira tinggi militer dan birokrat, para dokter dan dosen-dosen universitas yang telah berbaiat masuk tarekat mereka. Dan di antara kelompok-kelompok di pedesaan, para petani kaya cenderung mendapat perhatian yang berlebihan dari sang syaikh. Namun, mayoritas jumlah pengikut Naqsyabandiyah tergolong kepada lapisan di antara kedua ekstremitas ini. Petani dan pedagang yang mandiri di pedesaan, pegawai negeri kecil dan pekerja kantoran lainnya, tukang warung dan mereka yang mencari nafkah di sektor informal di kota-kota, merupakan golongan yang paling sering dijumpai di antara murid-murid tarekat ini. Kebanyakan golongan masyarakat tersebut berkepentingan akan kestabilan politik dan ekonomi. Hal itu, agaknya, yang menyebabkan tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya bersikap konservatif. Kecurigaan Belanda di masa lampau kepada tarekai Naqsyabandiyah sebagai kekuatan yang potensial untuk bertindak subversif - seperti yang telah saya usahakan memperlihatkannya - sebagian besar tidak mempunyai dasar. Demikian juga, tidak ada alasan untuk memahami kebangkitan tarekat tahun·tahun belakangan ini sebagai suatu pengungkapan protes sosial. Dari golongan umat Islam Indonesia yang ,,akomodasionis", biasanya kaum Naqsyabandiyah berada di antara. yang paling "akomodasionis 0. Bukanlah maksud saya untuk mengatakan bahwa kebangkitan tarekat tidak punya kaitan sama sekali dengan iklim sosial dan politik yang sedang berlangsung. Bukan hanya tarekat Naqsyabandiyah, kebanyakan tarekat Jain dan berbagai aliran kebatinan pun mengalami pertumbuhan pesat, sementara segala macam dukun, ahli pengobatan paranormal dan guru kebatinan atau tasawuf tidak sedikit kedatangan pengunjung baru. Pencarian .,ketenangan yang melanda banyak orang dapat dipahami sebagai respon terhadap tiadanya rasa aman secara psikologis, akibat melonggamya ikatan·ikatan tradisional, individualisasi, rasa tidak aman dalam pekerjaan, merajalelanya korupsi dan kemerosotan nilai-nilai moral yang menyertai pembangunan Indonesia yang begitu pesat. Paradokmya, baik '*para penindas" maupun "mereka yang tertindas" (saya memakai istilah ini di sini dalam pengertian yang sangat umum) sama-sama tertarik kepada tarekat dan mistisisme pada umumnya. Beberapa anggota dari kalangan masyarakat yang sedang naik daun berupaya untuk terbebas dari ketegangan-ketegangan di lingkungan mereka yang penuh persaingan dan serba tidak aman, dan, barangkali juga, untuk melepaskan diri dari rasa bersalah yang tertekan. Yang 235 lain mencari kek"uatan spiritual clan tenaga batin, yang mereka harapkan berguna secara praktis. Namun, banyak juga dari mereka yang tidak puas, melarikan diri dari kehiqupan duniawi sehari-hari dan lantas mengalihkan perhatian kepada kehidupan batin. Karena saluran legal untuk mengungkapkan protes (atau bahkan untuk menyatakan sedikit ketidakpuasan pun) pelan-pelan tersumbat, banyak orang kian berpaling ke dalam diri mereka sendiri. Mereka mencari kebersihan diri dan ketenteraman batin serta kekuatan rohani - suatu upaya menjauhkan diri dari dunia luar yang mereka pahami sebagai dunia yang kotor dan bergelimang ketidakadilan, tempat mereka hidup tanpa kekuatan apa·apa.• KEPUSTAKAAN I. BUKU, ARTIKEL, TESIS, DAN LAPORAN PENELITIAN Singkatan: BKI Bijdragm tot de Taol·, Land· en Volkmll.unde (Leiden). BSOA.S Bulletin of the School of Oriental end A./rit:tm Studies (London). EP. Encyclof>aediltl of Islam, edili kedua (Leiden). GA.L Carl Brockebruum, Gerchichte der ""'biM:Jaen Lileratw Oilid I, II). GA.L S Carl Brockelmann, Geschichte der .,.,,lichen Literatw. Supplement• bande Olid pelengltap I, Ill). The /ou1'f141 of Asian Studies (Ann Arbor, Michigan). /.A.S JMBRAS /ourMl of the Malayan Branch of the Royal .A.siatic Society. MNZG Mededeelingen van wege het Nedrlandrche Zendelinggenootschap (Rotterdam/Oegstgeest). REI Revue des etudes islamiques (Paris). TBG Tijdschrlft voor lndische Taal·, Land· en Volkmll.unde (Batavia). VKI Vrhandelingen van het Koninklflc lnslituut voor Taal-, Land· en Volkenkunde (Leiden). VOHD Vrzeichnis der Orientalischen Handschrlften in Deutrchland. n. ABBAS, K.H. Siraqjuddin (1972) Sedjarah et Kupngan Madzhab Sjafi'i. Jakarta: Pustaka Tarbijah. (cetakan kedua). - - - (1975) Ulama Syafi..i don Ks'tab-Kitalm'YO dari Abad ke Abad. Jakarw Pustaka Tarbiyab. ABDULLAH, Hawuh [• H. Wan Muhd. Shaghir) (1988) Perkembanpn Rmu ta• wuf don Tokoh·Tokohnya diNumntara. Surabaya: Al·lkblaa. ABDULLAH, H.W. Muhd. Shaghir (I 985a) Syeilh 1""4(1 A.l-Minl:mgkabawi, Penyiar 'Ilariqat Naqsyabandiyah Khalitliyah. Solo: Ramadbani. ---- (1985b) Perkembanpn Dmu Fiqh don Tokoh-Tokohn'YO di Asia Trnaara (1). Solo: Ramadhani. ABDULLAH, Taufik (1971) Schools and Politics: Thtt Kaum Muda Movement in West Sumalra (1921-1933). Ithaca, NY: Cornell Modern Indonesia Project. ABU-MANNEH, Butrus (1982(1984]), "The Naqlhbandiyya·Mqjaddidiyya in the Ottoman Lands in the Early 19th Century", Ditt Welt dtts Islams XXH, 1-86. AHMAD, Aziz (1964) Studies in Islamic Culture m the Indian Environment Oxford: Clarendon Press. ALGAR, Hamid (1976) "The Naqshbandi Order: A Preliminary Survey of its History and Significance", Studio lslamica 44, 128-152. ---- (1985) "Der Naksi.bcndi-Ordcn in dcr rcpublikanbcben Turkei", dalaln: Jochen Blaschke dan Martin van Bruineum (editor) Islam una Politik in der Turkei [= jahrbuch zur Geschichte und Gesellschaft des Vorderen und Mittleren Orients 1984). Berlin: Exprm Editinn, hal.167-196. ALI HA.JI, Raja [Raja Haji AHMAD dan -] (1982a) Tuhfatal·Nafis, dim1111nolch V. Matheson. Kuala Lumpur: Fajar Bak.ti. 237 258 Tanht Naqsyabandiyah di lndOftesia HAJl ibn Ahmad, Raja (1982b) The Precious Gift. (Tuhfat A.l·Naru). A.n Annotated Translation lry V;,ginia Matfteson & Barbara Watson Andaya. Kuala Lumpur: Oxford University Press. ANDAYA, Barbara Watson Be Virginia MATHESON (1980) ''Islamic Thought and Malay Tradition: An Examination of the Writings of Raja Haji Ali of Riau, ca 1809-ca 1870", dalain: AJ.S. Reid dan D. Marr (editor), Soutfteast Asian Pwcef>tions of tfte Pait. Singapore: Heinemann. ANDAYA, L.N. (1981) The Heritage of A.rungPalalch. The Hague: Nijhoff. anon. (1890) "Pan·lslamisme'', Nederlandtch Zenditag Tijdschrift 2, 49-64. anon. (1915) "De Djawakolonie en de mystieke broederschappen in Mekka", lnduchtt Gids S7, 538-540. ANSARI, Muhammad Abdul Haq (1986) Sufilm and Shari'aft: A. Study of Shaykh Ahmad Sirhindi'i Effort to Reform Sufilm. Leicester: The Islamic Founda· tion. ARCHER, L.R. {l9S7) "Muhammadan Mysticism in Sumatra", JMBRA.S 1987 pt 2, 1-126. ARENS, Koos (1981) "Riwayat Pwang Kyai Moelcmin"•. De oorlog van Kyai Moelcmin tegen de Hollanders. Skdpli mjana (no. 640), Fak. Sejarah, Univer· lita1 Utrecht. AIUEF, A.Mm. (editor) (1978) Fatwa tentang: 1"1&arlht Naqsyabandiyaft, oleh: Al-'A.llamaft Syelch Ahmad Khathib bin Abdul Lathif, Medan: Firman "Islam· yah". AIUEF, Abbas dkk. (1985) Vtriui A.jaran Thariqat di Sumatera Blll'at. Laporan Penelitian, IAIN Imam Bonjol, Padang. AlUFIN, Noor (1984) Pengajian Tlll'eht Nalcsyabandiyah di Desa Kelayan LUlll' Kecamatan Banjlll' Selatan. 1UuJah Sarjana, Fak. Ulhuluddin, IAIN Banjarmasin. ARSIP NASIONAL {1981) Laporan·Laporan tentang Gnahn Prote1 di/awa pada A.bad-XX. Jakarta: Arlip Nasional Republik Indonesia. ATJEH, H. Aboebakar (1980) Pengantar Rmu Tare/tat flan Ta14uf. Kota Bharu, Kelantan: Pustaka Aman Press. [Edili aali: Pengantar llmu Tare/tat (Umitm tentang Misti/c).jakarta: H.M. Thawilc Son, 1966]. ---- (1984) Pengantar Sejaraft Sufi & Tasawwuf. Solo: Ramadhani. [Edili all.i: Bandung: Tjerdaa, 1962]. AL-ATTAS, S. Naguib (1968) Some Aspects of Sufilm as Understood and Practiled among Malays. Singapore. AW ANG, Omar (1981) "The Major Arabic Sources which determined the Structure of Islamic Thought in the Malay Archipelago before the Nineteenth Century AD in the Lield of Law, Theology and Suf'um", dalain: Lutpi Ibrahim (editor), lslamiluz. Esei·Esei sempena A.bad lce·15 Hijra. Kuala Lumpur: Sarjana Enterprise, hal. 80.S5. AL·'AZZAWI, 'Abbas (1978) "Mawlana Khalid an·Naqsybandi", GoVlll'i Kori Zanyari Kurd (Baghdad) 1, 696-727. AL-'AZZAWI, 'Abbas (1974) ''Khulafa' Mawlana Khalid", Govlll'i Kori Zanyari Ku.rd (Baghdad) 2, 182-222. BADUN, Amir (1985) Pengaruh Aja.ran Thare/cat Naqsyabandiyah di Daerah Tera· tai:buluh flan Sei:itarnya. Skripsi, Fak. Ushuluddin, IAIN Pekanbaru. BAHRUDDIN (1984) Dalcwaft A.Iran Tarilcat Naqsyabandiyal& di Desa Andaman I Kecamatan A.njir Pasar. 