&urvei 1-listoris, Ceo5rafls.
clan 8>osiolo5is
Marlin van Bruinessen
PenE,anlar: 1-lamid AIE>ar
I EOISI REVISI I
PDDSITMIZU
0
KHA.ZANAH ILMU-llMU ISLAM
TAREKAT NAQSYABANDIYAH DI INDONESIA
Martin van Bruinessen
Hak Cipta dilindungi undang-undang
All rimts reserved
Cetakan I, Shafar 1413/Agustus 1992
Cetakan II, Syawwal 1414/April 1004
Diterbltkan oleh Penerbit Mizan
Anggota IKAPI
Jin. Yodkali No. 16, Bandung 40124
Telp. (022) 700931 Fax. (022) 707038
Desain sampul: Gus Ballon
Pelaksana: Biro Desaln Mizan
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbltan (KOT)
BRUINESSEN, Martin van.
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: survei historis, geografis, dan
sosiologis/Martin van Bruinessen; pengantar: Hamid Algar, Cet 1. ••
Bandung: Mizan, 1992.
242 him.I 23,50 cm.
Judul asli: The Tarekat Naqsyabandiyah in Indonesia (a historical,
geographical, and sosiological survey)
Bibliograft
ISBN 979-433-000·0
1. Naqsyabandiyah (Tarekat) I. Judut II. Algar, Hamid.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Martin van Bruinessen lahir di kota Schoonhoven (di Negeri Belanda)
pada tahun 1946. Setelah menyelesaikan studi
dan fisika di
Universitas Utrecht (lulus tahun 1971), ia lebih menaruh minat kepada
sosiologi dan antropologi, sambil mengajar matematika di SMP/SMA.
Pada tahun 1974-1976 ia mengadakan penelitian lapangan di berbagai
daerah Kurdistan (bagian Iran, Irak dan Turki) dan menulis disertasi
mengenai kehidupan sosial dan politik bangsa Kurdi (1978). Perkenalan
pertama dengan tarekat Naqsyabandiyah terjadi di Kurdistan. Pada
dasawarsa 1980-an ia sering tinggal di Indonesia. Pada 1983-1984 ia
membuat penelitian lapangan di suatu perkampungan miskin di Ban·
dung, dan pada 1986·1990 bekerja di LIPI sebagai konsultan metodologi penelitian. Semenjak 1991 ia tinggal di Yogyakarta sebagai dosen
tamu pada Fakultas Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga. la telah menulis
beberapa buku tentang masyarakat dan sejarah Kurdi dan tentang Islam
dan politik di Turki. Saat ini sedang menulis buku mengenai Nahdhatul Ulama.
UCAPAN TERIMA KASllf
Walaupun nama saya tercatat sebagai pengarang, buku ini tidak
mungkin akan ditulis kalau saya tidak mendapat rangsangan dan bantuan yang sangat berarti dari banyak orang. Pertama-tama saya ingin
menyatakan utang budi saya kepada almarhum Syaikh Muhammad
Nurullah Varol di Cizre (Turki). Beliaulah yang membimbing langkahlangkah pertama saya di dunia tarekat. Sela.in beliau, beberapa syaikh
Kurdi lainnya telah menolong saya memahami amalan tarekat Naqsyabandiyah dan asal-usul peranan sosial dan politiknya. Kepada beliaubeliau ini saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya.
Barangsiapa membaca buku ini akan melihat betapa besar utang
budi saya kepada para guru tarekat di Indonesia dan Malaysia yang
telah saya wawancarai. Sebagian besar informasi yang saya sampaikan
di sini berdasarkan wawancara dengan guru-guru tarekat. Tanpa kesiapan mereka untuk menjawab pertanyaan saya, tidak mungkin saya
menyelesaikan karya ini. Mereka yang telah menyediakan banyak informasi penting akan diberikan kreditasi dalam catatan kaki nanti. Di sini
saya mengucapkan terima kasih banyak kepada semuanya dan saya
minta maaf kalau di mata beliau-beliau tulisan ini mengandung kesalahan atau kekurangan.
Pada tahun 1986 sampai 1990 saya berada di Indonesia atas
undangan UPI, dan antara lain terlibat dalam proyek penelitian Sikap
dan Pandangan Ulama Indonesia. Dalam rangka penelitian itu, saya
sempat mengunjungi hanyak daerah dan, di samping bertemu dengan
ulama lainnya, mengadakan banyak wawancara dengan guru dan
penganut tarekat Naqsyabandiyah. Sebagian hasil penelitian tersebut
telah diterbitkan dalam publikasi lain; buku ini juga dapat dianggap
sebagai hasil sampingan dari proyek tersebut. Saya berterima kasih
kepada UPI, terutama Pak Mochtar Buchori, atas undangannya untuk
ikut serta dalam penelitiannya dan atas peluang yang diberikan kepada
saya untuk meneruskan penelitian saya mengenai peranan tarekat.
Banyak kawan, di Indonesia maupun di luar negeri, telah memberi sumbangan, dalam berbagai bentuk, kepada buku ini. Mereka
mengantarkan dan memperkenalkan saya kepada tokoh-tokoh tarekat,
membantu saya mencari hahan tertulis maupun tradisi lisan, membaca
dan mengomentari draft-draft pertama dari buku ini, dan sebagai lawan
bicara menolong saya mempertajam pengamatan dan analisis saya.
Terima kasih banyak kepada (dalam urutan abjad): Taufik Abdullah
Oakarta), Moeslim Abdurrahman Qakarta), Abu Hamid (Ujung
Pandang), Hamid Algar (Berkeley), Analiamyah (Banjarmasin), Michel
Chodkiewicz (Paris), ,,Pangcu" Driyantono Qakarta dan Palembang),
Djohan Effendi Qakarta), Jurriaan van Goor (Utrecht), Wardah Hafidz
(Malang dan Jakarta), Halkawt Hakim (Paris), Werner Kraus (Passau),
M. Sanusi Latief (Padang), Habib Luthfi (Pekalongan), Masyhuri
Qakarta), Koos Noorduyn (Leiden), Ahmad Rahman (Ujung Pandang),
Karel Steenbrink (Yogyakarta dan Leiden), Rusdi Sufi (Banda Aceh),
Tudjimah Qakarta), dan Abdurrahman Wahid Qakarta). Mereka tentu
saja tidak bertanggung jawab atas analisis dan kesimpulan saya, apalagi
atas kesalahan dan kekurangan yang pembaca temukan.
Naskah asli buku ini ditulis dalam bahasa Inggris. Sa.ya merasa beruntung bahwa kawan saya, lsmed Natsir, bersedia menerjemahkannya;
dengan hati-hati ia berusaha agar hasilnya setia kepada teks asli dan
sekaligus menjadi bahasa Indonesia yang baik. Untuk editing final saya
mendapat bantuan berharga dari kawan penulis lain, Mohamad Sobary.
Bagi saya sebagai peneliti sangat penting bahwa basil penelitian saya
dapat dibaca oleh semua orang yang bersangkutan dan saya merasa
gembira bahwa terjemahan ini lebih baik daripada buku terjemahan
pada umumnya.
Yogyakarta, 8Juli 1992
PRAKATA EDISI KEDUA
Setelah edisi pertama buku ini terbit, saya menerima banyak
reaksi yang berguna dari pembaca, berupa komentar, kritik atau
informasi tambahan. Semua masukan ini saya pakai untuk menyusun
edisi kedua ini, yang semoga lebih baik.
Perubahan yang telah saya buat untuk edisi kedua ini terdiri dari
beberapa jenis. Pertama-tama sejumlah kesalahan fakta (seperti nama
orang dan tempat, tanggal peristiwlJ,, dan sebagainya) diperbaiki.
Kemudian terdapat sejumlah tambahan biasa, misalnya tentang cabangcabang tarekat yang belum tercantumkan dalam edisi pertama. Dalam
dua tahun terakhir, saya melakukan beberapa perjalanan di Jawa dan
Madura yang menghasilkan banyak informasi baru, di samping beberapa
pembaca menyampaikan keterangan tambahan yang berguna.
Beberapa bagian dirombak secara total dan ditulis kembali karena
keterangan dalam edisi pertama tampaknya tergantung kepada sumber
yang parsial. Dunia tarekat tidak bebas dari persaingan dan pertentangan. Setelah wafatnya seorang guru yang berpengaruh, seringkali terjadi
konflik berat dan berkepanjangan antara beberapa calon penggantinya.
Masing-masing mempunyai visi yang berbeda tentang apa yang sesungguhnya pernah terjadi dan tentang keabsahan klaim pihak lain sebagai
khalifah. Ketika saya menulis edisi pertama, saya belum cukup menyadari kompleksitas beberapa kasus yang saya bicarakan sepintas.
Berdasarkan komentar dan kritik dari pembaca dan sejumlah wawancara baru, saya berusaha menceritakan kasus-kasus tersebut secara lebih
fair dan seimbang. Kepada syaikh-syaikh yang merasa dirugikan oleh
tulisan dalam edisi pertama (terutama Kiai Lathifi Baidowi dan Kiai
Asrori bin Usman) saya mohon maaf. Mudah-mudahan mereka setuju
bahwa edisi ini lebih seimbang.
Pembaca yang paling tidak puas dengan edisi pertama buku ini,
agaknya, adalah Syekh Kadirun Y ahya dan murid-muridnya. Syekh
Kadirun menempati posisi khusus dalaln buku ini karena ia memang
lain daripada syaikh-syaikh Naqsyabandi lain yang dibicarakan. Saya
menpnggapnya sebagai contoh yang paling jelas dari proses "pribumisasi0 tarekat Naqsyabandiyah, baik dengan teorinya tentang "metaf•ib-eksakta.. maupun dengan jenis keajaiban yang diklaimnya. Pada
hemat saya, justru sosoknya yang mengesankan sebagai guru sakti
dengan kemampuan supra.natural yang luar biasaJah yang menyebabkannya menjadi salah seorang guru Naqsyabandiyah yang paling banyak
pengikutnya di Nusantara. Saya pribadi tidak begitu terkesan dengan
teori maupun klaim-klaim keajaibannya, tetapi saya menganggap semua
itu sebagai fenomena menarik yang mengungkapkan ban.yak hal
tentang sikap keagamaan sebagian masyarakat Indonesia. Liputan saya
tentang Syekh Kadirun dalam edisi pertama kurang/aw. Waktu itu saya
mencoba menulis dengan gaya ironis (lain daripada gaya yang saya
pakai dalam bah-bah lain) tetapi hasilnya, apalagi setelah diindonesiakan, memberi kesan mengejek dan merendahkan. Saya menyesalkan hal
ini dan meminta maaf kepadanya. Sekarang ini saya berusaha menulis
secara lebih fair, namun tanpa mengorbankan sikap ktitis. Saya
memakai lebih banyak bahan yang diperoleh dari beberapa murid
dekatnya dan berusaha membedakan lebih jelas antara perkataan Syekh
Kadirun dan interpretasi saya.
Saya mcngucapkan terimakasih kepada semua orang yang telah
membantu saya dalaln revisi buku ini, terutama para kiai tarekat yang
bersedia diwawancarai. Saya merasa berutang budi kepada banyak
orang lain yang pernah menyampaikan komentar atau kritik, secara
lisan ataupun tertulis. Mereka antara lain (dalam urutan abjad) Abdul
Mu'ith (Mataram), Achmadi (Situbondo), Akhmad ZN (Praya),
Moechammad Baidhowi Oombang), Mohammad Karim (Situbondo ),
Achmad Mudjib {Palembang), M. Sjamsuddin Noer (Gresik), Hendro
Saptono (Yogyakarta), dan lskandar Zulkamain (Medan). Dan terakhir
saya ingin menyebut dengan rasa syukur Kholidy Ibhar, yang telah
menemani saya pada beberapa perjala:nan da:n senantiasa menjadi lawan
bicara yang kritis. Dengan demikian jumlah orang yang telah memberi
sumbangan kepada buku ini sudah b-:rtambah lagi, namun tanggung
jawab atas semua interpretasi dan seleksi data yang dicantumkan di
dalamnya, serta kesalahan dan kelemahan yang masih ada, tetap pada
penulis.
Yogyakarta, 4 Oktober 1993
\
ISi BUKU
Riwayat Hidup Penulis 5
Ucapan Terima Kasih - 6
Prak.a.ta Edisi Kedua - 7
Daftar Bagan dan Tabel- 12
PENGANTAR-13
Oleh Hamid Algal'
PENDAHULUAN - 15
Mengapa dan Bagaimana Buku lni Ditulh
Sumber-sumber - 18
Susunan Buku Ini - 20
BAB I.
17
PENGUASA HINDIA BEL.ANDA MENYINGKAP KEHADIRAN TAREKAT NAQ.SYABANDIY AH - 21
Holle tentang Tarekat Naqsyabandiyah .. 23
Pemberontakan: di Banten, Lombok, Sidoharjo - 27
Apakah Tarekat Antipenji\iahan? - SO
Sumber-sumber Belanda mengenai Tarekat Naqsyabandiyah
BAB U.
31
AWAL PERKENALAN INDONESIA DENGAN TAR.Er
KAT NAQ.SY ABANDIY AH: YUSUF MA.l\.ASSAR DAN
TOKOH-TOKOH NAQ.SYABANDIYAH MASA PER~LAAN LAINNYA - 34
Tulisan·tulisan Syaikh Yusuf - 36
Karya·karva Para Murid Syaikh Yusuf -- 38
Syaik.h Yusuf dan Tarekat Naqsyabandiyah - 40
Tarekat Naqsyabandiyab aetelah Syaikh Yusuf 42
Keai.mpubm - 46
BAB Ill.
ASAL-USUL DAN PERKEMBANGAN TAREKAT NAQ
SYABANDIY AH HINGGA AKHIR ABAD KETUJUH
BELAS-47
Silailah - 48
Setelah Baba' Al-Din: Penyebatan ke Barat dan Selatan - !'>2
Ahmad Faruqi Sirbindi dan Saingan-saingannya - 54
Kepustakaan Naqsyahandiyah - 60
Tarekat Naqsyabandivah sebagai Organisasi - 61
BAB IV.
PERKEMBANGAN PADA ABAD KE-18 DAN KE-19:
TAREKAT MAZHARIY AH DAN TAREKAT KHAUDIYAH - 64
Tarekat Mujaddidiyah di India dan Hijaz - 65
Tarekat Naqsyabandiyab Khalidiyab 66
Tarekat Naqsyabandiyab Mazbariyab - 69
Kepustakaan Khalidiyah dan Mazha.riyab - 74
BAB V.
BERBAGAI RffUAL DAN TEKNIK SPIRITUAL NAQSY ABANDIYAH - 76
A11as-asas 7 6
Zik.ir dan Wirid 80
Muraqabah 82
Rahithab Mursyid (Rahithah bi Al-Syaikh) dan Rahithah Al-Qabr 82
Khatm-i Khwajagan - 85
Tawajjuh 86
Baiat, Ijazah, Khalifah - 8 7
Khalwat atau Suluk 88
BAB VI.
Para Pembela Tarekat Awai Abad ke-20; Muhammad Sa'ad dan
Khatib 'Ali 128
Kaum Tuo, Komunismedan PERTI - mo
HajiJalaluddin dan Partai Politik. Tarekat lslamnya - 151
Penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah secara Geografis di Sumatera
Barat- ms
BAB XI.
Singapura: Pusat Komunik.asi Sumatera dalain Abad ke-19 - U4
Syekh Abdul Wahhab dan Peaan.tren Babussalm - U5
Kampar- U8
Mand.ailing (Tapanuli Selatan) - 141
Aceh 14.S
Syekh Ibrahim Bonjol dan Tarekat Sammaniyah-Naqsyabandiyah 147
Tarekat Modern dan "Metafisika llmiah": Pmf. Dr. Haji Syekh Kadirun Y abya M.Sc. - 148
Semenanjung Malaysia- 158
TAREKAT QADIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH DI
MAKKAH DAN DI INDONESIA - 89
Ahmad Khatib Sambas dan Tarekat Q:adiriyah wa Naqsyabandiyah 89
Murid-murid dan Khalifah Ahmad Khatib - 91
Tarekat Qadiri.yah wa Naqsyabandiyah d.an Pembemntakan Rakyat
92
Timbulnya Cabang-cabang Tarekat yang Mandiri di Pelbagai Da.erah
9S
Ritual Qadiriyah d.an Naqsyahandiyah - 96
DAERAH-DAERAH LAIN DI SUMATERA DAN SEMENANJUNG MALAYA - 134
BAB
xn.
TAREKAT NAQSYABANDIY AH DI JAWA
162
BAB VIII. PASANG-SURUT TAREKAT NAQSYABANDIYAH:
REAKSI DAN PERLAWAN•.\N, KEJATUHAN DAN
KEBANGKITAN - 110
Semarang dan Sekitamya - 162
K.H. Muhammad Hadi dari Girik.usumo - 162
K.H. Mansur dan K.H. Salman dari Popongan 16S
Kiai Arwani dari Kudu1- 16.S
Girikusumo - 165
Mbah Mangli- 166
Daerah Rembang-Blora - 167
Daerah Banyumu-Purwokerto - 169
Daerah Kebumen - 172
Da.erah Cirebon - 174
jawa Timur: Bagian Utara - 174
Jawa Timur Selatan: Kediri-Blitar - 176
Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dan Jami'iyyah Ahl Al·
Thariqah Al-Mu'tabarah - 178
Pengamatan Akhir - 185
Polemik. Anti-Naqsyabandiyah dan Pembelaan Diri Kaum Naqsyabandiyah - 110
Masa-masa Keruntuhan dan Keba.ngkitan Kembali Tarekat Naqsyabandiyah sesudah Tahun 1924- 115
BAB XIII. TAREKAT NAQSY ABANDIY AH DI MADURA DAN
DALAM MASYARAKAT MADURA DI DAERAH LAIN
-185
BAB
vn.
AWAL MASUKNYA TAREKAT KHALIDIYAH
NUSANTARA - 99
DI
Syaikh lsma'il dari Simahur (lsma'il Al·Minangkabawi) - 99
Tarekat Khalidiyah diJawa pada 1850·an dan 1860-an - 102
Tarekat Khalidiyah di Mirumgkabau pada 1860-an - 102
Peranan Para ffi\ji - l OS
Perkembangan dijawa pad.a 1880-an 106
Perkembangan di Sumatera pad.a 1880-an - 107
Tarekat Naqsyabandiyah dan Elit Tradisional - 108
BAB IX.
TAREKAT NAQSYABANDIYAH DI KEPULAUAN
RIAU DAN KALIMANTAN BARAT- 119
Kepulauan Riau - 119
Kalimantan Barat- 120
BAB X.
TAREKAT NAQSY ABANDIYAH DI SUMATERA BARAT - 124
Perkenalan Pertama dan Perkemba.ngan Awwalnya - 124
Guru.guru yang Paling Penting sekitarTahun 1890-125
Kiai dan Tarekat dalain Masyarak.at Madura - 185
Silsilah Naqsyabandiyah Madura - 186
Fathul Bari, Para Penggantinya, dan Masyarakat Madura di Kalimantan Bint - 189
Nasab yang Lain: Kiai Jazuli dan Para Penerusnya 192
Habib Muhsin Aly AI.Hinduwan - 194
Munyid Perempuan - 197
BAB XIV. KELOMPOK-KELOMPOK
NAQSYABANDIYAH
KALIMANTAN SELATAN - 199
DI
BAB XV.
TAREKAT NAQSYABANDIYAH DAN JEJAK-JEJAKNYADI SULAWESI SELATAN 206
Pengaruh-pengaruh Naqsyabandiyah dalaln Amalan Misti.s-Magis
Tradiaional - 206
Guru-guru Minang dan Pengaruh Naqsyabandiyah yang Tersebar 208
Tarekat Naqsyabandiyab Kbalidiyah-nya Haji Jalaluddin - 211
Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah-nya Muhsin Aly Alhinduan 212
BAB XVI. SISA-SISA NAQSY ABANDIY AH DI LOMBOK -
215
Pemherontakan Anti-Bali 215
Guru Bangkol dan Tarekatnya - 218
Tarekat Qadiriyab wa Naqsyabandiyah di Lombok - 219
Tarekat Haji Mohammad Ali dan Keturunannya 222
BAB XVII. PRIBUMISASI T AREKAT DAN VARIASI LOK AL - 226
Haji jaJaluddin dan Pengindonesiaan Tarekat Naqsyabandiyah - 227
Pemakaian Tarekat untuk Tujuan Magis 229
Aliran-aliran Mistik yang Telah Mengalalni Pengaruh Naqsyabandiyah - 230
KESIMPULAN - 233
KEPUSTAKAAN-237
INDEK-247
DAFTAR BAGAN DAN TABEL
Daftar Bagan
l.
Silsilah Guru-guru Naqsyahandiyah Mengikuti Garis Nabi Muhammad saw. 50
2.
Silsilah Guru-guru Naqsyahandiyah yang Dijumpai Yusuf Makassar dan 'Ahd
Al-Ra'uf Singkili di Hijaz - 56
3.
Silsilah Guru-guru Naqsyahandiyah dari Sumbel'-sumber di Indonesia dan
Non-Barat 72
4.
5.
6.
Cabang Tarekat Naqsyahandiyah dari Muhammad Hadi - 166
Dua Silsilah Badal Tarekat Naqsyabandiyah 187
Hubungan Mursyid-Kbalifah dan Hubungan Genealogis di Antara Guru-guru
Naqsyahandiyah Madura 190
Daftar Tabet
1.
2.
3.
4.
Karya-karya Syaikh Husuf Makassar - 39
Pertumbuhan dan Penyebaran Wilayab dari Orang-orang yang Menunaikan
lhadab Haji 105
Jumlah Pusat-pusat Syattariyah dan Naqsyahandiyah 133
Jumlah Pengikut dan Inventarisasi Tareka~ Naqsyahandiyah di Sulawesi Selatan
210
PENGANTAJt
Oleh Hamid Algar*)
Sejarah dan doktrin tarekat Naqsyabandiyah muncul pada tahuntahun belakangan ini sebagai suatu topik populer, malah hampir-hampir
menjadi mode dalam penelitian dan perbincangan di kalangan sarjana
Barat di bidang Islam. Lebih penting ketimbang itu, Naqsyabandiyah
telah menunjukkan semangat dan keuletan yang luar biasa di banyak
wilayah di dunia Islam - Turki, Kurdistan, Afghanistan, Syria, Daghistan, Asia Tengah, Pakistan, Cina, dan Asia Tenggara. Kenyataan ini
sudah cukup untuk menyanggah ramalan yang dibuat dengan penuh
keyakinan oleh para orientalis dan Muslim "modernis" bahwa paguyuban sufi ditakdirkan untuk lenyap.
Meskipun begitu, studi-studi yang cermat dan sistematis terhadap
Naqsyabandiyah di pelbagai kawasan yang berbeda di dunia Muslim
masih kurang. Pada umwrmya, yang ada hanyalah survei-survei pen·
dahuluan yang masih perlu disempumakan; ini pun hanya terbatas pada
sejumlah kecil kawasan. (Lihat Hamid Algar, "The Present State of
Naqshbandi Studies", dalam Marc Gaborieau, Alexandre Popovic, dan
Thierry Zarcone (ed.), Naqshbandis, Istanbul dan Paris, 1990, him. 4456).
Oleh karena itu, karya Martin van Bruinessen perlu disambut
secara khusus. Ia tidak hanya merupakan sumbangan amat berharga
untuk sejarah Islam di Indonesia, melainkan juga dapat dijadikan suatu
model penelitian tentang Naqsyabandiyah di tempat-tempat lain. di
kawasan dunia Islam. Apa yang telah dicapainya lebih pantas dipuji lagi,
mengingat relatif-kurangnya ·nteratur asli tentang Naqsyabandiyah
dalam bahasa Melayu-Indonesia bila dibandingkan dengan banyaknya
literatur tersebut dalam bahasa Persia, Arab, Turki, dan Urdu.
Konsekuensinya, sang peneliti haruslah menghimpun kepingankepingan kecil informasi dari pelbagai sumber di luar tarekat itu sendiri.
Mengingat problem tersebut mirip dengan problem yang saya hadapi
dalam karya yang sedang saya kerjakan pada saat ini - yaitu sebuah
penelitian tentang sejarah: Naqsyabandiyah di Semenanjung Malaya maka saya sepenuhnya dapat memahami kesulitan-kesulitan yang telah
dihadapi van Bruinessen dan keberhasilannya dalam mengatasi semua
itu.
*)
Hamid Algar adalah penulis masalah-masalah Iran dan Turki scrta profcsor di Department
of Near Eastern Studies di Univenitas California, Bakeley, AS, di bidang tasawuf dan
pelbagai bidang studi Islam lainnya.
Penerbit Mizan pantas diberi ucapan selamat atas penerbitan karya
penting ini, yang telah menyumbang kepada pengetahuan kita tentang
Paguyuban sufi yang paling tersebar luas dan paling aktif di dunia pada
masa sekarang ini.
Berkeley, Agustus 1992
PENDAHULUAN
Wajah Islam di Indonesia beraneka ragam, dan cara kaum Muslim
di negeri ini menghayati agama mereka bermacam-macam. Tetapi, ada
satu segi yang sangat mencolok sepanjang sejanh kepulauan ini: untaian
kalung mistik yang begitu kuat mengebat lslamnyat Tulisan-tulisan
paling awal karya Muslim Indonesia bemapaskan semangat tasawuf, dan
seperti acapkali dikemukakan orang, karena tasawuf inilah terutama
sekali orang Indonesia memeluk Islam. lsJ~sasi Indonesia mulai dalam
maq ketika tasawuf merupakan corak pemikiran yang dominan di
dunia Islam. Pikiran-pikiran para sufi terkemuka lbn Al·'Arabi dan Abu
Hamid Al-Ohazali sangat berpengarub terhadap pengarang-pengarang
Muslim generasi pertama di Indonesia. Apalagi, hampir semua
pengarang tadi juga menjadi pengikut sebuah tarekat atau lebih.
Secara relatif, tarekat merupakan tahap paling ak.hir dari perkembangan tasawuf, tetapi menjelang penghujung ahad ketiga belas,
ketika orang Indonesia mulai berpaling kepada Islam, tarekat justru
sedang berada di puncak kejayaa.nnya. Kata tarelcat (secara harfJah berarti 0 jalan") mengacu baik kepada sistem latihan meditasi niaupun
amalan (muraqabah, dzikir, wirid, dan sebagainya) yang dihubungkan
dengan sederet guru sufi, dan organisasi yang tumbuh di seputar metode
sufi yang khas ini. Pada masa-masa permulaan, setiap guru sufi dikelilingi oleh lingkaran murid mereka, dan beberapa dari murid ini
kelak akan menjaqi guru pula. Boleh dikatakan, tarekat itlt mensistematiskan ajaran metode-metode tasawuf. Guru-guru tarekat yang sama
semuanya kurang lebih mengajarkan metode yang sama: zikir yang
sama, dapat pula muraqabah yang sama. Seorang pengikut tarekat akan
beroleh kemajuan dengan melalui sederetan ijazah berdasarkan tingkatnya, yang diakui oleh semua pengikut tarekat yang sama; dari pengikut
biasa (mansub) hingga murid, selanjutnya hingga pembantu syaikh
atau khalifah-nya, dan akhimya - dalam beberapa kasus - hingga menjadi guru yang mandiri (mursyid).
Sesungguhnya tarekat tidak hanya mempunyai fungsi keagamaan.
Setiap tarekat merupakan semacam keluarga besar, dan semuaanggota·
nya menganggap diri mereka bersaudara satu sama lain (dalaln banyak
tarekat mereka memang memanggil ikhwan satu sama lain). Seorang
pengikut tarekat Qadiriyah atau Naqsyabandiyah dapat mengadakan
irerjalanan dari India ke Asia Tengah atau Mesir, dan di setiap kota yang
dilaluinya ia dapat menginap di zawiyah (khtmaqah) kepunyaan tarekat
15
J6 T11relc11t N'aqsyabandiyala
dj Indonesia
tenebut atau at rumah seorang iJUawan. Tarekat tcrtcntu pun mc:mpunyai kckuatan politik yang lumayan. Banyak syailth tarckat yang
kharismatik k:atena banyak pengikutnya serta besar pula pengaruhnya
terbadap men:k.a, maka para syailth terscbut memainkan peranan
penting da1aJn politik. Pihak pcmcrintah rnelihat para syaikh ini sebagai
ancaman atau sebagai sekutu yang bcrmanfaat, tetapi m'uttahil rnengabailtan mcreka.
Bebcrapa raja yang pemah memcrintah di lndoncaia bukan tidak
mungkin mcmpunyai a1asan politik ketika beralih memeluk apcla
Islam; beberapa raja memakai konsq> sufi insan ltamil sebagai lcgitimaai
bagi kedudukan mereka sendiri. Namuo, mayoritas orang mdoneaia
tampaknya tcrtarik pada tarekat karena latihan-latihan m.istiknya yang
diajarkan dan kekuatan spiritual yang dapat mercka peroleh. Minat
kepada hal serupa itu masih bidup subur di mana-mana di Indonesia.
Suatu analiJis yang dilaku.kan tcrhadap majalab populcr Ant4nah
mcnunjukkan bahwa tasawuf dan tarckat ktap merupakan pokok yang
sangat diminati olcb kcla.s menengah Muslim. di Jakarta dewasa ini (yang
mtrupakan bagian terbcsar pembaca majalah terscbut). Begitu pun di
S(bagian be:sar daerah: kiai yang mengajarkan tarckat cenderung mempunyai pengikut lebih banyak ketimbang kiai-kiai yang tidak mengajarkan tarckat. Saya mempcroleh kcsan bahwa pengaruh tarckat
mcmang tc~lah tumbuh pesat selama dasawana terakhir ini.
Di Indonesia tcrdapat macam-macarn tarekat dan organisui yang
mirip tarekat. Bebcrapa di antaranya hanya merupakan tarckat lokal
yang berdasarkan pada ajaran-ajaran dan amalan-amalan guru tcrtentu,
umpamanya Wahidiyah dan Shiddiqiyah di Jawa Timur atau tarekat
Syahadatain di jawa Tengah. Dan untuk mc:narik garis pcrbedaan yang
tcgu antara W-Ckat aemacarn itu dcngan aliran kebatinan hampirhampir mustahil. (Ternyata banyak aliran kc:batinan, bahkan yang
tampaknya anti·lslam dan mengaku bersumber pada kepcrcayaan
lcluhur, sesungguhnya sangat dipenpruhi oleh tasawuf). Tarc:kat lainnya, biasanya yang lebih besar, scbetulnya merupakan cabang-cabang
dari gerakan sufi intemasional, misalnya tarckat Khalwatiyah (tarekat
yang kuat di Sulawesi Selatan), Syattariyah (Sumatra Barat dan Jawa),
Syadziliyah Uawa Tcngah), Qadiriyah, Rifa'iyah, Idrisiyah atau
Ahmadiyah, Tijaniyah dan, yang paling besar,Naqsyabandiyah.
Yang menghc~kan: mengapa sedikit sekali tuliaan tentang
wckat dalam Bahasa lndonesia. Hanya ada bCberapa buku yang
bcrsifat umum sepc:rti Pengantar Rmu Tarekat-nya Abocbakar Atjch
dan Perkembangan llmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara
karya Hawash Abdullah. Yang pertama sc:benamya lebih menyangkut
11cjarah tarckat di Timur Tengah dan hanya mcmuat aedikit catatan
pcndck tcntang pcrkcmbangan tarekat di Indonesia; yang kcdua lebih
mengenai penulis-penulis Indonesia yang mcnonjol di bidang tasawuf.
Buku kctiga yang sudah scmestinya disebut adalah edisi khwus jurna1
PnigcmttJT 1 7
Dialog (terbitan Balitbang Departemen Agama, Maret 1978) berjudul
Sufisme di Indonesia, yang memuat beberapa studi .kasus mcngenai
tarekat.