1UuJah Sarjana Muda, Fak. Dakwah, IAIN Antasar.i. Banjarmasin. BAI.JON, J.M.S. (1986) Religion and Thought of Shah Wali Allah Dil&lawi 1703· 1162. Leiden: Brill. AL·BAQIR, Muhammad (1986) "Pengantar tentang Kaum Alawiyin", dalain Alla· mah Sayid Abdullah Haddad, Thariqal& menu.ju Kebahagiaan (terjemahan ALI Kepwta/caan 2S9 dad: A.l-Ri14lat A.l·Mu'awana). Bandung: Mizan, hal..11-68. BAWANI, Imam (1981/1982) Pondoi: Pesantren "Dlll'Ul Ultlm" ]ombang /awa Timur. Jakarta: Balitbang Dep. Agama. BENNET,J.G. (1958) Concnnitag Subwl. London: Hodder le Stoughton. BER.G, L.W.C. van den (1888) "Over de devode der Naqlljibendijah in den Indi· tchen arc:hipel", TBG 28, 258·175. - - - (1886) "Bet mohammedaamche godadienatonderwij1 op Java en Mac:loera en de daarbjj gebruikte Arabilche boeken", TBG Sl, 518·555. BROCKELMANN, Carl (1948-1947) Geschit:hte "'1r lll'abilchen Literatur 1-11, zweite den Supplementlbanden angepaute Auflage. Leiden: Brill. (dilingkat GAL) ---- (1987-1942) Geschichte der lll'abilchen Litmitur. Supplemenubande 1-llL Leiden: Brill. (dilingkat GALS) BR.UINESSEN, Martin van {1978), A.gluJ, ShallcA .and State: On the Social and Polilkal Organitation o/ /Curdidn. Dilertali, UniYenitu Utrecht. - - - (1987) "Bukankah Orang KmdiYD1.....,...•kanlndonaia?",P•amtren IV/4, 4S·f>ll. ---- (1988) •'De tarebt in lndonelie: Tualen rebellie en aanpuDs", da1am C. van Dijk (editor). lllam en poli*i: lis ~. Muide.rbag: Coutinho, hal. 69-84. - - - (1990a) "The Naqshbandi Order in K.urdiltan in the 17th Century", dalain; Marc Gaborieau, Alexandre Popo1'ic clan Thierry Zarcone (editor), Naq1hbandu: Cheminemenu et lituation aellHlle d'un ordre myniqw mu"""'4n. l1tanbul/Parill: Editions ISIS, hal. 887·860. - - (1990b) "The Origim and Development of the Naqshbandi Order in lndo· ne•",Derlllam 67, 150·179. ---- (l990c) "Kitab Kuning: Boob in Arabic Script u1ed in the Pe1antren Milieu", BlCI 146, 226-269. CENSE, A.A. (1950) ''De vereering van Sja:ic:b Jutuf in Zuid..CC1ebe1", dalain: Binglcisan Budi (Buku pe:ringatan Pb.S. van R.onkel). Leiden: Sijthoff, hal. 50. 57). DHOFIER, Zamakbsyad (1980a) The Pellmtren Tradition. Dilertui, Australian National University, Canberra. - - - (1980b) ''Kinlbip and Marriage among the Kyai'', Indonesia 29, 47-58. ---- (1982) TradW Pe.rantren. Studi tentong Pandangan Hidup K1ai. Jakarta: LPSES. DJAJADININGRAT, Hoeaein (19U) Crililt:he ln1chouwinf van de Sadjlll'aft Banten. Diaertui, Univerlital Leiden. DJAMAS, Nmhayati (1985) "Varian Xnpmaan Orang Bugil-Makutar (Sandi K.uu. di Deta Timbu9Cng, Gowa)". da1am Mnkhlil dan Kathryn Robinson {editor), A14ma flan Realittu Sodal. Ujlmg Pandanr: Lembap Penerbitan Univeraitu HaDmu:ldin, hal. 27S..H7. DJAMIL, Nur Anu (1976) ''Penguuh Tarebt dan Suluk di Sumatera Barat", Bulletin Prryelt Penelinm Pm1bahan Bosial (LEK.NAS-LIPI) no. 2 (Dea. 1976), 19-52. DOBBIN, Christine (198S) Islamic RevirlalUm in a Chanpag P"""'t Economy: Centnl Sumatra.1.184-1814. London/Malmo: Cnrzon Pre11. DOUTT!., Edmond (1908) Magitt & reliflon daftl l'Afriqw du Nord. Alger: Adol· phe Jourdan. DREWES, G.W.J. {1926) "Sechjoaoep Makuar",Djawa 6, 85-88. - - - (1977) Direc#orufor Trav11ller1 on. tlie Myilk Pa#J (• VlCI 81]. The Hague: Nijboff. DR.EWES, G.WJ. le POER.BA"fjAR.AKA, R. Ng. (1988) De miraltelen van A.bdoellcadir Djaelanl (• Billliotlieea/"""'*'1. 8). Baacloenp A.C. N~ I: Co. Javanese A.,.,,.. .. Kepustakaan 241 240 TM'ekat Naqsyabandiyah di Indonesia EDEL,J. (1958) Hikajat Hasanoeddin. Disertaai, Universitas Utrecht. FAR.UQI, Burhan Ahmad (1977 [1940)) The Mujaddid's Conception of Tawhid. Delhi: ldarah-i Adabiyat.i Delli (cetakan pertama: Lahore). AL-F AUZI, A. Fauzan (1974) PeraMn Thariqat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah dalam Pembentukan Kepribadian Mwllm.. Skripai Sarjana, Fak. Tarbiyah, JAIN Sunan Kalijaga, Y ogyakarta. FLETCHER.., Joseph (1985) "Les <<voies>> (ha'uq) soufies en Chine", dalaln: A. Popovic &: G. Veinstehl (eds). Ltts ordres mystiques dam l'lslam. Paris: EHESS, hal. 15-26. FB.IEDMANN, Yohanan (1971) Shay/ch Ahmad Sirhindi. An Outline of his Thouiht and a Study of his !mop in thtt Byes of Posterity. Montreal/London. GOOR., J. van (1982) Koopliedm, prttdikanttm .n bttstuurders overzee. Utrecht: Bes. GUILLOT, Claude (1985) ''Le role historique des perdilcan ou 'villages francs': le cas de l'egalsari", Archipel 30, 157-162. GUMUSYKBANAWl, Ahmad Dhiya~Al-Din (ISl9tl902) Jami' Al-Ushul fi Al· Auliya '. K.airo. GUNDUZ, lrfan (1984) Gumushanni A.hmttd Ziy{fU(ldln (KS). Hayati, eserleri, tori/cat anlayisi ve Halidiy-ye tarilcoti. Istanbul: Seba Nesriyat. HAAN, F. de {1910-12) Prianptt. 4jilfd. Batavia. BAIDAR.IZADE, Ibrahim Fasih Efendi.Al·Baghdsdi (1316/1898) A.l-majd at-talid fi manaqib Maulana Khalid. Istanbul. BAMIDY, UU. (1985) Riau sebagai Ptnat Bahasa dan Kebudayaan Melayu. Pekanharu: Bumi Pustaka. BAMKA (1982a (1963}) Dari Perbendaharaan Lama. Jakarta: Panjimas. Cetakan kedua. - - - - (1982b [1950]) Ayahku. Jakarta: "Umminda". Cetakan keempat. BAMZAH, Timah (1981) Pemberontalcan Tani 1928 diTrengganu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. HASANUDDIN, Chalidjah (1988) Al-Jam'iyatul Washliyah 193()..1942: Api dalam Se/cam.' Bandung: Pustaka. HlLMI, Hocazade Ahmad (1979) Hadikatu'l-Evliya (veliler bahcesi). Istanbul: Osmanli yayhlevi. HOLLE, K.F. (1886) "Mededeelingen over de devotie der Naqsjibendijah Jn den Ned. lndischen archipel", TBG SI, 67-81. HOURANI, Albert (1972) "Shaikh Khalid and the"Naqshbandi Order", dslam: S.M. Stern, A. Hourani dan V. Brown (editor), Islamic Philosoph-y and the Classical Tradition. Oxford: Oxford University Press. ISIK., Huseyin Hilmi (1975) Tam ilmihal: Seadet-i ebediyye. Istanbul. (Cetakan ke-25). ISLAMIC CENTRE Sumatera Barat (1981) Riwayat HUlup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat. Padang; 1i1amk Centre. JOHNS, A.H. (1978} "Friends in Grace: Ibrahim Al·Kurani and 'Abd Al-R.a'uf Al· Singkeli", dslam: S. Udin (editor), Spectrum. Essays presented to Sutan Takdir Ali.sjahbana on hil Snentieth Birthday. Jakarta: Dian Rakyat, hal. 469-485. JUYNBOLL, Th.W. (1914) ''Die 'Sarekat lslam'·Bewegung auf Java", Der Islam 5, 154-159. KAl.TODIR.DJO, Sartono (1966) The Peasants' Rnolt of Banttm in 1888 [= VKI 50) • '1 Gravenhage: Nijhoff. - - - (1978) Protest Movemmts in Rural Java. Kuala Lumpur: Oxford Univeraity Pren. KHAN, Khaja (1978 [1923)) Studies In Tasawwuf. Cetakan kedua. Delhi: ldarah-i Adabiyat-i Dem (Ediai asli: Madras). KHANI, 'Abd Al-Madjid (1306/1888·9) Al-Hada'iq Al-WM'diyah fi Haqa'iq Ajilla' Al-Naqsybandiyah. K.airo. KRAAN, Alfons van der (1980) Lombolc: Conquttst, Colonization and Underdevelopmmt, 187()..1940. Singapore: Heinfnwm Educational Books. KR.AUS, Werner (1984) Zwischen Reform und Rebellion. Ueber die Entwicklung des Islams in Minangkabau (Westsumatra) zwilchen den beiden Reformbewegungen der Padri (183 7) und der Modernilten (1908). Wiesbaden: Franz Steiner Verlag. KR.ULFELD, Ruth Marilyn (1974) The Village Economies of the Sasalc of Lombok: A. Comparison of Three Indonesian Peasant Communities. Disertasi tidak diterbitkan, Yale University. AL-KUR.ANI, Ibrahim b. Hasan (1328 H) Al-Amam lilqazhA.l-Himam. Haydarabad. AL-KUR.DI, Muhammad Amin (1329/1911) A.l·Mawahib Al·Sarmadiyah fl Manaqib Al-Naqsybandiyah. K.airo. - - - - (1348/1929) Tanwir Al·Qulub. K.airo (Cetakan keenam). LE CHATELIER., A. (1887) Les confreries musulmanes du Hedjaz. Paris: Leroux. LIGTVOET, A. (1880) "Transcriptie van bet dagboek van de vorsten van Gowa en Tello", BKI 28, 1·259. LINGS, Martin (1975) What is Sufism? London: George Allen Be Unwin Ltd. LITH, P.C.A. van (1917) ''De tarekat's in Nederlandsch lndie", Koloniaal Tijdschrift 6/1, 721-743. LOMBARD, Denys (1985) "Les tarekat en lnsulhlde", dslam: A. Popovic dan G. Veinstein (editor), Les ordres m-ystiques dam l'lslam. Paris: EHESS, hal. 1S9163. • MADJID, Nurcholish (1979) "Pondok Pesantren 'Darul Ulum' di R.ejoso,Jombang, Jawa Timur", dslam: Bulletin Pro-yek Penelitian Agama dan Perubahan Sosial (LEKNAS·LIPI), nomor 6, 40·101. AL-MANDARI, Muhammad Tamrm (1982) Al-Thu"'q Al-Shufiyah wa Tatawwurha fl Majene. R.isa1a Sarjana, Fak. Adab, IAIN Ujung Pandang. MANSUR.NOOR, lik Ariim (1987) Ulama, Villagers and Change: Islam in Cm'7'al Madura. Disertaai, McGill Univeraity, Montreal. MASSIARA, H.A. (1983) S-yekh Yusuf Tuanta Salamaka dari Gowa. Ujung Pandang. MATTULADA (1983) "Islam di Sulawesi Selatan", dslam: Taufik Abdullah (editor),Agama danPerubahan SosiaL Jakarta: CV. R.iVawali, hal. 209-321. MOLE, Marijan (1959) "Autour du Dare Mansour: l'apprentiuage mystique de Baba' Al-Din Naqshband", RBI 21, 35-66. MUDAR.R.IS, Mala 'Abd Al-Karim (1979) Yadi Mordan. Mawlana Khalid Naqsybandi. Baghdad. - - - - (1983a) Yadi Merdan, bergi duhem. Syekhe Neqsyebendiyekani Hewramanu hmdi le muridu mtlrl.S'Ube diyarelcanfyah (dslam bahasa Kurdi). Baghdad. - - - (1983) 'Ulama' una fi khidmat Al-'Om wa Al-Din. Baghdad. MUHlBBI, Muhammad Al·Amin (1284/1867) Khulashah Al-Atsar fl A.'yan AlQarn A.l-Hadi 'Asyar. 4 jilid. Bu1aq, Meair. MURADI, Muhammad Khalil (lSOl/1883) Silk Al-Durar Ji A'yan Al-Qarn AlTsani 'AS'Y•· 4jilfd. Bulaq, Meair. NEEB, CJ.. dsn ASBEEK BR.USSE, W.E. (1897) NOM' Lombok. Soerabaia: F. Fuhri &Co. NOER., Deliar (1973) The Modernist Muslim Movemmt in Indonesia, 1900-1942. Kuala Lumpur: Oxford University Press. NOOR.YONO (1982) "Pengikut Tarikat Naqsyabandiyah Babussalaln di Kahupaten Langkat (Suatu Thljauan Psychologis)", dalarn: Agama danKemasyarakatan. Medan: IAIN Al-Jami'ah. PADHlLAH H.A., Haris (1984) Pmgajian Tasawuf H. Muhammad Noor di Taki· 242 1arekat Naqsyabandiyah di Indonesia sung Kabupaten Tanah Laut. Skripsi Sarjana, Falt. Ushuluddin, IAIN Anta· sari, Banjarmuin. PELLY, Usman (1979) "Ubuna di Mandailing, sebagai Bahan Perbandingan untuk Kaaua Kaji: Ubuna di Tip Kerajaan MeJayu Pesisir", Bulletin Proyelc Penelitian Agama dan Perubaltan Sorial (LEKNAS·UPI) no. 6, 1-35. PQPER, G.F. (1934), Fragmenta lslamica. Leiden: Brill. RAFFLES, Th.S. (1830) The History ofJava. 2 jilid. London. RAHMAN, Fazlur 1968) Selected Letters of Sha~h Ahmad Sirhindi. Karachi. REID, Anthony (196?) "19th Century Pan·111am in Indonesia and Malaysia'', ]AS 26, 267-283. - - - - (1987) "The Identity of 'Sumatra' in History", dala!n: Rainer Carle (editor), Cultures and Societies of North Sumatra. Berlin/Hamburg: Reimer, hal. 25-42: RQCKEVORSEL, Dr. van (1878) Brieven uit Insulinde. 'r; Gravmbage. lUNKES, Douwe Adolf (1909) Abdoerrao1f van Singleel. Bijdrage tot de lcennis van de mystielc op Sumatra en Java. Dilertasi, Univeratas Leiden. RIZVI, S.A.A. (1980) Shah Wali·Allah and his Times. Canberra: Ma'rifat Publishing Houle. - - - - (1982) Shah 'A.bd Al·'A:dr. Puritanism, Sectarian Polemics, and Jihad. Canberra: Ma'rifat Publishing House. - - - - (1983) A History of Sufilm in India. Jilid II. New Delhi: Munshiram Mano· harJal. ROFF, William R. (1964) "The Malayo·Mutlim World of Singapore at the Oose of the Nineteenth Century",/AS 24, 75-90. RONK.EL, Pb.S.van (1961) Rapport betr1ffende de godsdienstige verschijnsden ter Sumara's Westleust. Batavia: Landlldrukkerij. - - - - (1919) "Een Maleiscb getuigenil over den weg des 111ams in Sumatra", BK.I 75, 363-378. SAID, H.A. Fuad (1983) Syeleh Abdul Waluab Tuan Guru Babusm/am. Medan: Puataka Babuualam. SANTOSO, Amir (1980) The lllamas as Political Elites: A Case Study of tile Madurese lllamu. M.A. Thelil, Universiti Sain• Malaysia, Penang. SCHRIEKE, BJ.O. (1921) "Bijdrage tot de bibliografie van de huidige godsdien• tip beweeging ter Sumatra's Westkuat", TBG 59, 249-325. "" Pergolal&tm Agama di Sumatwa Barat. Sebuah Sumbangan Bibliografi. Jakarta: Bbratara, 1973. - - - - (1955) ''The Causes and Effects of Communism on the West Cout of Suma· tra", dala!n: Schrieke, Indonesian Sociological Studies, jilid I. Bandung/Den Haag: W. van Hoeve, hal. 85-166. - - - {197!>) {Laporan tentang Kereaidenan Madura, oleh Penasehat Gubernur Jenderal untuk Uruaan Pribumi dan Arab, 7 Februari 1920). dalaJn Sarekat Islam Lokal [Penerbitan Sumber.Sumber Sejarah, no. 7) . Jakarta: Anip Nasional.Rcpublik Indonesia, hal. 308-323. SCHUUR.MANS, N.D. (1890) "De Tariqa Naqajibendijah op Java", Nederlandscla Zmdingstijdschrift 2, 26!>-2i7. SHAM, Abu Hassan (1980) "Tariqat Naqayabandiyab dan Peranannya da1arn Kerajaan Melayu Riau sehingga Awai Abad Kedua Puluh", dalam: Tamadun Islam di Malaysia. Kuala Lumpur: Persatuan Sejarah Malaysia, hal. 74-86. SHELLABEAR, William G. (1930) "An Expoaure of Counterfeiters", The Moslem World 20, 359·370. - - - - (1933) "A Malay Treatise on Popular Sufi Practises'', dalaln: The MacDonald Presentation Volume. Princeton, NJ: Princeton University Preu, hill. 3!>1-370. SIMON, G.IC. (1908) "Der Islam bei den Batak",MNZG 52, 337-416. Kepustaluaan 243 SNOUCK HURGRONJE, C. (1887a) "Een Arabiach bondgenoot der NederlandschIndische Regeering",MNZG 31, 41-63. - - - - (l887b) "Een rector der Mekkaansche universiteit", BK/ 36, 344-404. - - - - (1889) Meir.lea. Jilid 2: Aus dem heutig~n Leben. 's Gravenhage: Nijhoff. - - - (1894) De Athehers. 2 vols. Batavia: Landadrukkerij Be Leiden: Brill. - - - - (1900) "Les confreries religieuses, la Mecque et le Pan·lalamilme", Revue de l'Hisroire des Religfous XUV, 262-281. (dicetak ulang dala!n: Ver.spreide Gesclariften jilid III, 189-206). - - - (1931)Mekka in theLatterPartoftlae 19th Century. Leyden: Brill. - - - - (19!>7-1965) A.mbtelijke A.dviezen van C. Snoucle Hurgronje lBIJf/.1936, uitgegeven door E. Go bee en C. Adriaanse. 'a Gravenbage: Nijhoff. S jilid. SOE.BAR.DI (1978) "The Pesantren Tarikat of Surialaya in West Java", dalaln: S. Udin (editor), Spectrum. Essays Presented to S.T. Aliljahbana. Jakarta: Dian Rakyat, hal. 215-236. SYAH, Abdullah dkk. (1978) "Tarikat Naqaabandiyah, Babussalam, Langkat", dalaln: Su{ilme di Indonesia [• Dialog, edm khusua). Jakarta: Dep. Agama, ha]. 51-68. TEAM RESEARCH Faltultu Usbuluddin IAIN Waliaongo Semarang (1977) Studi Khusus tmtang Thariqat di Jawa Tengah. Sematang: Badan Penerbitan IAIN. THAHER, Idris (1986) Jamaah Tar~t Nalembandi dalam Kehldupan Beragama di Kecamatan XIII Koto Kampar. Skripli, Falt. Ullbuluddin, IAIN Sult:an Syarif Qasim, Pekanbaru. THOLHAH, Imam (1981/1982), PP "A.l-Fatah" Trmboro Mag.tan. Jakarta: PDIA, Departemen Agama. TRIMINGHAM, J. Spencer (197S), The Sufi Orders in Islam. London: Oxford University Preu (Edisi Pertama: Qarendon Preu, 1971). TUDJIMAH CS (1987), Syelch Yusuf Maleasar. Rhtlayat Hldup, Karya dan Aja.ran· nya. Jakarta: Departemen dan Pendidikan, Proyek Penerbitan Buku Saatra Indonesia dan Daerah. UYAN, AbdulJatif (1983) Mmlcibelerle Islam meshW"lari anril&lopedisi. 3 jilid. lltan· bul: Bereket Yayinevi. VER.KERK PISTORIUS, A.W.P. (1869) "De printer en zijn invloed op de samen· leving", Tljdschrift voor Nederlandsch-lndie 3/2, 425-455. VOLL, John (1975) "Muhammad Hayya al.Sindi and Muhammad ibn 'Abd al· Wahhab: An Analysis of an Intellectual Group in Eighteenth-Century Madina",BSOAS 38, 32-39. VR.EDENBR.EGT, Jacob (1962) ''The Ha.dclj: Some of its Features and Functions in Indonesia", BKI 118, 91·154. - - - - (1968) De Baweanners in hun moederland en in Singapore. Diaertasi, Uni· veraitu Leiden. - - - (1973) "Dabus in West Java", BK/ 129, 302·320. YOUNG, Kenneth Robert (1983) The 1908 Anti·Tax Rebellion in Minangkabau (Wist Sumatra): A Socio-Economic Study of an Historical Case of Political Activism among Indonesian Peamnts. Disertasi, University College, London. YUNUS, H. Mahmud (1979) Sejarah Pendld~an Islam di Indonesia. Cetakan kedua. Jakarta: Mutiara. WAHID, Abdurrahman (tanpa tahun), "Bisri Syamuri: Biografi Singkat Pecinta dan Penganut Hukum Fiqh". Naai.ab ketikan. WALL, A.F. von de ( 1892) "Kort bcgrip van de beteekenia van de tat;ekat, naar het Maleiach van Sajid Oesman bin Abdoellah ibn Akil ibn Jahja, adviseur honorai:rvoor Arabilche zaken", TBG 55: 223-227. ZAMZAM, Zafry (1979) Syekla Muhammad Arsyad Al·Banjory: Ulama Besar juru Dakwala. Banjarmasin: Penerbit Karya. ZOETMULDER, PJ. (1935) Pantheisme en moni.sme in de javaansche soeloelcliteratuur. Diaertasi, Universitu Nijmegeo. 