Buku yang berada di tangan Anda sek.anu\g ini, sepanjang pcngetahuan saya merupakan bulru pertama ymg mengkaji sccara umum
sebuah tarekat di Indonesia. Tarekat Naqsyabandiyah yang menjadi
~ kajiannya, dalarn banyak bat, merupakan tarekat yang paling
penting. Dari semua tarekat yang ada di Dunia hlam, Naqsyabandiyahlah yang paling intenwional: cabang-cabangnya terdapat hampir di
semua negeri antara Yugoslavia clan Mc:air di belahan barat, dan Indonesia clan Cina di be1ahan timur. DalaJn kebangkitan politik Islam di abad
kcsembilan belas, tarekat ini pun mengambil bagian yang lcbih me·
nonjol daripada tarekat lainnyL Dan syaikh-syaikh Naqsyabandiyah
ttlah. menulis lebih banyak karya bcrbobot ketimbang syaikh-syaikh
tarckat lain. Di Indonesia, tarekat Naqsyabandiyah merupakan tarekat
tc:rbesar da1am jumlah pengikut dan lebib terscbar luas dibandingkan
tarekat lain. Sekarang guru-guru Naqsyabandiyah dapat dijumpai di
seluruh Sumatera, Kalimantan dan Jawa, di Lombok dan Sulawesi
Selatan. Di Indonesia tmlapat tiga cabang Naqsyabandiyah yang berbeda satu sama lain: NaqsyabandiYah Mazhariyah, Naqsyabandiyah
Klaalidiyah dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Yang terakhir sebetulnya merupakan perpaduan dari dua tarekat, dan berasa1 dari seorang
sufi Indonesia, Ahmad Khatll> Sambu, yang mengajar di Makkah
sekitar pertcngahan abad kesembilan 'bclu. Ketiga corak Naqsyabandiyah tcncbut akan dibahas da1ain buku ini.
Menppa dan Bapimana Buku lni Dituli1
Barangkali saya mcsti mengemukakan sepatah dua kata mengenai
1atar bclakang minat sava terhadap Naqsyabandiyah. Semuanya
bermula ketika saya ICdang mclakukan penditian untuk disertasi saya
tentang masyarakat Kurdi dan 1eluk-beluk politik. da1am masyarakat
tcnebut. Saya tinggal selama hampir dua tahun {1974-76) di bcrbagai
wilayah Kurdistan yang merupakan bagian dari negara-negara Iran, h:ak,
Turki dan Suriah, dan saya terkesan oleh pcngaruh tarckat yang
demikian besar, terutama tarekat Naqsyabandiyah, dalam perjalanan
sejuah Kurdistan. Pemimpin-pcmimpin nasional Kurdi gencrasi awal
hampir semuanya merupakan syai.kh-syaikh Naqsyabandi. Ini mcmbuat
saya bcnanya-tanya da1am hati: apa yang istimewa dari tarc:kat ini,
dan mengapa syaikh-syaikhnya dapat menjangkau pc:ngaruh politik
yang begitu besar. Dan pertanyaan itu mendorong saya untuk mcngunjungi syaikh-syaikh yang paling terkemuka, dan ~dulillah dua di
antara mcreka mcmberi saya kc:sempatan untuk tinggal di rumah
mcreka. Dari syaikh-syaikh ini dan dari 0Ta11g-orang di sqmtar mercka,
saya mempcrolch pcmahaman pcrtama yang scbcnarnya mengenai
agama Islam secara urnum, dan saya mulai sadar bahwa pandangan
HI Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
hidup sufi itu sesungguhnya dekat benar dengan pandangan hidup saya
sendiri. Selanjutnya saya diperkenankan mengikuti beberapa latihanlatihan keruhanian, dan saya mulai dapat menghargai bahwa latihanlatihan semacam itu merupakan cara yang dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya kemajuan spiritual.
Pada tahun 1982, saya mulai bekerja pada KITLV (Lembaga Kerajaan untuk Antropologi dan Bahasa) di Leiden dan mulai menyiapkan
penelitian lapangan di Indonesia. Melalui beberapa buku dan artikel
yang 68.ya baca (khususnya karya Sartono Kartodirdjo tentang pemberontakan-pemberontakan petani di jawa pada abad kesembilan
belas). saya paham bahwa di Indonesia pun tarekat Naqsyabandiyah
telah mengambil peran yang penting. Tahun 1983-1984 saya melakukan
penelitian lapangan tentang urbanisasi, kemiskinan, dan perubahan
sosial di Bandung. Di Iuar dugaan saya, ternyata toko buku Islam yang
terbesar di Bandung menjual - dan stoknya banyak - buku yang ditulis
oleh seorang syaiib Kurdi kenamaan, Muhammad Amin Al-Kurdi.
judul buku tersebut Tanwir Al-Qulub. Ini mendorong keingintahuan
saya dan saya mencoba menghubungi para pengikut Naqsyabandiyah
di Jawa Barat, dan kemudian juga di jawa Tengah. Tahun 1986 saya
diundang untuk bekerja di LIPI dan membantu sebuah proyek penelitian tentang ulama Indonesia, sebagai konsultan dalam metodologi
penelitian. Pekerjaan baru ini memberi saya kesempatan untuk mengun·
jungi banyak daerah lain di Indonesia dan mewawancarai para syaikh
Naqsyabandi di seluruh negeri ini. Buku ini merupakan basil perjumpaan saya dengan mereka dan basil bersitekun di beberapa perpustakaan
dan arsip dalam tahun-tahun yang menyelangi.
Sumber-sumber
Informasi dalam buku ini diambil dari berbagai sumber. Di tempat
pertama adalah naskah·naskah yang ditulis oleh para tokob Naqsya.
bandi Indonesia. Perpustakaan di j akarta dan Leiden ada menyimpan
beberapa risalah yang berbasil dikumpulkan pada abad kesembilan
belas, dan ada pula satu-dua naskah lain yang secara tidak langsung menyoroti perkembangan tarekat tersebut. Tulisan-tulisan itu bermanfaat
terutama dalam menyusun silsilah yang disajikan dalam buku ini;
keterangan ini penting untuk memahami perkembangan tarekat
tersebut. Sumber-sumber kelompok kedua adalah kitab-kitab yang diterbitkan oleh kalangan Naqsyabandiyah Indonesia ataupun dari para
lawan tarekat Naqsyabandiyah selama abad kedua puluh ini. Dari karyakarya inilah kita peroleh pemahaman yang lebih baik mengenai amalanamalan yang sebenarnya dari tarekat ini, dan dari polemik-polemik yang
terjadi dapat kita tangkap selintas sesuatu yang melatarbelakangi perkembangan tarekat ini dalam abad ini.
Informasi tambahan semacam ini, meskipun tidak selalu objektif,
dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan para pejabat pemerintah kolonial
Pengantar
19
Belanda. Banyak dari para pejabat ini condong memandang tarekat
sebagai bahaya yang potensial dan sebab itu perhatian mereka lebih
sering ditujukan kepada aspek-aspek sosial dan politiknya saja. Laporanlaporan seperti itu memang merupakan sumber yang kaya dengan kasuskasus yang menunjukkan adanya kegiatan politik tertentu oleb anggotaanggota tarekat. Selain itu, satu-dua kasus tampak bahwa tarekat telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada masa dan tempat
yang lain, di mana anggota-anggota tarekat tidak menonjol kegiatannya,
mereka jarang disebut dalam laporan-laporan pemerintahan jajahan.
Hanya sedikit laporan para pejabat pemerintahan kolonial itu mengenai
tarekat yang dapat kita jumpai dalam terbitan berupa artikel ataupun
buku-buku, dan sebagian besar laporan-laporan mereka itu baruslah
dicari di Arsip Nasional Gakarta) atau di Algemeen Rijks Archie{
(ARA, Den Haag). Saya sendiri belum melakukan studi yang sistematik
mengenai semua materi arsip yang ada kaitannya - itu akan menyita
selurub usia saya - tetapi saya hanya membaca dengan teliti bahanbahan yang menarik perhatian saya berkat karya tulis tertentu ataupun
karena infonnasi langsung yang saya peroleh dari peneliti-peneliti lain.
(Saya harus berterima kasih terutama kepada Karel Steenbrink dan
Jurriaan van Goor yang telah memberi petunjuk mengenai bahan-bahan
yang tergolong penting).
Selain itu, saya pun telah menggunakan seluas-luasnya sumbersumber sekunder yang diterbitkan dan juga kajian-kajian sejarah dan
sosiologi yang ada kaitannya dengan, tarekat Naqsyabandiyah. Kajian
penting dari Sartono Kartodirdjo telah saya sebut di atas; karya lain
yang secara panjang lebar membahas tarekat Naqsyabandiyah (di
Minangkabau) adalah Zwischen Reform und Rebellfon-nya Werner
Kraus. Daftar lengkap karya-karya yang diacu terdapat pada kepustakaan di akbir buku ini.
Bahan-bahan sekunder lain yang tergolong sumber adalah skripsiskripsi pada perguruan tinggi di Indonesia, terutama yang ditulis oleh
para mahasiswa IAIN. Kebanyakan skripsi-skripsi ini didasarkan pada
pengamatan langsung, dan kurang lebih membicarakan secara luas
cabang-cabang tarekat setempat, sejarahnya, organisasinya, dan ritualritualnya. Judul-judul semua skripsi yang digunakan dimuat kembali
dalam kepustakaan.
Akhirnya, saya mewawancarai tidak sedikit guru-guru dan para
pengikut Naqsyabandiyah di seantero Nusantara. Wawancara-wawancara ini merupakan sumber yang paling penting; dalam banyak bal
banya lewat wawancara seperti itulah saya dapat memahami sumbersumber tertulis dengan baik. Sumber tertulis tadi bagaimariapun banya
memberikan gambaran mengenai keadaan secara sepihak dan tidaklah
lengkap. Daftar para informan tersebut akan terlalu panjang kalau saya
sebut semuanya di sini, tetapi nama seorang informan akan dicantumkan dalam catatan bilamana informasi atau tafsiran tertentu berasal dari
20 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
dia. Jelaslah bahwa buku ini tak akan dapat ditulis tanpa bantuan yang
demikian besar dari para informan, baik yang namanya disebut maupun
yang tidak, dan terima kasih yang tulus dari saya untuk mereka.
Harapan saya mereka akan merasa puas dengan dipakainya informasi
yang mereka berikan.
Susunan Buku lni
Urut-urutan bab dalam buku ini tidak mengikuti urutan kronologis
secara ketat. Melainkan saya mulai dengan periode di mana tarekat
tampaknya paling giat di Hindia Belanda, yakni di penghujung abad
kesembilan belas. Waktu itu tarekat Naqsyabandiyah mengundang kecurigaan besar para pegawai pemerintah Belanda, dan seringkali dilihat
dapat menjadi subversif. Oleh karena itu, sumber-sumber Belanda dari
masa itu cukup berisi informasi tentang tarekat. Pada bab·bah berikutnya saya kembali mengikuti urutan waktu. Bab II menyangkut awal
kehadiran tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara, dan pada Bab Ill dan
IV dipaparkan perkembangan tarekat di Asia Tengah, India, dan Semenanjung Arabia. Bah selanjutnya membicarakan prinsip-prinsip dasar
dan teknik spiritual Naqsyabandiyah sebagaimana dirumuskan oleh para
pendirinya dan kemudian dikembangkan oleh para pembaru yang
datang belakangan.
,
Kemudian saya kembali lagi ke periode yang dibicarakan pada
Bah I yaitu paruh kedua abad kesembilan belas, secara lebih eksplisit
menghubungkan perkembangan tarekat di Indonesia dengan tarekat
di Timur Tengah. Pada Bab VI saya menguraikan secara singkat asalusul dan per~embangan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (sebagai
tarekat yang ada hubungannya dengan Naqsyabandiyah namun sama
sekali terpisah) dan keterlibatannya dalam beberapa gerakan perlawanan. Lalu saya melakukan pelacakan mengenai awal kehadiran tarekat
Khalidiyah, cabang Naqsyabandiyah yang paling berpengaruh dewasa
ini di Nusantara, dan reaksi-reaksi terhadapnya yang timbul di kalangan
kaum Muslim. Polemik-polemik pada permulaan ahad kedua puluh dirangkum, dan k'egiatan politik para syaikh dan lawan-lawan mereka
pada dekade-dekade berikutnya diuraikan secara singkat.
Supaya adil dalam membahas keanekaragaman organisasi dan
kegiatan tarekat Naqsyabandiyah ini, maka perkembangannya di
daerah-daerah yang penting dibicarakan secara terpisah pada Bab IX
hingga Bab XVI. Di berbagai wilayah di Indonesia, adaptasi lokal telah
muncul dan berkembang: tarekat menerima unsur-unsur tradisi
setempat yang lebih tua, atau unsur-unsur Naqsyabandiyah menyatu ke
dalam kultus-kultus setempat menjadi berbagai corak sinkretisme. Halhal ini ditinjau dalam bah terakhir.•
BAB I
PENGUASA IDNDIA BELANDA
MENYINGKAP KEHADIRAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH
Sangat mengherankan bahwa hingga akhir abad kesembilan belas,
penguasa kolonial Belanda cuma mengetahui sedikit mengenai kehidupan beragama para kawulanya, dan mereka menunjukkan perhatian yang
kecil mengenai hal tersebut selama orang Indonesia tidak membuat
kekacauan. Umumnya mereka barn membuka mata terhadap Islam bila
agama ini telah memainkan peran dalam pemberontakan terhadap
kekuasaan Belanda, misalnya seperti yang terjadi dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Pendapat yang lazim ketika itu adalah bahwa
orang lndon~sia itu bukanlah Muslim betulan (seperti halnya orang
Arab), dan di bawah polesan keislaman yang tipis itu kepribadian orang
Indonesia terutama masih tetap dibentuk oleh agama-agama sebelumnya (Hindu, Buddha dan berbagai bentuk animisme). Penginjil Protestan, Poensen, yang bekerja puluhan tahun dijawa Timur, menulis pada
tahun 1883 bahwa mayoritas dari keseluruhan jumlah penduduk
mengaku sebagai Muslim, tetapi "yang mereka ketahui tentang Islam
tidak lebih daripada sunatan, puasa, daging babi itu haram dimakan,
adanya grebeg besar dan grebeg mulud dan beberapa hari raya lainnya".
Di permukaan, katanya lebih lanjut, orang Jawa itu Muslim, tetapi "di
lubuk jiwanya yang lebih dalam, ke~eragamaan lain masih hidup, dan
ini menggeliat dan mengungkapkan diri dalam pelbagai bentuk dan
pandangan yang nyata-nyata bukan Islam; [rakyat] belumlah hidup dan
berpikir secara Islam ... 01 Perkecualian terhadap kebiasaan ini adalah
para haji dan segelintir lainnya yang, seperti para haji, berpakaian serba
putih: wong putihan. Orang-orang ini tampaknya menjalankan kewajiban agamanya dengan sungguh-sungguh; apalagi, mereka sering
mengambil sikap bermusuhan terhadap "kapir londo ·~ dan sebab itulah
mereka sangat tidak dipercaya oleh penguasa Belanda. Kupasan yang
tajam khusus mengenai para haji itu dan kecenderungan mereka terhadap pemberontakan melawan penjajahan, ditulis oleh Raffles,
Gubemur Jenderal Inggris yang memeiintah Tanah Jawa selama masa
peralihan 1811-1816:
. . . setiap orang Arab yang datang dari Makkah, dan juga setiap
orang Jawa yang kembali dari sana sesudah menunaikan ibadah
haji, di Jawa dianggap orang sud, dan sedemikian rupa kepercayaan rakyat biasa terhadap mereka sehingga sering sekali orang-orang
1. Poensen 1886, !i, 6.
21
22 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
Bab I. Penguasa Hin.dill Belanda Menyingkap Kehadiran Tarekat
itu dianggap mempunyai hubungan dengan kekuatan-kekuatan
gaib. Dengan dihormati semacam itu, tidakJah sulit bagi mereka
untuk mengajak anak negeri kepada pemberontakan, dan mereka
menjadi alat yang paling berbahaya di tangan para penguasa pribumi yang menentang kepentingan Belanda. "Padri-padri" Islam
itu sering tampak paling giat dalam setiap kasus pemberontakan.
Banyak dari mereka, biasanya yang terlahir dari hasil perkawinan
campuran antara Arab dan pribumi, berpindah·pindah dari satu
kerajaan ke kerajaan lain di kepulauan sebelah timur, dan karena
intrik·intrik dan desakan merekalah para pemimpin pribumi
menghasut rakyat untuk menyerang dan membantai orang-orang
Eropa yang dia,nggap sebagai kaum kafir atau penjajah.2
Orang Belanda sering kali bersimpati kepada kepercayaan dan
praktik-praktik sinkretistik, meskipun mereka malahan menganggapnya takhyul belaka, tetapi orang-orang yang hidup lebih ketat sesuai .
dengan ajaran Islam sering menimtiulkan antipati dan ketakutan
mereka. Pegawai pemerintah condong menganggap segala gejala
kehidupan beragama yang lebih intens sebagai ancaman langsung. Se.
orang Muslim yang menjalankan shalat lima waktu di mata mereka
nfanatik,,, dan ini hampir sama artinya dengan subversif. Bila masjid
- seperti dalam kasus yang akan dibicarakan di bawah - yang sudah
sejak lama hampir kosong melompong tiba-tiba penuh sesak, maka
pejabat-pejabat tertentu mengira suatu pemberontakan sudah di
ambang pintu dan mereka berusaha mencegah penduduk untuk shalat
berjamaah di masjid. Barulah setelah Snouck Hurgronje menjadi
penasihat pemerintah Hindia Belanda (1889-1906) mulai dibedakan
secara lebih jelas antara Islam sebagai sebuah sistem akidah dan ibadah
di satu pihak dengan aspirasi politik Islam di pihak lain. Atas pengaruh
Snouck, kebijakan pemerintah jajahan terhadap Islam menjadi lebih
liberal - sejauh Islam tidak merupakan ancaman terhadap keamanan
dan ketertiban yang sudah mantap. Sebaliknyli, Islam politik - yang
pada masa itu terutama diartikan gerakan Pan-Islam yang dianjurkan
Sultan Turki Abdul Hamid II - dalam pandangan Snouck hendaklah
ditumpas dengan tangan besi. 3
Dari pengamatannya selama tinggal di Makkah tahun 1885,
Snouck mengetahui banyak mengenai tarekat Naqsyabandiyah dan
pengaruh tarekat ini di Indonesia. Bukunya tentang Makkah (1889)
merupakan sumber penting untuk periode ini. Snouck punya hubungan
cukup akrab dengan salah seorang guru Naqsyabandi termasyhur,
Muhammad Shalih Al-Zawaw:i, dan ia percaya bahwa tarekat ini tidaklah merupakan ancaman serius bagi pemerintah Belanda di Hindia.
n.
2. Tb.S. Rafflea, 771., History of/ova. voL
London, 1850. haL S.
S. Untult sebuah ana1iaia VUll Pill mqenai ~ Snouc:k HU?gronje dan
pengaruhnya da1am kebijalum Belanda te:rbadap lllam, llhat Benda 1958. 20-Sl.
23
Dalam sebuah artikelnya yang mula-mula (1887a), ia masih menyebut
tarekat Sanusiyah di Libya sebagai sebuah contoh di mana tarekat
sebagai organisasi merupakan ancaman politik yang potensial, tetapi tak
lama sesudah itu ia mulai membela tarekat terhadap kecurigaan-kecurigaan tak beralasan dari pegawai pemerintah Belanda yang lain. Ternyata diperlukan waktu sebelum persepsinya yang toleran terhadap
tarekat dapat diterima secara umum. Banyak pegawai pemerintah mengidentifikasikan tarekat Naqsyabandiyah dengan "fanatisme" dan pemberontakan. Dan pendapat serupa ini hanya menguat ketika tampak
pengikut-pengikut (Qadiriyah wa) Naqsyabandiyah memainkan peranan
dalam beberapa pemberontakan.
Holle tentang Tarekat Naqsyabandiyah
Tanggal 5 September 1886 K.F. Holle, yang bertempat tinggal di
Waspada dekat Bandung dan pada saat itu menjadi Penasihat Kehormatan untuk Urusan Bumiputera, mengirimkan sebuah laporan yang nadanya mengkhawatirkan dan bersifat sangat rahasia kepada Gubemur
Jenderal di Batavia tentang ''kebangkitan Naqsyabandiyah yang membahayakan...4 Tarekat Naqsyabandiyah, ia melaporkan, yang telah ada
di Priangan sejak tiga puluh tahun silam, akhir-akhir ini telah berkembang dengan pesat sekali, khususnya di daerah Cianjur, di mana
hampir seluruh bangsawan telah bergabung dengan tarekat ini. Demikian
berbahayanya perkembangan ini ("fanatisme") sehingga Holle me·
mandang tidak perlu menyatakannya secara eksplisit. Maksud dan
tujuan Holle adalah mau menunjukkan sebab-sebab utama meningkat·
nya fanatisme tersebut dan menyarankan tindakan-tindakan yang tepat
untuk membendungnya.
Holle mengemukakan bahwa peningkatan dalam keberagamaan itu
tampaknya berlatar belakang ekonomi: Dalam dua tahun terakhir,
keseluruhan pendapatan petani kopi anjlok dua sampai tiga juta gulden
dibanding tahun-tahun sebelumnya, dan di samping itu daerah tersebut
telah dilanda kemarau selama tiga tahun berturut-turut. Bersamaan
dengan itu, pemerintah malah menaikkan pajak tanah yang dalam
keseluruhannya berjumlah 80 ribu gulden, sehingga tidak sedikit petani
yang terpaksa menjual temak mereka. dan menggadaikan sawah dan
rumah mereka untuk membayar sewa tanah yang tinggi itu. Cukai
tembakau yang baru, yang kemudian merupakan beban tambahan, telah
pula "menimbulkan kesan tidak enak". Tetapi, faktor kunci dalam
4. Sejumlah surat-sumt Holle termuat dalam anip MGS 23·5-1886, No. 91/c di Arsip Nasio·
nal, Jakarta. Sava berutang budi kepada Karel Steenbrink yang telah mengamhkan perhati·
an saya kepada dokumen-dokumen Holle VUll disebut di sini dan di bawah mi. Tahun berikutnya., Holle juga berupaya. menjangkau pembaca lebih luas untuk menya.darl bahaya
yang dibawa tarekat Naqsyabandiya.h dengan menerbitkan artikel mengena1 penpmalan
tarekat lni (Holle 1886).
24
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
penyebaran Naqsyabandiyah menurut pandangan Holle adalah peng·
angkatan para pemuka keagamaan resmi, yaitu penghulu dan kepala
penghulu, secara sembrono. Dengan kecewa ia mengungkapkan kembali
bahwa lima tahun sebelumnya ia telah mengingatkan soal Naqsyabandiyah ini, dan mendesak Residen Priangan untuk tidak mengangkat orangorang yang fanatik menjadi penghulu atau bupati. Semua ini sia-sia
belaka. Residen malahan mengangkat orang-orang fanatik sebagai
penghulu di Cianjur dan juga di Sumedang, sedangkan Bupati Sumedang
sendiri pun condong kepada fanatisme. Kepala Penghulu Cianjur adalah
seorang pengikut Naqsyabandiyah, dan beberapa saudaranya malah
guru tarekat. Sa1ah seorang dari saudaranya itu, R.H. Mahmun (dikenal
sebagai Hadjie Moeng, alias Waas) bersama dengan guru lainnya(R.H.
Abdul Salam, priyayi setenipat) telah berhasil merangkul tokoh-tokoh
di sana ke lingkungan tarekat dalam upaya memperoleh pengaruh
rakyat banyak, dan strategi ini telah membuahkan hasil sedemikian
besar sehingga diperlukan tindakan secepatnya. Holle mengusulkan
pemecatan Penghulu Cianjur dan bila mungkin juga rekannya di Sukabumi, serta membuang beberapa guru ke pengasingan. Bupati Cianjur
pun haros dil;leri teguran, sebab ia juga telah berada di bawah pengaroh
guru tarekat
akibat kurangnya bimbingan dari pejabat-pejabat Eropa.
Dalam surat Holle ini dan surat-suratnya yang lain, tampak keprihatinannya yang tulus, meskipun paternalistik, mengenai kesejahteraan penduduk Bumiputera dan terlihat ketidaksabaran seorang yang berada di lapangan terhadap para pejabat pemerintah (yang terpisah jauh
dari masyarakat pribumi) berpadu dengan dorongan yang serta merta
terbit dari rasa tidak suka kepada Islam. Bukannya tidak ada kepentingan di batik informasi eksklusif yang diperoleh Holle dari sahabat dan
rekan kerjanya, Haji Muhammad Musa, Penghulu Kepala di Garut,5
yang tidak diragukan lagi punya a1asan tersendiri untuk berbuat
demikian. Demikian gigihnya ia mempertahankan kedudukannya di
antara para ulama yang mungkin menjadi saingannya, Haji Muhammad
Musa ini berosaha menghalangi agar guru-guru Naqsyabandiyah tidak
memperoleh pengaruh di daerah jabatannya sebagai penghulu.
Residen Priangan berpegang pada informan Bumiputera yang lain
untuk mengendurkan permintaan-permintaan Holle yang panik. Setelah
mengadakan perjalanan inspeksi ke Cianjur dan Sukabumi, ia
5. Seperti tokoh lain yang seza.tnan dengannya - tetapi lebih muda usianya Haji Hasan
Mustapa, yang mulai meajalin persahabatan serupa yang sating menguntungkan dengan
C. Snouck Hurgronje, Ha.ii Muhammad Musa klni dikenang terutama karena tulisan-tulisannya yang bukan menyangkut agama dalam bahasa Sunda. Kedua penghulu kepala tersebut
oleb sementata orang dianggap sebagai peletak duar sastra Sunda modern; lihat Ajip
Rolidi, Ngalanglang Kasusastran Sunda Oakarta: Pustaka Jaya, 1983). Holle dan Muhammad Musa, keduanya bekerja dengan sernangat iinggi, tdab berbuat banyak untuk
kemajuan pendidikan dan pertanian di l'riangan. Mereka mendapat pujian besar dalam
buku
ditulis oleh Bupati Cianjur yang 111emangku jabatan itu belakangan, R.A.A.A.
Atmadja, De regenten1Jositie (Bandoeng: Nix&: Co., 1940, 14-15).
Bao 1. Pengoosa Hindia Belanda Menyingkap Kehadiran Tarekat
25
membenarkan bahwa tafekat Naqsyabandiyah di daerah itu memang
lebih giat daripada dahulu, dan tarekat ini telah banyak menarik
pengikut dari kalangan pamong Bumiputera, tetapi ia belum melihatnya
sebagai bahaya. Penghulu Kepala dan Bupati Cianjur, yang keduanya
adalah pengikut Naqsyabandiyah namun keduanya pun jauh-jauh hari
tf!lah membuktikan kesetiaan mereka kepada pemerintah Hindia
Belanda, telah meyakinkan Residen i.ni bahwa tarekat itu sama sekali
tidak mendakwahkan perlawanan terhadap pemerintah dan tidak mempunyai tujuan-tujuan lain kecuali yang bersifat keagamaan semata. Lagi
pula, sebagai hasil teguran-teguran bupati secara bijaksana. penduduk
tak lagi berbondong-bondong ke masjid seperti sebelumnya.. Residen
tidak membantah bahwa keadaan ekonomi para petani merosot sekali
d~ bahwa beban pajak memberatkan mereka, tetapi ia menolak untuk
mempercayai bahwa semua ini ada hubungannya dengan kebangkitan
keberagamaan. Kebangkitan itu merupakan bagian dari penampakan
umum di selunih Dunia Islam dan Islam Indonesia turut di dalamnya
berkat kemajuan perhubungan laut dan meningkatnya jumlah jamaah
haji serta diakibatkan oleh berkembangnya surat-surat kabar daerah.
Dalam kasusJawa Barat, meletusnya Gunung Krakatau (1883) tak lama
sebelmn itu bukan tidak mungkin merupakan pendorong keberagamaan
yang kuat. 6
Dari tukar pikiran tak langsung antara Holle dan Residen Priangan
ini, terlihat dua pandangan tentang tarekat Naqsyabandiyah yang akan
<banyak dianut 9leh para pejabat di masa berikutnya, dan juga merupakan corak penjelasan yang menonjol dikemukakan oleh para pejabat
dalam menjelaskan kebangkitan Naqsyabandiyah. Apakah banyaknya
orang masuk tarekat merupakan ungkapan protes sosial dan politik terhadap keadaan yang makin memburuk di Indonesia? Ataukah hanya
merupakan satu akibat dari meningkatnya hubungan dengan Timur
Tengah yang membuat Islam Indonesia lalu pelan-pelan menyesuaikan
diri dengan Islam Arab? Apakah itu menunjukkan penolakan terhadap
kekuasaan Belanda? Atau lebih merupakan pengelakan dari semua
urusan duniawi - sikap kesalehan dalam beragama tanpa implikasi
politik? Pada berbagai segi, pertanyaan-pertanyaan serupa saya ajukan
kembali dalam buku ini, dan, akan kita lihat bahwa jawabannya tidak
selalu sama. Pada masa yang berlainan dan di tempat yang berbeda,
tarekat menampakkan aspek yang tidak sama dalam pemberontakan
~an penyesuaian diri, dalam keadaan serba aktif dan serba diam; terkadang ia melawan dalam jihad ashghar, perjuangan fisik, sedangkan
yang lebih sering ia mendorong orang untuk tawakkal dan melakukan
jihad akbar, beriman kepada Allah semata dan berjuang melawan nafsu
dalam diri sendiri. Aspek-aspek tertentu dari perkembangan tarekat
6. Surat dari Residen Priangan kepada Gubernur Jenderal, bertanggal 29·9·1885, terlampir
dalam Mailtapport No. 642a (ARA).
26 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
hanya dapat dijelaskan dengan melihat peristiwa-peristiwa dan perkembangan yang terjadi di bag:ian dunia lainnya, sedangkan aspek-aspek
lainnya terutama memang merupakan jawaban atas situasi setempat.
Mustahillah menjelaskan perkembangan tarekat di Indonesia dengan
teori umum yang sederhana; fenomena tarekat sangat kompleks dan
beragam-ragam.
Kejadian di atas bukanlah merupakan satu-satunya keterlibatan
Holle dalam soal Naqsyabandiyah. Awai tahun tersebut, ia memperoleh
surat-surat yang dikirim dari Makkah untuk Pangeran Langkat dan
Sultan Deli. Surat-surat tersebut berkaitan dengan konflik antara dua
orang syaikh Naqsyabandiyah terkemuka di Makkah, yang telah diselesaikan penguasa di sana dengan cara memberi dukungan kepada
salah seorang dari mereka. 7 Berdasarkan surat-surat basil sitaan
penguasa Belanda itu, Holle menyimpulkan bahwa kedua penguasa
Melayu tadi adalah anggota aktif Naqsyabandiyah atau bahkan pemimpin-pemimpin Naqsyabandiyah. Holle mencium adanya persekongkolan
internasional melawan kekuasaan Belanda, dan mengingatkan Residen
akan bahaya "fanatisme". Sang Residen pun bereaksi agak tenang, dan
menjamin bahwa penguasa-penguasa pribumi tersebut seperti biasanya
cukup bersahabat dengan pejabat Belanda atasannya. Ia memerintahkan
agar kegiatan-kegiatan Naqsyabandiyah diawasi, tetapi ia tak melihat
alasan untuk menganibil tindakan khusus.