244 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia II. RISALAH-RISALAH NAQSY ABANDI DAN POLEMIK ANTINAQSY ABANDIY AH KARANGAN ORANG INDONESIA ABA, drs. Imron, Di Sekitar Maso.Ian Thariqat (Naqsyabandiyah ). Kudus: "Menara", 1981. AHMAD K.HATIIlB bin 'Abd Al-Latif, Iz-har Zaghl Al-Kadzibin fi Tasyabbuhihim bi Al-Shadiqin. Kairo: Al·Taqaddum Al-'llmiyyah, U26, 1344. Dalam bahasa Melayu. Salinan lengkap dalaln A. Mm. Arief 1978. ---- Al-Ayat Al-Bayyinat li Al·Mumifin fl Izalah Khurafat ba'dhl Al-Muta'ashshibin. Kairo, 1326: ---- Al-Saif Al·Battar Ji Mahq Kalimat Ba 'dial Ahl Al-Ightirar. Kairo, 1S26. ALIHNDUAN, K.H.S. Muhsin Aly, Mwtika Thariqat Naqsyabandiyah Muzhariyah. Stensilan, Ujung Pandang, 1976. 'ALI hlD 'ABD AL-MUTHTHALIB, Haji Muhammad (=KHATIB 'ALI}, Risalah Naqsyiyyah fi Asas Ishthilah Al-Naqsybandiyyah min Al-Dzikr Al·Khafiyy wa Al-Rabithah wa Al-Muraqabah wa Daf' Al-l'tiradh bi Dzalilta. Padang 1326/ 1908). - - - Kitab Miftah Al-Shadiqiyyah fi Ishthilah Al-Naqsybandiyyah. Padang, 1325/ 1907. CHOLIDIJ, S. Moe'allim, Kitab Soeloek Nakasjat>andijah. Eerste deeL Tanpa tempat dan tahun terbit (Sumatera Barat). AL-F'ATTA'I, Kyahi Maisur Jufri, Misykat Al-Muktadin Ji Tarjamah Manaqib Al· Syaikh Baha' Al-Din Al-Naqsybandi. Grabag, MageJang: Hamam Nasiruddin, 1968. HAMID, A., Risalah Perkenalan Lembaga Bimbingan Kerohanian Islam "Baihll'rohmah" Malang. Surabaya, 1981. PerJ8antm' llmu Agama: Jalan Seni Hidup, Melnbangun Manusia Seutuhnya Lahfr.Batin. Surabaya: "Karunia", 1984. JALALUDDlN, Dr. Syaikh Haji, Pertahanan Al-Thariqat Al·Naqsyabandiyah. 4 jilid. Buldttinggi. ---- Pembuka Rahasia Allah. 4 jilid. Bultittinggi, 1955. ---- Rmu Ketuhanan Yang Maha Esa. 5 jilid. Bukittinggi. Rahasia Mu tiara Al·Thariqat'A.1-Naqsyabandiyah. 6 jilid. ---- Tiga Serangkai. Suryalaya, TasikmaJaya, 1964. ---- Rahasia Sjan"'at dan Tho:rikat. Medan. ---- Buku Penutup Umur. jilid. Medan. JAMBEK, Syaikh Muhammad Jamil, Penerangan Tentang Tarekat Naq,,.yabandiyah dan Segala yang Berhubungan dengan dia. 2 jilid. Bultittinggi: Zainoel 'Abidin. AL-MANDURl, 'Abd Al·'Aziz, Kaifiyat Berdziltir atas Thariqat Naqsyabandiyah. Singapore: H. Muhammad Amin, 1318/1900.01. (terjemahan Melayu dari karya Muhammad Shalih Al·Zawawi dengan judul yang sama). MA'RUF' bin M. Hasan, Syailth H. Muhammad, Al·Rtsalah Al-MuJidah li·Ahl AlTariqah Al-Naqsybandi)iah Al·Khalidiyah. Blitar: H. Qamaruddin, 1978. AL-QUDUSI, Kyahi Muhammad Hanbali Sumardi, Risalah Mubarakah. Kudus: Menara, 1968. AL·RASUl.I, Sulaiman, Tabligh Al-Amanah. Bultittinggi, 1954. SA'D bin TANTA (MUNGKA), Irgham unuf Al-Muta 'annitin fi lnkarihim Rabithah · Al· Washilin. Risalah Tanbih Al-'Awam 'ala Taghrirat ba'dhl Al-Anam. Padang 1326/ 1908. SOU'YB,Joesoef, Wihdatul Wujud dalam BerbagaiAliranMistik. Medan: Waspada, ·1976. Aliran Kebatinan (Mistik) Perkembangannya. Medan: Rimbow, 1988. RIMBA, Tgk. H. Abdullah, Ilmu Tharikat dan Hakikat. Tanpa tempat I Banda Aceh J, tanpa tahun ( 197 5 ?] . Kepustakaan 245 'USMAN bin 'ABDALLAH bin 'Aqil Yahya, Sayyid, Al-Nashihah Al·Aniqah ti Al·Mutalabbisin bi Al· Thariqah. Betawi, 1883. ---Arti Thariqat dengan Pendek Bicaranya. J\etawi, 1889. WALY AL·KHALIDY, H. Muhammad, Tanwir Al-Anwar Ji Iz·har Khalal ma fi Kasyf Al-Asrar, Banda Aceh: Taufiqiyah. ---- Risalah Adab Dzikir Ismuudzat dalam Thareqat Naqsyabandiyah. Banda Aceh: Taufiqiyah. YAHYA bin LAKSAMANA, Haji, Lisan Naqsyabandiyah (untuk Membenteras Risalah bagi Syekh Ahmad Khatib). Kajang, Selangor, 1981 ---- Mir'at Al-'Awamm. Membicarakan Asas Ilmu Ushuluddin dan Rmu Tasawwuf bagi Orang Awam. Kajang, Selangor, 1986 (edisi pertama: 1947). YAHYA RAMBA SUMATERA, Haji, Risa/ah Thariqat Naqsyabandiyah, Jalan Ma'rifat. Kajang, Selangor. 7 jilid, 1976-1986 (dicetalt ulang berbagai ltali). ZAHRI, Mustafa, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf. Surabaya: Bina llmu, 1984. Ill. KARANGAN SYAIKH-SYAIKH TAREKAT QADIRIYAH WA NAQSYABANDIY AH DARI INDONESIA K.H. MUSLIKH bin Abdurrahman, Al-Futuhat Al·Rabbaniyah Ji Al·Thariqah Al· Qpdiriyah wa Al-Naqsyabandiyah. Semarang: Toba Putra, 1962, (dalam bahasajawa). ---- 'Umdat Al-Salik Ji Khair Al-Masalik. Purworejo: Ma'had Burjan, 1956. (Bahasa Arab dengan terjemahanJawa antarbaris). ---- Risalah Tuntunan Tareqat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. 2 jilid. Kudus: Menara Kudus, 1976-79, (Bahasajawa). ---- Munajat Al-Than'qah Al·Q.adiriyah wa Al·Naqsyabandiyah wa Ad'iyatuha. Semarang: Pustalta Al·' Alawiyah, tanpa tahun. ---- Al-Nur Al·Burhani fi Tarjamah Al-Lujain Al-Dani fi Dzikr Nubdzah min Manaqib Al·Syaikh 'A.bd Al·Qadir Al·/ailani. 2 jilid. Semarang: Toba Putra, 1963. (Bahasa Jawa. Jilid ltedua terdiri dari teks manaqib dalaJn bahasa Arab dengan terjemahan Jawa. K.H.A. SHOIHBULWAFA TAJUL 'ARIF'IN, Miftahus Shudur: Kunci Pembuka Dada. Terjemahan (Indonesia): Prof. K.H. Aboebaltar Atjeh. Suryalaya, 1970. - - - Uquudul Jumaan: Isi Wiridan, Khotaman, Silsilah. Suryalaya: Yayasan Serba Baltti Pesa.ntren, 1975. (Bahasa Indonesia). H. Muhammad SIHDDIQ (bi-qarya Peji), Risalah Al-Dzahaoiyah Al-Shughra fi Dzikr Silsilah Thariqah Al·Q.adiriyah wa Al·Naqsyabandiyah. Semarang: Toha Putra, tanpa tahun. (BahasaJawa). IV. KARANGAN-KARANGAN SYAIKH-SYAIKH NAQSYABANDIYAH DI TIMUR TENGAH YANG TELAH DIPERGUNAKAN DI INDONESIA AHMAD DIDYA' AL-DIN GUMUSYKHANAWI, Jami' A.1-Ushul fi Al·Awliya' wa Anwa'ihim wa Ausafihim. (Kitab ini dibawa pulang, pada penghujung abad ke-19, oleh beberapa baji Indonesia yang telah memperdalam tarekat Naqsyabandiyah di Maltltah. Seltarang langlta 11eltali). HUSAIN IBN AHMAD AL·DAUSARIAL·BASHIU, Rahman Al-Habithah fi Dzikr Ism Al·Dzat wa Al·Rabithah. (Teks Arab dengan terjemahan Melayu, dicetak di Maltkah pada tahun 1306/1889, atas jasa Syaikh Ahmad Al-Mansur AlBaz. Dicetak ulang: Maltkah: Al-Mishriyah, 1325. Ringkasan isinya dalarn Abdullah 1980, hal. 158-171). MUHAMMAD BIN 'ABDALLAH AL-KHANI, Bahjah Al·Saniyah fi Adab AlThariqah Al· 'Aliyah Al·Khalidiyah Al·Naqsybandiyah. (Langlta, hanya di- 246 Torekat Naqsyabandiyah di Indonesia miliki oleh beberapa syaikh berusia tua). MUHAMMAD AMIN AL-KUR.DI, Tanww Al·Q.ulub. Kairo 1348/1929. (Kitab Naqsyabandi yang paling populer di Indonesia. Dicetak ulang di Singapura dan di Surabaya. Dapat dibeli di mana-mana). MUHAMMAD HAQQI AN·NAZILI, Khazinat Al·Asrar Jalilat Al-Adzkar. Kairo I 286. (Dipakai di Malaysia dan daerah-daerah Indonesia yang berbahasa Melayu. Dicetik ulang di Surabaya). MUHAMMAD SHALIH BIN 'ABD AL-RAHMAN AL·ZAWAWI, Kaifiyah Al-Dzikr 'ala Thariqah Al·Naqshbandiyah. (Terjemahan Melayu dicetak pada Matba'at Al-Ahmadiyah, Pcnyengat, Riau, 1313 AH). SULAIMAN AL-ZUHDI AL-KHALIDI, Majmu'at Al-Risa'iJ. Istanbul(?), 1298. (Dimilllti oleh berbagai syaikh tarekat di Indonesia). INDEX AbahAnom (K..H.A Shoblbul Waia TaJtdArlftn). 9.5, 97, 129, 13'2, 152 Abah Sepuh rAbdullab Mubarak), 95 Abbar (Pagutan. Lombok), 222 dilltf4ll 167-168. 174, 176, 177 Abban, Syekh Khalifah (Teratakbulub, Kampa!), 140 Abba Q.adhl (Padang Lawas). UlO, 131 'Abd Al-'Adum Al-Mandurl, 70, 107, 186-18'1, 190, 194-, 224 'Abd Al-'Aziz, Hajl (Pontianak). 122 'Abd Al-'Azll Al-Dabbllgb, 49 'Abd Al-'Azll Ibn Sa'ud. 71, 117 'Abd .Af.&qi Al-MllJa.P, Mubammad (Nuhlla, Yanan). 3', 37, 40, 55.s1 Abdulgbafur alias Hajl Wajab (Swnbek, Lombok), 217 Abdul Gbanl (Batu Besurat, Kamper). 139, 144, 145 'Abd Al-Gbiml Al-Nabulusi, 112 'Abd Al-Gbiml Al-1\aauli .M-Baghdadl (Makkab), 201 Abdul Hadl Padangan. 183 Abdul Halim (Gapus, Pall), 164 Abdul Halim (Pandeglang), 94Abdul Hamid (khaJll8h Muda Walt). 145 Abdul Hamid lffula Punglwt, Tapanuli Selatan), 1'3 Abdul Hamid D, Sukan Turld, 22 Abdul Hamid Al-Banjut (Abulung. Manapura), ~ 'Abd AI-Hamid AJ.Daghllllanl, 72-73 Abdul Hamid AJ.Malll (Ampenan), 221 'Abd Al-Hamid AJ.Sylrwanl, 72-3 'Abd AJ.Hayy (Makbh). 58 Abdul Hayyi MuhylddtnAl-Amlen {Malang), 231 AbdulJabbar (Bam-1am, Langbt). 