Baik Holle maupun kedua residen itu menggantungkan pendapat
mereka pada sahabat-sahabatnya orang Indonesia. Holle sangat bergantung pada pandangan Muhammad Musa dan pada sebuah buku kecil
anti-Naqsyabandiyah yang ditulis oleh Sayyid Usman, seorang keturunan Arab di Batavia yang pro-Belanda. 8 Dan Muhammad Musa tampaknya punya alasan pribadi sendiri sehingga ia mengembus-embuskan
kecurigaan terhadap beberapa rekannya. Boleh jadi ia ingin membalas
karena banyak mendapat kritikan berkenaan dengan cara hidupnya
yang jelas-jelas bukanlah teladan yang tepat dalam ukuran keislanian
yang puritan. Guru tarekat lazim menikmati kesetiaan yang penuh dari
P.ara pengikutnya, lebih kuat daripada yang dinikmati oleh ulama
umumnya, dan dengan begitu guru tarekat merupakan saingan yang
lebih berat. Lagi pula Muhammad Musa berkeinginan mengamankan
kedudukan penghulu kepala untuk putranya (yang cacat mental), dan
ia cenderung tidak memberi celah bagi adanya oposisi terhadap rencana
ini. Peluit tanda bahaya yang ditiupnya terhadap tarekat Naqsyabandiyah karena itu tidak sepenuhnya tanpa pamrih. Para residen tadi,
sebaliknya, mempunyai hubungan kerja yang baik dengan para bupati
7. Konflik antara Syaikh Sulaiman Effendi dan Syaikh Khalil Pasha ini akan dibicarakan
lebih mendetil lagi pada Bab IV.
8. Tentang Sayyid Usman dan palemiknya terhadap Naqsyahandiyah, lihat Bab Vlll di
bawah.
Bab I. Penguasa Hmdia Belanda Menymgkap Kehadir11tt Tarekat
27
dan penguasa-penguasa pribumi yang dituduh fanatik. Seperti umumny:a birokrat, mereka tidak menyukai orang luar seperti Holle campur
tangan dalam urusan mereka. Mereka berunding dengan para bupati dan
sultan, dan merasa puas bahwa ancaman terhadap kekuasaan kolonial
tidak ada.
Jadi, terdapat pegawai sipil Belanda dari tingkat atas yang bersikap
sesuai dengan akal sehat dalam menghadapi peringatan tanda bahaya
pertama terhadap tarekat Naqsyabandiyah. Namun, ini berubah ketika
sebuah pemberontakan di Banten mengguncang pemerintahan Belanda
dan menurut laporan yang masuk, tarekat Naqsyabandiyah (atau lebih
tepatnya Qadiriyah wa Naqsyabandiyah) memainkan peranan tertentu
dalam pemberontakan ini.
Pemberontakan: di Banten, Lombok, Sidoharjo
Pada Juli 1888, wilayah Anyer di Banten dilanda pemberoniakan. 9 Pemberontakan petani, yang seringkali disertai harapan yang
mesianistik, memang sudah biasa terjadi di Jawa terutama dalam abad
kesembilan belas, dan Banten merupakan sa1ah satu daerah yang sering
berontak. Namun demikian, pemberontakan yang satu ini lebih meng·
guncang Belanda ketimbang Iain-lainnya. Penumpasannya tidak terlalu
merepotkan pihak Belanda, tetapi skala pemberontakan tersebut amat
memprihatinkan. Temyata tidak sedikit pemimpin pemberontakan itu
adalah para kiai dan haji-haji. Timbul pertanyaan, apakah ini pemberontakan kawn beragama melawan penguasa kafir? Apakah mungkin
ini baru pendahuluan saja dipi sebuah gerakan fanatik yang lebih massal
untuk mendepak keluar orang-orang kaftr? Penyelidikan yang lebih
saksama menunjukkan bahwa tidak sedikit kiai dan haji yang terlibat
dalam pemberontakan itu adalah pengikut-pengikut tarekat Qadiriyah
wa Naqsyabandiyah. Yang dianggap pemimpin puncak dari tarekat ini
adalah seorang Banten, Syaikh Abdul Karim, yang berdiam di Makkah
dan memperoleh kewenangan yang sangat besar di kalangan orang-orang
Banten. Syaikh Abdul Karim sendiri kelihatannya tidak berminat dalam
masalah politik tetapi khalifahnya, Haji Marzuki, yang diutus dari
Makkah ke Banten , dikabarkan lebih radikal dan lebih anti-Belanda.
Pada keseluruhannya, tampaknya tarekat tidak memainkan peran yang
khusus dalam pemberontakan, kecuali mungkin sebagai jaringan
komunikasi. Yang pasti, tarekat ini bukanlah penyebab atau yang
mengatur pemberontakan tersebut. Tetapi, Belanda gelisah, dan banyak
yang percaya bahwa tarekat-tarekat, khususnya tarekat (Qadiriyah wa)
Naqsyabandiyah adalah organisasi rahasia yang bertujuan menumbangkan kekuasaan Belanda.
9. Pemberontakan ini merupakan alah atu pemberontakan yang aanpt ta:kenal dalam
sejarah Jawa, untuk 11ebagian berkat kajlan kl:uik yang telah di1akukan Sutono JCarto.
dirdjo mengemi pemberontakan ini (1966).
28 Tarekat Naqsyabandi:yah di Indonesia
Bab I. Penguasa Hindia Belanda Menyingkap Kehadrran Tarekat
Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1891, terjadilah pemberontakan bebat dari kaum Muslim suku Sasak di Lombok melawan
orang-orang Bali yang menguasai sebagian besar pulau itu. Berbeda
dengan pemberontakan-pemberontakan sebelumnya, pemberontakan
ini tidak mudah dipadamkan. Ia berlangsung terus sampai tahun 1894,
ketika Belanda mengirim pasukan militemya untuk campur tangan dan
berhasil mengakhiri kekuasaan Bali atas pulau itu. 10 Pusat pemberontakan itu berada di Praya, dan pucuk pimpinannya adalah Guru
Bangkol, seorang bangsawan setempat yang sebagaimana diketahui
Belanda kemudian, adalah seorang guru tarekat Naqsyabandiyah. 11
Rupa-rupanya, banyak pemuka suku Sasak lainnya adalah murid-murid
Guru Bangkol, dan tampaknya tarekat Naqsyabandiyalt di sana merupakan f aktor penting dalam pemberontakan. Deqllkian, sekurang-kurangnyjl kesan pibak Belanda. Sumber awal informasi mereka yang utama
adalah seorang pedagang Arab di Ampenan, dan selanjutnya, setelah
ekspedisi militer, sumber mereka adalah Kontrolir Belanda, Engelenberg. Ketika terjadi pemberontakan tahun 1888 di Banten, Engelenberg berada di sana, dan ini menanamkan benib kecurigaan yang kuat
dalam dirinya terhadap tarekat. Ketika diperhatikannya bahwa para
pemimpin pemberontakan Sasak pun ada kaitannya dengan tarekat, ia
merasa berkewajiban mengingatkan atasannya akan bahaya yang diakibatkan oleh organisasi itu. Dalam salah satu laporannya tentang
sebab-musabab pemberontakan tersebut ia menulis:
Ke-karamah-an yang melekat pada guru-guru tarekat itu, dan
pengaruh terbadap para murid mereka yang bersumber dari kekaramah-annya itu serta kepercayaan bahwa mereka memiliki ilmu
gaib, dan kesalehan yang disebarluaskan di antara massa pengikutnya begitu menariknya sampai-sampai mereka pun tak membatasi
diri dalam memilib pengikut. Siapa pun diterima, dan setiap orang
lalu terpengaruh oleh gejolak kebenaran dalam diri serta gejolak
rasa bend kepada orang kaf:u: yang merupakan ciri setiap Muslim
yang berpikiran sempit. Impian akan adanya satu negara Islam,
umat yang beroleh berkah ADah, mengandung kejijikan dan ketidaksukaan terhadap orang kafir. Bahaya itulah yang merupakan
ancaman dari tarekat terhadap negara bukan Islam.Jadi, bukanlah
tarekat itu sendiri yang berbahaya, tetapi pengaruhnya terhadap
massa rakyat yang dibangkitkan gairahnya olelt tarekat tersebut.
Coba biarkan seorang guru leluasa mengkhianati negara dan mengIO. Tentang pemberontakan ini, lihat Neeb &: Asbeek Brum: 1897; Van der Kraa.n 1980,
17-29; Van Goor 1982, Bab 2.
11. Sumber-sumber Belanda semuanya mengatakan Naqsyabandiyah, tetapi sanak saudara
Guru llangkol yang saya wawanamd di Praya menptakan bahwa tarekatnya sebenarnya
adalah tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, yang hingga kini mallih merupakan tarekat
yang paling berpenguuh di Lombok. Liha.t di bawah, Bab XVI.
29
adakan pemberonta\an terhadap pemerintah - massa rakyat akan
mengikutinya seperti domba mengikuti sang gembala. 12
Sampai di sini bukanlah maksud saya untuk membicarakan betulkah tarekat itu mengancam kekuasaan kolonial. Di sini saya tertarik
akan reaksi Belanda. Orang semacam Engelenberg, karena pengalamannya dengan pemberontakan-pemberontakan rakyat, mencap tarekat sebiigai musuh utama kekuasaan Belanda. Akibatnya, para guru tarekat
dan pengikut-pengikutnya yang tidak pemah terlibat dalam kerusuhan
politik pun ikut dicurigai. Di mana-mana pejabat Belanda jadi lebib berjaga-jaga dan secara aktif mencari informasi mengenai kegiatan-kegiatan
tarekat. Dalam pemberontakan-pemberontakan yang terjadi kemudian,
Belanda berusaha mengetabui apakah tarekat ikut terlibat, dan bila
memang terlibat mereka tidak menganggap enteng pemberontakan tersebut. Contoh yang baik adalah pemberontakan Sidoharjo.
Tahun 1903, Kiai Kasan Mukmin dari Desa Samentara, Sidoharjo
(dekat Surabaya) memaklumkan dirinya sebagai Mahdi dan memberitabu pengikut-pengikutnya bahwa ia mendapat tugas untuk mendirikan
sebuah kerajaan baru di Jawa. Ia mengajari pengikutnya ilmu kedigdayaan dan ia minta pengikutnya untuk berjihad melawan pemerintah
Belanda. Pertama kali para pemberontak itu bergerak langsung dihabisi
oleh pasukan pemerintah yang berhasil menewaskan 40 orang termasuk
Kasan Mukmin. Sisa pemberontak ditangkapi, semuanya 83 orang. 13
Pemberontakan ini tidak jauh berbeda dari sekian banyak pemberontak·
'11 mesianistik lain yang senantiasa terjadi di Pulau Jawa, dan latar
belakangnya muhgkin persaingan biasa antara priyayi-priyayi setempat.
Tetapi pemberontakan ini menimbulkan keresahan besar di antara
·masyarakat Eropa di Surabaya; desas-desus yang beredar mengatakan
babwa ada rencana pembunuhan terhadap semua warga Eropa, dan
dikatakan bahwa pemberontakan akan meluas ke seluruh J awa. Tidak
sesuatu pun terjadi, tetapi penyelidikan-penyelidikan kemudian menunjukkan di situ terdapat Naqsyabandi connection. Kiai Kasan
Mukmin adalah khalifah dari Kiai Kasan Tapsir dari Krapyak Lor (dekat
Yogyakarta), seorang guru Qadiriyalt wa Naqsyabandiyah. 14 Dikabar. kan, kiai dari Krapyak ini telah mendorong Kasan Mukmin untuk melancarkan pemberontakannya. Ini menimbulkan ketakutan akan pem-
12. 6e weekra.pport conttoleur Engelenberg (28 Oct - 4 Nov 1894), bat. 22.. Dalam ARA,
Kol. Verbaal, Geheim, 28 Nove 1986, V 19.
U. Tentang pemberontakan ini, libat Snouck Hurgronje, Adviezm Ill, 1964-73; Kartodirlijo
1973, 80.86; Arens 1981. Laporan·laporan Belanda yanga.sli telah diterbitkan dalamAnip
Nasional 1981, 222-293 (ringbsan dalam Bahasa lndnnesia: LXXXIX.cvI).
14. Lapomn-laporan Belanda mengenai peristiwa itu mengatakan Naqsyabandiyah, tetapi
ketunman kiai tenebut meyakinkan saya bahwa sang kiai menpjarkan tarebt Q;adiriyah
wa Naqtyabandiyah. Krapyak Lor jangan dikelrukan dengan Krapyak Bantul, selatan
Yogyakarta, tempat sebrang berada pesantren yang cukup terkenal di bawah pimpinan
Kiai Ali Mabum (ahnarhum).
50 Tarekat Naqsyabandfyah di Indonesia
berontakan yang lebih luas di bawah pimpinan tarekat, walaupun tidak
ada petunjuk sama sekali bahwa tarekat telah memainkan peran dalam
Peristiwa Sidoharjo.
Apakah Tarekat Antipenjajahan?
Tarekat yang terlibat dalam tiga kasus di atas adalah tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Cabang-cabang Naqsyabandiyah lainnya, sepengetahuan saya, tidak pemah terlibat dalam pemberontakan
yang sebenamya. Mungkin ini mencerminkan perbedaan latar belakang
sosial pengikut cabang tarekat yang berbeda ini dan juga perbedaan
dalam teknik-teknik mistik yang dijalankan. Tarekat Naqsyabandiyah
Khalidiyah dan tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah mencari dan mem·
peroleh pengikut dari kalangan masyarakat Indonesia golongan atas:
para sultan, pangeran, bupati dan orang-orang terkemuka lainnya di sisi
orang-orang dari status yang tergolong menengah. Sebaliknya, tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah khususnya memperhatikan lapisan
bawah masyarakat. Zikimya yang keras dan bersemangat, teknik-teknik
kesaktian yang diajarkan oleh banyak guru tarekat ini boleh jadi lebih
sesuai dengan sikap seorang aktivis. Perbedaan-perbedaan ini akan
dibahas dalam rincian tertentu p;ida bab·bab berikutnya.
Kebanyakan orang Belanda tampaknya hampir tidak menyadari
perbedaan-perbedaan yang ada. ini. Secara sederhana, mereka sebut
semuanya. "Naqsyabandi0 dan menganggap semua cabang tarekat itu
sama saja baha.yanya. Snouck Hurgronje, yang memiliki pengetahuan
lebih baik mengenai tarekat dan secara. pribadi bersahabat dengan
syaikh Naqsyabandiyah Mazhariyah terpandang di Makkah, berusaha
sedapat-dapatnya meyakinkan teman-teman sebangsanya bahwa ketakuta.n mereka yang berlebihan terhadap tarekat tidak masuk akal dan
tidak berdasar. Tetapi, pendapatnya ini tidak segera diterima. Cukup
lama tarekat tetap menjadi sasaran utama kecurigaan pemerintahan
Belanda. lni baru berubah ketika organisasi politik modem pertama
muncul di pentas politik, khususnya Sarekat Islam. Sejak saat itu,
organisasi-organisasi modem inilah terutama yang mengkhawa.tirkan
orang-orang Belanda, dan tarekat tampaknya tidak 1agi dilihat sebagai
ancaman yang berarti.
Barangkali memang benar bahwa tarekat, khususnya tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (tetapi di tempat lain juga tarekat
Sammaniyah dan bahkan tarekat Syattariyah), berfungsi sebagai saluran
untuk ketidakpuasan di bidang politik da.n ekon.omi. Tarekat-tarekat
itu dalam dirinya sendiri tidaklah antipenjajahan, tetapi ia menarik
banyak orang-orang yang tidak puas secara politik, dan ia pun menyediakan jaringan komunikasi yang penting. Banyak guru dan anggota
tarekat yang terkemuka masuk tareka.t selagi mereka tinggal di Makkah,
di mana mereka juga mendengar perkembangan politik di negeri-negeri
lain. Tahun 1880-an merupakan periode pergolakan besar-besaran,
Bab I. Pengv.asa Hindia Beland.a Menyingkap Kehadiran Tarekat
51
dengan pemberontakan ~di di Sudan dan pemberontakan Kurdi yang
dipimpin oleh seorang syaikh Naqsyabandiyah. Lebih dulu dari itu,
orang-orang Naqsyabandiyah terlibat dalam jihad di India dan di
Pegunungan Kafkasya Utara. Oleh sebab itu, banyak haji yang pulang
ke Indonesia sadar bahwa mereka hidup dalam periode perjuangan
antara Islam dan imperialisme; banyak dari mereka ini juga menjadi
anggota tarekat. Karena itu, ada korelasi tertentu antara ketidakpuasan
politik dengan keanggotaan tarekat. Tetapi, korelasi itu tidak kuat
benar; kebanyakan anggota tarekat lebih pasif ketimbang aktif her·
politik.
Sejauh tidak ada organisasi lain, barangkali tarikat merupakan
wahana terbaik untuk melancarkan protes bagi para aktivis. Pemberontakan tidak diorganisasi oleh tarekat, tetapi kadang-kadang terbukti bahwa tarekat merupakan alat yang sangat bermanfaat bagi para
pemberontak, suatu jaringan organisasi dan jaringan komunikasi. Dan
kharisma seorang syaikh tarekat dapat merupakan asset besar dalam
upaya memperoleh dukungan rakyat. Tetapi, ketika Sarekat Islam dan
organisasi-organisasi modem lainnya berdiri, terbuktilah bahwa organisasi-organisasi baru ini merupakan wahana yang jauh lebih cocok untuk
kegiata.n politik. Sedikit demi sedikit tarekat kehilangan fungsi politik·
nya. Bahkan dalam apa yang disebut sebagai pemberontakan komunis
di Banten tahun 1926, dalam batas tertentu para pemimpin pemberontakan tersebut bergantung pada. kewenangan kharismatik dari
Kiai Caringin yang saat itu adalah pemimpin tarekat Qadiriyah wa·
Naqsyabandiyah. Namun, peranan tarekat dalam pemberontakan ini
sangat kurang menonjol dibanding pemberontakan sebelumnya yang
terjadi tahun 1888. Dan sejak saat itu, tidak terdapat kasus-kasus di
mana sebuah tarekat terlibat langsung dalam perlawanan antipenjajahan.
Sumber-sumber Belanda mengenai Tarekat Naqsyabandiyah
Sumber-sumber Belanda yang berupa arsip, buku-buku, dan
artikel-artikel dalam majalah ilmiah, merupakan tambang informasi
yang kaya tenta.ng tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat lainnya, tetapi
sumber semacam itu memerlukan interpretasi. lnilah masalahnya.
Antara tahun 1885 sampai tahun 1926 tarekat sering sekali disebut, dan
setelah masa itu sangat jarang. Ini dapat diartikan bahwa selama tahuntahun itu, tarekat Naqsyabandiyah mencapai lingkup penyebaran paling
hebat dan setelah itu merosot dengan tajam. Tetapi, mungkin, sumbersumber Belanda tersebut hanya mencerminkan peralihan perhatiarr para
pejabat Belanda yang menulis laporan·laporan tadi, yang sejak tahun
1912 perhatian mereka lebih terpaku pada organisasi-organisasi lain.
Mungkin •ada benamya bahwa jumlah orang Indonesia pengikut Naqsya·
bandiyah meningkat dengan pesat setelah tahun 1885, tetapi tarekat
l
32
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
itu telah hadir di Indonesia Iebih dari dua ahad tanpa ada perhatian dari
Beland a.
Bulan April 1879, L.W.C. van den Berg, yang ketika itu merupakan ahii Belanda terkemuka mengenai Islam, mengemukakan di depan
Perhimpunan Seni dan llmu Pengetahuan Batavia bahwa sebegitu jauh
ia tidak menemukan jejak tarekat Naqsyabandiyah di Nusantara. Empat
tahun kemudian ia meralat sendiri pendapatiiya itu dan memberikan
uraian yang membenarkan bahwa tarekat Naqsyabandiyah telah diamalkan orang di Aceh,Jawa Tengah, danJawa Timur (van den Berg 1883).
Saya kira itulah publikasi Belanda yang pertama kali menyebut nama
Naqsyabandiyah. 15 Publikasi itu segera diikuti oleh sejumlah artikel
serupa (lihat Kepustakaan), dan laporan·laporan di Iingkup pemerintahan dari berbagai daerah pun mulai menyebut-nyebut Naqsyabandiyah
sejak pertengahan 1880-an. Temyata tiba-tlba Belanda menyadari
kehadiran tarekat Naqsyabandiyah, tetapi masih tidak jelas apakah
memang kesadaran yang datang mendadak ini akibat pertumbuhan dan
meningkatnya kegiatan aliran tarekat tersebut ataukah karena faktorfaktor lain. Saya cenderung berpendapat bahwa selama masa 18851915, tarekat Naqsyabandiyah memang mengalami perkembangan yang
kepesatannya belum pemah t~adi pada masa sebelumnya. Setelah,
tahun-tahun itu, mungkin agak menurun, tetapi kecenderungan ini
tidaklah sedemikian mendadak dan seradikal yang dikemukakan
sumber-sumber Belanda.
Masalah lain adalah berprasangkanya kebanyakan sumber-sumber
Belanda. Banyak dari penulis-penulis yang bersangkutan sangat bergantung pada informasi orang Indonesia, dan beberapa dari informan ini
dapat Sl\ia memberikan keterangan yang menimbulkan citra negatif
terhadap aliran tarekat itu karena alasan-alasan yang bersifat pribadi.
Padahal, banyak dari informan tersebut tidak begitu well-informed,
dan merekajuga cuma mengulang-ulang cerita dari mulut ke mulut yang
mereka dengar. Tidak aneh kalau van den Berg melaporkan bahwa di
Bogor laki-laki dan perempuan melakukan zikir Naqsyabandiyah bersama-sama ba'da shalat 'isya dan mereka berciuman satu sama lain
sementara lampu dipadamkan. Ada bisik-bisik, ia menambahkan, bahwa
dalam kesempatan yang bersifat ritual itu telah terjadi penyimpangan
seksual (1883:162). Sebuah laporan lain yang datang kemudian
malahan secara tegas mengatakan bahwa mereka yang ikut dalam acara
ritual itu berzikir sambil memegang kemaluan lawan jenisnya yang ada
di sampingnya. Walaupun praktik-praktik yang aneh memang sudah
15. Ada sebuah acuan yang lebih awal. Dalam tahun 1869, Verkerk Pistorius menulis tentang
gerabn kebangkitan apma di Sumatera Batat yang dengan mud.ah akan kita kenali sebagai
tankat Naqsyabandiyah, tetapi ia tidak memberikan namanya, dan dengan kellru ia me·.
nyebutnya Hanafiyah (boleh jadi ia mengasosiasikannya dengan Kesultanan Utsrmmiyah).
Verkerk Pistorius 1869, 450451.
Bab I. Penguasa Hindia Belanda Menyingkap Kehadiran Tarekat
33
lazim muncul dalam gerakan-gerakan mistik di kalangan rakyat dijawa,
laporan-laporan dari Bogor di atas amatlah sulit dipercaya. jelas sekali
bahwa dalam hal ini fantasi orang luarlah yang bermain. Mungkin benar
bahwa di sana perempuan pun diizinkan ikut serta berzikir, sebagaimanajuga berlaku di tempat lain. Tetapi, selama para informan tersebut
bukan orang yang ikut sendiri, tidaklah dapat kita simpulkan dari lapor·
an-laporan apakah laki-laki duduk bersama perempuan dalam lingkaran
yang sama ataukah duduk terpisah dengan dibatasi tembok atau tabir
(hijab) seperti umumnya.
Oleh sebab itu, kita hams hati-hati bila memakai sumber-sumber
Belanda. Terutama apa yang mereka katakan tentang keyakinan dan
ritual haruslah dibaca secara kritis sekali. Lebih baik kita bersandar
pada apa yang dapat kita temukan dalam risaiah yang ditulis oleh orang
Naqsyabandiyah sendiri. Saya kira, sumber-sumber Belanda sangat
membantu dalam melacak kapan tarekat Naqsyabandiyah berkembang
di daerah tertentu dan siapa para pemimpinnya dan juru-juru dakwahnya. Tetapi, informasi ini pun hendaknya dicek dengan informasi dari
keturunan orang-orang tersebut atau dari guru-guru Naqsyabandiyah
lain di masa sekarang. Dengan cara ini, saya dapat membetulkan
beberapa kesalahan yang terdapat dalam sumber-sumber Belanda dan
di sana-sini saya memberikan interpretasi berbeda atas fenomena yang
sama.•
Bab IL Awai Perkenalan Indonesia dengan Tarekat Naqsyabandiyah
BAB D
AWAL PERKENALAN INDONESIA
DENGAN TAR.EK.AT NAQSYABANDIYAH: YUSUF MAKASSAR
DAN TOKOH-TOKOH NAQSYABANDIYAH
MASA PER.MULA.AN LAINNYA
Tarekat Naqsyabandiyah sudah ada di Indonesia sejak dua abad
sebelum Belanda mengenalnya untuk pertama kali - kendatipun
bentuk tarekat itu mungkin berbeda. Ulama dan sufi Indonesia yang
pertama sekali menyebut tarekat ini dalam tulisan-tulisannya adalah
Syaikh Yusuf Makassar (1626-1699) yang masyhur itu. 1
Yusuf berasal dari Kerajaan Islam Gowa, sebuab kerajaan kecil di
Sulawesi Selatan, dan ia memang ada pertalian darah dengan keluarga
raja. Tahun 1644, dalam usianya yang masih sangat muda, ia berangkat
ke arah barat dengan niat menimba ilmu dan menunaikan ibadah haji.
Di Aceh, negeri yang pada masa itu metupakan pusat pendidikan Islam
yang utama di Nusantara, ia berbaiat masuk sebuah tarekat, yaitu
tarekat Qadiriyah.2 Setibanya di Yaman, ia mempelajari tarekat
Naqsyabandiyah lewat seorang syaikh Arab terkenal, Muhammad 'Abd
Al-Baqi. Belakangan, di Madinah; ia berguru pula kepada tokoh Naq:
syabandi terkenal Iainnya, Ibrahim Al-Kurani, tetapi ia menyebut guru·
nya ini hanya sebagai seorang syaikh tarekat Syattariyah. Yusuf belajar
kepada berbagai guru lain di Makkah dan Madinah, dan mengadakan
perjalanan hingga Damask.us. Di sini ia berbaiat masuk tarekat Khalwatiyah. Seluruhnya, ia telah menghabiskan usia selama seperempat
abad di Negeri Arab, dan menurut pengakuannya, ia telah mempelajari
berbagai macam tarekat yang Iain.
Kita ketahui ia kembali ke Indonesia pada tahun 1672; tidak ke
kampung halamannya, Gowa - yang pada tahun 1669 telah ditaklukkan
Belanda yang bersekutu dengan kerajaan Bugis saingan Gowa, Bone3 tetapi ke Banten. Banten ketika itu masih tegar mempertahankan kemerdekaannya di bawah Sultan Ageng yang perkasa. Yusuf tak lama
kemudian menjadi sa1ah seorang yang paling berkuasa di Banten, men-
I. Tokoh yang jup. suaman dengan Syaikh Yusuf, 'Abd Al-R.a'uf Singkel, yang memperkenalkan tarikat Syana:riyah kc Indonesia, dalam salab satu katyanya yang berjudul
'Umdat Al·Muktajin, menycbutkan nama-nama bcrbagai syaikh Naqsyabandi di Negeri
Arab, namun mengenai tarikat Naqsyabandiyah itu scndlri ia tidak bicara apa-apa.
2. Syaikh Yusuf mcmbcrikan silsilabnya untuk bcrbapi ta:rikat, yang diikutinya sctclah me·
lalui baiat, dalam Risalah Safinat Af.Najah (dalam ms. E, libat di bawah).
3. Suku banl!R Bugis dan Makasar merupakan dua kclompok etnis yang utama di Sulawesi
Sclatan. Gowa dan kcmbarannya Tello mcmpakan satu-satunya kcntjaannya orang Ma·
kasar, scdangkan Bone mcmpakan kcnijaan terkuat dari bebftapa kcrl\iaan Bugis. Makasar
adalah jnga nama bandar utama kcrajaan Gowa (sckarang Ujungpandang). Mengenai per·
kcmbangan politik di SulaW'eSi Sclatan pada wun ini, libat Andaya 1981.
M
35
jadi menantu Sultan dan merupakan orang kepercayaannya yang paling
dekat. Ia pun sangat dihormati rakyat karena dianggap mempunyai
kekuatan gaib (seperti tertulis dalam laporan Belanda), dan beroleh
kesetiaan penuh dari sejumlah besar perantau Bugis dan Makassar yang
umumnya mengabdi di kerajaan ini sebagai prajurit dan pelaut. Putra
Mahkota yang semula adalah murid Syaikh Yusuf, belakangan menyimpan rasa tidak suka terhadap pengaruh dan kekuasaan Syaikh
Yusuf yang sedemikian besar. Kehadiran Syaikh Yusuf merupakan
sumbangan besar dalam mengangkat nama Banten sebagai pusat pen·
didikan Islam yang menarik para pelajar untuk berdatangan ke sana dari
segala penjuru Nusantara. Dan sikap Sultan yang sangat anti-Belanda
dapat juga karena pengaruh Syaikh Yusuf, kendatipun hal itu, tentu
saja, terutama merupakan reaksi terhadap campur tangan voe secara
militer dan merasuknya kekuatan VOC dalam dunia perdagangan. Bagi
VOe, yang bermarkas besar di Batavia (masa itu yang disebut Batavia
hanyalah lingkungan Kota sekarang), Banten merupakan saingan dagang
dan politik yang terlalu penting untuk diabaikan. Maka, pertikaian
antara Putra Mahkota dan ayahnya yang memuncak pada tahun 1682,
memberikan dalih yang memang ditunggu-tunggu voe untuk campur
tangan dengan mendukung sang putra mahkota. Selama hampir dua
tahun, Syaikh Yusuf memimpin sendiri suatu kelompok perlawanan
yang terdiri atas ribuan pengikut. Mereka bergerak dari satu tempat ke
tempat Iain di Jawa Barat dan terlibat dalam pertempuran kecil-kecilan
dengan serdadu Belanda. Menghadapi pasukan Belanda yang lebih
unggul, mereka tak berdaya, dan dikejar hahis-habisan. Akhirnya
Syaikh Yusuf tertawan dan diasingkan ke Ceylon dan kemudian dipindahkan lagi ke Tanjung Pengharapan (Afrika). Di sana ia wafat pada
tahun 1699. Para pengikutnya, orang-orang Bugis dan Makassar, diper·
bolehkan kembali ke Sulawesi Selatan. Beberapa tahun setelah itu,
kerangka jenazahnya dibawa pulang ke Sulawesi Selatan dari Tanjung
Pengharapan dan dimakamkan kembali ke Lakiung. Makamnya di
kedua tempat itu masih dianggap keramat oleh penduduk setempat. 4
Perjalanan hidup Syaikh Yusuf sekali lagi membuktikan bahwa
kesalehan mistik tidak menghalangi militansi politik. Namun, di Sula·
wesi dan Banten, juga di masyarakat Melayu di tempat ia diasingkan,
Syaikh Yusuf terutama terkenal sebagai waliyullah atau ulama besar
tasawuf, bukan sebagai pejuang yang telah angkat senjata melawan
penjajah. Syaikh Yusuf terutama sekali mengajarkan Khalwatiyah
(untuk ini ia menyandang gelar kehormatan Al-Taj Al-Khalwati), tetapi
4. Sumbcr Indonesia yang penting mengenai kehidupan Syaikh Yusuf adalah sebuah kronik
Makasar yang ditcrjcmahkan dalam Ligtvoet 1880. Untuk episode Banten, catatan-catatan
Bclanda bcrisi scdikit infonnasi, dlringkas dalam de Haan 1910-12, vol. I, bal. 36-57 dan
vol. m, bal. 275-83. Ulasan·ulasan yang bcrsifat biograf11, bcrduarkan pada sumbcr ini
dan sumbcr1umbcr lain: Drewes 1926; Ccnsc 1950; Hamb 1982 (1963], bal 37-57;
Andaya 1981, bal. 2'73·278; Massiara 1983.