136 'Abd Al-Karim Al-Baghdad!, 95 Abdul Karim (Bandunparl, Purwodadi). IM 'Abd Al-Karim Al-Banlanl, '.ll, 92-96, UM, 107, 178, 219, 220, 221, 222 Abdul Karim (Koto nan Gadang). 127 'Abd AJ.Kanm bin Mubammad 'Amrullah (Haji Rasul), 112 'Abd .M-Karlm ibn Muhammad MLahuri, 41 'Abd Al-Khallq Al-Ghujdawanl, 41, so.s2, 62, ~ 64, 76-79, 85 Abdul Kholiq (Mojolawanm, Patt). 164 'Abdallah lbn 'Abbas, 231 'Abdallah lbn 'Abd Al-Q.lihhar (Banten), 44, 59, ~102 'Abdallah lbn 'Alwi lbn Muhammad .M-Haddad, l!U 'Abdallah .M-Arzlnjanl, 67~ 72-73, 99, 126 'Abdallah Dlhlawt (Syah Ghulam 'All), 65-66, 6970, 72-73, 86 Abdullah Chafldz (ltembang), l~ 167 Abdullah (GUllell, Blora). 169 Abdullah Hamid {KaJolan. Magelang), 167 Abdullah {Kepalllm, Tegal). 170 Abdullah Khatib(?). 203 Abdullah (Xlayu. Lombolt), 217 'Abdallah Mubarak (Abah Sepuh). 9.5 Abdullah, Raja (bu). 100.101, 119 Abdullah Wun (KaJen. Pall), 164 Abdullah, H. Wan Muhd. S.',hir, 38, 41, 7l 'Abdallah .MZ.awawt, 69, 72-73, ICB, 120-122 'Abd AJ:.Lalhlf bin 'Abd AJ.Qltd1r MSarawakl, 123 'Abd AJ:.Lalhlf bin 'All AJ.Bamanl (Clbeber), 94-, 96 ' Abdul Lall( (Sumpur, Minangkabau). 127 Abdul Latif (Temlakbuluh, Kampa!), 141 Abdul Majid (Guguk Salo, Baiu Sangbr, Mlnangb.bau). IU, 151, 154 Abdul Majid (TanJung Alam, Baiu Sangbr, Mlnangbbau), 126 Abdul Majid (Tanjung Laning. Muara Slpongt, Tapanuli Selatan). 142 Abdul Malllt (Kedungparuk. Purwokerto), 171, 172 Abdul Maoan (Padang Ganllng, Mlnangkabau), 126 Abdul.._ (Padanpldempuan). 137, 143 Abdul Maup (Bablmalam. Langkat), 136 Abdul Mt'naj (Candllarl. Semarang), 166 Abdul Mu'ln (Pagutan, Lombok), 222 'Abd .M-Mu'lhl .M-Mandun (Makkah). 93 Abdul Qjldlm (Balubus), 147 'Abd AJ.Qltd1r Al;Jllanl, 42, 47; 9091, 96, 98, 153, 154 Abdul Qjldlr (Kedungparuk, Purwokerto). 171 'Abd Al-Q,adir ~g), 106-107, 109, 162 'Abd .M-Rahim Lam Kubil, 45 Abdurrahman Ambo Daile, 200 Abdul Rahman (Batu Hampar, Minangkabau), l'.l/, 139 'Abd .M-1\ahmanjaml, 51, 54, 5&Sl, 61 Abdumhman {Kebnmen), 172·173 Abdur Rahman .M-Khalldi 147 Abdurrahman (Kla)'ll, Lombok). 218-219 Abdunahman (Kopang, l.ombok), 217 247 lrukk 249 248 Tarekal Naqsya/Jandtyall di Indonesia 'Abd Al-Rahman LamJablt, 45 Alxlunahman Menur, 96 Abdumthman Padangan, 168, 231 'Abd Al-Rahman (Praya, Lombok), 93, Abdumthman Qjtdir (Ma.Jene, Sulawesi Selatan), 211 'Abd Al-Rahman Al-Saqqaf Al-'Alaw! (Makkah), 71 Abd11mthman (Surabaya), 170, 175 Abdul Rani Mahmud (Poniianak), 70, 122, 123 Alxlurrasyld (Klayu, lnmbok), 217 'Abd Al-Ra'ufSlngkel, 34, 3&37, 41, 54, 58, 59, 64 Abdummaq (Polewali.Mamasa, Sulaw•I SelaIan), 211 Abdul Salam, R.H. (Cianjur), 24, 108 Abdul Salam (Maninjau), 128 Alxlussalam (Solwaja), 169, 171 'Abd Al-Shamad bin Muhammad Azharl, 'iY 'Abd Ai..shamad Al-Palimbanl, 40 Abdulwahhab Chafldz LAS (Rembang), 163, 107168, 226 'Abd Al-Wahhab gelar Syekh Ibrahim bin Pahad liluu Ibrahim Kumpulan 'Abd Al-Wahhab Rokan 108, 120, 134,, 135-139, 140, 142, 143, 153, 158, 161, 201 'Abd Al-Wahhab Ai..Tazi, 49 Alxlul Wahid (Palau Gadang, Kampar), 140 Alxlul Wahid Khudzailiah (Omben, Parnekasan), 189, 190, 193 'Abdub, Muhammad, 113 Abidln (Bahapal, Slmalungun), 113 Abu'l-'Abbu Al-Irani Al-Shull (Makkah), 100 Abu 'All Al-Farmadzl, 50, 51, 113 Abu Bakar (Anjlr Pasar, Banjarmasin), 201 Abu Bakar (Padang Lawas, Mlnangkabau), 128, 142 Abu Bakr Ai..shiddiq, 48, 50, 52, 62, 113-ll 4 Abu Hamid, Ors., 36, 42, 206, 210 Abu'l-Hasan Al-Kharaqanl, 50-51 Abu Q!.ibam - /u.tjabal Abu Q.ubab Abu Sa'ld Al-Ahmadi, 69 Abu'l-lhahlr Muhammad ibn Ibrahim Al-Kuranl, 39, #, 56$1, 59 Abu Yazid Al-Blstbami, 50-51, 62 Aceb, 32, 45, 88, 139, 143-146 Adam Banurl, 56-58 tuiat. konllik rnengenal, 110.111, 129 Adenan {Banjarmallm), 202 Adlan Ali, 100.1112 Adnan Mahmud (Bakongan, Aceh Sela!an). 145 Allf (Mmanggu. lnmbok), 221 Ageng Tlrla)'asa. Sullan (Hanten), 34-35, 43 Agus Salim, khallliab (Pekanbaru), 140-141 Ahmad Affandl (Sokan\ja), 171 Ahmad Amklnagl, 45, 54, 56-57 Ahmad Asrorl - libat Asrorl bin Usman Al-lshaql Ahmad Dhlya' Al-Din GulllWl)'khanawl, 74, 76, 112 Ahmad Al-Ghazal!, 51 Ahmad Hub Allah bin Muhammad, 92, 96, 178 Ahmad lbn Ibrahim ibn 'Alan, 55, 56-57, 64 Ahmad ibn Idris Al-Fasl, 49 AhmadJarullahJuryanl (Makkah), 58 AhmadJazuli (Karangmalang, Brebes), 94 Ahmad Khatib (Hanten), 93 Ahmad Khatib Mlnangkabau, 85, 111-113, 116, 129, 143, 160, 188 Ahmad Khatib Sambas, 17, 82, 89-92, 104, 123, 204, 219 Ahmad Khwajakanl, 45 Ahmad Lampung, 92 Ahmad ibn Mubarak Al-Lamti, 49 Ahmad ibn Muhammad Zain Al-Palani, 71 Ahmad Nawawi Abdul Q.adir Al-Ban.Jarl, 201 Ahmad Al-Q.usyasyi, 39, 41, 54, 56-liB Ahmad ll.lfa'I (Solwaja), Uil, 169-171 Ahmad Rowobayan (Padangan), 169 Ahmad Sa'kl Al-Ahmadi, 69, 72-73 Ahmad Al-Sballh Syams Al-Mlllah wa Al-Din, Raja Bone, 37, 38 Ahmad Sirhlndl, 40, 42, 53-63, 65, 78, 79, 81 Ahmad Suhar!, 94 Ahmad Syabrawl (Prajen, Madura), 187-190 Ahmad-I Syahid (Barelwi), 85 Ahmad Al-Sy1nnaw1, 56-58 Ahmad Al-Tljllnl, 49 Ahmad ibn 'Ujall, 5&57, 58 Ahmad Y•evl, 51 Ahmad lbn Zain! Dahlan (mufti Syall'I Makkah), 69, 121 Ahrar, Khwajah - lihat ·'Ubaidallab Ahrar Akbar, Maharaja Moghul, 79 Akmallyah, tarekat, 153, 170, 174 'Ala' Al-Daulah Simnanl, 55 'Ala' Al-Din 'Aththar, 52, 54, 56-57 'Ala' Al-Din Muhammad, 56-57 'Ala' Al-Din Q!tdhln, Muhammad, 56-57 'Alan - liluu Ahmad lbn Ibrahim lbn •Alan 'All ibn Abl Thalib, 48, 113 All Batu, Hajl - lihaJ Muhammad All (Sakra, lnmbok) 'Ali Hamadanl, 112 'All Nahari (Makkah), 95 All, Raja (Riau), 100.101, 119 'All Ridha, 68, 71-73, 107, 142, 147, 150, 151, 155, 168-169, 171, 172, 176, 180, 199, 207, 227 All Wafa (Ambunten, Madura) 189-190, 192-193, 195-196, 197 'All Al-Yamanl, 58 'Alwl bin 'Abbas Al-Malik! (Makkab), 196 Ama11alt, majalah, 16 Ambo Daile - liluu Abdu1T11bman Ambo Daile Amin bin Muhsln Aly Alhinduan, 189, 195, 214 Amin, Kl (Cibuntu, Hanten), 94-95 Amir Kulal Al-Bukhari, 50, 52 Anas Mudawwar (Babussalarn, Langkat), 137 Antung Ahmad (Anjlr Pasar, Ban.Jarmasln), 201 Anwaruddi11 (Semenanjung Malaya), 201 Arab,keiurunan,21-22, 120-122, 174, 194-195,2()'$ Arie{, A. Mm., 115 'Arif Al-Rlwgarl, 50 Amyad Al-Ban.Jarl, Muhammad, 37, 201, 202 Amyad Qjtdlr (Banten), 93 Anyad Thowll (Banten), 93 Arwani Kudus, 162, 163-164, 165-166, 167, 181 As'ad bin Abdul Ruyld (Wtyo, Sulawesi Selalan), 2IJ)..209 Asfar, Anmng Guru Muhammad (Gowa), 207 Asfar (Blllar), 177 Amawl Carlngin, 31, 93-96 Aarori bin Usman Al-Iahaqi (Sawahpulo, Surabaya), 181-183 "'"""' - Ii/Mt wirli Aydarua Ghan! (Batu Besurat, Kampaij, I 3!l, 145 Al-Azbar, 112, 168, 183, 226 'Azlzan 'All Al-lWnbnl. 50 Ba-'Alawtyah, larekat, 40, UM BabaAl-Sammaal, Muhammld, 50, 52 BabUl8lllam (Langbt), la!, 135-139, lli8-159 Wiil, 87, 157, 164, 170, 171-172, 178, 180 Baha' Al-Din NlM:pyband, 42, 47, 49, 50, 52-53, fl6.57 I 60, 61, 76, 78-79, 98 Baha'uddtn Q'atiwanpm. Purworejo), 173 Bahri Muhudl (Mojoead), 179 llai'al, 62, 68. 8687, 169, 191, 213-214, 227-228 Bajurt (Amunlal, Kallmantan Seialan), 200 Ball, orang Ball, 28, 92, 193, 215-216, 219, 220 Al-Ball, Muhammad lama'll - liluu lsma'll ibn 'Abd Al-Rahman Al-Ball Banglcol. Guru (alias Mamt. lamall, Praya, J...om.. bolt), 28, 93, 215, 217, 218-220, 221, 222 Al-Ban.Jari, Muhammad Arsyad - liluu Anyad Al-Banjari Al-Ban.Jari, Muhammad Nalls-lu.t Nalls Al-Banjarl Banjarmasin, 2()0.203 llanten, 3+85, 42-48, 46, 93-95, 230 llanten, pemberontakan 1888. 27-28, 215-216 llanien, pemberontakan 1 • 31, 93, 94, 117 Banyumaa, 169-172 A.1-Baql Al-Baghdadi, 95 Baqi Bl'llah, 40, 5a.SJ' 60, 89 Baqi bin Sulalman Al-Kholldy, Muhammad (Hu1a Pungkut, Tapanull Selalan), 142, 151 lla~49, 195 Barztn.JI, Muhammad ibn 'Abd Al-Rasul - liluu Muhammad lbn 'Abd Al-Ruul Al-Barztnjl Bastomt (Mbaran, Mo.Jo, Kedtri), 176 Batavia, 35 Bawean,97,98 Beklaaylyah, larekat, 51 Bellau Natar, 150 Berg. L.W.C. van den, 32 Beru1ak. Tuanku - Ii/Mt lhahlr Beru1ak bii'alt, lllduhan, lll·U2, 114, 115, 194 Blltar, 176-178 Blom, 168-169 Bogo. Mbah (Nganjuk), 175 Bogor32,# Bonjol (Sumatera Barat), 124 Bonjol, 'All Sa'ld-/i/Mt 'All Sa'id Bonjol Bonjol, Ibrahim - liluu Ibrahim Bonjol Bondowoeo, 230 Bone, keraJaan Bup, 34, 208 Baddha, agama, 79, 84 Bugil, orang, 35, 100, 2()0.201, 2Q6.214 Al-Buni, Abu'l-'Abbu Ahmad lbn 'All, penprang S,.- Jtl·M11 '11rif. 176, 224, 229 Burbanuddln (Bakong. Demak), 164 Bwhanuddln (Vlakan), 140 Bmlaml,iDdl(TanjllngBonel, Mlnangkabau), 127 BUllaml Llnlau, 151 Cangklng (Sumaten. llarat), 102-l03, 124-1~ Carlngin, Kill - libat Asnawi Canngln Carkhl,. Ya'qub-liluu Ya'qub Carkhi CebolH, Sent, S9 Cealhlni, s-t, ... ChumaMll (Kroya. Cilacap). 173 Clanjur, 23-26, .... 46, IO'l, I~ Cina, S9 Ckebon, 92, 95-96, 174 Clsytlyah, larekat, 54, 58 """""· 221).23(1 Daghllllan {Kdatya), 31, 67. 68 Damaakus, lU Darwlay alias IDdl lama'll (Umbul, Sampang), 187192 Da'ud, Muhammad (Bahussalarn, Langkal), 136- 137 Dawl, Khaliliah (Kangar, Perils) Dell, kaultanan, 26, la!, 136 Dlponegoro. 21 Domes Boeman, Tuanko Mudo, 147 Dullah, IDdl (Kllyu, lnmbok), 217 DwWnan, HaJI (Kopang. lnmbok), 217 Duraald, HaJI (Klayu, lnmbok). 217 l.riti; 77-78, ~· l.ritlr Um"'"""" 78, 80, 97, 172 Mir jaMi. 42, 48, S2, 59, 80, 89, f1l, 206-207, 229 bil;;;, ilaft, 48, S2, 80, 89, 147' 206, 280, 232 bil;;lr illllla'if. 42, ~1. ee, D, 213., 232 bil;;;, '"'"" 36, 80, 205 bil;;lr tulad, 36, 77-78, 80, 97 Emed (pun Kill Amawl Canngln), 93 ~ Kontrollr, 28-29, 215-217, 219 Faghnawi, Mahmud Anj1r - lu.t Mahmud Anjlr Faghnawl Fllllhal, Muhammad (Praya, lnmbok), 218 Falak, Kial (Pagentongan, Bop). 94 Faqth Shaghlr, 108 Faqth Shaull - /u.t Shaull, Faq1h 250 Tankal NOIJl}a/xmJiyalc di lNitwusia Faria, Muhammad (allu Hallth Kuyghari), 45 Falah (PaiUan. Baiijamegara), 112 Flllhul But (Umbul, Sampang). 123, 187, 189-191, 193, 196 Ft.lkMh, Syarlf&h (Sumeaep, Madura), 180, 199, H11-Ul8 Falah IJeas, WotlClllObo), 173 Gbalir (Tnmggalek), 176-177 Gbauta AJ..Hllldl - llud Muhammad Al.Qhaum Gharall, Am-1- llud Ahmad Al.Qhazall Ghar.lmtar lbnJa'ilr Al-Naluiwall, S&S7 G~ AJ.Dtn Ahmad, S&S7 Ghmall (Jmnber). 173 Gho:mli (Srilmlon. Patt), 164 GbujdawlUll, 'Abd Al-Khallq - li1ud 'Abd AlKhallq Al.Qbu'1aWllfll Gbulam 'All, Syab - llud 'Abdallab Dlblawi Glrllwsumo (Semanmg), 107, 100. 163-164, l&;.. 167 Gowa, 34-36, 39, 'Jm, 212 Golbr, 96, 132, 1"5-146, 180, 181, 185, 19.S G111111111~w1 - llud Am-I ~ Al-Dln Al-Gmn111~w1 GUf!Uflgjad, Summ, 43 Habib, Muhammad (Kebaronpll. Bat!yumu), 170 Hadmwl (Kwanyar), 1!11 Hallth Kaayghat\ 45 Hallzb Lasem (Rembaflg). 181 hajt 21-22, 104-106, 125 HaJI Ruul-llud'Abd Al-Karim lbn Muhammad 'Ammllab Hamadml. 'All - llud 'All Hamadanl Hamadmt, Yusuf -11/ut.t Y111uf Hamadanl Ha- Nallhlr (Gtabag). 163, 165 Hamid I, Sullan Pontlmak, 122 Hamb, Buya. 'SI Hallal, madzbab, l:U Hanball Sunwdl Al-Q)lduat, Muhammad, 164165 Haqqt Al-Nazill, Muhammad, 70-71, 12-73, 75 Hanm Syakur (Bangm.Jepara), 164 Hanm (Talok Wnbmojo, Ngawen), 169 Hamn (Air Banp. Mlflallgkabau), 13'1 H-Asybri - llud Mangll, Mbab Hamn Buurd (Pakong, Pamekalan), 187-100 Haan (Baagn, Majene, Sulawesi Selalan). 21 l Haan Muhammad Al-Muyatb Al-Yamam (Mak, bb), 196, 220, 221 H - Mustapa, Hajt, 24 Haan (PaiUan. Banjamepra), 172 Hasan, Kliallfab (Pedlll). 161 Hasanuddtn, Sullan (Banten), 43 Hubullab (bin Abdurrabman, Kebumen), 173 Asy'arl, 175, 180, lliS /add: 251 Haylm, Muhammad (Buayan, Minangkabau), IS0.151, 153-154 Hasyim (Ranjau Batu, Tapanull Selatan), 142 Haua, Mohammad, 127 Ha.- (Kwdllllan selatan), 89 Ha}'ad. Muhammad (Renggean. Sulawesi Selalllfl), 211 Hkhoyalullab Samwt, S&S7 Hindu. agama. 79 Holle, K.F., Penasebat Kebormalan untuk Urusan Pdbumi, 23-27, 68. m HU!lllln tbn Am-I Al-Dallllllrt Al-Buhrl, 91).l 00 HU!lllln Gaba! Abu Qpbaia, Makkab), 150 HU!lllln (Ulm) (Sumbek, Lombok), 217, 224 Hiiiin, Muhammad (Pulr, Agam Tuo, Minang· kabau), 127 H111nu (Bengkel. Lombok), 222 Hula Pungkut (Tapanull Selalan), 142, 143, 151, 153 Hudbur, Hajl, S&S7 'Alan_,,_ lbn Ahmad lbn Ibrahim ibn 'Alan lbn Al-'Arabl, Mubytddln. 3'1, -'2. SS, 58, 60, 160, 199 lbn Qlaytm Aijamtyab, 229 Ibrahim Boqjol. 147-1"8 1brahlm Brombong (Semanmg), 96 Ibrahim Harun Aijalts. Hajl Muhammad (ClanJur). « Ibrahim {Kebumllll), 173 lbrablm Kbaunml(?). 203 Ibrahim Kumpulan, 125, 127-128, 139, 1•2, 1•7, ISO Ibrahim .MKuranl, 84, 3'1, 39, 41, «, M, 56-60, 63, 64,89, 91 Ibrahim {Padaag Slbusuk), 127 1brab1m, Tl.lllll!flll1DI (Stngapura), 100 ldham Qalld, 181 ldrlll bin Syam'un Banten (Makbh), 220 ldrlll (Gulult-Ouluk, Sumenep), 192 ldrlt, HaJ1 (Tapl Selo, Mtnanglcabau). 127 Byu, Mubanunad (Solwaja), UJl, 162., 169-172., 175 India. 53-58, 6+66 Allnyad. 113 lama'll bin 'Abd Al-Rahim Al-Ball, Muhammad, 00,92,219 lsma'll Al-Buusl (!lud juga lsma'll Mtnangbbawl}. 67, 68. 12-73, 100, IM>, 168 lsma'll, Guru (Mujur, Lombok). 223-2.'U llma'llJabal, 70, 121-122, 123, 1.0 llma'll (Kelapang, Kalimanlllfl Balllt), 122 Isma'll, Muhammad (Kracak, Slndanglaut), 9s.96 lama'll (KnmJI. Ampemm). 221 lsma'd Minangkabawl (lsma'd Stmab~, 67, 9!). 102, 11!).120, 124, 134, 139, 1.0 lsma'll (Muara Slpongl, Tapanull Selalan), 142 lsma'll (Talok Wobmojo, Ngawen), 169 Isma'll bin Zain Al-Yamani (Makbh). 196, 197 Izzt bin Muhaln Ma'mun ~ Lombok). 220 Jabal, Syalkh- llud Sulalman Al-Zubdl aodJabal AbuQpbail Jabal Abu Qpbaia, 6741, 70.71, 122, 150-151, 161 Jabal Hindi, 70. 121-122, 1"6, 161 Jaelanl (Negara. Kalimanlllfl Selatan). 200 Ja'far lbn 'Abd Al-Rahman AJ.Q.adrl, 122 Ja'far Batu BesUllll, t 41 Ja'far tbn Muhammad Al-Saqqat; 122 Ja'far, Sa'kl (Putau Gadang) - tlud Sa'idJa'far Ja'far (PUlau Plnang), 161 Ja'ilr Al-Shadlq. SO. 90 Ja'far bin Abdul Wahid (Omben; Sampang, Madura), 193 Jabo,Jamll - llud JamllJabo Jailanl, Tgk. (Acab Selalan). 1"5 Jalaludd:ln (BanJannastn), 201 Jalaluddtn, HaJ1{Bukflllnat),7t, u+us, 131-32. 1-48, 150.151-152, 171, 189, 191,200,209,210. 211-212, 227-228 Jalal Al-Dln Cangklng, 102-199, 125 Jamal Al-Dln Pa&ai, 45, 1"3 Jamaluddln (Srtgadtng, Ambunten, Sumenep, Madura), 192 Jambek, MubammadJamll- lihatJamllJambek Jamb!, 138 Jamil Jabo, Muhammad (Padang Panjang, Mi. nangkahau), 139-1"6, I« JamllJambek, Mubanunad, ua Jamil Tungkar, Muhammad, 126 Jam'lyyub Ahl Al-Tbatlqab At-Mu'tabarah, 179181, 233 Jaulwt (Pnmduan, Madura), 198 Jawa Baral, 23.27, ~ 102, 1111 Jawa Tmgab.102, 106-107, 162-17• Jawa Timur, 17+.18', 193, 191).196, 2!J0.231 Jamil (Dasuk, Sumenep. Madura), 192-193 Jazull (Tattangob, Sampang), 187-188, 100, 192 jillad, 25, 31, 229 Jobor, kerajaan 100.101, 136, Hl9, 161, 17" Jombang 96411, 178, 180-181 Juma, Puang (Gowa), 'Jm JwUlld Al-Bagbdadl, 42, 90, I 13 Junaid, Khalifilh (Labuan Billk, Pana!, Sumatem Timur). I'S/ Kuan Tapelr, Kial (Krapyak Lor), 29<30, 00, I06 ...... -"" 130 ka111nt110, 100 kebattnan, allmn, 231-232 Kebumen 170, 172-173 Kedab, 101, 173 Kedlrl, 17M78 A;.W"4/a1t, 186, 206-207, 216., 223-224, 229-230 Kertnct, 128, 1311 kaakliafl, 63, 130, 185, 166, 200.207, 223, 228 Khaidlr - llud Kbidlir Khalid Dblya Al-Din Al-Kuro1 Al-Bagbdadt, Mau· lana, 58, &;..67' 72-78, 74, 83&l Khalid Al-Kurd! Al-Madan!, f11 Khalldlyab (cabang llmlkal Naqayabaodlyab), 45, ~ 71-75, 89, 9!).109, 1:U.1ll3, l&S-146, 1-48161, 162-178, ~ 2lo.:112 liltalfd, 87, 126, 160, 164, 173, 181-1113 Kholll Banpalan, 187-1118 Khalil (Candlml, 8emanmg). 166 Khalil Hamdl Paya, 68, 69, 70, 71, 12-73 Khalil Hllml, 70-71, 12-73 Kholll (Kepmlr. (Banpalan), 1118 Khalil~ Lombok), 222 Khalil (RejolG,Jombug}, 96, 175 Khalil Wanllll (Mena. Bantim). 94 v.tat- """,.,. v.tattlcr~77 Kha1wallyab. ........ 16, 34-36, 40, 42, 46, . . 89, 170, iOOIOl, 206,207, 210, 212 Al-Kbanl, Muhammad lbn 'Abdallab- li1ud Muhanunad lbn 'Abdallah Al-Kbanl Khatib 'All (Muhammad 'All tbn 'Abd Al· Muduballb). 112, 129 Khidbr, Nabl a, 52, 154 kll4111U/"'4 62-63 k/Jtdm.tK~, 8.'>86, 197, 212-213 K.budzalfab, (Omben, Pamekaaan, Madum) 189190 KbWlljapn, 45, 51-53, 7!) Kobn, Tuanku di (Pagaruyung. Mlnangkabau), 126 Kodilm {Mlllles), 94 Kia1m1au, meleluanya, 25, It1l Knwa, Weme,r 19, 125 Kubmwtyah. ........ 81 Kubu (R.lau). 185, 1-'l Kumpulan, Syalkh - lllut.t Ibrahim Kumpulan Al-Kurant, lbiablm - '""' lbmblm Al-Kul'lllll Kadlrun Yabya, 143, 1-48-158, ~. 230 KaJang (Se1angot), 158-160 Kallmaman Baral, 70. 91, 92, 95, 120-123, 186-187, 189-192, 194-195, 196, 198, 230 Kallmaman Selalan, 199-205 Kampar, 128, Illa. 138-1-'1 karall'MI. 1-48-1"8 Kanodlrdjo, Slufono, 19, 27 Karunnmg, Karaeng' 36, 39 Kuan Mukmln, Kial (Sldohaijo), 29-30 Al-Kurant, Muhammad Sa'ld - llud Muhammad Sa'kl Al-Kul'lllll Al-Kurant, Muhammad Thablr- llud Abu'l-Thablr lbn Ibrahim Al-Kuranl Al-Kwdl, Muhammad Amin - llud Muhammad Amin Al-Kurd! Al-Kurd!, Muhammad lbn Mahdi - llud Muhammad lbn Mahdi Al-Kuidl Kunll, orang, 58, 66. 