Bab II. Awal Perkenalan Indonesia dengan Tarekat Naqsyabandi')lah
36 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
corak tarekatnya ini bebas meminjam teknik dari tarekat lain yang
dipelajarinya, misalnya dzikir qalbi dari tarekat Naqsyabandiyah dan
caranya yang khas "menggambar.. dzikir tauhid mengikuti jalan tertentu pada bagian tubuh. Tarekat K.halwatiyah-Yusuf (disebut demikian
untuk membedakannya dengan cabang tarekat ini yang muncul belakangan, yakni tarekat K.halwatiyah-Samman)5 memperoleh pengikut
(dan masih hingga kini) terutama di kalangan bangsawan Bugis dan
Makassar di Sulawesi Selatan. Dilihat dari penyebarannya di Nusantara, tampaknya hanya di sanalah tarekat ini hidup langgeng.
Tulisan-tulisan Syaikh Yusuf
Mungkin saja Syaikh Yusuf bukan penganut tarekat Naqsyabandiyah Indonesia yang pertama, tetapi ia adalah orang yang pertama
menulis tentang tarekat ini. Ia mengarang berbagai risalah mengenai
tasawuf dan menulis surat-surat yang berisi nasihat·nasihat keruhanian
untuk _ orang-orang penting (misalnya surat-surat kepada Karaeng
Ka:runrung, pemimpin lasykar Kerajaan Gowa). Mungkin sebagian dari
tulisan-tulisannya telah tidak diketahui rimbanya, tetapi sekitar dua
puluh naskah pendek yang disebut sebagai karangannya masih ada
dalam koleksi naskah di Jakarta dan Leiden. Di samping pula, terdapat
beberapa naskah yang ditulis oleh penulis setelah dia, yang diakui
ditulis berdasarkan ajaran-ajaran Syaikh Yusuf. Dalam naskah-naskah
yang terpenting, Syaikh Yusuf menyebut dirinya sebagai pengarang.
Beberapa yang lain tanpa nama pengarang, dan tidak jelas apakah
naskah·naskah tersebut ditulisnya sendiri, oleh seorang muridnya, atau
oleh pengarang lain yang tidak pernah berhubungan dengannya. 6 Ke·
banyakan risalah dan surat-surat yang secara pasti ditulis oleh Syaikh
Yusuf ditulis dalam bahasa Arab; beberapa karyanya sendiri dan
beberapa lainnya yang didasarkan pada ajaran-ajarannya juga dijumpai
dalam bahasa Bugis.
Tulisan-tulisan penting dalam bahasa Arab terdapat dalam naskahnaskah berikut:
A. Museum Nasional, Jakarta, Ms. A 101. Koleksi 21 risalah panjang
dan pendek. Empat di antaranya secara eksplisit disebut karangan
Syaikh Yusuf. Sebuah risalah lain adalah karangan 'Abd Al-
5. Khalwatiyah-8amman (dlnamai mcnurut nama guru tarekat di Makkah, Muhammad ibn
'Abd Al·Karim Samman, wafat 1771) juga befoleh pengikut yang besar di Sulawesi Sela·
tan, empat kali llpat lebih dibanding cabang-cabang tarekat lainnya, terutama di kalangan
bawah. Dziltr tarekat ini dilakukan dcngan sua:ra keru bingga mencapai ekstase, berlawanan sekali dengan dziltr Khalwatiyah·Yusuf yang tenang dan lebib menyerupai meditasi.
6. Profeaor Tudjimah (1987) mcnyebut 21 teks pendek yang dikaitkannya dengan nama
Syaikb Y1111uf, tetapi beberapa dari teks•teks ini tampaknya lebih merupakan karya pengarang-pengarang lain yang kebetulan disa1in bersama-sama dcngan risalahJD.ya Syaikh Yusuf.
Beberapa tulisan Syaikh Ymuf yang lain yang banya ditemukan dalam manuskrip E (lihat
di bawah) belum masuk dalam daftar Prof. Tu~.
37
Ra'uf Singkel (tanbih al-masyi), selebihnya tanpa nama pengarang.
Museum Nasional, Jakarta, Ms. A 108. Koleksi 31 risalah panjang
dan pendek yang dulunya milik Raja Bone, Ahmad Al-Shalih
Syams Al-Millah wa Al-Din, Matinroe ri Rompegading (I 77 51812) yang adalah seorang pengagum berat Syaikh Yusuf dan
menulis serta menyuntlng sendiri beberapa risalah mengenai
ajaran-ajaran Syaikh Yusuf (Cense 1950: 54). Tiga risalah dalam
naskah ini terang-terangan disebut karangan Syaikh Yusuf, lainnya
termasuk Fath Al-Rahman yang terkenal itu oleh Raslan AlDimasyqi, 7 sebuah risalah pendek menyangkut U>Udhu' oleh
syaikh Naqsyabandi, Taj Al-Din Zakariya' (guru dari gurunya
Syaikh Yusuf, Muhammad 'Abd Al·Baqi), yang lain mengenai
wahdo.t al-wujud oleh seorang bemama Muhammad Al-Makki,
lalu sebuah risalah oleh seorang murid Muhammad Baqi Al-Yamani
Al-Naqsyabandi yang tidak disebutkan namanya (Syaikh Yusuf
sendiri?), dan sebuah risalah oleh Ahmad Al-Shalih sendiri, berjudul Al-Nur Al-Hadi ila Thariq Al-Rasyad. 8
c. Museum Nasional Jakarta. Ms. A 45. Berisi naskah mistik tanpa
nama pengarang, Tuhfah Al-Thatib Al-Mubto.di wa Minhah AlSalik Al-Muhtadi dan Zubdah Al-Asrar karya Syaikh Yusuf yang
ditulis di Banten tahun 1087/1676-7. Disertai terjemahan dalam
bahasa Jawa di antara baris-baris teks dan pada pinggir halaman,
dan postscriptum juga dalam bahasa Jawa. Naskah ini kelihatannya
berasal dari Banten.
D. Perpustakaan Universitas Leiden, Cod. Or. 7025. Berisi dua risalah
yang merupakan karangan Syaikh Yusuf dan sebuah lagi tanpa
nama pengarang namun bisa jadi dari Syaikh Yusuf juga. Juga berisi hasyiyah (dalam tulisan tangan yang lain) oleh Ibrahim AlKurani terhadap suatu bab karya lbn Al-'Arabi, Al-Futuhat AlMakkiyah.
E. Dinas Purbakala ++++. Naskah yang diketemukan di Sulawesi
Selatan oleh Buya Hamka ini berisi koleksi tulisart-tulisan Syaikh
Yusuf paling lengkap, sebuah surat dan enam risalah, beberapa di
antaranya tidak ada dalam naskah lain. Sayangnya, secara fisik,
keadaan naskah ini buruk sekali, dan hampir tidak dapat dibaca.
Prof. Tudjimah telah membuat salinan naskah ini (ditulis tangan
oleh asistennya) dan dengan baik hati dia memberi saya fotokopi
B.
7. Mengenai karya ini clan adaptasinya dalam bahua Indonesia, lihat Drewes 1977. Terbadap
penemuan Drewes barangkali dapat ditambahkan babwa
telab diterjemabkan
ke dalam babasa Melayu oleh ulama abad kedelapan
Arsyad Al-Banjari
(barn dicetak untuk pertama kalinya belum lama ini), dan juga oleh orang Banjar lainnya
bernama 'Abd Al-Samad ibn Muhammad Azhari dari Negara pada tahun 1334/1916 (di·
cetak di Singapu:ra tabun bet·ikt1tn1~al.
8. Risa/ah ini juga terdapat dalam
dan Melayu, di Museum Nasional, Jakarta,
masing·muing Ms. VT 23 dan M 69 (lihat
1950, 55-56).
38 Tare/tat Naqsyabandiyah di Indonesia
salina:n tersebut. Terjemahan risalah ini dalam bahasa Indonesia
sedang dipersiapkan oleh Dr. Tudjimah (Univetsitas Indonesia).
Peneliti lain yang sedang meneliti kumpulan karangan ini adalah
Drs. Abu Hamid dari Universitas Hasanuddin, Ujungpandang. 9
F. Sebuah naskah yang berada di tangan R Wan Muhd. Shaghir Abdullah, Mempawah, Kalimantan Batat, berasal dari keluarga khatib
Kerajaan Bone, dan secara ringkas diuraikan dalam Abdullah 1983,
75-80. Empat risalah dalam koleksi ini diaebut sebagai karangan
Syaikh Yusuf. Satu di antaranya disebut Fath Al-Rahman; ini
agaknya kekeliruan dalam menyebut mama pengarang. dan karya
ini agaknya dikaitkan dengan karya Raslan Al-Dimasyqi yang juga
terdapat dalam naskah B (yang berasal dari daerah yang sama,
Bone).
Selain naskah·naskah di atas, beberapa naskah lain di Perpustakaan
Universitas Leiden berisi risalah yang sangat pendek yang mungk.in juga
tulisan Syaikh Yusuf. R.isalah-risalah ini ada dalam daftar bukunya
Tudjimah (1987).
Dari keseluruhan naskah tadi, dapat kita susun dafW. risalah oleh
Syaikh Yusuf Makassar atau disebut sebagai karangan Syaikh Yusuf
Makassar (liha:t Tabel I):
Dari karya·karya ini, Al-Barakat Al·Sailanfyyah, Kaifiyyalt AlMunghi wa Al-Ithbat bi Al-Hadits Al-Qudsi dan Sirr Al-Asrar tidak
menyebut nama pengarangnya, d;m karena itu kita tidak tahu pasti
apakah itu memang tulisan Syaikh Yusuf. Tetapi, isinya mirip dengan
tulisan·tulisan Syaikh Yusuf yang lain.
Naskah berbahasa Bugis:
Naskah Bugis Ms. VT 23 di Museum Nasional Jakarta berisi dua
risalah yang secara eksp1isit disebut sebagai karangan Syaikh Yusuf, dan
lainnya yang menguraikan secara terperinci ajaran-ajaran Syaikh Yusuf
tetapi barangkali ditu1is oleh seorang murid beliau.
Karya-karya Para Murid Syaikh Yusuf
Naskah yang sama (VT 23) juga berisi versi Bugis yaitu Risalah
Al-Nur Al-Hadi ila Thariq Al-Rasyad. Risalah ini ditulis oleh Raja Bone,
Ahmad Al-Shalih "Syams Al-Millah wa Al-Din"; versi Arabnya dari
karya yang sama termasuk dalam naskah B, yang sekali waktu pernah
menjadi milik raja tersebut.
Naskah Bugis yang sama, di bawah judul yang sama, juga terdapat
dalam Ms. VT 19 di Museum Nasional Jakarta, tetapi di sini Syaikh
Yusuf disebut sebagai pengarang (Cense 1950:55-56). Bolch jadi, ini
merupakan kekeliruan; dalam versi yang lain, pengarangnya mengatakan
9, Buk.unya Tudjim.ah (1987) belum menyebut tulisan·tulisa.n Yusuf dalam naskab ini,jup
tidak tul.isan·tulisan dahun F. Buku itu hanya lneliputi A D.
Bab II. Awal Perkenalan Indonesia dengan Tarekat Naqsyabandiyah
39
bahwa karyanya itu ditulis berdasarkan ajaran·ajaran Syaikh Yusuf, dan
ini mungkin salah dimengerti oleh penyalin.
TABEL 1. KAR.YA-KAR.YA SYAIKH YUSUF MAKASSAR
-
JUDUL
A.mar Al·Shalat
ill-Barakat Al-Sailaniyyah
BidayahAl-Mubtadi
Al·Futuhat Al-Rabbaniyyah
Habl Al·Warid
KaifiyyahAl·Mughni
Maktub 10
Matlab Al·Salildn.
Al·Minhah Al-Sailaniyyah (a.tau
Al-Na.fhahAl..Sailaniyyah)
Qt.m'ahAl· 'Am
A.l-Risalah Al·Naqsyabandiyyah
SajinahA.l·Najat
Sirr Al-Asrar
Taj Al·A.srar
TuhfahAl-Labib
ZubdahAl-Asrar
A
B
c
D
E
F
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Juga ada versi Melayu dari risalah yang sama, pada Ms. ML 69 di
Museum Nasional Jakarta. Naskah ini pun jelas berasal dari Sulawesi
Selatan; halaman-halaman pennulaan dan terakhir ditulis dengan aksara
Bugis, dan sebagian besar teks tersebut dibubuhi terjemahan antarbaris
berbahasa Bugis (atau Makassar) dalam aksara Arab. Nama pengarang
tetap tidak diketahui, tetapi penulisnya mengatakan bahwa ia mendasarkan karyanya itu pada sebuah buku (atau beberapa buku) dari
Yusuf Al-Taj Al-Khalwati dan pada ajaran-ajaran lisan seorang Yusuf
yang lain, yang adalah qadhi di Bone. Buku itu terutama sekali menyangkut tarekat Qadiriyah, dan di dalamnya dikutip sebuah silsilah
yang garisnya turun melalui Ahmad Qusyasyi, Ibrahim Al-Kurani dan
Ibrahim Thahir (boleh jadi Abul-Thahir Muhammad ibn Ibrahim AlKurani) sampai kepada seorang bemama Yusuf Tibuku ( ~ ~ ).
Boleh jadi, nama ini seharusnya dibaca Yusuf Cibogo (yaitu 0erasal dari
Cibogo, Bogor), sebab seorang bemama Yusuf Bogorjuga disebut dalam
IO. Sepucuk surat yang ditulis pada tahun 1084/1672 oleh Syaikh Yusuf dari Banten kepada
Karacng K.atunrung, pangera.n GoW'I\ yang memimpin per:tahanan terhadap Belanda dan
sekutunya A.rung Palakka darl Bone, yang ketika itu masih berusaha melawan, meskipun
sudah dikalahkan pada tahun 1669 (tentang lnl llhat: Andaya 1981 ).
40 Tarelt:at Naqsyabandiyah di Indonesia
lampiran risalah itu. Lampiran ini menyangkut Khalwatiyah-Samman,
dan memuat silsilah Syaikh Yusuf Bogor, yang adalah seorang khalifah
dari Muhammad Samman ibn 'Abd Al-Karim, dan oleh sebab itu mestilah dia orangnya yang membawa cabang tarekat Khalwatiyah itu ke
Sulawesi Selatan. Tidak begitu jelas apakah Yusuf ini sama dengan
Yusuf yang menjadi qadhi di Bone ataukah orang ketiga yang kebetulan
namanya sama.
Paling tidak ada satu naskah Melayu lagi yang secara tidak
langsung dikaitkan pada Syaikh Yusuf. 11 Jni merupakan risalah pendek
tentang bagaimana mengatur napas dan makna dari istilah-istilah nafas,
anfas, tanaffas dan nufas, dan merupakan naskah kedua dari enam
naskah tentang tawhid dan tashawwuf dalam sebuah mafmu 'a di
Museum Nasional Jakarta (Ms. W 49, hal. 44-61).
Naskah lain dalam koleksi itu termasuk sebuah naskah oleh Nur
Al-Din Al-Raniri mengenai penciptaan, sebuah lagi oleh 'Abd AI-Shamad
Al-Palimbani mengenai syahadat, dan Masa'il Al-Muhtadi yang tidak ada
nama pengarangnya, tetapi hingga kini masih dipakai secara luas di
Sumatera. Ini menunjukkan bahwa naskah tersebut besar kemungkinan
berasal dari Sumatera; ditulisnya nama Yusuf secara tidak tepat
("Yusuf Maqtasi") menunjukkan bahwa si penyalin masih asing dengan
namaitu.
Syaikh Yusuf dan Tarekat Naqsyabandiyah
Seperti telah disebutkan sebelumnya, Syaikh Yusuf bukan hanya
berbaiat masuk tarekat Khalwatiyah, tetapi ia pun berbaiat masuk
macam-macam tarekat lainnya. Dalam karyanya, Safinah Al-Najat, ia
menyebut nama-nama para gurunya dalam tarekat-tarekat Qadiriyah,
Naqsyabandiyah, Syattariyah, Ba'alawiyah dan Khalwatiyah serta
silsilah mereka secara lengkap. Sebagai guru Naqsyabandinya yang
utama, ia menyebut Abu 'Abdallah Muhammad 'Abd Al-Baqi Al·
Mizjaji Al-Yamani, yang berdomisili di Nuhita, Yaman. Syaikh ini adalab seorang khalifah dari seorang Naqsyabandi kenamaaan di India, Taj
Al-Din Zakariya' (wafat 1052/1642). Dalam suatu bagian tulisannya,
Syaikh Yusuf menyebut gurunya itu "lbn Al-Syaikh Al-Kabir". Sang
guru itu sendiri adalah murid dari guru India yang masyhur, Baqi
Bi'llah. Berbeda dengan teman seperguruannya Ahmad Sirhindi, Taj AlDin terus mendukung doktrin wahdat al-wujud yang monistik itu,
doktrin yang juga dianut oleh guru-guru Syaikh Yusuf yang lain.
Tampaknya Yusuf belajar, paling tidak, kepada seorang syaikh
Naqsyabandi lainnya: karyanya Mathlab Al-Salikin (atau Mathalib Al-
11. Risalah tersebut awalnya menyatakan: "inilah risalah da.ripada syaikh masyayikh kami
waliyullah lagi kamil mukammal yaitu syaikh Yusuf Maqtui negerinya •••"
Bab II. Awai Perlt:efltlhm Indonesia dengan Tarelt:at Naqsyabandiyah
41
Salikin) merupakan adaptasi dari karya seorang guru Naqsyabandi India
yang hidup sezaman dengannya, 'Abd Al-Karim ibn Muhammad AlLahuri.12 Dalam mukadimahnya, Syaikh Yusuf menyebut 'Abd AlKarim sebagai "syaikh kami" (syaikhuna), yang menunjukkan bahwa
ia belajar kepadanya atau kepada seorang muridnya. Mathalib berisi
spekulasi-spekulasi metafisik tentang dzat dan sifat Allah, dan corak
wahdat al-wujud; tidak ada yang khas ajaran Naqsyabandi.
Di antara guru-guru Yusuf yang lain, sudah selayaknya disebut
Ibrahim Al-Kurani di Madinah. Ibrahim menggantikan Ahmad Qusyasyi
sebagai syaikh tertinggi Syattariyah setelah wafatnya pada tahun 1071/
1660-1, dan Ibrahim diketahui mempunyai beberapa murid orang
Indonesia (yang paling dikenal adalah 'Abd Al-Ra'uf Singkel). 'Abd AlRa'uf bukan hanya seorang penganut tarekat Syattariyah, tetapi juga
mengamalkan beberapa tarekat lain, termasuk tarekat Naqsyabandiyah.
Dialah pendukung wahdat al·wujud yang sangat vokal, dan pengaruhnya
bergaung ke seantero Dunia Islam. 13
Teks Naqsyabandi karya Syaikh Yusuf yang paling eksplisit, AlRisalah Al-Naqsyabandiyah (kalau benar ini ditulis oleh Syaikh Yusuf
sendiri), sayangnya saya tidak mendapatkannya. Ringkasan yang dibuat
oleh Abdullah (1980, 76-7) memberi kesan bahwa Syaikh Yusuf benarbenar mengajarkan tarekat ini - sayangnya, tiada bukti yang lebih
sahih dari ini. Naskah tersebut antara lain berisi teknik-teknik meditasi
paling tua, yang mula-mula dirumuskan oleh 'Abd Al-Khaliq Al-Ghujdawani, dan kJtentuan-ketentuan zikir. Tetapi acuan-acuan kepada
tarekat Naqsyabandiyah dalam tulisan-tulisan Yusuf yang lain, tidaklah
menunjukkan secara khusus bahwa ia mengutamakan tarekat ini; pengarang tampaknya lebih membicarakannya daripada mengajarkannya
secara khusus.
Rupa-rupanya Syaikh Yusuf menemukan sistem sufistiknya sendiri yang menggabungkan unsur-unsur dari berbagai macam tarekat
yang dipelajarinya, dan dikenal menurut nama komponen utamanya,
Khalwatiyah. Sayang sekali, tulisan-tulisannya yang berbahasa Arab
tidak berisi keterangan yang konkret mengenai doktrin-doktrin dan
teknik-teknik meditasinya, sehingga sistem Syaikh Yusuf, bila demikian
sebenamya, tetap gelap bagi kita. Tulisan-tulisannya kebanyakan berisi
ide-ide kesufian secara umum (yang bercorak wahdat al-wujud), nasihatnasihat moral dan anekdot-anekdot tentang para sufi ternama. Sebuah
topik yang secara konsisten ditekankannya dalam semua risalahnya adalah betapa pentingnya meditasi melalui seorang syaikh (tawassul) dan
kewajiban sang murid untuk patuh tanpa banyak tanya kepada syaikh-
12. Sanp.t iedikit dilr.etahui mengenai 'Abd Al-Karim. Brockclmann (GAL ll, 420; S ll, 618)
menycbut Muntaha Mathalib A.l-&lllcin-n.ya dan dua k.uya lain; Muntaha ditulis pada
tahun 1062/1658.
18. Lebihjauh tcntang lhrahim Al·Kurani, llhat Bab IJ.
42
Tarelcat Naqsyabandiyah di Indonesia
nya, bahkan apabila sang syaikh berperilaku tidak pada tempatnya atau
berbuat dosa besar sekalipun. Banyak sekali anekdot·anekdot dan ujarujar para sufi kenamaan seperti Ibn_Al·'Arabi, Junaid Al-Baghdadi,
Dzun-Nun Al-Mishri, 'Abd Al-Qadir Jilani dan Baba' Al-Din Naqsyabandi dikemukakannya dalam upaya agar diterima pelajarannya bahwa
kepatuban paripuma kepada syaikh merupakan hal yang tidak dapat
ditawar-tawar demi pencapaian spiritual. Hanya sesekali kita jumpai
bagian yang berisi pelajaran-pelajaran yang konkret, seperti uraian
tambahan mengenai cara yang tepat dalam mendawamkan formula zikir
la itaha illallah dan mengenai urutan hirarkis dari zikir ini ke yang lebih
tinggi Allah, Allah, dan puncaknya hu, hu. 14
Lebih jauh, mengenai sistem Syaikh Yusuf yang khas itu, barangkali dapat diperoleh melalui kajian yang teliti terhadap doktrin-doktrin
dan teknik·teknik Khalwatiyah-Yusuf (yang ada sekarang). sebagaimana
yang dilakukan oleh Drs. Abu Hamid dari Ujungpandang. Pengaruh
Naqsyabandiyah terhadap tarekat ini barangkali terletak pada asalmuasal dua segi khusus: zikir diam atau zikir tanpa suara (pada cabangcabang Khalwatiyah lainnya zikir ini dengan suara keras dan memuncak
pada 0ekstase), dan tempat dzikir Allah. Allah pada latha'if. "titik-titik
halus di tubuh (serupa dengan ci:zl:t:ra dalam psikologi Hindu). 15
Tarekat Naqsyabandiyah setelah Syaikh Yusuf
Naskah-naskah yang berisi tanggapan-tanggapan Syaikh Yusuf
mengenai tarekat Naqsyabandiyah semuanya berasal dari Sulawesi
Selatan. Ini memberi petunjuk bahwa tarekat Naqsyabandiyah ada
pengikutnya juga di sana, yang boleh jadi menggabungkannya dengan
tarekat lain seperti yang telah dilakukan oleh Syaikh Yusuf. Namun,
selain naskah-naskah itu, untuk Sulawesi Selatan kita tidak punya bukti
lain yang lebih kuat.
Ada sejumput bukti menarik yang memperlihatkan bahwa tarekat
Naqsyabandiyah telah meraih prestise tinggi di lingkungan terpelajar
Banten selama atau tidak lama setelah kegiatan-kegiatan Syaikh Yusuf
14. DUun Habl A.l·Warid li Sa 'iutat A.l-Murid (hanya ada dalam ms. E) dan dalam Zubdat A.lAsrar {semua ms.). Zikir pcrtama dibayangkan scperti mcngambarkan scbuah jalan me·
lcwati tubuh, dari otak (ncgasi la) turun ke kiri (pada ilaka). naik lagi ke k.anan pada ilia,
dan ''menghlll\lamkan ke hati" ka1a terakhir Allah.
15. Drs. Abu Hamid, pembicaraan prihadi (Februari 1985). Secara umum diterima bahwa
dzikir latha 'if ditambahkan kepada teknik spiritual Naqsyabandiyah yang asli oleh Ahmad
Sirhindi (lihat misalnya Khan 1978 [192.SJ, 101·2), dan belakangan dipinjam Elari tarekat
Naqayabandiyab oleh pelbapi tarekat lainnya. Kalau inf benar, maka aulit untuk me·
mahami bapimana Syaikh Yusuf yang sudah ten.ng tidak termasuk ke dalarn tarekat Naq.
syahandiyah ca.bang Sirhindi, telah mcmpelajari teknik ini. Dalarn tulisan-tulisannya, ia
tidak ada menyebut kata lathifa (pl. lathaff), dan saya hanya menemukan satu bagian
yang dapat ditafsirkan scbapi llfaian yang sangat sederhana mcngenai teknik spiritual itu
(dalarn TUii/ah A.l-Labib, dalam ms. E). Mungkinkah ada pengaruh toltoh Naqsyabandiyah
yang belakangan terhadap tarekat Khalwatiyah-Vusuf?
Bab II, Awal P,erkenalan Indonesia dengan Tarelcat Naqsyabandiyah
43
di sana. Dua karya sejarah jenis babad dari Banten, yaitu Sajarah Banten
dan Hikayat Hasanuddin, menunjukkan bahwa tarekat Naqsyabandiyah
telah mempunyai kedudukan terhormat di Banten pada zaman karya
tersebut disusun. Hal ini berlangsung pada paroh kedua abad ke-17.
Karya ini sarat riwayat legendaris mengenai Sunan Gunung Jati dan
putranya, Maulana Hasanuddin. Tradisi Banten menganggap Hasanuddin (wafat 1570), bukan ayahnya, sebagai pendiri dinasti Kerajaan
Islam Banten. Alkisah, sebelum menjadi raja, Hasanuddin dibawa ke
Makkah oleh ayahnya; ia dibungkus dalam kain, sedangkan jarak yang
jauh itu konon ditempuh hanya bebcrapa saat saja. Usai melaksanakan
haji, keduanya pergi ke Madinah. Di sana sang putra dibaiat masuk
tarekat Naqsyabandiyah dan diajarkan wirid-wirid, zikir-zikir dan
amalan tarekat lainnya, demikian Hikayat Ho.sanuddin. 16 Riwayat
sejenis terdapat dalam Sajamh Banten. Menurut analisis Hoesein Djajadiningrat (1913), SajMahBanten mmpung ditulis tahun 1662-3. Sebagian besar Hikayat Ho.sanuddin menggunakan Sajarah Banten tadi sebagai
sumber, kendati kemungkinan ada beberapa bagian diambil dari teks
yang lebih lama. Itu berarti bahwa sekurang-kum.ngnya pada tahun
1662-3 ta:rekat Naqsyabandiyah sudah dikenal di sana. Tarekat malahan
merupakan bagian dari legitirnasi (pengesahan) raja-raja Banten. Padahal
pada masa hidup Hasanuddin sendiri, belum dijumpai guru Naqsya.
bandiyah di Madinah. Namun pada saat Saje.1"11.h Banten disusun, nama
tarekat itu tampaknya sudah cukup kondang sehingga kalangan keraton
yang mensponsori penulisan sejarah mengklai:m bahwa dinasti Banten
sudah sejak semula masuk Naqsyabandiyah1 1 '
Dengan kata lain, meskipun Syaikh Yusuf adalah pengarang
Nusantara pertama yang masuk dan mengaja:r tarekat N'aqsyabandiyah,
tarekat ini sudah dikenal di Banten sebelum ia kembali dari Tanab Suci.
Syaikh Yusuf memang sangat terkenal dan berpengaruh, tetapi tidak
beralasan untuk menganggap bahwa ia satu-satunya orang di Banten
yang telah masuk tarekat ini di Madinah. Di hawah Sultan Ageng Tirtayasa, Banten menjadi sangat kuat berorientasi kc Makkah. Sultan
bahkan meminta pengakuan gelarnya dari Syarif Makkah, dan putra
mahkota sendiri pergi berhaji ke Makkah, serta Kota Banten didorong
perkembangannya menjadi pusat pendidikan Islam tempat pemudapemuda Muslim Nusanta:ra berdatangan untuk menimba ilmu; sementara di sisi lain, tentu saja, kota itu tetap mantap sebagai bandar niaga
terkemuka. Mestilah ada orang-orang lain yang pergi berhaji di samping
putra mahkota, dan bukan tidak mungkin mereka ini kembali dengan
16. "Mengajukan ltepada analmya ilmu yang scmpuma betlerta denpn bay'at, demikianlllh
silsilah dan wirid dan tarekat Naqsyabandiyah sertll dikir dan talkin dan dikir khirqah scrta
sughul". J. Edel, Htkajat HasllflOedtlm. Meppel [discrtui, Utrecht), 191S, S2.
1 7. Perl.NU tarellat scblpl legi.timasi kelr.uuan raja di Banten dibabas lebih lanjut dalam:
Martin vm Bruinessen, "Shari'a Court, Tlrelrat and Pesantren: Religious Institutions in
the Banten Sultanate", A.n:hipel 47 (akan terbit).
44
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
pengetahuan kenaqsyabandian seperti yang diajarkan di kedua kota sud
tersebut.
Barangkali merupakan hal yang penting bahwa sang pangeran berbaiat bukan di Makkah tetapi di Madinah. Memang, pada tahun-tahun
itu orang-orang Naqsyabandiyah yang sangat berpengaruh berada di
Madinah, yakni selingkaran ulama di sekitar Syaikh Ibrahim Al-Kurani
yang telah disebut terdahulu. Syaikh Ibrahim dikenal punya banyak
murid orang Indonesia, yang kebanyakan belajar tarekat· Syattariyah
kepadanya, tetapi beberapa dari mereka rupa-rupanya juga berbaiat
masuk tarekat Naqsyabandiyah.
Kehadiran tarekat Naqsyabandiyah berlanjut terns di Banten
selama abad berikutnya, seperti ditunjukkan oleh dua naskah Melayu
abad kedelapan belas di Perpustakaan Universitas Leiden. Naskahnaskah jtu mengacu kepada syaikh asal Banten 'Abdallah ibn 'Abd AlQahar, yang mengajarkan baik tarekat Naqsyabandiyah maupun tarekat
Syattariyah, dan ia pun mengangkat khalifah Naqsyabandi untuk Bogor
dan Cianjur.~ 8 Menurut naskah-naskah ini, Syaikh 'Abdallah dibaiat
masuk tarekat Naqsyabandiyah oleh putra Ibrahim Al-Kurani, Muhammad Thahir (wafat 1145/1733), dan di tarekat Syattariyah ia berbaiat melalui salah satu dari tiga garis penerus Al-Qusyasyi. Oleh sebab
mestilah Syaikh 'Abdallah ini naik daun pada masa-masa permulaan
abad kedelapan belas.
Perpaduan Naqsyabandiyah dan Syattariyah agaknya menyebar
pula ke luar dari wilayah Banten, sebab kita mendapatkan beberapa
tulisan yang belakangan mengacu kepada bentuk perpaduan itu.
Menurut karya sastra kraton J awa, Serat Centhini (versi yang ada sekarang berasal dari permulaan abad kesembilan bdas), tokoh utamanya
Amongraga, ~·mendawamkan wirid-wirid Naqsyabandiyah dan Syattariyah ba'da shalat. 19 Pengarang (atau lebih tepatnya penyadur) Centhini
asal Jawa Tengah ini pastilah menulis demikian karena mengetahui
bahwa kedua tarekat ini diamalkan bersama-sama dalam lingkaran tertentu (pesisir utarajawa?).
Koleksi naskah KITLV di Leiden berisi naskah pendek berbahasa
Melayu mengenai "thariq al-sadat al-syattan'yyah wa al-naqsyabandiy18. Thariqah Khalwatiyyah wa Naqshbandiyyah (Leiden Or. 7337) menyebut Syaikh 'Abdal·
lab dan khalifah Naqsyahandinya, Maulana Qadhi Muhammad Thahir dari Bogor, Haji
Muhammad 'Ali dari Cianjur, dan Haji Muhammad Ibrahim Harun Al.jalis dari Cianjur.
Penprang dari risalah ini adalah seorang murid dari kbalifah yang disebut pertama. Naskah
kedua, Silsilah Syattariyah (Leiden Or. 7327) menyebut syaikh yang sama sebagai seorang
""''"""""' Syattariyah dan memberikan silsilahnya. Kedua naskah tersebut dikumpulkan
sekitar pergantian ahad yang lalu untuk Snouck Hurgronje; usia naskah itu tidak
""'""'"'u pasti. Bagian Khalwatiyah dari naskah pertama mengacu kepada Muhammad
[ibn 'Abd Al-Karim] Al-5amman, yang wafat tahun 1775, dan yang murid-muridnya
Indonesia
kembali pada awal tahun l 170-an.
19.
djalalah bardjah". Dikutip dalam PJ.Zoetmulder, PantheSoeloek-Literatuur, Nijmegen 1935, 130-l. Dalam
isme en Monisme in de
konteks
asumsi
hahwa nama isbandiah merupakan bentuk penyimpangan
dari
tampaknya sulit dibantah.
Bab II. Awai Perltenalan Indonesia dengan Tareltat Naqsyabandiyah
45
yah ", yang menjelaskan khasiat yang menakjubkan dari berbagai zikir
dan menguraikan dengan rinci ide·ide kosmologis menurut tradisi
wahdat al·wujud. Nama-nama beberapa guru yang disebutkan pengarang
menunjukkan bahwa naskah ini berasal dari Aceh; tahunnya tidak jelas,
tetapi katalog memperkirakan sekitar penghujung abad kesembilan
belas. 20 lni merupakan petunjuk yang kuat bahwa perpaduan Naqsyabandiyah dan Syattariyah pemah diamalkan di daerah paling utara
pulau Sumatera. Namun, penghujung abad kesembilan belas tampaknya
merupakan masa yang agak ketinggalan; di tempat lain, di Nusantara,
cabang-cabang Naqsyabandiyah yang lebih tua pada saat itu sedang
digeser oleh tarekat Khalidiyah yang sedang gencar-gencamya membaiat
orang menjadi anggotanya (dan, pada beberapa tempat, tarekat Mazhariyah).
Ada sebuah naskah Melayu lainnya dari Sumatera yang tampaknya
ada kaitannya dengan cabang Naqsyabandiyah yang lebih tua, Lubab
Al-Ki/ayah karya seseorang bemama Jamal Al-Din Pasai. Satu-satunya
salinan yang masih ada dibuat tahun ,1859, tetapi ulinya tampaknxa,
berasal dari masa yang jauh lebih tua. Van Ronkd, dengan dasar pembuktian yang lemah, memperkirakan naskah yang asli berasal dari abad
ketujuh belas.21 Seb~ besar naskah itu membicarakan fiqih, tetapi
dibubuhi petuah-petuah untuk menjalankan ibadah Naqsyabandiyah,
shalat·shalat sunat, wirid dan zikir. Hanya dua nama wali Naqsyabandiyah yang disebut, dan ini tidak banyak membantu kita untuk meletakkan naskah ini dalam sejarah tarekat: Ahmad Khwajakani dan Hafith
Kasyghari alias Syaikh Muhammad Faris. Nama-nama ini, yang tampaknya telah sedikit berubah dari yang sebenarnya, menunjukkan bahwa
yang dimaksudkan adalah dua orang syaikh tarekat ini dari Asia Tengah
atau yang dimaksudkan itu bergelat Khwajagan. 22 Periode Khwajagan
adalah sekitar tahun 1400-1550, yang temyata jauh sebelum naskah
Surnatera itu ditulis.
20. Risalah tanpa judul dalam Ms. Or. 112, KITLV, Leiden, hal. 21-44. Dalam pembahasan
mengenai mhlil (yaitu pembacaan formula la ilaJia illallah). penguang memberikan nama·
nama tltjuh guru (semuanya disebut ''syaikhuna"), dua dari nama·nama itu menpndung
nama tempat yang 1ampanya terdapat di Aceh ('Abd Al·Rabim Lam Kubit dan 'Abd Al·
Rahman LamJabit).
21. Lubab A.l-Kifayah, Leiden Or. 12202, dijelukao dan dlringkas oleh Van Ronk.el (1919).
Perkiraan Van Ronk.el mengenai usia telu ini dlragukan oleh Tenku lskandar, yang menganggap telu itu berasal dari abad kesembilan belu (T. Iskandar, permkapan pnl>adi).
Tetapi setebh mempertimbangk.an isinya, saya percaya hahwa usia telu tersebut sdwus·
nya lebih tua lagi.
22. Saya berpendapat hahwa nama yang disebut duluan hendaklab diidentifilwikan dengan
Ahmad Amkinagi, guru dari Baqi Bi'Dah (yangjuga dlacu aebagai Muhammad Al·Khwajagi
Al·Amldnagi). "Haft.th" boleh jadi ma:upakan penyirnpangan dari "Hafizh", gem yang di·
berikan kepada orang yang hapal selurah Al-Quran. Guru Naqsyabandiyah yang paling
terkenal dari Kasyghar adalah gu':'U dari 'Ubraidallah Ahrar, Sa'd Al·Din.
46 Tarekat Naqs:yaoandiyah di Indonesia
Kesimpulan
Sebagai ikhtisar, tarekat Naqsyabandiyah mula-mula muncul di
Indonesia dalam paruh kedua abad ketujuh belas, dan orang pertama
yang diketahui mengamalkan tarekat itu adalah Syaikh Yusuf Makassar.
Sejak masanya Syaikh Yusuf, di Sulawesi Selatan tampaknya tarekat ini
telah diamalkan orang walaupun mungkin hanya oleh sebagian kecil
penduduk. Di Ban ten, tarekat ini diperkenalkan kurang lebih bersamaan
waktunya, dan tampaknya mendapat tempat terhormat di kalangan terpelajar. Seorang guru dari Banten mcnyebarkan tarekat ini ke daerah
Bogor dan Cianjur, di kedua tempat .ini ia mengangkat khalifah. Agak
belakangan (di penghujung abad kedelapan belas atau permulaan abad
kesembilan belas), tarekat ini pun ditemukan di Jawa Tengah, tetapi
kita tidak tahu apakah ia datang dari Banten atau langsung dari Negeri
Arab. Dalam semua kasus-kasus ini, tampaknya tarekat Naqsyabandiyah
telah berpadu dengan satu atau lebih tarekat lain - Khalwatiyah di
Sulawesi, Syattariyah di Jawa. Ada tanda-tanda bahwa tarekat Naqsyabandiyah juga mempunyai pengikut di Aceh, mungkin dalam gabungannya dengan tarekat Syattariyah, tetapi tidaklah mungkin menetapkan
kapan persisnya terjadi - abad kedelapan belas atau kesembilan belas dan dengan guru-guru Arah yang mana cabang Naqsyabandiyah ini
punya kaitan.
Sebatas inilah sumber-sumber Indonesia mengatakan kepada kita
mengenai kedatangan dan perkembangan tarekat sebelum akhir abad
kesembilan belas. Kebanyakan naskah merupakan penuntun yang se·
derhana, yang memberikan pelajaran paling sederhana mengenai zikir,
petuah-petuah moral, renungan-renungan me~k, dan kadang-kadang
silsilah. Naskah-naskah itu tidak dapat dipahami hanya dengan membacanya sendiri; memanglah dimaksudkan untuk dijelaskan melalui
bimbingan lisan sang syaikh. Oleh karena itu, sulit untuk merekonstruksi dari naskah-naskah tersebut apa persisnya ajaran-ajaran yang
esoteris dan latihan-latihan spiritual yang dimaksudkan. Tetapi, pengetahuan yang lebih baik mengenai tl'lrekat Naqsyabandiyah di India dan
Tanah Arab akan membuat pemahaman kita yang lebih baik terhadap
sumber-sumber Indonesia juga. Bab-bab yang berikut, karena itu, akan
membahas sejarah umum tarekat Naqsyabandiyah beserta perkembang·
an ritualnya dan doktrin-doktrinnya di Asia Tengah, India, dan Timur
Tengah.•
BAB m
ASAL-USUL DAN PERKEMBANGAN
TAR.EK.AT NAQSYABANDIY~
HINGGA AKHlR. ABAD KETUJUH BELAS
Ada berbagai pendekatan yang dilakukan orang dalam menulis
sejarah sebuah tarekat, dan pendekatan-pendekatan itu tidaklah mudah
diperdamaikan satu sama lainnya. Anggota-anggota sebuah tarekat
cenderung menekankan bahwa ajaran dan amalan tarekat mereka tidak
pemah berubah dan berlanjut terns, yang mereka percayai sama sepanjang abad, diturunkan tanpa perubahan dari sang guru kepada murid·
muridnya. Sebaliknya, mereka yang mempelajari tarekat dari luar
(orientalis, sejarahwan sosial, dan antropolog, tetapi juga para ulama
yang kritis terhadap tarekat} cenderung menekankan adanya perubahan
dan penyesuaian terbadap keadaan·keadaan setempat dan iklim sosial
dan intelektual zamannya. Mereka dapat menunjukkan bahwa amalan·
amalan tertentu jelas-jelas dipinjam dari amalan-amalan agama lain
- Yahudi, Kristen, Hindu dan Budha - dan bahwa tarekat sebagai
sebuah institusi belum ada sebelum abad kedelapan Hijri/abad keempat
belas Masehl. Dalam pandangan ini, tarekat merupakan sesuatu yang
baru yang tidak pemah ada dalam Islam yang +mi. Perhatian kepada
9enampakan luamya saja mungkin telah membawa para pengamat
luaran ini mengabaikan suatu kesinambungan sikap-sikap pokok yang
memang punya akar kuat di masa Rasulullah. Beberapa penulis modern
telah sampai pada dukungan terbadap pandangan "dalam" bahwa setiap
tarekat mewakili suatu sikap spiritual tersendiri yang telah ada sejak
semula. 1
Saya percaya bahwa pandangan °dari dalam" dan pandangan "dari
luar" itu saling melengkapi dan sebenamya tidaklah saling bertentangan
kalau dipahami dengan baik. Pandangan·pandangan tersebut sepintas
tampak berbeda karena aspek-aspek yang jadi tirik perhatian berbeda.
Padahal, secara implisit setiap tarekat mengakui bahwa telah terjadi
perubahan dalam organisasi dan ritual, sebab semua tarekat itu nama·
namanya berasal dari nama-nama para wali yang hidup berabad-abad
jauh setelah Nabi. Tarekat Qadiriyah, misalnya, mengambil namanya
dari 'Abd Al-Qadir Al-Jilani, yang wafat tahun 561/1166, dan tarekat
Naqsyabandiyah mengambil nama dari Baba' Al-Din Naqsyband, yang
wafat tahun 1389. Diakui bahwa para wali ini mensistematisasjkan
1. Ini i:nmlpakan pandangan para penulis modern mengenai IUfisme scmisal Martin Lings;
bagi tarckat Naqsyabandiyah, pandanpn ini dibcla oleh Hamid AJpr dalam penpntarnva
untuk tclaah awalnya mcngenai scjarah tarckat lni (1976).
47
48 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
ajaran-ajaran dan metode-metode tarekat ini, dan beberapa ritus dan
amalan secara eksplisit dikaitkan dengan para "pendiri" tarekat ter·
sebut. Tetapi wali-wali ini tidaklah dipandang sebagai pencipta tarekat·
tarekat mereka; melainkan hanya mengolah ajaran-ajaran yang telah
diturunkan kepada mereka melalui suatu garis keguruan terus sampai ke
Nabi sendiri. Tarekat Qadiriyah (dan banyak tarekat Iain) berasal dari
ajaran-ajaran yang diberikan Nabi kepada 'Ali, sedangkan Naqsyabandiyah berasal dari ajaran-ajaran yang disampaikan beliau kepada Abu
Bakar. Rasulullah diriwayatkan telah mengajarkan teknik-teknik mistik
kepada para Sahabat sesuai dengan pembawaan mereka, dan hal ini
dipercayai sebagai alasan utama mengapa sekarang ini terdapat per·
bedaan·perbedaan di antara tarekat.
Satu dari perbedaan-perbedaan yang ~t mencolok antara
1
tarekat Qadiriyah dan tarekat Naqsyabandiyah adalah dalam cara meng·
ucapkan zikir; pada Qadiriyah disuarakan keras dan ekstatis, pada
Naqsyabandiyah diucapkan dalam hati. Menurut penjelasan beberapa
guru Naqsyabandiyah saya kepada saya, hal itu adalah karena 'Ali itu
seorang yang periang, terbuka, serta suka menantang orang-orang kafir
dengan mengucapkan kalimah syabadat dengan suara keras. Sebaliknya, Abu Bakar menerima peJ.Naran spiritualnya pada malam hijrah,
ketika ia dan Rasulullah sedang bersembunyi di sebuah gua tak jauh
dari Makkah. Karena di seputar tempat itu banyak musuh, mereka tidak
dapat berbicara keras-keras, dan Rasulullah mengajarinya untuk berzikir
dalam hati. Zikir diam inilah, dan sikap·sikap spiritual dasar lainnya,
dipercayai kaum Naqsyabandi telah diturunkan oleh Abu Bakar kepada
murid-muridnya, dan akhimya dijadikan sebuah sistem oleh Baba' AlDin Naqsyband. Hal itu tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa
Baba' Al-Din dan beberapa orang lainnya melakukan inovasi dalam
tarekat itu dan memperkenalkan teknik·teknik baru. Orang-orang Naqsyabandiyah yakin bahwa inovasi tersebut semuanya berdasarkan pada,
dan sejalan dengan, apa yang diajarkan oleh Abu Bakar Al-Shiddiq, dan
oleh karena itu tidak terjadi perubahan yang mendasar.
Silsilah
Karena mereka mengaku bahwa dasar-dasar pemikiran dan pengamalan sebuah tarekat berasal dari Nabi sendiri, para pengikut sebuah
tarekat memandang penting sekali urut·urutan nama para guru yang
telah mengajarkan dasar-dasar tarekat itu secara turun·temurun. Garis
keguruan itu biasa disebut silsilah. Setiap guru sebuah tarekat dengan
hati-hati menjaga silsilah yang menunjukkan siapakah guivnya dan
siapa guru-guru sebelum dia, sampai kepada Nabi. Silsilah itu bagaikan
kartu nama dan legitimasi seorang guru: menunjukkan ke cabang
tarekat mana ia termasuk dan bagaimana hubungannya dengan guru·
guru tarekat lainnya.
Pada silsilah seorang guru dari abad kedua puluh biasanya ter-
Bab Ill. Asal-Usul Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
49
cantum antara 30 dan 40 nama. ldealnya, setiap guru yang tercantum
dalam silsilah ini seharusnya merupakan murid langsung dari guru yang
sebelumnya. Kenyataannya tidak selalu demikian; kadang-kadang dua
orang yang berurutan dalam silsilah dapat saja tidak pernah berjumpa,
karena yang pertama wafat sebelum yang kedua lahir atau karena
mereka tinggal di negeri yang berbeda dan berjauhan sekali. Sebagian
kecil kaum sufi menolak silsilah semacam itu dan menganggapnya palsu,
tetapi sebagian besar tidak menolak kemungkinan bahwa seorang wall
menerima pelajaran dari guru yang mendahuluinya bukan lewat komunikasi langsung tetapi lewat komunikasi spiritual, yaitu melalui pertemuan dengan wujud ruhaniahnya. Dalam silsilah, hubungan yang
demikian itu kadang-kadang disebut barzakhi atau uwaisi. 2
Dalam silsllah beberapa tarekat, kita dapati contoh-contoh pembaiatan barzakhi yang radikal. Pendiri Tijaniyah, Syaikh Ahmad AlTijani, umpamanya, pada mulanya telah dibaiat masuk tarekat Khalwatiyah, dan mempunyai silsilah Khalwatiyah tanpa hubungan barzakhi yang 8ebenamya. Tetapi dipercayai bahwa ia kemudian telah berjumpa langsung dengan ruh Nabi sendiri dan menerima pelajaran dari
beliau. Oleh sebab itu, pada silsilah. Tijaniyah tersebut tidak terdapat
guru-guru yang menyelangi antara Nabi dan Syaikh Ahmad, melintasi
jarak waktu dua belas abad. Contoh tarekat modem lain yang silsilahnya sangat pendek adalah tarekat Sanusiyah. Pendirinya, Muhammad
ibn 'Ali Al-Sanusi, adalah murid dari Ahmad ibn Idris Al-Fasi, dan di
atas Ahmad kita dapati hanya tiga generasi guru manusia.: 'Abd AJ.
Wahhab Al-Tazi, Ahmad ibn Mubarak Al-Lamti, dan 'Abd Al·' Aziz AlDabbagh. 'Abd Al-' Aziz dipercayai telah menerima pelajaran dari Nabi
Khidr yang pada gilirannya telah dibaiat oleh Nabi Muhammad. Potong
kompas dalam silsilah semacam itu pada kedua tarekat ini tidak dipercayai oleh tarekat lain, dan itu merupakan salah satu alasan mengapa,
misalnya, beberapa ulama Indonesia tidak menganggap tarekat Tijaniyah itu mu 'tabar (yang patut dihormati). Tetapi, kemungkinan hubungan-hubungan barzakhi diterima oleh kebanyakan kaum sufi, dan pada
awal sejarah tasawuf ada beberapa contoh mengenai hubungan yang
semacam itu yang secara umum dipercayai sebagai pengalaman sejati.
Ada beberapa hubungan pada bagian awal silsilah Naqsyabandiyah yang
dianggap bersifat barzakhi oleh penganut Naqsyabandiyah sendiri, dan
pengakuan ini tampaknya secara umum diterima oleh tarekat Iain.
Silsilah guru-guru Naqsyabandiyah yang belakangan berbeda satu
sama lain, tentu saja, tetapi turun sampai ke Baba' Al-Din semua silsilah
itu serupa. Oleh karena itu, saya ingin membicarakan bagian pertama
2. Barzakhi, karena pembaiatan ternyata berasal dari alam barzakh, alam antara, yaitu tempat
bersemayamnya ruh orang yang meninp sebelum datangnya hari kebangkitan. lstilah
uwaisi berasal dari nama Uwais Al·Qarani, seorang Yarnan
sezaman dengan Nabi,
yang tidak pernah berjumpa Nabi ketika beliau masih hidup
telah diislam·
kan oleh ruh Rasulullah setelah beliau wafat.
50 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
Bab Ill. Asal-Uml Perkembangan Tare/cat Na<Jsyabandiyah
ini. Dimulai dengan Nabi Muhammad, tercantum nama-nama sebagai
berikut:
BAGAN l. SILSILAH GURU-GURU NAQSYABANDIYAH
MENGIK.UTJ GARIS NABJ MUHAMMAD SAW.
Muhammad.
I
1
Salman Al-Farisi
I
Qamn ibn Muhammad. ibn Abi Babr Al-Shiddiq
I
Abu Dakar Al-Shiddiq
ja'far Al-Shadiq (w. 1 4 8 / 7 6 5 ) - - - - - - -
barzclthi
Abu Yazid Thaifur Al-Bisthami (w. 260/874)..------------l>M:uikhi
Abul-Hasan Al·K.haraqani (w. 425/1054,_----
I
I
Abu Ya'qub Yusuf Al-Hamadani (w. 555/1140)-----Abu 'AliAl-Farmadzi (w. 477/1084)
barzakhi
'Abd Al-Khaliq Al-Ghujdawani (w. 617/1220)----
1
'Arif Al-Riwgari (w. 657/1259)
I
,,,
',
,
Mahmud Altjir Faghnawi (w. 645/1245 atau 670/1272) '-,,
I
'' , ,
I
.oarzakhi
Muhammad Baba Al-Sammasi (w. 740/lMOatau 755/1554)
/
I
/
Amir Sayyid Kula! Al-Bukhari (w. 772/11171)
//
I
//
'Azizan 'Ali Al-R.amitani (w. 705/11106 atau 721/1521)
Muhammad. Baba' Al-Din Naqsyband (717-791/1518-1589{
Menarik untuk dicatat bahwa silsilah ini mengakui imam Syi'i
keenam, Ja'far Al.Shadiq, sebagai salah seorang guru, walaupun tarekat
Naqsyabandiyah senantiasa kukuh kesunniannya, dan kadang-kadang
malah sangat anti-Syi'i. Dua hubungan berikutnya bersifat barzakhi,
seperti segera dapat kita lihat dengan membandingkan angka tahun
wafatnya ketiga waliyullah ini (dan sebagaimana diakui oleh tradisi
Naqsyabandiyah). Abu Yazid Bisthami hidup di Khuzistan (Iran)
bagian timur laut, dan ia barangkali tidak pernah mengunjungi Irak,
51
tempat para wali sebelumnya hidup. la dianggap sebagai salah seorang sufi terbesar yang pernah ada, dan sering dianggap orang yang
paling mula-mula mewakili tradisi Malamati dalam tasawuf. Orang Malamati dengan sengaja menghindari kehidupan saleh dalam bentuk apa
pun, dan dengan sengaja menjauhkan diri dari perilaku yang telah ditetapkan kaum ortodoks demi mengundang kecaman dari masyarakat.
Satu-satunya tujuan mereka adalah cinta Tuhan. 3 Abul-Hasan AlKharaqani berasal dari daerah yang sama dengan Abu Yazid, dan
menganut gaya tasawuf yang sama. Ia menganggap dirinya sebagai
pewaris spiritual dari Abu Yazid, dan Naqsyabandi yang belakangan
percaya bahwa ia telah menerima pelajaran secara ban:akhi dari pendahulunya.
Abu 'Ali Al-Fannadzi adalah juga guru dari Ahmad Al-Ghazali
(saudara dari Abu Hamid yang lebih terkenal itu). Muridnya yang lain,
Yusuf Al-Hamadani, adalah seorang sufi yang sangat berpengaruh, dan
namanya pun tercantum dalam silsilah berbagai tarekat lainnya. Yusuf
dilahirkan di Hamadan (di Iran barat), dan mula-mula belajar fiqih
Syafi'i di Baghdad. Belakangan ia meninggalkan sama sekali bidang itu
dan mengkhidmatkan dirinya sepenuhnya kepada tasawuf dan menghabiskan waktunya bersama guru-guru di Hamadan dan Asia Tengah.
Dua sufi yang kemudian mengakuinya sebagai guru mereka: yang seorang adalah 'Abd Al-Khaliq, yang lain Ahmad Yesevi, cikal-bakal
tarekat Yeseviyah dan Bektasyiyah di Turki.
'Abd Al-Khaliq Al-Ghujdawani seringkali dianggap sebagai pendiri
pertama Naqsyabandiyah. Dialah yang merumuskan delapan asas latihan spiritual yang masih dianggap sebagai paling mendasar: husy dar
dam, nazar bar qadam, safar dar watan, khalwat dar anjuman, yad kard,
baz gasyt, nigah dasyt dan yad dasyt. 4 Asas-asas ini berbahasa Parsi
dan itu bukan suatu kebetulan: dari 'Abd Al-Khaliq dan seterusnya (tetapi barangkali juga sudah mulai sejak Abu Yazid Al-Bisthami),
tarekat Naqsyabandiyah berkembang di lingkungan berbahasa Parsi, dan
selama berabad-abad semua tulisan tentang tarekat itu masih terns
ditulis dalam bahasa Parsi.
'Abd Al-Khaliq dan guru-guru berikutnya, yang semuanya tinggal
dan mengajar di Asia Tengah, secara kolektif terkenal dengan sebutan Khwajagan (diucapkan: ..Khajagan"), para Tuan Guru. Kadangkadang Yusuf Al-Hamadani pun termasuk di antara Khwajagan. 5 Pada
3. Mengenai Malamati,lihat Trimingham 1973, 264-9.
4. Alas41&S ini dibahu dahun Bab v.
5. Tidak ada batasa.n yang penis lliapa yang termaauk K.hwajagan dan siapa yang tidak. Be·
berapa pcngarang Naqsyabandi yang belakanpn rnenyebut tarekat rnereka pada fue tersebut bermula dengan 'Abd Al-Khaliq dan berakhlr dengan Baba' Al·Din "Khwajagani·
yah", tetapi tokoh Naqsyabandi yang belakanpn di Asia Tengah, sepertl 'Ubaidullah
Ahrar dan 'Abd Al·Rahman Jami, biasanya juga dibcri gelar Khwaja, dan bcgitupun
Syaikh Ahmad Yesevi.
52 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
periode Khwajagan inilah Naqsyabandiyab memperoleh bentuk yang
jelas sebagai sebuab tarekat. Proses ini dianggap selesai dengan kegiatan·
kegiatan yang dilakukan Baba• Al-Din Naqsyband.
Baba' Al-Din belajar dengan Baba Al-Sammasi dan juga dengan
khalifahnya, Amir Kulal, dan oleh sebab itu ia memiliki mandat yang
cukup sebagai pewaris tradisi Khwajagan. Tetapi. di samping itu, ia pun
dipercayai telah menerima pelajaran langsung secara ruhaniah dari 'Abd
Al-Khaliq. Pelajaran ini khususnya menyangkut zikir diam, yang tidak
dipraif.tikkan oleh semua Khwajagan. Walaupun zikir ini dipercayai
berasal dari Abu Dakar Al-Shiddiq, sebegitu jauh bukanlah merupakan
bentuk favorit yang disebut para wali. Rupa·rupanya, Yusuf Al-Hamadam menggabungkan zikir diam dan zikir keras: yang dari 'Abd AlKhaliq zikir diam, 6 tetapi Amir Kulal kembali melakukan zikir keras.
Dalam pandangan Naqsyabandiyah, pelajaran yang diberikan oleh 'Abd
Al-Khaliq kepada Baba' Al-Din secara pasti menjadikan zikir diam
sebagai norma dalam tarekat Naqsyabandiyah. 7 Lebih lanjut, Baha' AlDin menambahkan delapan asas yang dirumuskan oleh 'Abd Al-Khaliq
dengan tiga asas yang berasal dari dia sendiri, yakni wuqufi zamani,
wuqufi 'adadi dan wuqufi qalbi. Dengan ini maka teknik·teknik mistik
dasar yang membedakan tarekat Naqsyabandiyah dengan tarekat lainnya, dikukuhkan. Pada Bab V akan dibicarakan lebih jauh, berkenaan
dengan ritus dan doktrin tarekat. 8
SeteJah Baba' Al-Din: Penyebaran ke Barat dan Selatan
Baha' Al-Din mempunyai tiga orang khalifah yang utama, Ya'qub
Carkhi, 'Ala' Al-Din 'Aththar dan Muhammad Parsa. Masing-masing
khalifah ini pun mempunyai seorang atau beberapa orang khalifah Jagi,
Guru yang paling menonjol dari angkatan berikutnya tidak diragukan
lagi adalah 'Ubaidallah Ahrar, seorang khalifah dari Ya'qub Carkhi.
Khwaja 'Ubaidallah Ahrar ini telah menetapkan sebuah pola yang di
belakang hari diulangi oleh banyak syaikh·syaikh Naqsyabandi: ia
menjalin hubungan akrab dengan istana, dalam hal ini Pangeran Abu
Sa'id, penguasa dinasti Timurid di Herat (Afghanistan). Sebagai tukaran
atas dukungan politiknya kepada penguasa ini, ia sendiri mendapatkan
kekuasaan politik yang luas jangkauannya. Berk.at pengaruhnyalah
tarekat Naqsyabandiyah mula-mula sekali menyebar ke luar Asia
6. Paling tidak mc::nurut sebuah sumber Naqsyabandi, Rasyallat 'Ain Al-Haryat oleh Fakhr Al·
Din 'Ali Shafi, Nabi Khidhir-lah yang mengajarkan zi.k.ir diam kepada 'Abd Al·Khaliq.
Lihat Algat 1976: 132-3.
7. Tetapi, ini bukan berarti tidak ada penganut Naqsyabandiyah di belakang bari yang tidak
pernah mengamalkan zikir keru, Amalan ini muncul kembali dalam tarekat ini di berbapi tempat dan llllllla kelak, umpamanya di antan syaikh-syaikb Naqsyabandi Kurdi
abad ketujuh bdu yang dibahas dalaln Van Bruinesaen 1990 a.
8. Periode awal sejarah t.arekat ini dikupas dalaln banyak tulisan tokoh Naqsyabandi. Ikhtisar
pendek kepustakaan ini dijumpai dalaln Trimingbam 1978, 51-5, 62-5, dan Algar 1976,
128-186.
Bab 111. Asal-Usul Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
53
Tengah. Ia mengangkat sejumlah besar khalifah yang diutusnya ke
negeri-negeri Islam lain: ke Qazwin, Ishfahan dan Tabriz di Iran dan
bahkan sampai ke Istanbul. 9
Tokoh yang juga sezaman dengan Khawajah Ahrar, Sa'd Al-Din
Kasyghari, pun memberikan sumbangan dalam penyebaran tarekat itu
secara geografis. Ia menetap di Herat, ketika itu ibukota kekaisaran
Timurid (dan sekarang kota besar di Afghanistan Barat), dan membaiat
antara lain penyair dan ulama besar 'Abd Al-Rahman Jami. Melalui
Jami, tarekat itu menjadi sangat populer di lingkungan istana, dan
kemudian menyebar terus ke selatan.
Penyebaran tarekat Naqsyabandiyah ke arab barat selanjutnya
bukan titik perhatian kita di sini: penyebarannya ke wilayah Indialah
yang akhirnya berpengaruh terhadap Indonesia juga. Semua guru-guru
Naqsyabandi yang berada di Hijaz abad ketujuh belas, dari siapa orang·
orang Indonesia pertama-tama menerima pengetahuan tarekat mereka,
termasuk ke dalam tarekat cabang-cabang anak benua India.
Tarekat Naqsyabandiyah menyebar ke India segera setelah negeri
itu ditaklukkan oleh Babur, pendiri kekaisaran Moghul, pada tahun
1526. Kaisar sendiri adalah seorang pengikut Naqsyabandiyah, dan
demikian pula banyak dari tentaranya. 'Ubaidallah Ahrar telah wafat
pada tahun 1490, tetapi beberapa khalifahnya segera mengikuti
pasukan-pasukan penakluk ke India. 10 Sepanjang seluruh abad berikutnya telah terjadi gelombang perpindahan kaum Naqsyabandiyah
Asia Tengah ke India. Seberapa jauh dampaknya terhadap jumlah pen·
duduk secara umum sulit ditentukan, tetapi beberapa dari mereka men·
jadi sangat berpengaruh di lingkungan istana. Tidak diragukan, banyak
dari mereka meninggalkan kesan yang mendalam; yang lain mengangkat
khalifah tetapi garis keguruan mereka itu padam setelah satu atau beberapa generasi. Bila ditinjau kembali, tampaknya syaikh terbesar di
antara syaikh-syaikh Naqsyabandi yang datang ke India adalah Baqi
Bi'llah, yang dilahirkan di Kabul tahun 1564 dan telah belajar pada
banyak tokoh Naqsyabandi sebelum ia bermukim di India. Hampir
semua pengikut Naqsyabandiyah dewasa ini, di seantero dunia, menarik
garis keturunan spiritual mereka melalui Baqi Bi'llah dan khalifahnya
Ahmad Sirhindi, dan tidak diragukan ini membuat kedua tokoh besar
tersebut bahkan tampak lebih besar dari yang sebenamya. Padahal sama
sekali belum pasti bahwa mereka dianggap sebagai syaikh-syaikh terbesar oleh kalangan Naqsyabandiyah pada zaman mereka. Ada berbagai
tokoh Iain yang memperoleh reputasi besar, tetapi karena kemudian
garls mereka padam maka nama mereka pun tak lagi terkenal. Tetapi
menjelang akhir abad kctujuh belas, beberapa gads .ini masih berlanjut
dan ada perwakilannya di Hijaz. Pada Bagan 2 berikut, diberikan silsilah
9. Algar 1976, 13740.
10. Nama·nama dan catatan-catatan biografis singkat mengcnai gelombang pertama masuknya orang-orang Naqsyabandiyah ke India dalam: Rizvi 1983, 180-3.