229 Kurdlslan, 17, 31, 66. 89, 230 Kula!, b!rajaan. 108 252 Ton/cal NatpJahandiyaA di lnt'ionesia Labuban Haji (Aceh Selatan), 144 Lampung.92 Langbt. 26, 118, 1115, 136 Laplo. lnwn (Majene)-1"'41 Muhammad Thahlr "tltlk.uuk halua" 42, 81 204 Lalbll Baldowt alias Mulwnmad Shaleh Baldowt (Gondanglegl. Malang), 189, 100, I!B, 195- '°""''if, l!lfl, 213, 230 Lebub, Tuanku Syalkb, l 18, 125 lmnbok, 28-29, 92, 96, 215-225, 230 Lubuk Lmtah, Syekh (Suitt Air, Mlnangkabau), 126 Ludi8, Habib (Pekalongan), 170, 172 Luwu,206 Ma Mlngxln, 59 Madlnab, 2o, 29, 34, 4o, 41, 42, 43, «, M, 67 Madlun, 175 Madura, orang Madura, 70, 92, !l6Ul, 105-106, 107, 123, 161-171, 183, 185-198 Madyan (BabU88alam, Langkat), 137 Magecan. 175 Maghnbl,~ ""'lltriM. llmu, 203-204, 224-225 Mahdi, 29, 31, 132 Mahfuzh (Kebumen), 173 Mahruda: (Sampang. Madura), 122, 187-191, 195 Mahmud AnJ1t Faghnawt, 50 Mahmud bin Sldlq (Tembom, Magetan), 175-176 Mahmuddln (Kampar), 140 Mahmun, Raden Hajt (Clanjur), 38 MalaurJui'I AJ.Patla'i, 98, 177 Majene, Sula-.t Selalan, 209, 210. 211 Majuai, apma, 79 Makaasar, orang, 3435, 200-201, 207-208 Mallah, 22, 26, 30, 34, 43, M, 55, 58, 64-74, 89-92, 99-101, 104-106, 117, 120-122, 128, 150, ltB, 183-184, 186, 196-197, 220-221, 226 Maldd Muhamun (Kedll1), 179 Maboem Dja'far (Porong), 179, 181-182 Malamatiyab. 51 Malang.191, 195-196, 198, 231 Malaya, lltllllOOIUljung. 135, 138, 147, 156, 158-161, 201 Ma'mun (Praya, Lombolt), 219-220 """""lif. tna1t41Jilwzn, 98, 152-154, 163, 177 Manaruddln {Pbnorogo), 164 Mandalllng, 128, 131, 133, 134, 141-143 Mam:lar, orang, 209, 210 Mangli, Mbah (Hasan Asykart), 164, 166-167 Mansur (wakll Klai Arwanl Kudus), 162, 164 Mansur (Popongan, Solo), 1171, 162-163, 166, 167 ....na&zt tlljrlll. 199, 202 Ma'rur bin 'Abdallah Khatib, Muhammad (Palembang), 00, 92 Ma'rufbin Muhammad Haaan, Muhammad (Sukorejo, Blllar), 178 Maizuqi, Haji, khalilll.h Abdul Karim Banten, 27, 92.00 Jndltlc 253 Masrurl (Serong, Purwodadi), 164 Ma'llhum AJ..Faruql - likat Muhammad Ma'shum AJ..Faruql Ma'shum (Grabag, Magelang), 165 Ma'shum (KepanJen. Malang), 187-188, 100-191 Ma'shum (Ponorogo), 164 Ma'shum (Tanjung Batu, Majene, Sulawesi Selatan), 2U Matilana Khalid - 1"'41 Khalid Dhlya.' AJ..Dln Af..Kwdl Mawardl (bin Slrajuddln, Sampang, Madura), 100, 196, 198 Mazhar AMhmadi, Muhammad, 69-70, 72-73 MuharJllft.!Janan, Mir.la, 65, 70, 72-73 Mazhariyah (cabang larekal Naqayabandiyah), 17,30,45,69-70,72-73, 74-75,85, 101, 119-123, lfo, 185-198, 210. 214 mesalanlllme, gerakan, 2!).30 Ml'ad (Pawukan, Pekalongan), 165 Mlnan bin Uaman AIJshaql, 182 Mlnangkabau, orang, 105-106, 116.117, 139-140, 139, 142, 144, 147, 181, 182, 218, 200 Mlnangkabau (Sumalera Barat), 102-103, 107-100, 113-116, 124-133 Mlnangkabau,Ahmad Khaub-lt/iat Ahmad Kha· Ub Mlnangkabau Mlnangkabawl, lsma'll - lihat lsma'll Mlnang· kabaWI Mizjaji, 'Abd Af..Baql - ltllat 'Abd Al-Baqi AlMizjajl Mlzjaji, Zain - lihat Zain ibn M. 'Abd Al-Baqi Af..Mizjajl Moeng, Hadjie -1"'41 Mahmun, R.H. Mnmggen.96 Muda Wall-1""1.t Muhammad Waly Muhaimi, Kial (Clbeber, Banten), 94 Muhammad ibn 'Abd Al-Karim AJ..Samman, 36, 40, «, 89 Muhammad ibn 'Abdallah Al-Khani, 74, 95, 100 Muhammad ibn 'Abd Al-Rasul Al-Ba!Zlnji, 56-58, 65 Muhammad 1bn 'Abd Al-Wahbab, 60 Muhammad'All (Clanjur), U Muhammad 'All Sa'ld Bon.Joi, 139, 151, 154 Muhammad All alias Hajl All Batu (Saba, Lombok), 186, 215-218, 222-224 Muhammad 'All (Sulit Air, Sumatera Barat). 126 Muhammad lbn 'All AJ..Sanusi, 49 Muhammad tbn 'Alwi AJ..Maliki (Makkah), 196197 Muhammad Amin Al-Kurdi, pengarang Tanwir Al-Qillub, 18, 74, 76, 82, 83, 86, 89, ltB, 171, 202, 204, 209 Muhammad Amin Pejeruk (Ampenan, Lombok), 219, 220, 222 Muhammad Al-Ghauts, 56.57 Muhammad Hadl Ginkusumo. 107, 109, 162-163, 165-166, 170 Muhammadjan Al-Makkl, 70, 72-73 Muhammad (Kedlrl), 179 Muhammad {Kolo Baru), 126 Muhammad 1bn Mahdi Af..Kwdi, 112 Muhammad AJ..Makki, 37 Muhammad Maabahan (Amulllal), 200 Muhammad Ma'ahum Af..Faruql, 56-58, 00, 63, 65 Muhammad M-, Raden Haji, Kepa1a Penghulu Clanjur, 2'-26 Muhammad Noor {Ujung Pandang), 213 Muhammad Nur AJ..Bada'uni, 72-73 Muhammad Nur Sumatera, 160 Muhammad Nur (Takiaong. Kallman1an Selatan), m205 Muhammad Ra'lt (Saba, Lombolt), 186, ~ Muhammad Sa'd (Stngkanik), 126 Muhammad Sa'd bin Tanta' {Mungka). 112, 129, 130, 139 Muhammad Sa'ld (Babusalam, Langkat). 136 Muhammad Sa'ld GUiit Banjar, 68 Muhammad Sa'ld Af..Kuranl, 68 Muhammad Sa'ld (Pulau Bubus, Mlnangkabau), 128 Muhammad Samman (Kampung SeJaring. Bukft,. Unggi), 142 Muhammad Samman (Rao-Rao), 126 Muhammad Shaleh Baldowl - 1""1.t Lathlft Baldowl Muhammad Shaleh (Madura), 187, 190 Muhammad Shalih {Mlnangkabau), 126 Muhammad Shalih AJ..7.awawt, 22, 69-70, 72-73, 75, 101, 104, 100.118, 110. 119-121, lfo, 186 Muhammad bin Soleman (Motongtangge, Lombok), 217 Muhammad Waly (Labuban Haji, Aceh Selatan), 139, 1#146 Mulwnmad Yllllm (Pwak), 161 Muhammad .Ml.ahld, 56$1 Muhammadlyab, U3, 115, 139, 1#145, 218, 213 Mubdln-Nur (Rejolan. Tulungagung), 178 Muhlbbuddln Wall, 145-146 Muhsen (Jepara), 164 Muhsln Alt (Saleppa, Majlme), 211 Muhsln Aly Alhluduan, 123, 187-189, 190, 191, 193-196, 202, 210, 212-214 Muhsln Ma'mun (Praya, Lombok), 220 Mu'lm (BabU88alam, Langka~. 137 Mlljaddldlyab, cabang larekal Naqayabandlyah, 54-59, 61, 64-66 Mukhlis (Jetls, WonlW>bo), 173 Mokhtar bin Zalnal Abldln (Kwanyar, Madura), 197 Munawlr (bin Ghm:all,Jember), 173 Munlf (Glrlkusumo), 165-166 Muntaha (Bumen, Salattga), 164 Murad AJ..Q!Pani, Mulwnmad, 70, 72-73, 121, 122 rnwaqallah, 64, 82, 179, 204, 221 Musllkh (Mranggen), 94, 96, 180 MUSlal'a Faishal (Ampenan, Lombok), 218, 221· 222 Mustal'a 7.ahn, 209-210, 211-212 Musta'ln Romly, 9697, 98, 178-181, 185, 222 Mutamakkln, Hajl Ahmad, 59 Nalla Al-Banjari, Muhammad, 202 Nadhll; Mulwnmad (Glrlkusumo), 165-166 Nabdhatul IDama. 113, 179-181, UIS Nahrawl (Ploeo Kuning. Yogyakarta), 163 Nahrawl (Talok Wuhmojo. Ngawen), 168-1611 N¥u Ad-Din lbn Mulwnmad Amin AJ..Kurdi, 168 Najmuddln (Tlmmbung. Majene, Stila-1 Sela- tan),211 Najmuddln Ma'mun (Praya, Lombok), 220 Nacpabandl 'llluwlyab, larekal Jobi (Malang), 291 N~200 Na1ar, Beltau (T.,....it Selatan). 150 Nulll, M. Haqql-1.., Haqql Al-Naizlll Neprl Sembllim. 138, 160 N~ . . . . . 85 Nllham AJ..Din, 56$1 Nor. SJlldliih (~ Malang).198 Nur Al-Din Ahmad Al-Tha'Ull, 56$1 Nur Al-Din M-llanlrl, 40 ur M•-.t. 156, 199, 228 N\11'&11, Mamlk (W,ra. Lombok), 223 Nunyld (Bandunglmjo,jepara), 164 Padrl, perang, 103 Niang, 160, 161 Pakih Tambah (Babusulam, Langkat.), 136-137 Panpttu, allran bballnan. 231 Pan-Islam, geralcan, 22 Pana, Khwajah Mubanunad, 00-61 Parial Poltllk Tantkat Islam - 1"'41 PPl1 Patani, 147 AJ..Patani, Ahmad tbn Muhammad Zain - 1""1.t Ahmad lbn Mulwnmad Zain AJ..Palani Pali, 164 penghulu, 2+25, 26 pengobalan, 155-156, 176.177, 184, 185, 204, 2fJJ, 220, 228-229 Perak, 1'111, 159-100, 161 Perils, 138, 161 Perm! (Penaluan Mmlimln Indonesia), 143 Penatuan Pengamal Tantkat Islam - ltllat PPl1 Peru (Penaluan Tadllyah hlamlyah), 113, 114, 116, 129-131, 139, lfo, 144, 145 Pesllam -1"'41 Bab-1am Petimah, Guru (Mlljur, Lombok), 223-224 Plnang, Pulau, 134, 136, 161 Poenaen, C., 21 Ponllanak, lwsultanan, 70, I 00.109, 120-123 Popongan, 107, 162-163 PPP, 145-146, llKI, 195 PP11, 114, 116, 118, 13H33, 143, 145, 151-152, 171, 211-212, 233 Jndek 2.5.5 254 T4TlhM N(Jfsya~ di IfUkrtlsia pdbumllllllll (penglndoneslaan), 224-225, 226-1112 Purballngga. 170, 1'12 ~ tarekat, 34, 31\ 41>, '7-48, 54, !M, 117, 159, 174, 210, 217, 230 ~ - Naqayabandlyah. tarekat, 27.30, 89!B, 109, 123, 173, 174, 118-1113, 1116, 217, 2l&m.200 Qjlmamddlll (tballtlah Muda Wall). 145 ~In (llllar), 176 Qpllm lbn Muhammad lbn Abi Bakr Al-Shiddlq, 50 Qpyabandiyab, taRkat, ~-:am. 230 ~ Muhammad Mund - lfad Mund ~ Q!ayalrl{Nakeh, Tayu), 164 Q,myaayt- lfad Ahmad Qpsyuyl l\abtah blnt M.Jamtljaha, 144-145 ~al"'f®r.85 t116'Aial Iii al·941kk, 64. 82-85, !11-911, Ill, 165, 191·1!1l. l!U-19S, 2()4. Raft'les. Thomu Stamli:.mi, 21.:12 Raja All Haji. 119 Rambnl. 'All - lfad 'Azlzan.All M-1\amllanl Rutan Al-Dlmayql, 31 J.ejolo 9697, 176-181, 185 Rembang. 16'1-168 lUau, daralan. 135-136, 188-1'1 lUau, kepula11&11, 70, 91).101, 119-12:0 lUdha bin Yahya. Muhammad (Pontiaoak), 123 l:Ufa'i. Ahmad (Sobraja) - li!Mt Ahmad l:Ufa'I l:Ufa'I ~JOlnblnl), 181 l:Ufa'l (Sumpyub. Kroya), 16' l:Ufa'iyah. tarekat, 229 Rtwpd. 'Adf- li!ld 'Arif A).Rlwgart Ravi, Saiyid Adw Abbas, 00 Rolran {RJau dualan), 1~. 138, 141 Rmnly bin Tamlm (Rejaio, Joml>lmg), 96.. !Tl, 176-182, 1116 lWhllnl, Syekh {"dad Paldllan"), 153, 154 ..-iS11111k, 88, 131, 138, 141, 14'1, 18), 171 Rmydlyah Kial>. 12:0 1:\.-ndl, Muhammad {Balljammln). 2:01 ~ {Kelayan Luar, Banjarmulll), 2002:01 Sa'd AIDln Kaayghari, 45, 53, 5651 Sa'tdja'tar (Pulau Gadang. Kampaq, 140 Salf Al-Din 'Arif Al-Faruql, 63, 65 Salim lbn Samlr, 101, 110 Salman Al-Fllrillt. /JO Salman (Poponpn), 163 llUllill',59,69 Sambas, Ahmad Khallb - lilw Ahmad Khallb Sambu Sammlln. Syalkh - lfad Muhammad lbn 'Abd A).Kadm Al-Samman Samman (Buk1Ulaggl) - li!Mt Muhammad Samman Samman (Rao-IW>) - lfad Muhammad Samman Sammanlyah. tarekat, SO, 36, 89, I09, 147, 2:01 ~lllP)'llbandl)'ah. tarekat, 14'7-148 s.-i. Baba A).Sammasl Smull, Muhammad (Polewall. Sulawesi Selalan), Baba-""" 211 $mullyah. tarekat, 23, 49 Sapudl. 1!1l. 198 s-katla\un.31\ U&U7, 129, 143, 188 14YJlll.174,194 Sdtdeke. B.J.0. 12', 129, 188 Shau8, Faqlh (labusaalam. Langkat), 131-138 Shtbghat Allah, 56-59 Slilcldlq, Mohammad (Karangblok. Mata.nun, Lonlbok),217,219-22:0 Sldlq (I'embom. Magelan). 175-176 Shlddlqtyah (tarekat lobl), 16 ~ Tajul Arllln- lihal Abah Anom ShonlaJI (I'enguh, Kebumen). 173, 182-183 Slak. 11:16. 139, 140 SldohaljO. »SO nlril4lt, 48-52, 56.51, 62, 72-73, 00-91, 113-114, 187-188, 190 Silmlull, 'Ala' AIDaulah - '""' Stmmnl 'Ala AIDaulah Slngap-. 100.101, 106, 134-135 ~ 206-2(8, 195-19'/, 1118-199, 2:01-203 Slrajuddtn Kudus 162 Slrajuddtn (Sampang. Madura). UP, 196, 1!1l. 195, 196 Sldllndl, Ahmad - """ Ahmad Slrhllldl SlllJcmar,2:02 Snouck Hmgronje. Cbr1M1aan. 22-23, 31>, 44, C"fi. Cl>,70,99, IOI, HP', lU Sobnljl. 88, 107, 162, 167, 169-172 Soo'yb,JoellOli( no, us ~Raden (Kanmg. Lonlbok). 216, 223 Subud, allan keblt.lmn, 231~ Subuh, Pair. (Muhammad Subuh), 231-1112 Subbuml, 23.iCi Submo, Pnllillen, 132 SuleylMn Hillllt Tunahan Eimdl (furkl), 8384 Sulldman A).Kboldy (Huta Punglwl, Tapmult Selalan). 142, 143, 153 Sulldman AJ.Q;lml. 67, 72-73, 154, l(fi, 170, 175 Sulafmml. Raden (Den Leman) (Krasak. Clkam· pek), 174 Sulldman .Al-IWult. 114-115, ll8, 13().131, 145, 228 Sulldman {Sumpur, M1nangkabau), 127 Sulalman: AJ::.Zuhdl (Sulalman Effendi, Syalkh Jabal), 67419, 72-73, 75, 84, UIO, 10f, 107-llll, Ul, 122, 126-128, 185, 139, 141>, 142, 147, 162, 169. 170, 171, 172-173 Sul:alman Zuhdt. Kial M!r7.a (Blttar) •- lihat Zuh· di Sulalmaniyah. cabang tarekat N111Pyabandlyah. 71 Suleymanll, cabang tarekat Naqsyabandlyah. ~. aa.3l Sulawesi Selalan, 3+35, 42, 46, 64, 196, 206-214, 230 sulllk, 88, 1'18, 141, 146, 147, 100, 163-164, 205 SumateraBvat(lfadjllpMIDangkabau),99, 101103, 110. 124-133 Sunmten. Utara. 88, 141-143, 147-158 Sumedang, 2t Suralwta. 107 Syabrawt. Syahwt - lihat Ahmad Syabrawt Sya'duddln. 190 Syahbuddin Sayut Matlnggl Syadzlllyah. tarekat, 16, 89, 131\ 159, 204, :no Syahbnddlll (Sylliabuddln) Sayut Mallngi.150 Syat\'I (Kabungbuanm. PeW:mgan). 172 Syaltkl {Rembang). Ul'l Syamll. Syalkh (Daglmlan), 67 Syams Al-Diii (inlll'syld'nya Ahmad Khallb Sambas), 91 Syama Al-Din Habib Allah - lfad Muhar Jan-I Janan,Mlna Syam'un Banliefl, 22:0 Syamsuddlll (Sumbenmyat, Madura), 187-100. 195, 196 Syartrah Fallmah - lilull Fallmall, Syartrah Syaaartyah. tarekat, 16, SO, 34, 41>, 44. ~ M, S8, 59, e», llJ, 103, 1w, 109, no, 125, 1aa, 140, 169-170, 174 Sythabuddin Syihab (Sayur Matlnggi) - lilltd Syahbnddlll Taj Al-Diii 'Abd Al-Rahman A).Kar.an.lnl, 5651 Tajuddln {bin Da'ud, Babusaalam. LanPal). 137 Taj Al-Diii ~', Syalkh. 31, 40, 54, 55-58, M, 76, 78,91 Tambah, Paldh- /i!ld Paldh Tambah Tamim, Kial (J.ejolo), 96 Tanjung P.engbarapllll. 35 Tantrlame, 84, 85 Tapanult Sela4an (lfad jUga Mandailtng), 182, 141-143 T-h, Guru (Ampenan, Lonlbok), 217 task-.85 to.Wll.JJI", ll68'1, 131, 163, Ui6, 171, 195-196., 228 to.aj/M411, 177 to.r.cmstll. 41, 156, 19.5 Thahlr, Muhammad (Baupuh, Mlnangkabau). 127 Tbahir, Muhammad (Berulak. Mlnanpabau). 12' Thahlr, Qpdhl Muhammad (Bop). « Thahlr, Muhammad. allu Imam Laplo (MaJene, Sulawesi Sellllan), 210 ""''ifd, 61'62 Tbalb, Muhammad (Paull, M!nangbbau), 127 Tbalb (Pulau Plnang), 161 Thaylb (l'laya, Lombok), 93, 218-219 Thoblbah. Nyat. 190, 193, 197 Tljanlyah. tarekat. 16, 49, 181, 185, 198 Togog,Jero. allu Musuajl (LDmbok Timur), 216 Tholbah (Kallsapu. Clrebon}, !1l. 95, 174 Trengganu, 121 Trtm1ngham.J. Spenc:er, 62-63 Tudjimah, Prom.or, ao, as Tudcl, negaca. 66, ~ Turk!, onmg, ~. 82, 8334 Ubaldah (Surabaya). 170, 175 'Ubddallah Alnv, 51-53, 5&51. 62, 84 ·ubddallah Ellwll (Makkah), 71 Ulakan. 103, 140 Ulln Nuha (Xudm). 162, 164 Umar Ahmad Aayaq (&haq?} (Mad11111J, 196. 22' Umar (Batu Pahlt.Johmj. 2:01 'Umar Hamdan Al-Mahrisl Al-Mallkl. 9.5 Umar (Mt.nm. Mop. Kedld).. 176 Umar (Raub. Pt.hang) 161 'Umar Al-Yumnt Al-Syatl'l. 58 Hlljl {Sumtlek. Lomliok). 217, 224 U1ntaD lhn 'Abddah lbn 'Mfl Al-'~ $a)'111f. u-. Wi,lOl,1111,HO.JU Utmall Paull (Long le, Meb Bem).14$:&'*° 1<'8 u - (Geclllng,J-baal}. 175 U1D1&D Al-11111'1i ~ Surdaya).W.173. 178.179, 181·181. 185 Utmall (Klayu. Lomliok). 217 Usnmn (Slmpang Kl!\ Batu Pahlt.Johmj. 161 Uml!U\, Hlljl (Suitt Air}. 124 'Ullman Faull (Maldalh), ll8, 71, 72-73, 129, 139 'Ullman Slraj AIDlll (Hawaman), 116, llJ 'Ullman bin Sylhab Al-Din AWunllanl. 121 UWlllll AJ.Qjmml. 49 uwaDI, 49 voe (Kompenl Belanda), 34-35 Vedwlk Plllodus, A.W.P., 124 Wau -11/W Mahmun, R.H. iaJMllll al-S]llllwl, 55, 65, 78 """4.111 al·UMjflt/, 31, 40, 41, 45, 55, 65, 78, 110, US, 199, 202-203 Wahhablyah. bum Wahhabi, 59, 117, 156, 196., 209, 226 Wahlb Mahrurdi (Kebumen). 173 Wahtdlyah (tarekat lob!, Kerdld), 16,. 85, 179 . Wajih Al-Din. 5&57 lllllMll lllht, 224 Waliyullah. Syah. 59. 65, 81 W111P&bandl. tarekat lokal ~). 2:02 ~ U2, 156, 19.5 Wuhllyah,Jam'tyatul. \13 Wad (Muteh, Deimk), 164 256 Tankat Naqsyabandiyali di /NiDflesia """"· 81-82, 200, 229-230 Yahya Afiandl (Bai-wam, Langkat), 136 Yahya AJ.Daghlatanl, 68, 72-73 Yahya Al-Khalidl (Kato Kecll, Agam).129, 130 Yahya bin Labemana,, 112, 158-161, 226-227 Yahya (Mbaran, Mojo, Kedlrl) 176, 178 Yahya, Muhammad (Wonomulyo, Majene, Sulawell Selalan), 211 y_,., 3', 58, 59 Al-Y.-m, 'All-1"41 'All Al-Yamanl .M-Y.-m, Huan Al-Muyath- /"41 Hasan Muhammad Al-Muyath Al-Yamanl .M-Yaman.1, lsrna'd - lthal hma'll bin Zain Al- Yaman1 Ya'qub Cartdtl, 52, 5&SJ Yutn (Kedah), 92 Yutn bin 'Isa AJ.Padanl (Makkah), 196, 220 Yeiievtyah. 1ateka1, 51 Yogyakarla, 102, I 06 Yunua bin 'Abd Al-Rahman, Muhammad, 68 Yunm Maratan, 208 Yunua, Muhammad (Sendana, Ma.Jene, Sulawesi Selatan), 211 Yunua, Muhammad (Katol..awu) {ldenllkdengan yang di atas?J, 127 Yunm, Muhammad (Sendana, Ma.Jene, Sulawesi Selatan), 184 Yuaut; Raja Muhammad (Rian), IOI, 119-120 Yusuf Amrullah (Ma.Jene, Sulawesi Selatan), 211 YusufBogor, 3!MO YmufGunung Beranl, Haji, 128, 142-143 YuaufHamadanl, 50-52, 62 YuaufMalwsar Al-Taj Al-Khalwati, Syaikh, 34-43, 46, 54, 63, 00, 206, 229 Yuaut; qadhl Bone, 39 YUIUfQ.udsi, 139 YusufTlbuku (Ctbogo?), 39 Zahld (Glrikwumo), 16.S, 166 Zahld (Umbul, Sampang. Madura), 189, 100 Zahri, Mllllafa -1"41 Mualafa Zahri 2'.alnal Abldln (Kwanyar, Bangkalan), 112, 187190, 197 2'.alnal Abldln (falok Wohmojo, Ngawen). 169 2'.alnal Abldln (Umbul, Sampang, Madura). 187, 189 Zain Al-Din Rawa, 68 Zain lbn Nashlr (Makkah), 71 Zain ibn M. 'Abd Al-Baqt Al-Mlzjaji, 5&SJ, 58, 59 Zain bin Thalhah (Gunung Sembung, Cltebon), 174 AJ.Zawawl, 'Abdallah - lthal 'Abdallah Al-Zawawt AJ.Zawawt, Muhammad ShaUh - 1"41 Muhamnwl ShaUh Al-Zawawl zikir - 1"41 dzikir zikir diam - lthal dzikir khall zlklr keru - 1"41 dzikir Jahr! Zoroaster, 79 Zubaldl (Mantenan, Blltar), 176-177 Zuhdl (Mirza Sulaiman Zuhdi, Mantenan, Blltar), 176 Zuhri (Glrllwswno), 165, 166 Zuhrl (Kajonan, Magelang), 173