54 Tarekat Naqsyabandi:yah di Indonesia
guru-guru Naqsyabandi yang dijumpai Yusuf Mak.assar dan 'Abd AlRa'uf Singkili di Hijaz. 11 Pada paruh kedua abad ketujuh belas, ada
tiga kelompok Naqsyabandiyah di Hijaz, dan di antara kelompok ini
terdapat persaingan tertentu. Dua dari kelompok ini bergabung di
bawah dua orang murid utama Baqi Bi'llah yaitu Taj Al-Din Zakariya'
dan Ahmad Faruqi Sirhindi, meskipun di antara keduanya terdapat
perbedaan yang penting dalam hal kepribadian maupun doktrinal.
Kelompok ketiga berada di sekitar Ahmad Al-Qusyasyi dan Ibrahim AlKuram, ulama yang paling dihormati di Madinah; kelompok ini juga terlibat dalam polemik terhadap Sirhindi, atas permintaan ulama antiSirhindi di India. Seperti terlihat pada silsilah, mereka mewakili garisgaris Naqsyabandiyah yang sudah lebih lama berkembang di benua
India. Dua dari garis yang diutamakan oleh Ibrahim Al-Kurani (dalam
"otobiografi intelektual"-nya, Ai-Amam li-lqazh Al-Himam) tidak melalui 'Ubaidallah Al-Ahrar melainkan melalui khalifah Baha' Al-Din
utama, 'Ala' AI-Din 'Aththar dan pengarang sufi termasyhur, 'Abd AlRahman Jami. Tampaknya corak Naqsyabandiyah mereka adalah lebih
mengindia daripada yang lain, dan mereka pun memadukan tarekat
Naqsyabandiyah dengan tarekat-tarekat lain seperti Cisytiyah, Syattariyah dan Qadiriyah.
Perbedaan besar di antara. kaum Naqsyabandiyah pada masa itu
adalah perbedaan antara. para lawan dan pengikut Ahmad Faruqi Sirhindi, yang oleh para. pemujanya disebut mujaddid-i alf-i tsani (pembaru masa seribu tahun kedua). Di penghujung abad ketujuh belas,
kekuatan anti-Mujaddidi di Madinah betul-betul dominan, dan tampaknya tak seorang Indonesia pun yang telah belajar pada guru Mujaddidi.
Tetapi, menjelang abad kesembilan belas, Situasinya menjadi terbalik, di
Makkah dan Madinah tidak ada orang Naqsyabandiyah yang tidak menjadi pengikut Mujaddidiyah.
Ahmad Faruqi Sirhindi dan Saingan·saingannya
Khwaja Muhammad Baqi Bi'llah datang ke India menjelang akhir
hayatnya, dan hanya menghabiskan empat tahun sisa usianya ( 15991603) di Delhi, ibukota Kekaisaran Moghul. Sebelum itu, latar kehidupannya diwamai banyak pengembaraan dan latihan spiritual, di bawah
bimbingan para tuan guru Naqsyabandiyah Asia Tengah yang tidak
sedikit jumlahnya. Ia memperoleh pembaiatan terakhir dari Syaikh
Ahmad Amkinagi (dari Amkina, dekat Samarkand), yang mengirimnya
ke India untuk menyebarkan tarekat Naqsyabandiyah. Dalam beberapa
tahunnya di Delhi itu, Baqi Bi'llah memperoleh tempat sangat ter11. Didasarkan pada silsilab Naqsyabandiyah Syaikh Yusuf dalam kitabnya Safinat Al-Najat,
silsilah Ibmhim Al-Kurani dalam Al-Amam li.Jqazh Al·Himam-nya (dicetak di Haidarabad,
1328/1910), daftar guru.guru sufi dalam 'Umdat At-Muhtajin-nya 'Abd Al·Ra'uf sebagai·
mana diringk.as dalam Rinkes 1909, 27-Sl. Saya tidak dapat menemukan afiliasi 'Abd Al·
Karim Al-Lahuri (disebut oleh Yusuf) dan afiUui "Mimi. Naqsyabandi" dalam daftar 'Abd
Al-Ra'uf.
Bab Ill. Asal-Usul Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
55
kemuka, dan banyak ulama serta anggota kalangan atas berkunjung ke
khanaqa·nya. Ia mengangkat empat orang khalifah, dari mereka inilah
Ahmad Faruqi Sirhindi berhasil mendapat pengakuan sebagai penerusnya, pimpinan resmi khanaqa.
Dilihat dari berbagai sudut, Ahmad Sirhindi adalah seorang ulama
yang sangat terpelajar sekaligus seorang sufi yang telah mencapai derajat
ruham yang tinggi (dan seorang yang punya penghargaan tinggi tentang
dirinya, sebagaimana tampak dalam surat-suratnya). Ia dikenal karena
pembaruan tertentu yang dilakukannya dalam tarekat, yang paling
kontroversial adalah penolakannya terhadap wahdat al-wujud, doktrin
"Kesatuan Wujud" yang menjadi unsur pokok ajaran-ajaran lbn Al'Arabi. Para tuan-guru Naqsyabandiyah dari Asia Tengah, seperti kebanyakan kaum sufi masa itu, semuanya merupakan pendukung kuat
doktrin ini, yang kelihatannya sesuai dengan pengalaman spiritual
mereka ketika sedang ekstase. Sebenarnya sudah ada upaya lebih awal
iagi yang menyangkal wahdat al-wujud dan memberikan penjelasan
teoretis yang lain mengenai pengalaman mistik. Sufi Iran, 'Ala' AlDaulah Simnam (w. 1336}, mengajukan teori yang lebih moderat bahwa
kesatuan yang dialami oleh sang sufi tidaklab menunjukkan suatu kesatuan akhir yang sesungguhnya dari Allah dan Ciptaan-Nya, tetapi
hanya ada pada tingkat pengalaman mistik. Ini disebutnya wahdat alsyuhud, "Kesatuan Penghayatan". Baqi Bi'llab bukannya tidak tahu
mengenai teorinya Simnani, tetapi ia menilai teori itu terlalu dogmatik
dan menurut pendapatnya Simnani tidak berhasil membuktikan kesalahan 'Ibn Al-Arabi. 12 Tetapi, Sirhindi menerima juga pandanganpandangan Simnani dan menjadi penentang yang sengit terhadap
wahdat al-wujud dan doktrin-doktrin yang berhubungan dengan itu.
Pembaruannya menimbulkan banyak perdebatan di antara ulama India
dan menyebabkan timbulnya perjuangan untuk kekuasaan di antara
orang-orang Naqsyabandiyah sezamannya. 13
Ketika Sirhindi berhasil mengukuhkan dirinya sebagai penerus di
khanaqah Baqi Bi'llah di Delhi, saingannya Taj Al-Din Zakariya', seorang
khalifah Baqi Bi'llah yang gigih membela wahdat al-wujud, dengan
kecewa meninggalkan Delhi dan menetap di Makkah. Di sana, seorang
sufi yang agak masyhur, Ahmad ibn Ibrahim ibn 'Alan, menjadi murid
nya dan belakangan menjadi khalifahnya. Lebih lanjut, Taj Al-Din
mengangkat dua orang khalifah di Yaman, Muhammad 'Abd Al-Baqi
(pembimbing Yusuf Makassar) dan Ahmad ibn 'Ujail. 14
12. Menurut sepucuk surat Baqi Bi 1lah sebagaimana dikutip dalam Rizvi 1983: 190.
13. Kajian terbaik tentang Sirhindi dan pikiran-pikirannya adalah:
1977(1940! dan
Pengarang tcrFriedman 1971. Lihat juga Ahmad 1964, 182-90 dan Rizvi 1983,
akhir agak mengecilkan pengaruh yang sering disebut sebagai bcrdllal dari Sirhindi yang
merembes ke mana-mana dan menunjukkan bahwa banyak orang
sezaman denganbahuan
pada Bab V.
nya tidak terkesan dengan ikhtiar pembaruannya.
14. Ulasan biografis tentang syaikh-syaikh ini dalam kamus
terkenal dari
Taj Al·
abad ke-11 /l 7 karya Muhibbi, Khulasat Al·Atsar fi A 'yan
Din dalam jilid I, 464470, Ahmad ibn Ibrahim ibn 'Allan
BAGAN 2. SILSILAH GURU.GURU NAQSY ABANDIYAH YANG DUUMPAI
YUSUF MAKASSAR DAN 'ABD ALB.A 'UF SINGKILI DI HUAZ
Baba' Al-Din Naqsyband
'Ala' Al·Din 'Aththar
(w. 802/1400)
Ya'qub Carkhi
(w. 8.38/1434)
/~
Nizam Al-Din
I
Nur Al-Din Ahmad
AI-1'ha'uai
Sa'd AI-Din Al-Kasyghari
(w. 859/1455)
I
'Ubaidallah Ahrar
(w. 895/1490) - - - - - - - - - - - - -
'Abd AI-Rahman Jami
(w. 89311492)
I
'Ala' Al-Din Muhammad
M. 'Ala' Al-Din
Qadhin
Taj AI-Din 'Abd AlRahman Al-Kazaruni
I
Hidayat Allah
Sarmast
Muhammad Al-Zahld
(w. 9.36/1524)
I
H~iHudhur
Muhammad AJ-Ghauts
Ghiyats Al-Din Ahmad
I
I
Wajih Al-Din
Muhd. Amin ibn Ukht
Mullajami
I
I
Sibghat Allah
(w. 1015/1606-7)
Darwisy Muhammad
(w. 970/1562)
Muhd. ibn Muhd. Al-Bahansi
I
Ahmad Al-Amkanagi
[Muh. Khwajagi Al-Amkinagi]
(w. 1008/1599)
Ahmad Al..Syinnawi
(w. 1028/1619)
I
I
Muhammad Baqi Bi'llah
(w. 1012/1603)
Safi Al-Din Ahmad Al-Qusyasyi
(w.1071/1660..l)
~
Taj Al-Din Zakariya'
(w. 1050/1640)
//~
Ahmad b.
'Ujail
(w. 1664)
/~
Muh. Abd.
Ahm3d b.
Adam
Al-Baqi
Ibr. b.
Banuri
Al-Mizjaji
'Alan
(w. 1663)
{w. 166.!J) (w. 103.!J/1624)
Muhammad
Ma'shum
Sirhindi
I
Zain b. Abd
Al-Baqi
Al-Mizjaji
I
Ibrahim Al-Kurani
(w. 1102/1691)
Ahmad Sirhindi
(w. 1034/1624-5)
~
Abul-Thahir
Muhd. b.
Ibrahim
I
Muh. Sa'id
Ahmad
Jarullah
juryani
Abd
Al-Hayy
Umar
Ali
Al-Yamani Al-Yamani
Muhd. ibn
'Abd Al-Rasul
Barzinji
58
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
Ajaran-ajaran Sirhindi dengan segera sampai juga ke Makkah.
Seorang khalifahnya, Adam Banuri - karena alasan politik - terpaksa
meninggalkan India dan pergi ke Makkah pada tahun 1643, dan mulai
menyebarkan ajaran tuan-gurunya di sana. 15 Belakangan, di tahun
1656, penerus dan putra Sirhindi, Muhammad Ma'shum pergi menunai·
kan ibadah haji dan mengangkat dua orang khalifah di Makkah, Ahmad
Jarullah J uryani dan 'Abd Al-Hayy, serta juga meninggalkan putranya
Miyan di sana. 16 Ia pun mengangkat dua orang khalifah di Yaman, 'Ali
Al-Yamani dan 'Umar Al-Yamani Al-Syafi'i. 17 Sejak tahun 1643, selalu
ada pengikut Mujaddidiyah di Semenanjung Arabia. Tetapi, barulah di
abad kesembilan belas, tarekat Mujaddidiyah, setelah mengalami pembaruan di bawah Maulana Khalid, secara pasti menjadi cabang Naqsyabandiyah yang dominan di sana.
Ajaran-ajaran Sirhindi, seperti yang disebarkan Adam Banuri,
bukannya tidak mendapat tantangan di Hijaz. Ahmad Al-Qusyasyi,
penerusnya Ibrahim Al-Kurani, dan murid Ibrahim, Muhammad ibn
•Abd Al-Rasul Barzinji, yang kesemuanya barangkali merupakan ulama
paling dihormati di Madinah, terlibat dalam polemik yang sengit dengan
Banuri dan para da 'i Mujaddidiyah yang belakangan. Mereka menyerang
pikiran-pikiran Sirhindi sehebat-hebatnya dan mengobarkan semangat
18
membela doktrin-doktrin lbn Al-' Arabi dan rupa-rupanya berhasil.
Qusyasyi berasal dari Palestina (ayahnya dari Al-Quds), Kurani dan
Barzinji adalah orang-orang Kurdi. Mereka telah menerima suatu perpaduan tarekat, termasuk dua tarekat yang khas India, Cisytiyah dan
Syattariyah, dari Ahmad Al-Syinnawi yang berasal dari keluarga kaum
sufi terkenal. Syinnawi, yang juga dibesarkan di Madinah, telah belajar
pada banyak guru-guru sufi dan telah mereka baiat masnk tarekat
mereka. Guru-gurunya termasuk tiga orang berasal dari India yang
mewakili tiga cabang yang berbeda dari tarekat Naqsyabandiyah.
Ahmad AI-Qusyasyi menyebut salah satu guru, Shibghat Allah, dengan
'Ahd AMlllql dalam II, 285; dan Ahmad ibn 'U,Jail daJam I, 54.-6-7. Mated tambahan mcngcnai Taj Al-Din daJam Rizvi 1985, 195-6, 536-8. Putra M. 'Abd Al·Baqi, Zain, belajar
pada Ibrahim Al-K.mani dan pada &illrumva mct\iadl pu darl tokoh Naqsyabandiyah
Cina yang berpeftpruh, Ma Ming&in (w. 1781), lihat Fletcher 1985, 20. 'Ahd Al-Ra'uf
Singkil pun dalam 'Umdat Al-Muhtajin-nya menyebut kha1ifah T~ Al-Din di Yaman. la
ti.dak menyebut Ahmad ibn Ibrahim ibn 'Allan, tetapi di Museum Nasional, Jakarta ter·
simpan scbuah risa1ah pendek daJam bahala Arab yang rupa-t:upanya ditulis oleh scorang
pengikut darl Ahmad ibn Ibrahim ibn 'Alan!: Thari!Jah Naqsybaml.fyah, dalamMs A 655,
ffol. 162a-164b (dirampungk.an atau diaalin dalam tahun 1157/1744).
15. Rizvi 1985, 558-9.
16. Mcnurut Risale-i La'lizade yang bcrbahala Turki, dirlngkas dalam Verzeichnis der Orientalischen Htlrulllchrlften in Deutsch/and XIII/5, hal. 56-7. Bdk. Alga:r 19'{6, 146. 'Abd AlRa'uf Singkil menulis bahwa ia bertcmu Muhammad Ma'shum selagi bcrada di Madinah,
tetapi tidak mcnyebut-nyebut Adam Banuri at.au scorang pun darl khalifah Muhammad
Ma'shum.
17. Khani 1506/1888-9,197.
18. Muhammad ibn 'Abd Al-Rasul Baninji, yang rupanya adalah mufti di Madinah, menulis
dwt risalah untult mcnyangkal tcsis·tcsis tertentu darl Sirhindi sctelah ulama terkemuka
India mcminta pcndapat Syaikh Ibrahim Al-Kurani. Tentang polemik-polemik ini:
Friedman 19 71, 98·99; Rizvi 1985, 558-542.
Bab Ill. Asal-Usul Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
59
silsilahnya dalam Al-Simth Al-Majid; Ibrahim Al-Kurani menyebut dua
guru Naqsyabandiyah lainnya, dengan silsilah dalam karyanya AlAmam li-lqazh Al-Himam. Rantaian guru tarekat ini digambarkan
dalatn bagan pada balaman 56-57. Syaikh Shibghat Allah, yang sampai
ke Madinah pada tahun 1605, tidak saja mengajar tarekat Naqsyabandiyah tetapi sejumlah tarekat lainnya juga, sebutJah misalnya tarekat
Syattariyah (lihat Rizvi 1983, 329-330). Dan di Indonesia, Qusyasyi
dan Kurani memang lebih dikenal sehagai tokoh Syattariyah. 'Abd AlRa'uf yang telah mempelajari tarekat Syattariyah dari Qusyasyi dan
juga Kurani, menjadi orang Indonesia pertama yang mengembangkannya. Di Timur Tengah tidakJah demikian, mereka terutama dikenal
sebagai tokoh Naqsyabandiyah. 19 Tetapi, mereka menjalankan latihanlatihan yang tidak disukai oleh beberapa guru Naqsyabandiyah lain (dan
khususnya Sirhindi), misalnya berzikir dengan suara keras dan sama',
yakni mendengarkan musik sebagai wahana untuk peningkatan spiritual.20 Kepada para pelajar Indonesia, mereka terutama mengajarkan
tarekat Syattariyah, tetapi putra Kurani, Abul-Thahir, mengangkat
'Abdallah ibn 'Abd Al-Qahhar yang berasal dari Banten (lihat Bab
terdahulu) sebagai khalifah Naqsyabandiyah, dan dengan begitu mendorong penyebaran tarekat ini, dalam paduannya dengan tarekat
Syattariyah, di Jawa bagian barat.
Para guru ini bukan hanya orang-orang sufi yang sangat kuat berpegang pada metafisika lbn Al-'Arabi, melainkan juga merupakan ulatna
yang sangat tinggi pengetahuannya dalatn ilmu-ihnu agama. Mereka
rata-rata ahli hadis. Kelompok mereka iniJah yang merangsang bangkitnya minat orang untuk mempelajari hadis di seantero dunia Islatn, serta
mengilhami berbagai gerakan kebangkitan dan gerakan pembaruan.
Zain ibn M. 'Abd Al·Baqi Al-Mizjaji, yang pada awalnya mengambil
tarekat Naqsyabandiyah dari ayahnya (gurunya Yusuf Makassar) dan
kemudian melanjutkan studinya pada Ibrahim Al-Kurani, mempunyai
jangkauan pengaruh sampai di Cina dan jawa. Pemimpin gerakan pembaruan Islatn di Cina, Ma Mingxin (w. 1 781 ), adalah murid dan barangkali khalifah tarekatnya. Fletcher (1985, 20) pemah menunjukkan
bahwa gerakan pembaruan ini bemafaskan tarekat Naqsyabandiyah. Di
jawa, Haji Mutamakkin, tokoh utama Serat Cebolek, mengaku sehagai
murid Syaikh Zain dari Yaman (Soebardi 1975, 72, 111). Teks Serat
Cebolek, yang mewakili visi kalangan keraton Kartasura, menggambarkan Haji Mutamakkin sebagai penyebar paham "sesat", tetapi kemungkinan yang lebih masuk akal adaJah bahwa ia justru mengkritik kalangan priyayi atas nama Islatn (bandingkan analisis sejenis dalam Kuntowijoyo 1991 ). Putranya Ibrahim, Abul-Thahir adaJah salah seorang guru
aari ulama besar India Syah Waliyullah, bahkan asal-usul gerakan Wah19. K.amus biografi ulama Kurdi yang terbit paling a.k.bir (Mudanis 1985b, 16-18) mcnyebut
Ibrahim Al-Kurani hanya scbagai seorang Naqsyabandi, begitu juga kamus biografi ter·
kenal Silk Al-Durar-nya Muhammad Khalil (jilid 11,5).
20. Karena amalan11malan ini, lbtahim Al-Kurani dikrltik oleh seorang ulama Turlti dan ia
pW1 menulis risa1ah khusus untuk mcmpertahank.annya;lihat Rizvi 1983, 331-2.
60
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
habiyah yang muncul kemudian hari dapat dilacak sampai ke lingkaran
ini, sebab Muhammad ibn 'Abd Al-Wahhab telah belajar kepada orangorang yang ikut melanggengkan lingkaran Ibrahim Al-Kurani. 21 Sek.all
lagi menunjukkan bahwa pandangan-dunia tasawuf para guru Naqsyabandiyah ini tidak. berlawanan dengan sikap·sikap puritan dan hampir·
hampir fundamentalis. Pada abad kesembilan, belas, akan kita lihat
betapa para penganut tarekat Naqsyabandiyah (ketika itu Mujaddidiyah) berada di garis terdepan dalam berbagai gerakan politik kebangkitan Islam dan antibnperialis.
K.epustakaan Naqsyabandiyah
Beberapa syaikh yang telah disebut namanya telah menuliskan
ajaran-ajarannya; beberapa di antaranya malah merupakan pengarang
yang sangat produktif. Bentuk penulisan yang sangat mereka sukai ada·
lah surat; banyak syaikh yang memberikan nasihat keruhanian kepada
macam-macam orang, biasanya kalangan atas, melalui surat-surat. Suratsurat ini kemudian dikumpulkan menjadi kitab·kitab yang merupakan
bacaan penting bagi para pengikut tarekat yang bersangkutan. Contoh
corak penulisan semacam ini yang paling terkenal adalah Maktubat
karya Syaikh Ahmad Sirhindi, yang hingga kini masih dibaca di mana·
mana. Surat-surat tersebut telah dicetak baik dalam bahasa aslinya Parsi
maupun dalam terjemahannya, Arab dan \urki. 22 Gurunya, Baqi
Bi'llah, pun seorang penulis surat yang produktif tetapi setahu saya,
Maktubat-nya belum pemah dicetak. Saiyid Athar Abbas Rizvi telah
membuat ringkasan dari beberapa surat yang terdapat dalam sebuah
manuskrip yang dimilikinya. , Tampak bahwa surat-surat tersebut
memang penting sekali (Rizvi 1983, 188-196). Kumpulan surat-surat
putra Sirhindi, Muhammad Ma'shum, lebih dikenal, dan beberapa tahun
lalu terjemahannya dalam bahasa Turki telah terbit. Tulisan-tulisan
corak kedua terdiri atas rekaman ujar-ujar para guru besar tarekat,
biasanya dituliskan oleb salah seorang murid utamanya. Barangkali
karya jenis ini yang paling penting adalah Risala·i QJ.idsiyyah, kumpulan
ujar-ujar Baba' Al-Din sendiri, dituliskan oleh khalifahnya, Muhammad
Parsa. 23 Parsa telah menulis sekurang-kurangnya dua karya lain, dan
ujar-ujarnya sendiri dalam rangka menjelaskan doktrin Ibn Al-'Arabi
diwujudkan dalam bentuk tulisan oleh 'Abd Al-Rahman Jami:
Sukhanan-i Khwaja Parsa.
21. Qusyasyi rum Kurani menjadi pokok bahasan Anthony H. Johns dalatn beberapa artikel·
nya (lihat Johns 1978 dan artikel "Al·Kurani" da.n "Al-Kushashi" dalam edisi barn The
Encyclopaedia of Islam h tenwig Kwani dan Banlnji, lihat juga Van Btuinem:n 1988.
Perkembanpn intelektual lingbran Kumni melah ia wafat dan hubungan lingkaran tersebut dengan gcrabn kebangkifan Islam belakanpn dibahas dalam Voll 1975.
22. Pilihan dari surat-surat ini tdah diterbitkan, dengan sebuah pengantar panjang dalam
bahasa lnggris, oleh hzlur Rahman: Selected Letters of Shaikh Ahmad Sirhindi (Karachi.
Lihat
Friedman 1971.
23.
Bah a' tui-Din- Naqsyband, suntingan Ahmad Tahiri 'Iraqi. Tchr.111:
Bab III. Asal-Usul Perkembanga.n To.rekat Naqryaba:ndiyah
61
Jenis karya yang ketiga, dan ini yang paling besar jumlahnya,
terdiri atas karya-karya hagiografi dan biografi yang menyangkut para
syaikh Naqsyabandiyah terkemuka. Ada beberapa tarikh mengenai
pentas tarekat di Asia Tengah, umpamanya Rasyahat 'Ain Al-Hayat
oleh Fakhr Al· Din 'Ali Shafi dan Silsilanama·i Khwajagan-i Naqsyband
karya Muhammad ibn Husain Qazwini, dan berbagai biografi terpisah
mengenai Baha' Al-Din, 'Ubaidallah Ahrar, Ahmad Sirhindi, dan syaikhsyaikh besar lainnya. 24
Di India pun tarekat Naqsyabandiyah terus menghasilkan kepustakaan dalam jumlah besar, dalam bahasa Parsi dan kadang-kadang
Arab, dan sejak abad kesembilan belas juga dalam bahasa Urdu. Banyak
karya penulis Naqsyabandiyah India dan Asia Tengah yang menemukan
jalannya ke barat, dan karya-karya yang paling penting sudah diter·
jemahkan ke dalam bahasa Turki dan Arab. Tambahan pula di Turki,
penulisan sastra dengan pola serupa terus berlangsung. Yang mengherankan, tidak satu pun dari semua karya ini yang sampai ke Indonesia, dan
~aqsyabandiyah Indonesia belum menghasilkan sepotong karya pun
yang sebanding. Sampai hari ini, malahan Maktubat-nya Sirhindi, yang
mungkin merupakan karya Naqsyabandi yang paling luas dibaca di
mana-mana, tetap sama sekali tidak dikenal di Indonesia. Beberapa
karya Naqsyabandi dalam bahasa Arab yang dibaca di Indonesia lebih
merupakan teks-teks yang sederhana dari abad kesembilan belas dan
awal abad kedua puluh. K.hazanah tradisi Naqsyabandiyah yang begitu
kaya tetap saja tertutup bagi orang-orang Indonesia.
Tarekat Naqsyabandiyah sehagai Organisasi
Paling tidak, istilah "tarekat" dipakai untuk dua hal yang secara
konseptual berbeda. Maknanya yang asli (secara harfiah "jalan")
merupakan paduan yang khas dari doktrin, metode dan ritual, tetapi
istilah ini pun sering dipakai untuk mengacu kepada organisasi (formal
atau informal} yang menyatukan pengikut-pengikut "jalan" tertentu.
Di Timur Tengah, istilah tha'ifaA ("keluarga.t' atau "persaudaraan") tc:rkadang lebih disukai untuk organisasi, sehingga lebih mudah untuk
membedakan antara yang satu dengan yang lain, tetapi di Indonesia
kata "tarekat" mengacu kepada keduanya. Namun, penting untuk
diingat hahwa dua hal itu sebenarnya tidak sama.
Pembicaraan dalam bab ini sebegitu jauh tidak lebih daripada
sejarah naratif tentang guru-guru Naqsyabandiyah, dengan sedikit
tinjauan global mengenai perkembangan penting dalam metode-metode
("tarekat" dalam pengertian pertama). Pengarang-pengarang Naqsyahandiyah tertentu kelihatan sadar bahwa sebenarnya telah terjadi perubahan dan perkembangan penting dalam tarekat melalui penamaan
yang berbeda pada fase-fase yang berurutan: dari Abu Bakar Al-Shiddiq
24. Sebuah telaah awal rncngenai kepustakaan ini dilakukan oleh Hamid Algar (1975). Sejak
waktu itu, scjumlah besar karya-karya lain ten:ingli.ap.
62
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
kepada Abu Ya.zid Tha.ifur Al-Bisthami mereka sebut tareka.t Shiddiqiyah, dari Abu Yazid kepada 'Abd Al-Khaliq tarekat Thaifuriyah,
dari 'Abd Al-Khaliq kepada Ba.ha' Al-Din tareka.t Khwajagam"yah, dari
Ba.ha' Al-Din kepada 'Uba.idallah Ahrar tarekat Naqsyabandiyah, dari
Ahrar kepada Ahmad Sirhindi tarekat Ahrariyah, dan setelah Sirhindi
tareka.t Mujaddidiyah. Lebih lanjut akan kita jumpa.i tarekat Mazhariyah dan tarekat Khalidiyah, dinamai menurut nama dua pembaru yang
belakangan. Nama-nama tersebut mengacu hanya kepada perkembangan dala.m hal teknik dan doktrin, dan tidak bicara apa-apa mengenai
bentuk organisasi. Dalam segi ini pun telah terjadi perubahan yang
sangat pehting selama periode yang sebegitu jauh sudah dibahas.
Taha.pan perkembangan berbagai tareka.t di Asia Tengah dan Ba.rat
dengan ba.ik telah diikhtisarkan oleh J. Spencer Trimingham dalam
sebuah model 3 fase:
Ta.hap pertama (khanaqah ). Zaman keemasan tasawuf. Sang
guru dan murid-murid di seputamya - mereka. seringkali berpindah-pindah - hanya berpegang pada aturan yang bersahaja
untuk hidup sebagaimana biasa, sampai kemudian terbentuknya
tempat-tempat pemondokan dan perkampungan tanpa adanya
pengkhususan dan pembagian fungsi pada abad kesepuluh. Bimbingan di bawah seorang guru menjadi asas yang diterima oleh
semua. Secara intelektual dan emosional, ini merupakan gerakan
yang bersifat aristokratik. Sedangkan metode-metode kontemplasi
dan latihan baik yang bersifat individual maupun komunal dimaksudkan untuk merangsang terjadinya ckstase.
Ta.hap kedua (thariqah ). Abad ketiga belas. Masa pemerintahan Seljuq. Masa formatif 1100-1400 M. Transmisi doktrin, aturan,
dan metode. Perkembangan aliran-aliran tasawuf dengan pengajaran berkesinambungan: silsilah-thariqah, berasal dari seorang yang
mengalami pencerahan. Gerakan borjuis. Menyesuaikan dan menjinakkan semangat mistik dalam tasawuf yang terorganisasi menuju
pembakuan tradisi dan legalisme. Perkembangan metode-metode
kolektivistik gaya baru untuk merangsang ekstase.
Ta.hap ketiga (tha'ifah). Abad kelima belas, masa berdirinya
Kesultanan Utsmani. Transmisi persumpahan setia (baiat) di sisi
doktrin dan aturan. Tasawuf menjadi suatu gerakan kerakyatan.
Dasar-dasar baru dalam garis thariqah terbentuk, terjadi percabangan ke dalam sejumlah besar 'himpunan' atau 'aliran', sepenuhnya
meleburkan diri ke dalam arus kultus wali (Trimingham 1973:
103).
Secara kasar, model pun dapat diterapkan kepada Naqsyabandiyah. Ta.hap pertama, yang berakhir dengan Yusuf Al-Hamadani, terpusat di sekitar sang guru. Masing·masing guru secara relatif mempunyai sedikit murid, yang secara pribadi terikat padanya dan ikut
dalam latihan mistik di bawah tuntunanya. Sejumlah kecil guru
Bab Ill. Asal-Usul Perkembangan
Tar~kat
Naqsyabandiyah
63
memiliki khanaqah, sebuah pemondokan di mana para murid dapat
tinggal dan sekaligus merupa.kan tempat latihan mistik dijalankan.
Tujuan murid-murid tersebut adalah pencapaian pengalaman mistik,
dan mereka sering tanpa pikir panjang berkelana jauh untuk menjumpa.i
seorang guru yang dapat membimbingnya di jalan ini.
Tidak terjadi perubahan yang tajam antara ta.hap pertama dan
yang kedua; para murid tetap saja berpindah-pindah dari seorang guru.
ke guru lain dan tinggal di khanaqah mereka, tetapi mulai dari 'Abd
Al-Kha.liq dan seterusnya telah ada sistem yang sudah ditetapkan
dengan baik dalam hal teknik, yang dipakai oleh guru-guru Naqsyabandi
bersama-sama. Sang murid tidak lagi terikat pada sumpah setia kepada
gurunya saja, tetapi juga kepada tareka.tnya, dan silsilah menjadi lebih
pen ting.
Taha.pan ketiganya Trimingham kurang lebih berkenaan dengan
penyeba:ran tarekat Naqsyabandiyah ke India. Walaupun masih ada saja
orang-seorang yang mencari pengalaman mistik melalui metode tareka.t,
Naqsyabandiyah pun menjadi suatu gerakan massa, dan bagi kebanyakan pengikutnya ritus·ritus tareka.t tidak lain daripada bentuk peribadatan. Baiat kepada syaikh condong berkembang menjadi kultus wali.
Tarekat telah menjadi sebuah o:rga:nisasi, dengan hirarkinya sendiri dan
kecenderungan pada rutinisasi. Ada khanaqah pusat, dan ada khanaqah
bawahan, yang patuh kepada khanaqah pusat. "Dinasti-dinasti" para
syaikh muncul: Ahmad Sirhindi digantikan oleh putranya Muhammad
Ma'shum sebagai pucuk pimpinan khanaqah pusat Delhi dan kemudian
oleh cucunya Saif Al-Din 'Arif; Ibrahim Al-Kurani di Madinah digantikan oleh putranya Abul-Thahir dan cucunya Muhammad Sa'id.
Ketika. Syaikh Yusuf Maka.ssar memperkenalkan tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, bukanlah tarekat sebagai organisasi yang dibawanya, melainkan hanya teknik-tekniknya, terutama zikirnya dan metodenya dalam mengatur nafas. Jika benar bahwa ia telah mengajarkannya,
maka. pastilah itu dilakuk.annya kepada murid-murid terpilih saja. Kasus
Syaikh 'Abdallah ibn 'Abd Al-Qahar mungkin berbeda. Telah kita lihat
bahwa Syaikh 'Abdallah ini mengangkat beberapa khalifah di daerahdaerah lain yang berdekatan, yang tampaknya semacam permulaan bagi
organisasi yang sebenamya, suatu jaringan yang pelan-pelan mengembang. Na.mun, tidak ada petunjuk sama sekali bahwa sesuatu yang
menyerupai gerakan massa telah timbul. Sepertinya tarekat tetap saja
merupakan seperangkat latihan spiritual yang dapat diamalkan secara
pribadi. Tujuan para pengikutnya barangkali bukan untuk mencapai
pengalaman mistik yang mendalam melainkan lebih banyak untuk,
saja mcnjadi salah satu tujuan pmting bagi banyak pengikut tarckat di
Indonesia.
Di Indonesia tarekat Naqsyabandiyah barulah berwatak gerakan
massa pada paruh kedua abad kesembilan belas, sebaga.i akibat perubahan-perubahan di Indonesia sendiri dan juga pengaruh dari dunia
Muslim yang lebih luas. •
Bab IV. Tarekat Mazhariyah dan Tarekat Khalidiyah
BAB IV
PERKEMBANGAN PADA ABAD KE-18 DAN KE-19:
TAREKATMAZHARIYAHDANTAREKATKHALIDIYAH
Cabang-cabang Naqsyabandiyah yang berasal dari Taj Al-Din
Zakariya• dan dari Ibrahim Al-Kurani terus hidup di Hijaz selama beberapa generasi, namun tampaknya kemudian lenyap dan sama sekali
digantikan oleh tarekat Mujaddidiyah dalam ahad kedelapan belas. Kita
kurang banyak mengetahui mengenai abad k~delapan belas dibanding·
kan dengan abad ketujuh belas atau abad K.esembilan belas; secara
umum demikianlah yang sebenarnya, dan begitu pula yang sebenarnya
mengenai tarekat Naqsyabandiyah. Satu·satunya sumber yang pasti dari
abad kedelapan belas yang sebegitu jauh telah saya dapatkan di Indonesia1 adalah sebuah risalah pendek dalam bahasa Arab yang termasuk
dalam sebuah majmu'ah (kumpulan risalah pendek). Naskah tersebut
berasal dari Sulawesi Selatan, namun agaknya ditulis di Makkah, pada
pertengahan abad kedelapan belas (tepatnya pada tahun 1157 /1744).
Majmu'ah itu berisi berbagai. macam teks sufi dan teks ilmu gaib
(tentang nama-nama Allah dan khasiat magisnya, tentang hari-hari
keberuntungan dan hari-hari nahas, tentang ilmu nujum dan alkimia,
tentang nisfu sya 'ban, tentang tarekat Syattariyah seperti yang diturunkan oleh 'Abd Al-Ra'uf, dan sebagainya), dan sebuah teks, hanya
sepanjang enam halaman, disebut thariqah naqsyband.
Risalah ini berisi ulasan pendek tentang zik.ir, tentang delapan asas
'Abd Al-Khaliq Al-Ghujdawani (buluin tiga asas yang di kemudian hari
ditambahkan oleh Baba' Al-Din Naqsyaband), tentang muraqabah
(teknik-teknik meditasi) dan tentang rabithah bi al-syaikh, teknik membayangkan kehadiran sang syaikh sebelum mulai berzikir. Akhimya,
kita dapati sebuah silsilah, yang berakhir dengan seorang khalifah dari
2
Taj Al-Din Zakariya', mungkin Ahmad ibn Ibrahim ibn 'Allan. Ini
memberikan petunjuk bahwa pada pertengahan abad·kedelapan belas,
garis Taj Al-Din Zakariya' belum padam dan bahwa seseorang, boleh
l. Sclain dari dua naskah yang disebut schagai karya Syaikh 'Abdallahibn 'Abd Al·Qahar dari
Banten (Jihat <:a'llltan kaki 18 pada Bab II). Syaikh ini tentunya hidup pada penghujung
a.had lue-17 a'lau permulaan ahad ke-18.
2. MW1Cum Nasional, jakar'la, Ms. A 655, fol. 162a·l64b. Nama khalifab tersebut tidak terhaca sebab tintanya mdab luntur, tetapi penjelasan mengenai naskah ini dalam katalog
Van R.onkel menyebut Ahmad ibn Ibrahim ibn 'Alan. Orang yang menulis naskah tersebut
di tempat lain mengidentifikasikan dirinya sehagai Abut-Fath ibn Sa'id Al.ffamadi AlMakki, yang memberi petuajuk babwa naskah itu ditulis di Makkah; kata-kata persembab·
an dalam bahasa Bugis di halaman paling depan memberi petunjuk hahwa naskah itu
sudab lama berada di Sulawesi Sclatan.
64
65
jadi seorang Indonesia, masih berminat melestarikan ajaran-ajaran yang
ada kaitannya dengan garis tersebut.
Selain satu-satunya teks pendek ini, tidak saya temukan sebuah
sumber pun yang menyangkut kontak antara orang-orang Indonesia dan
guru-guru Naqsyabandi di Hijaz sampai ke pertengahan abad kesembilan
belas, ketika tarekat Mujaddidiyah, atau agaknya cabang Mujaddidiyah
yang sudah mengalami pembaruan, dengan kokoh bercokol di sana.
Tarekat Mujaddidiyah di India dan Hijaz
Khalifah Mujaddidiyah pertama di Makkah dan Madinah yang
diangkat sendiri oleh Sirhindi dan putranya Muhammad Ma'shum, telah
disebut dalam bab sebelumnya. Garis mereka pun kelihatannya tetap
saja tidak penting. Perkembangan tarekat Naqsyabandiyah yang sesungguhnya, terjadi di India. Dan khalifah dari 'Abdallah Dihlawi-lah
(w. 1240/1824-5), seorang syaikh Mujaddidi India yang kemudian
sekali, yang bertanggung jawab atas pengaruh tarekat Naqsyabandiyah
yang dicapai di Makkah dan Madinah.
Kepemimpinan Sirhindi di khanaqah pusat Delhi dilanjutkan oleh
putranya, Muhammad Ma'shum, dan cucunya, Saif Al-Din 'Arif. Meskipun banyak pusat Naqsyabandiyah lain di India, khanaqah yang satu ini
tetap pada posisinya sebagai. yang paling menonjol. Keluarga Mujaddid
(yang sering menyebut diri sendiri Al-Faruqi atau Al-Ahmadi,
mengambil nama leluhur mereka) juga tetap sangat berwibawa, dan
tidak sedikit dari mereka yang menjadi syaikh Naqsyabandi. Tetapi,
kedudukan puncak di Delhi tidak selamanya di tangan keluarga; tiga
pelanjut berikutnya tidak ada hubungan darah dengan keluarga. Barang·
kali orang yang paling istimewa di antara mereka adalah Mirza Mazhar
Jan-i Janan, orang yang sezaman dengan Syah Waliyullah, yang banyak
persamaan minat dengan tokoh asal Delhi ini. Tetapi, ia tetap dengan
gigih menentang usaha-usaha Syah Waliyullah untuk memperdamaikan
wahdat al-wujud dan wahdat al-syuhud, dan dengan tekun melanjutkan
kecenderungan pada puritanisme dan ortodoksi Sunni yang telah dibina
di bawah Sirhindi. 3
Tokoh besar Naqsyabandi terakhir di Delhi adalah khalifah kepala
dari Mirza yaitu Syaikh 'Abdallah, yang di India lebih dikenal dengan
nama sufinya, Syah Ghulam 'Ali. Kemasyhurannya luar biasa sehingga
khanaqahnya berhasil menarik pelajar dari seluruh India, dari Afgha·
nistan dan Asia Tengah (Bukhara, Samarqand, Tasykent). 4 Yang paling
terkenal dari sekian banyak muridnya malahan datang dari negeri yang
lebih jauh lagi, dari Kurdistan. Dia adalah Khalid Dhiya; Al-Din, di
3. Lihat bab mengenai Mirza Jan·iJanan dalam Rizvi 1980, 317·342.
4. Tentang 'Abdallah Dihlawi dan murid-muridnya, libat Rizvi 1982, 542·558. Ulasan biografls yang penting mengenai 'Abdallah dan para pendahulunya terdapat pula dalam Isik
1975 dan Uyan 1983.
66 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
belakang hari biasanya dipanggil Maulana Khalid atau Khalid Al-Kurdi,
seorang yang penuh kharisma, yang seorang diri telah menyebabkan
tarekat Naqsyabandiyah menyebar secara spektakuler.
Khalid dilahirkan di Kurdistan selatan, di daerah yang sama
dengan tokoh-tokoh sebelumnya, Ibrahim Al-Kurani dan Muhammad
ibn •Abd Al-Rasul Barzinji. Ia dididik di madrasah biasa dan mula·mula
menjadi guru agama biasa, agaknya dengan pengetahuan yang mendalam dalam ilmu-ilmu tradisional, termasuk tasawuf, sebagaimana
biasanya di Kurdistan. Ketika menunaikan baji, di Makkah ia mendapat
kasyf (penyingkapan) yang meyakinkannya babwa ia mengemban tugas
khusus, dan bahwa gurunya sedang menantinya di India. Maka ia pun
melakukan perjalanan ke atah timur dan menemukan khanaqah Syaikh
'Abdallah di Delhi. Tidak sampai setahun ia tinggal di sana (dalam
tahun 1810}. tetapi kehadirannya telah menimbulkan kesan yang mendalam pada gurunya dan teman·temannya seperguruan, justru karena
pengetahuannya mengenai hadis, karena semangat puritannya, dan
karena bakat kesufiannya yang luar biasa. Syaikh 'Abdallah mengangkatnya sebagai khalifahnya untuk Kurdistan dan Irak dan mengirimnya pulang ke negerinya.
Setelah kembali ke Irak, ia membagi waktunya antara Baghdad
tempat kedudukan gubernur provinsi, dan Sulaimaniyah. Ketika itu di
Sulaimaniyah memerintah secara otonom seorang pasya dari suku
Kurdi. Khalid menjadi orang yang sangat dihormati (bahkan menurut
seorang pengamat asing "sang pasya sendiri berkenan menyalakan pipa
untuk beliau"} dan sudah dipuja sebagai waliyullah ketika masih hidup.
Karena pertikaian politik kemudian hari ia harus meninggalkan Sulaimaniyah dan lantas menetap di Damaskus, yang secara strategis
memang dekat dengan Asia Kecil. Ia tidak lagi pindah-pindah dari sana
hingga maut menjemputnya pada tahun 1827. Selama enam belas tahun
berkhidmat sebagai seorang syaikh Naqsyabandi, Maulana Khalid telah
mengangkat lebih dari enam puluh khalifah, separuhnya orang Kurdi
dan selebihnya orang Turki atau Arab. Khalifab·khalifahnya ini membentuk jaringan yang menyebar meliputi seluruh Kesultanan Utsmani·
yah. Ia pun telah menjalin hubungan-hubungan dengan kalangan sosial
dan politik di tingkat atas, dan meyakinkan bahwa tarekat Naqsyabandiyah mendapat perlindungan yang kuat. 5
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah
Maulana Khalid mendorong terjadinya dinamika dalam tarekat
Naqsyabandiyah dan menanamkan semangat puritan dan aktivis. Tidak
5. Tentang Maulana Khalid dan keg:iat:an-kegiata:nnya, lihat: Haidarizade 1316; Al·Kurdi
1328, 255-281 Hourani 1972 Af.'Azzawi 1973; Van Bruineuen 1978, 282-4; Mudarris
1979; Abn Manneh 1982 [1984). Mengenai kesan yang ditimbulkannya di Delhi: Rizvi
1982, 55CM. Daftar khalifahnya, dmpn ulasan biograiJI dalam Kbani 1301 dan 'Azzawi
1974.
Bab JV. To:rekat Mazhariyah dan Tarekat Khalidiyah
61
sedikit dari khalifahnya dan para penerus mereka yang terjun secara
aktif di lapangan politik. Kita dapati syaikh-syaikh Kbalidiyah Naqsyahandiyali yang berperan sebagai pemimpin·pemimpin politik dan
bahkan pemimpin militer. Salah seorang di antaranya adalah Syaikh
Syamil dari Daghistan, yang bertahun-tahun memimpin perjuangan
melawan Rusia yang telah menaklukkan Kafkasya (akhimya ia pun
dikalahkan pada tahun 1859). Di Kurdistan, tarekat Naqsyabandiyah
akhirnya menjadi organisasi politik yang paling kuat, dan beberapa
pemberontakan nasionalis awal yang dilancarkan kaum Kurdi dipimpin
oleh syaikh-syaikh Naqsyabandiyah.6 Syaikh-syaikh Naqsyabandiyali
juga ambil bagian dalam perlawanan terhadap pendudukan Rusia di
Asia Tengah pada penghujung abad kesembilan belas.
Untuk perkembangan di Indonesia kelak, terbukti merupakan sesuatu yang penting bahwa Maulana Khalid juga telali mengangkat dua
orang khalifah di Hijaz, seorang bemama Khalid Al-Kurdi Al-Madani
untuk Madinah dan 'Abdallah Al-Arzinjani (yaitu seorang Kurdi atau
Turki dari Erzincan di Turki tengah) untuk Makkah. Yang terakhir ini,
yang telah membangun sebuah zawiyah di Jabal Abu Qubais, mempunyai beberapa murid dari Indonesia, dan begitupun penerusnya,
Sulaiman Al-Qirimi (yaitu dari Krim, di sebelab utara Laut Hitam).
Tetapi pertumbuhan tarekat yang luar biasa di Indonesia dikaitkan
dengan nama syaikh berikutnya dari garis ini, Sulaiman Al-Zuhdi, yang
namanya akan sering muncul dalam bab-bab selanjutnya. Sulaiman
menjadi dikenal di antara orang Indonesia sebagai Syaikh Jabal Abu
Qubais atau disingkat "Syaikhjabal".
Beberapa (tapi tidak semua) silsilah Indonesia menyebutkan nama
lain di antara kedua Sulaiman tadi yaitu Isma'il Al-Barusi (atau AlBurusi). Dalam satu dua silsilah lain Isma'il ini disebut sebelum Sulaiman Al·Qirimi. Siapa orang ini tidak dapat diketahui dengan pasti,
tetapi saya menduga orang yang dimaksud adalah Isma'ii Minangkabawi, 7 khalifah dari 'Abdallah Arzinjani asal Sumatera Barat yang
begitu berpengaruh, dan akan dibicatakan lebih lanjut dalam Bab VII.
Sebenamya, tidaklah tepat ia dimasukkan dalam silsilah ini, sebab ia
bukan khalifah dari salah seorang Sulaiman itu. Meskipun demikian
alasan kenapa ia dimasukkan boleh jadi karena ia mungkin telah membantu 'Abdallah Al-Arzinjani, dan belakangan Sulaiman Al-Qirimi,
dalam berurusan dengan murid-murid mereka yang dari Indonesia (yang
jarang sekali dapat berbaliasa Arab secara memadai).
Silsilah tersebut menyebut dua khalifah Sulaiman Zuhdi, yang
keduanya tinggal di zawiyabnya di Jabal Abu Qubais: putra atau me6. Lihat Van Bruinessen 1979, 281-296.
7. Barus, walaupun terletak di pantai barat Sumatct11., cukup jauh dari Simabur, kampung
kelahiran lsma'il di Minangkabau; tetapi nama Barus llal'lpt dikenal di Arabia, boleh jadi
biasa dipakai untuk menyebut llCtarll. umum seluruh pantai baglan barat.
68 Tarehat Naqsyabandiyah di Indonesia
nantunya 'Ali Ridha dan seseorang bernama 'Utsman Fauzi. Agalmya
'Ali Ridha adalah penerus yang sebenarnya; 'Utsman Fauzi mungkin
seorang Indonesia, yang mengambil peran serupa dengan orang Indonesia sebelumnya, lsma'il Al-Barusi: peranan menjembatani antara Sulaiman dan 'Ali Ridha dan murid-murid Indonesia mereka.
'Abdallah Aninjani telah mengangkat seorang khalifah lagi, Yahya
Daghistani, dan pengangkatan inilah yang akan menjadi sumber kericuhan tertentu pada generasi berikutnya. Sulaiman Al-Zuhdi dan putranya
Yahya, Khalil Hamdi, terlibat dalam persaingan sengit, berlomba menancapkan pengaruhnya di antara orang Indonesia yang bermukim di
Makkah. Konflik dan saling tuduh di antara mereka ini menimbulkan
gaung bahkan sampai ke Indonesia. Setelah berlangsung satu babak,
pertikaian itu dimenangkan oleh Khalil Hamdi - karena campur tangan
pemerintah, dan serta merta empat khalifah dari Khalil Hamdi
mengirimkan surat-surat kepada para murid Naqsyabandiyah yang terkemuka di Indonesia memberitahukan bahwa Sulaiman telah dipaksa
untuk berdamai dengan Khalil Hamdi dan mencabut sega'la tuduhannya. 8
Hampir bersamaan waktunya dengan peristiwa tersebutlah, pada
tahun 1885 Snouck Hurgronje bermukim hampir set~ tahun di
Makkah. Dalam jilid kedua bukunya mengenai Makkah (1889), ia memberikan sedikit latar belakang pertikaian tadi. Dua ulama dengan jumlah
murid Indonesia paling besar tidak lain dan tidak bukan adalah kedua
syaikh Khalidi ini. Sulaiman Effendi dikenal di antara orang Indonesia
sebagai "Syaikh jabal" atau nsyaikhjabal Qubais", sebab ia bertempat
tinggal di zawiyah 'Abdallah Arzinjani di Bukit Abu Qubais. Rekannya,
Khalil, lebih suka memakai gelar Pasya, yang menunjukkan bahwa ia
telah memangku jabatan yang tinggi dalam birokrasi Utsmani. 9 Keduanya dapat saja mengajukan klaim sebagai penerus 'Abdallah Arzinjani
yang sah, meskipun Sulaiman, sebagai syaikh Abu Qubais klaimnya
lebih meyakinkan orang. Khalil membanggakan dirinya karena merupakan orang yang paling dekat dengan pendahulunya yang masyhur itu:
ia mengklaim telah bersimpuh selama tujuh tahun di bawah kaki Syaikh
'Abdallah sendiri, setelah dibaiat oleh ayahnya sendiri. Selain itu,
keduanya "ahli" dalam menggiring orang-orang Indonesia (dan Turki)
yang lugu dan tidak terpelajar masuk tarekat - yang di satu sisi mempunyai beberapa manfaat lain, tentulah di sisi lain menguntungkan
secara ekonomis. Seperti yang sering dilakukan para saingan syaikh,
8. Beberapa surat temebut disita oleh Belanda; surat-surat itu dilampiri komentar Belanda
oleh Holle dan residen Sumatera Ufl!ra, dalam: MGS 23·5·1886, No. 91 /c (Arsip Nasional,
Jakarta). Penandatanganannya adalah: Muhammad Sa'id G1111ti Banjar (Kalimantan Teng·
pra), 'Abd Al-Rahman, Muhammad Yunus bin 'Abd Al·Rahman, dan Zain Al·Din Rawa
(Sumatera Tengah).
9. Dalam Jrsyad Al·Raghibin·nya ia juga dengan bangga mengemukakan bahwa ia masih
keturunan dari raja-raja Daghistan.
Bab IV. Tarekat Mazhariyah clan Tare/cat Khalidiyah
69
masing-masing menuduh yang lain telah menyimpang dari jalan Naqsyabandiyah yang benar. Sulaiman menulis sebuah risalah yang berisi
dakwaan bahwa Khalil Hamdi telah menggunakan musik dan gerakangerakan tubuh yang liar demi mencapai kegairahan spiritual - metodemetode yang biasanya tidak diterima di kalangan Naqsyabandiyah.
Khalil Hamdi meminta bantuan kepada kawan-kawan politiknya, termasuk gubernur Hijaz dan mufti mazhab Syafi'i, Ahmad ibn Zaini
Dahlan, untuk memaksa Sulaiman menarik surut dakwaannya.. Pada
tahun 1883, Khalil Hamdi keluar sebagai pemenang. 10 Namun, kemenangan terakhir jatuh pada Sulaiman Al·Zuhdi, sebab jumlah Naqsyabandi Indonesia yang menarik silsilahnya melalui Khalil sekarang
tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan mereka yang menarik garis
keguruannya melalui Sulaiman.
Snouck tidak begitu bersimpati kepada kedua syaikh ini, dan
menulis tanpa rasa suka mengenai pertikaian mereka. Sebaliknya, ia
memperlihatkan rasa hormatnya kepada tokoh Naqsyabandiyah lain,
Syaikh Muhammad Shalih Al-Zawawi, yang disebutnya sebagai "seorang yang dapat diajak bicara, ulama yang saleh dan seorang sufi yang
dengan mendalam telah menyelami rahasia-rahasia tarekat". 11 Berbeda
dengan Sulaiman dan Khalil, Muhammad Shalih menolak orang-orang
yang ingin masuk tarekat kalau belum memiliki pengetahuan keislaman
yang mendalam.
Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah
Muhammad Shalih berasal dari sebuah keluarga ulama Afrika
Utara yang masyhur. la menganut tarekat Mazhariyah, suatu cabang
Naqsyabandiyah yang lain. Cabang ini muncul dari khalifah 'Abdallah
Dihlawi yang lain, Abu Sa'id Al-Ahmadi (seorang keturunan Sirhindi).
Putra dan penerus Abu Sa'id, Ahmad Sa'id menetap di Madinah dan
digantikan di sana oleh putranya, Muhammad Mazhar Al-Ahmadi. Abu
Sa'id dan Ahmad Sa'id juga mengangkat khalifah yang menyebarkan
garis mereka ke Turki. Di sini, tarekat ini disebut sekte Suleymanli,
yang merupakan sebuah gerakan yang besar dan konservatif, dan
merupakan satu-satunya tarekat Naqsyabandiyah non-Khalidiyah yang
penting di Turki modem yang berasal dari Abu Sa'id. 12 Kemungkinan
IO. Lihat Snouck Hurgronje 1889: 240-!l, 284-5, 328: juga 1877: 348-9.
11. Snouck Hurgronje 1889: 253. Snouck menjalin hubwigan baik denga.n Muhammad Sha.Uh
dan kemudian dengan sungguh-sungguh membantu putranya, ~Abdallah, ketika putranya
ini mclarikan diri dari Makkah karena alasan politik dan menaui periindungan sementara
di antara pengikut-pcngikut Muhammad Sbalih. Lihat Snouck Hurgronje, Adtliezen ll,
1600-1608.
12. tJlasan biografis mengenai Abu Sa'id dan Ahmad Sa'iddalam lsik 1975, 976-977, 996 dan
dalam Hilmi 1979. Buku yang terakhir ini, lwya seorang Suleymanli, menunjukkan
hubungan Suleyman Ttmahan dengan syaikh-syaikh India ini. Tentang Suleymanli. lihat
Algar 1985.
70
Bab IV. Tarekat Mazhariyah dan Tarekat Khalidiyah
Tarekat Naqryabandiyah di Indonesia
garis tersebut mengambil nama Mazhariyah karena ada kaitannya
dengan Muhammad Mazhar. Tetapi, mungkinjuga, untuk menghonnati
Mirza Mazhar Jan·i janan, yang bagaimana pun lebih meninggalkan
kesan pribadi pada tarekat itu daripada orang yang kemudian tetapi
senama.
Muhammad Shalih Al-Zawawi adalah khalifah dari Muhammad
Mazhar, dan melalui dia garis ini pun menyebar ke Indonesia, sebab
secara tradisional keluarga Zawawi juga mempunyai murid-murid orang
Indonesia, khususnya dari Kesultanan Pontianak dan Riau. Sekurang·
kurangnya, dua orang Indonesia yang telah lama bermukim di Makkah
bertindak sebagai khalifah Muhammad Shalih (dan belakangan khali·
fah dari penerusnya Muhammad Murad Al-Qazani) serta mengajar
saudara-saudaranya dari Indonesia. Salah seorang -dari mereka adalah
'Abd Al-'Azhim Al-Manduri. Berkat dialah tarekat Naqsyabandiyah
Mazhariyah menjadi tarekat yang dominan di Madura. Yang lain adalah
lsma'il jabal dari Kalimantan Barat. lsma'il ini dipanggil "jabal" adalah
karena ia tinggal di Jabal Hindi, di tanah yang diwaqafkan keluarga
Kesultanan Pontianak. la tidak disebut-sebut oleh Snouck Hurgronje,
namun tampaknya mempunyai cukup banyak murid dari lndonesia. 13
Barangkali karena dia1ah Jabal Hindi menjadi antipoda simbolik dari
Jabal Qubais. Saya bertemu beberapa orang Khalidi yang tidak terpelajar, dan bahkan khalifahnya, di Sumatera Timur. Mereka mengatakan
di sana ada dua macam tarekat Naqsyabandiyah, yang datang dari Jabal
Qubais ini menurut mereka yang sebenarnya - dan yang datang dari
Jabal Hindi yang sama sekali menyimpang. Cap paling buruk yang
mereka lekatkan pada khalifah lain adalah dengan mengatakan bahwa
khalifah itu mereka curigai punya hubungan dengan Jabal Hindi.14
Snouck masih menyebut syaikh Naqsyabandi keempat yang
banyak mempunyai murid orang Indonesia, yaitu seorang bemama
Khalil Effendi. Dan kelihatannya dia tak banyak mengetahui selukbeluk syaikh ini (1889:328). Dengan bantuan satu-dua silsilah Indonesia, kita dapat mengidentiflkasikan Khalil Effendi ini sebagai syaikh
berkebangsaan Turki, Khalil Hilmi - yang termasuk ke dalam garis
Naqsyaban<li.yah ketiga yang juga berasal dari 'Abdallah Dihlawi, melalui
khalifahnya, Muhammad Jan Al-Makki. Garis ini memiliki sedikit
pengaruh di Malaya dan barangkali Sumatera, terutama melalui khalifah
Khalil Hilmi, Muhammad Haqqi Al-Nazili. Ia menulis sebuah karya
13. Menurut K.H. Abdul Rani Mahmud dari Pontianak, yang scmpat bclajar pada Isma'il
Jabitl setclah yang tcrakhir ini kembali Ire Kalimantan pada tahun 1919 (wawancara 22-11987).
14. Sejak semula saya bcrangsapan bahwa pertentangan antara Jabal Qubais dan Jabal Hindi
ini ada
dengan pertikaian antara Sulaiman Al·Zuhdi dan Khalil Hamdi. Saya
di mana lokasi zawiyahnya Khalil;lsma'il adalah satu-satunya guru Naqtidak
sya.bar1dl1rah yang saya yakin betul memang tclah tinggal di Jabal Hindi.
71
tasawuf dan ilmu gaib yang masih dibaca di Indonesia, Khazinat AlAsrar. 15
Tiga puluh tahun kemudian, sebuah laporan Belanda menyebutkan nama tiga syaikh Naqsyabandi yang ketika itu mempunyai pengikut
yang berarti di antara orang-orang Indonesia: 'Utsman Efendi, 'Ali
Efendi dan Khalid Efendi. 16 Dua yang terdahulu tentulah penerus
Sulaiman Zuhdi di zawiyah Abu Qubais, yaitu putranya 'Ali Ridha dan
khalifah kedua 'Utsman Fauzi. Kedua nama ini sering dijumpai dalam
silsilah Naqsyabandiyah Indonesia. Tetapi, yang ketiga tetap tak diketahui; dan sebegitu jauh tidak saya lihat disebut dalam sumbersumber lain.
Bolch jadi, masih ada Naqsyabandi lagi di Hijaz, 17 tetapi ruparupanya hanya mereka inilah yang mempunyai murid-murid orang
Indonesia. (Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah akan dibicarakan
dalam bah lain, tidak di sini). Berbagai silsilah Indonesia yang telah saya
temukan digilbung dengan informasi dari sumber·sumber non-Barat
lainnya menjadi Bagan 3 berikut:
Semua jalur di Hijaz ini oerakhir pada permulaan abad kedua
puluh. Sebagian berakhir sama sekali, sisanya lenyap dari Kota Sud
Makkah dan Madinah setelah penaklukan 'Abd Al-'Aziz Ibn Sa'ud pada
tahun 1924. Syaikh 'Ali Ridha, misalnya, dikabarkan telah melarikan
diri ke India, dan putus hubungan dengan murid-murid Indonesia·
nya. 18 Maka, pada tahun 1924 menandai akhir periode kebergantungan
tarekat Naqsyabandiyah Indonesia kepada kehadiran guru-guru Naqsyabandiyah yang berkesinambungan di Hijaz. Sampai waktu itu, setiap
generasi berusaha mendapat pembaiatan ataupun pembaiatan ulang
15. Behen.pa silsilah yang menamtumkan nama Khalil Hi1mi jup. menyebut Muhammad
Haqqi, yang membeti petw\iul bahwa Muhammad Haqqi inilah agaknya yang mcmpunyai
murid-murid Indonesia (Malaya) dan barangkali jup corang k.haUfah (lihat silsilah
Malaysia dalam Al·Attas 196S, 41). Di antara murid-murid Muhammad Haqqi adalah
Ahmad bin Muhammad Zain Al.Patani, corang ulama dan penprarc terkenal, dan
merupakan penerbit kitab Jawi yangpertama, pada pm:etakan negara di Makkah (wawanc;an. dengan cucunya, H.W. Muhd. Shaghir Abdullah, 14-12-1986). Lihat juga: GAL n,
490: S II, 746 dan Uyan 19&3, 1452. Kllazinah pertama kali dicetak di Kairo oleh 'Isa AlBabi Al·Halabi, dan baru·baru ini dicetak ulang di Surabaya oleh Sa'd ibn NashiT ibn
Nabhan.
17. Karya Le Cbatelier tentang tarekat di Hiju; (1887), yang tampaknya kurang dapat dipercayai, menyebutkan bebcrapa tokoh Naqsyahandiyah lain: di Madinah ada sebuah cabang
keCil yang dibcntuk pada abad ke-12/ke-18 oleh seorang sayyid dari Hadramaut, 'Abd
Al Rahman Saqqaf Al-'Alawi, yang telah memasuki tarekat sclama berada di Punjab, India
(158-159); dan di Makkah ada cabang India lainnya bcrnama Sulaimaniyah (dipimpin oleh
Syaikh Zain ibn Syaikh Nashir, seorang keturunan dari sang pendiri, Bakr Sulaiman)
dan sebuah cabang dari Turki yang dipimpin 'Ubaidallah Effendi (l 59-160).
18. Namun, sebuah silsilah dari seorang pengikut Haji Jalaluddin dari Bukittinggi, mencatat
tahun wafatnya sehagai 19S4 (Al·Mandari 1982, hal. 117). Seorang informan penganut
Khalidiyah Sumatera yang lain, sebaliknya berkeyakinan !lahwa 'Ali Ridha telah wafat
sebelum 1924.
BAGAN S. SILSILAH GUR.U-GURU NAQSYAB;'\NDIYAH DARI
SUMBER·SUMBER DI INDONESIA DAN NONBARAT
Muhammad Baqi Bi'llah
(w. 1012/1605 di Delhi)
I
Ahmad Faruqi Sirhindi
(w. 1054/1624)
I
I
I
I
Muhammad Ma'shum
Saif Al-Din 'Arif Al-Ahmadi
Muhammad Nur Al-Bada'uni
Syams Al-Din Habiballah
[Mirza Mazhar Jan·iJananJ
(w.1195/1781 di Delhi)
Abdallah Dihlawi
[Syah Ghulam 'Ali]
(w. 1240/1824-5 di Delhi)
Diya' Al•Din Khalid
Al-Baghdadi
[Maulana Khalid]
(w. 1242/1826 di Damaskus)
(w.
'Abdallah! Arzinjani
I
di Makkah)
I
Abu Sa'id Al-Ahmadi
(w. 1250/1855 di Tonk)
AhmadSa'id
(w. 1277/1860-J di Madinah)
Muhammad Jan
Al-Makki
(w. 1266/1850 di Makkah)
I
Muhammad Mazhar Al-Ahmadi
(w. UOJ/1884 di Madinah)
Sulaiman Qirimi
u~,.n~A1-•.....;J
Sulaiman Zuhdi
'All Ridha
Yahya Daghistani
I
Khalil Hamdi
{Khalil PasyaJ
'Utsman Fauzi
I
I
Khalil Hihni
'Abd Al-Hamid Syirwani
I
Muhammad Shalih Al-Zawawi
l
'Abd Al-Hamid
AJ-Dalfhistani
'Abdallah
Al-Zawawi
l
Muhd. Murad
Al-Qazani
Muhammad Haqqi
Al·Nazilr
(w. UOl/1884 di Makkah)
74 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
(tajdid al-bai'ah) di Makkah atau Madinah. Mulai tahun 1925 dan
seterusnya sejarah tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia (hampir)
semata-mata menjadi urusan orang Indonesia sendiri.
Kepustakaan Khalidiyah dan Mazhariyah
Maulana Khalid sendiri menulis beberapa karangan, tetapi hanya
diwan sajaknya (dalam bahasa Parsi dengan satu dua sajak dalam bahasa
Kurdi dan Gurani) yang masih dibaca secara teratur di Kurdistan dan
Turki. 19 Tak satu pun dari karya-karyanya ini yang dikenal di Indonesia.
Beberapa syaikh Khalidi yang belakangan menulis risalah-risalah
penting tentang sejarah dan metode·metode Naqsyabandiyah. Yang
paling terkenal, barangkali, adalah Jami' Al-Ushul fi Al-Auliya' oleh
syaikh asal Turki Ahmad Dhiya Al-Din Gumusykhanawi (w. 1311/
1893). 20 Kitab ini dibawa pulang ke Indonesia oleh haji-haji yang telah
masuk tarekat Naqsyabandiyah selama berada di Mak.kah. Karya lain
yang juga penting adalah mengenai metode-metode Naqsyabandiyah,
Bahjah Al-Saniyyah fi Adab Al-Tha.riqah •.. Al-Naqsybandi"yyah oleh
Muhammad ibn 'Abdallah Al-Khanii Kitab ini juga dikenal di Sumatera
Barat danJawa, tetapi sulit sekaJi diperoleh. 21
Karya penulis Naqsyabandiyah yang mungkin paling dikenal di
Indonesia, dan sekarang pun masih dibaca secara luas, adalah Tanwir
Al-Qulub oleh Muhammad Amin Al-Kurdi. Bagian terbesar isi kitab ini
adalah mengenai fiqih Syafi'i, dan hanya bagian ak.hir yang menyangkut
tasawuf dan secara detil mengajarkan tentang zikir dan teknik-teknik
kesufian lainnya. Muhammad Amin termasuk ke dalam cabang Khalidiyah Kurdi yang penting22 dan telah mengajar di Madinab selama kurang
lebih sepuluh tahun serta mempunyai murid-murid orang Indonesia.
Kelak ia pindah ke Kairo, tempat wafatnya di tahun 1332/1928-9. Di
samping TanwiT Al-Qulub, ia menulis sebuah kitab berisi u1asan
biografis mengenai syaikh-syaikh penting dalam silsilahnya, Al-Mawahib
Al-Sarmadiyyah fi Manaqib Al-Naqsybandiyyah. 23
Bab /Y. Tarelt.at Mazhariyah don Tarekat Khalidiyah
75
Banyak syaikh Khalidi lainnya menulis risalah panjang dan pendek
mengenai tarekat mereka, tetapi tulisan-tulisan ini kurang penting ketimbang yang di atas. Sebuah karya yang dibawa pulang ke Indonesia
dari Makkah dalam jumlah besar adalah kumpulan empat belas risalah
pendek oleh Syaikh Sulaiman Al-Zuhdi, Majmu'ah Al-Rasa'il 'ala Ushul
Al-Khalidi"yyah • • • Setidak-tidaknya empat dari risalah-risalah ini
lchusus ditulis untuk pembaca-pembaca Indonesia. Tokoh yang sezaman dengan Syaikh Sulaiman dan juga merupak.an saingan beratnya,
Syaikh Khalid Hamdi, juga menulis sebuah risalah, tetapi karena dalam
bahasa Turki mustahillah ada murid Indonesianya yang telah membacanya. 24
Cabang-cabang Naqsyabandiyah lainnya kurang produktif dalam
penulisan karya yang berbobot ketimbang Khalidiyah. Satu-satunya
karya berbobot yang ditulis oleh keturunan spiritual Abu Sa'id AlAhmadi adalah Khazinat Al-Asrar-nya Muhammad Haqqi Al-Nazili.
Kitab ini merupak.an kumpulan ayat, hadis sahib, dan komentarkomentar mengenai hal-hal yang bersifat mistik dan gaib. Kira-kira
sepuluh halaman terak.hir berisi tentang tarekat Naqsyabandiyah. Satu·
satunya karya darLgaris Mazhari yang cukup berharga untuk disebut
tampaknya adalah sebuah risalah pendek oleh Muhammad Shalih AlZawawi tentang zikir Naqsyabandiyah, mungkin ditulis khusus untuk
murid-murid Indonesianya: Kaifi-,yah Al-Dzikr 'ala Thariqat Al-Naq·
sybandiyyah (dicetak di Riau tahun 1313/1895-6).
Di antara orang-orang Indonesia yang menjadi murid para syaikh
ini, baik pengan'bt Khalidiyah maupun Mazhariyah, ada beber~a yang
menulis soal tarekat. Karya-karya mereka akan Clibahas di bawah, dalam
kaitannya dengan cabang-cabang Naqsyabandiyah Indonesia.•
19. Satu·satunya karya lain yang dicetak (terjcmaban dalam bahasa Turki) adalah kitabnya
Fara'id Al·Fawa'id Istanbul, IS12/l895). Karya lain, hanya ada dalam bcntuk naskah,
tctmasuk Mukhtasar fi Ai. Thariqat Al-Naqsybandiyyah (Pe't'pustakaan Univcrsitas, Sulai·
maniyah, 'halt, no. S07/5}; Rasa'il Maulana Khalid (Universitas Istanbul, Arab Ms. 728);
Rim/at Al·Rabitllah dan Wasiyyat-nama (Marbur:g, Ms. or. 2762).
20. Tcntang kehidupan dan karya Gumusykhanawi, lihat Gunduz 19&4.
21. Penprang ini jangan dikelirukan dcngan • Abd Al-Majib Al·Khani, pengarang sebuah kitab
m~ sejarah tarekat tcrsebut yang discrtai dengan ulum biografis mengcnai Maulana
Khalid dan scmua khalifah: Al-Hada 'iq Al-Wardiyyah fl Haqa'iq Ajula Al-Naq'sybandfyyah.
Karya ini tidak pcmah sampai kc Indonesia.
22. Cabang Hauramani, yang tokoh tcrakhimya paling bcsar adalah Syaikh Osman. Muhammad Amin mcnulls mcngcnai para pcndahulunya dalam kitabnya Al·Mawahib Al-Sarma-
diyyali.
2ll. Ada scbuah biografi mengcnai Muhammad Amin dalam prakata untuk kitabnya, Tanwir
A.l·Qulub. Kitab ini baru saja dicctak ulang di Indonesia (Surabaya: Bungkul Indah), dan
bcrcdar kc sci uruh Indonesia.
24. Risalah ini berjudul lrsyad Al-Raghibin dan diterbitkan di Istanbul pada tabun lll07/
1889-90.
Bab V. Berbagai Ritual dtm Teltnilc Spiritual Naqsyabafldiyah
BAB V
BERBAGAI RITUAL DAN
TEKNIK SPIR.ITUAL NAQSYABANDIY AH
Seperti tarekat-tarekat yang lain, tarekat Naqsyabandiyah pun
mempunyai sejumlah tata cara peribadatan, teknik spiritual, dan ritual
tersendiri. Memang dapat juga dikatakan bahwa tarekat Naqsyabandiyah terdiri atas ibadah, teknik, dan ritual, sebab demikianlah makna
dasar dari istilah thariqah, "jalan" atau nmarga". Hanya saja kemudian
istilah itu pun mengacu kepada perkumpulan orang-orang yang
mengamalkan "jalan" tadi. Naqsyabandiyah, sebagai tarekat terorganisasi, punya sejarah dalam rentangan masa hampir enam abad, dan
penyebaran yang secara geografis meliputi tiga benua. Maka tida.klah
mengherankan warna dan tata cara Naqsyabandiyah menunjukkan
aneka variasi mengikuti masa dan tempat tumbuhnya. Adaptasi terjadi
karena keadaan memang berubah, dan guru-guru yang berbeda telah
memberikan penekanan pada aspek yang berbeda dari asas yang sama,
serta para pembaru menghapuskan pola pikir tertentu atau amalanamalan tertentu dan memperkenalkan sesuatu yang lain. Dalam membaca pembahasan mengenai berbagai pikiran dasar dan ritual berikut,
hendaknya selalu diingat bahwa dalam pengamalannya sehari·hari
•
variasinya tidak sedikit.
Asas·asas
Penganut Naqsyabandiyah mengenal sebelas asas thariqah. Delapan
dari asas itu dirumuskan oleh 'Abd Al-Khaliq Ghujdawani, sedangkan
sisanya adalah penambahan oleh Baba' Al-Din Naqsyband. Asas-asas ini
disebutkan satu per satu dalam banyak risalah, termasuk dalam dua
.kitab pegangan utama para penganut Khalidiyah, Jami' Al-Ushul fi
Al-Auliya '. Ki tab karya Ahmad Dhiya' Al-Din Gumusykhanawi itu
dibawa pulang dari Makkah oleh tidak sedikit jamaah haji Indonesia
pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. Kitab
yang satu lagi, yaitu Tanwir Al-Q:ulub oleh Muhammad Amin Al-Kurdi
dicetak ulang di Singapura dan di Surabaya, dan masih dipakai secara
luas. Uraian dalam karya-karya ini sebagian besar mirip dengan uraian
Taj Al-Din Zakariya' ("Kakek" spiritual dari Yusuf Makassar) sebagaimana dikutip Trimingham. 1 Masing-masing asas dikenal dengan namanya dalam bahasa Parsi (bahasanya para Khwajagan dan kebanyakan
l. Tri:mingbam 1971, 203-4, menurut Risa/at fi Sunan Al·Tha'ifat Al-Naqsybandiyyah·nya
Taj Al-Din, Cambridge, Add. MS. 1073.
76
77
penganut Naqsyabandiyah India).
Asas-asasnya 'Abd Af-Khaliq adalah:
1. Hush dar dam: "sadar sewaktu bemapas". Suatu latihan konsentrasi: sufi yang bersangkutan haruslah sadar setiap menarik napas,
mengembuskan napas, dan ketika berhenti sebentar di antara keduanya.
Perhatian pada napas, dalam keadaan sadar akan Allah, memberikan
kc;kuatan spiritual dan membawa orang lebih hampir kepada Allah;
lupa atau kurang perhatian berarti kematian spiritual dan membawa
orangjauh dari Allah (Al-Kurdi).
2. Nazar bar qadam: "menjaga langkah". Sewaktu berjalan, sang
murid haruslah menjaga langkah-Iangkahnya, sewaktu duduk memandang lurus ke depan, demikianlah agar supaya tujuan-tujuan (ruhani)nya tidak dikacaukan oleh segala hal di sekelilingnya yang tidak relevan.
3. Safar dar watan: .,melakukan perjalanan di tanah kelahirannya ". Melakukan perjalanan batin, yakni meninggalkan segala bentuk
ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan
hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. [Atau, dengan penafsiran lain:
suatu perjalanan fisik, melintasi sekian negeri, untuk mencari mursyid
yang sejati, kepada siapa seseorang sepenuhnya pasrab dan dialah yang
akan menjadi perantaranya dengan Allah (Gumusykhanawi)] .
4. Khalwat dar anjuman: 0 sepi di tengah keramaian". Berbagai
pengarang memberikan bermacam tafsiran, beberapa dekat pada konsep
"innerweltliche Askese" dalam sosiologi agama Max Weber. Khalwat
bermakna menyepinya seorang pertapa, anjuman dapat berarti per·
llumpulan tertenJll. Beberapa orang mengartikan asas ini sebagai "menyibukkan diri dengan terus-menerus membaca dzikir tanpa memperhatikan hal-hal lainnya bahkan sewaktu berada di tengah keramaian
orang" 2 ; yang lain mengartikan sebagai perintah untuk turut serta
secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat sementara pada waktu
yang sama hatinya tetap tertaut kepada Allah saja dan selalu wara '.
Keterlibatan banyak kaum Naqsyabandiyah secara aktif dalam politik
dilegitimasikan (dan mungkin dirangsang) dengan mengacu kepada asas
ini .
5. Yad kard: "ingat", "menyebut". Terus-menerus mengulangi
nama Allah, dzikir tauhid (berisi formula la ilaha illallah ), atau formula
zikir lainnya yang diberikan oleh guru seseorang, dalam hati atau
dengan lisan. Oleh sebab itu, bagi penganut Naqsyabandiyah, zikir itu
tidak terbatas dilakukan secara berjamaah ataupun sendirian sehabis
shalat, tetapi harus terus-menerus, agar di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen.
6. Baz gasyt: "kembali", "memperbarui". Demi mengendalikan
hati supaya tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang (melantur),
2. Salah satu penafsiran sebagaimana dikutip dalam Gunduz 1984, 234.
78
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
sang murid barns membaca setelah dzikir tawhid atau ketika berhenti
sebentar di antara dua napas, formula ilahi an.ta maqsudi wa ridhaka
mathlubi ("ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridhaanMu-lah yang kuharapkan°). Sewaktu mengucapkan dzikir, arti dari
kalimah ini haruslah sena.ntiasa berada di hati seseorang, untuk roengarahkan perasaannya yang paling halus kepada Tuhan semata. (Kebanyakan kitab pegangan Naqsyabandiyah mengajarkan sang murid
untuk mengucapkan kalimah ini dalam hati sebelum memulai dzikir
ism al-dzat dan mengucapka:nnya sekali 1agi di antara dzikir tawhid
yang berurutan.
7. Nigah do.syt: "waspada... Yaitu menjaga pikiran dan perasaan
terus-menerus sewaktu melakukan dzikir tawhid, untuk roencegah
supaya pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang
tetap akan Tuhan, dan untuk memelihara pikiran dan perilaku seseorang agar sesuai dengan makna kalimah tersebut. Al-Kurdi mengutip
seorang guru (anonim): "Kujaga hatiku selama sepuluh hari; kemudian
hatiku menjagaku selama dua puluh tahun".
8. Yad do.syt: "mengingat kembali". Penglihatan yang diberkahh secara langsung menangkap Zat Allah, yang berbeda dari sifatsifat dan nama-namanya; mengalami bahwa segalanya berasal dari Allah
Yang Esa dan beraneka ragam ciptaan terus berlanjut ke tak berhingga.
Penglihatan ini ternyata hanya mungkin dalam keadaan jadzbah; itulah
derajat ruhani tertinggi yang dapat dicapai. Tampaknya hal ini semula
dikaitkan pada pengalaman langsung Kesatuan dengan Yang Ada
(wahdat al-wujud); Ahmad Sirhindi dan pengikut-pengikutnya bahkan
mengemukakan dalil adanya tingkat yang lebih tinggi, di mana sang sufi
sadar bahwa kesatuan (kemanunggalan) ini hanyalah bersifat fenomenal, bukan ontologis (wahdat al-syuhud).
Asas-asas tambahan dari Baba' Al·Din Naqsybandi:
9. Wuquf-i zamani: "memeriksa penggunaan waktu seseorang".
Mengamati secara teratur bagaimana seseorang menghabiskan waktunya. (Al-Kurdi menyarankan agar ini dikerjakan setiap dua atau tiga
jam). Jika seseorang secara terus-menerus sadar dan tenggelam dalam
dzikir, dan melakukan perbuatan terpuji, hendaklah berterima kasih
kepada Allah, jika seseorang tidak ada perhatian atau lupa atau melakukan perbuatan berdosa, hendaklah ia meminta ampun kepada-Nya.
l 0. Wuquf-i 'adadi: "memeriksa hitungan dzikir seseorang".
Dengan hati-hati berapa kali seseorang mengulangi kalimah zikir (tanpa
pikirannya mengembara ke mana-mana). Dzikir itu diucapkan dalam
jumlah hitungan ganjil yang telah ditetapkan sebelumnya.
11. Wuquf-i qalbi: "menjaga hati tetap terkontrol". Dengan
membayangkan hati seseorang (yang di dalamnya secara batin dzikir
ditempatkan) berada di hadirat Allah, maka hati itu tidak sadar akan
yang lain kecuali Allah, dan dengan demikian perhatian seseorang secara
sempuma selaras dengan dzikir dan maknanya. Taj Al-Din menganjur-
Bab V. Berbagai Ritv.al dan Teknik Spiritual Naqsyabandiyah
19
kan untuk membayangkan gambar hati dengan nama Allah terukir di
atasnya.
Asas-asas ini, khususnya yang delapan basil formulasi 'Abd AlKhaliq Ghujdawani, kuat sekali menunjukkan kemiripan dengan teknik
meditasi Hindu dan Budha. Bukannya tidak mungkin menemukan asas
yang serupa dengan asas-asas tarekat ini dalam mazhab-mazhab mistik
Hindu-Budha (walaupun tidak semua asas yang delapan itu terdapat
dalam mazhab yang sama). Sulit juga dibantah bahwa asas-asas tersebut
menunjukkan pengaruh yang kuat dari agama-agama asal India namun tidak ada alasan untuk berprasangka bahwa asas-asas itu dipinjam lang$Ung.
Bagian wilayah Asia Tengah tempat pertama kalinya tarekat Naqsyabandiyah menemukan bentuknya, di mana para Khwajagan hidup
dan mengajarkan ilmunya, selama berabad-abad memanglah berada di
bawah pengaruh agama Budha, Hindu, dan Zoroaster (Majusi.) sebelum
mengalami lslamisasi. Desa kelahiran Baba' Al-Din masih menyandang
nama Qashr-i Hinduwan ("Jstana. Orang-orang Hindu") dan pernah
merupakan tempat berziarahnya para pemeluk agama Budha. 3 Banyak
amalan dan kepercayaan pra-lslam masih hidup dalam tradisi rakyat
setempat. Lagi pula, selama beberapa abad setelah kedatangan Islam,
para sufi dan pertapa yang berkelana seperti yogi tidak henti-hentinya
melintasi negeri ini dan telah mengesankan bagi para penduduknya
secara umum, khususnya bagi mereka yang punya kecenderungan
kepada tasawuf. Kita tidak perlu berasumsi bahwa 'Abd Al-Khaliq dan
Baba' Al-Din m&minjam asas-asas mereka secara langsung dari mistikus
dan pertapa Hindu. Pikiran-pikiran dasamya mungkin saja sudah
menyusup jauh ke dalam kehidupan masyarakat Muslim sebelum zaman
mereka, dan mereka hanyalah mensistematisasika:nnya saja.
Namun, perlu digarisbawahi, bahwa peminjaman tak langsung ini
sama sekali tidak melahirkan sinkretisme keagamaan. Konteks di mana
asas-asas ini diterapkan sepenuhnya lsl.ami. bebas dari jejak Hinduisme
atau Budhisme. Latihan-latihan meditasi dan konsentrasi Naqsyabandiyah dilakukan demi tujuan "mengingat Tuhan" yang tegas-tegas
merupakan anjuran Al-Quran, bukan untuk mencapai penyadaran-diri
atau pemadaan-diri. Kaum Naqsyabandiyah tidak pernah merasa dekat
dengan Hinduisme, dan dalam kenyataannya biasanya mereka lebih
gigih melawan Hinduisme daripada kaum lainnya. Pembaruan yang
dilakukan oleh Syaikh Ahmad Sirhindi pun haruslah dilihat dengan
latar belakang dan sebagai reaksi terhadap sinkretisme Maharaja Akbar.
Dan beberapa kaum Naqsyabandiyah lain di India malah dikenal sebagai
anti-Hindu yang fanatik.
S. Ahmad 1964, 126. Di belakang hari dinamakan kembali Qallhr·i 'Arifi.n, "lstana Orang·
orang Bijak ".
80 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
Zikir dan Wirid
Teknik dasar Naqsyabandiyah, seperti kebanyakan tarekat lainnya
adalah dzikir, yaitu berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun
menyatakan kalimah la ilaha illallah. Tujuan latihan itu adalah untuk
mencapai kesadaran akan Tuhan yang lebih langsung dan pennanen.
Pertama sekali, tarekat Naqsyabandiyah membedakan dirinya dengan
aliran lain dalam hal zikir yang lazimnya adalah zikir diam (khaft,
"tersembunyi0 , atau qalbi, "dalam hati"), sebagai lawan dari zikir
keras (iahri) yang lebih disukai tarekat-tarekat lain. Kebiasaan ini bukan
tanpa kekecualian: beberapa wali terkemuka dari tarekat ini diketahui
juga telah melakukan zikir keras, tetapi dalam aturan tegas-tegas disebut
zikir diam. Yang kedua, jumlah hitungan zikir yang mesti diamalkan
lebih banyak pada tarekat Naqsyabandiyah daripada kebanyakan
tarekat Iain.
Zikir dapat dilakukan baik secara berjamaah maupun sendirisendiri. Banyak penganut Naqsyabandiyah lebih sering melakukan zikir
secara sendiri-sendiri, tetapi mereka yang tinggal dekat seorang syaikh
cenderung ikut serta secara teratur dalam pertemuan-pertemuan di
mana dilakukan zikir berjamaali. Di banyak tempat pertemuan
semacam itu dilaksanakan dua·kali seminggu, pada malam Jumat dan
malam Selasa; di tempat lain dilaksanakan tengah hari sekali seminggu
atau dalam selang waktu yang Jebih lama lagi.
Dua zikir dasar Naqsyabandiyah, keduanya biasanya diamalkan
pada pertemuan yang sama, adalah dzikir ism al-d.zat, "mengingat nama
Yang Haqiqi" dan dzikir tau.hid, 0 mengingat keesaan". Yang duluan
terdiri dari pengucapan nama Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan
kali (dihitung dengan tasbih ), sembari memusatkan perhatian kepada
Tuhan semata. Dzikir tau.hid. (juga dzikir tahlil atau dzikir nafiy wa
itsbat) terdiri atas bacaan perlahan diserta:i dengan pengaturan napas,
kalimah la ilaha illallah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan
(garis) melalui tubuh. Bunyi la permulaan digambar dari daerah pusar
terus ke atas sampai ke ubun-ubun. Bunyi ilaha turun ke kanan dan berhenti di ujung bahu kanan. Di situ, kata berikutnya ilia dimulai dan
turun melewati bidang dada, sampai ke jantung, dan ke arah jantung
inilah kata terakhir Allah dihunjamkan sekuat tenaga. Orang membayangkan jantung itu mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan segala kotoran. 4
Variasi lain yang diamalkan oleh pengikut Naqsyabandiyah yang
lebih tinggi tingkatannya adalah dzikir latha 'if. Dengan zikir ini, orang
memusatkan kesadarannya (dan membayangkan nama Allah itu bergetar dan memancarkan panas) berturut·turut pada tujuh titik halus
4. l'cnjelaaan dalam bcrbagai risalah Naqsyabandi, seperti Muhammad Amin Al·Kurdi,
Tanwir Al·Qulub, 511-6; H. Jalaluddin {Bukittinggi], Rahasia Mutiara Al-T'hariqat Al·
Naqsyabandiyah, I, 16·24, 53-60.
Bab V. Berbagai Ritual dan Teknik Spiritual Naqsyabandiyah
81
pada tubuh. Titik-titik ini, lathifah (jamak latha'if), adalah qalb (hati).
terletak selebar dua jari di bawah puting susu kiri; ruh (jiwa), selebar
dua jari di bawah puting susu kanan; sirr (nurani terdalam), selebar dua
jari di atas puting susu kiri; khafi (kedalaman tersembunyi), duajari di
atas puting susu kanan; akhfa (kedalaman paling tersembunyi), di
tengah dada; dan nafs nathiqah (akal budi). di otak belahan pertama.
Lathifah ketujuh, kull jasad sebetulnya tidak merupakan titik tetapi
luasnya meliputi seluruh tubuh. Bila seseorang telah mencapai tingkat
dzikir yang sesuai dengan lathifah terakhir ini, seluruh tubuh akan bergetar dalam nama Tuhan. 5 Konsep latha 'If - dibedakan dari teknik
zikir yang didasarkan padanya - bukanlah khas Naqsyabandiyah saja
tetapi terdapat pada berbagai sistem psikologi mistik. Jumlah latha'if
dan nama-namanya dapat saja berbeda; kebanyakan titik·titik itu disusun menurut tingkat kehalusannya dan dikaitkan dengan pengembangan spiritual.' Ternyata latha'ef pun persis serupa dengan cakra
dalam teori yoga. Memang, titik-titik itu letaknya berbeda pada tubuh,
tetapi perannya daiam psikologi dan teknik meditasi seluruhnya sama
saja.
Asal-usul ketiga macam zikir ini sukar ditentukan; dua yang pertama seluruhnya sesuai dengan asas-asas yang diletakkan oleh 'Abd
Al-Khaliq Al·Ghujdawani {lihat di bawah), dan boleh jadi sudah diamalkan sejak zamannya, a.tau bahkan lebih awal. Pengenalan dzikir latha 'if
umumnya daiam kepustakaan Naqsyabandiyah dihubungkan dengan
nama Ahmad Sirhindi. Kelihatannya sudah digunakan daiam tarekat
Kubrawiyah sebelumnya; jika ini benar, maka penganut Naqsyabandiyah di Asia Tengah sebetulnya sudah mengenal teknik tersebut sebelum
dilegitimasikan oleh Ahmad Sirhindi.
Pembacaan tidaklah berhenti pada zikir; pembacaan au.rad
(tunggalnya wird, dalam bahasa-bahasa di Indonesia wirid.), meskipun
tidak wajib, sangatlah diaajurkan. Aurad merupakan doa-doa pendek
atau formula-formula untuk memuja Tuhan dan/atau memuji Nabi
Muhammad, dan membacanya daiam hitungan sekian kali pada jam.
jam yang sudah ditentukan dipercayai akan memperoleh keajaiban, atau
paling tidak secara psikologis akan mendatangkan manfaat. Seorang
murid dapat saja diberikan wirid khusus untuk dirinya sendiri oleh
syaikhnya, untuk diamalkan secara rahasia (diam-diam) dan tidak boleh
diberitahukan kepada orang lain; atau seseorang dapat memakai
5. Ringkasan pcnjeJasan dalam Tanwir Al·Qulub, I.e. (di mana hanya llma yang pertama dari
latha'if ini yang discbut); Rahasia Mutiara I, 32-58; Ahmad Khatib Sam.bu, Fath Al'Arifin; 4·5 (tcrjcmahan: Shcllabcar 1938, 861 ·2).
6. Syah Wall Allah Delhi (1703·1762) pada tabap awal karirnya menganut teori enam latha 'if
di atas yang berasal dari Ahmad Sirhindi, tctapi bdakangan mcngcmbangkan, atau llleng·
adaptasikan sebuah tcori tcntang lima latha 'if ''yang tampak" (Yakni dipaballli abl) dan
lima latha'if "tcrsembunyi" yang Rear& berurutan dilalui daJam perjalanan spiritual
(Baijon 1986, 67-77).
82
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
kumpulan aurad yang sudah diterbitkan. Sepengetahuan saya, Naqsyabandiyah tidak mempunyai kumpulan au.rad yang unik. Kumpulankumpulan yang dibuat kalangan lain bebas saja dipakai; dan kaum Naqsyabandiyah di tempat yang lain dan pada masa yang berbeda memakai
au.rad yang berbeda-beda. Penganut Naqsyabandiyah di Turki, umpamanya, sering memakai Al-Aurad Al-Fathiyyah, dilrimpun oleh 'Ali Hamadani, seorang sufi yang tidak memiliki persamaan sama sekali dengan
kaum Naqsyabandiyah.
Muraqabah
Ada kategori latihan-latihan mistik lainnya, yang hanya diajarkan
kepada murid yang tingkatannya lebih tinggi - biasanya hanya kepada
mereka yang telah mengu:asai zikir pada semua latha 'if. 'Latihan ini
disebut muraqabah, "pengendalian-diri"; ini merupakan teknik-teknik
konsentrasi dan meditasi. Kitab-kitab pegangan sedikit sekali memberikan informasi mengenai muraqabah, sebab seseorang memang tak
mungkin mempelajarinya melalui kitab tetapi mempelajarinya langsung
dari mursyid-nya. Muhammad Amin Al-Kurdi sama sekali tidak
menyebut soal muraqabah, tetapi Ahmad Dhiya' Al-Din Gumusykhanawi menyebutkan sepuluh tingkat (maqam} muraqabah, berturut-turut
disebut ihsan, ahadiyah, aqrabiyah, bashariyah, 'ilmiyah, fa'iliyah,
7
malikiyah, hayatiyah, mahbudiyah d8n tau.hid syuhudi. Ahmad
Khatib Sambas menyebutkan tidak kurang dari dua puluh muraqabah
yang berbeda, termasuk beberapa tetapi tidak semua yang disebutkan
Gumusykhanawi. 8 Muraqablit af..ahadiyah, menurut kedua tokoh tadi,
isinya berkonsentrasi pada makna surah Al-Ikhlas: qui, huwa'llahu
ahad ... , "Katakanlah [wahai Muhammad], Dialah Tuhan Yang
Esa .. .'\ dan membuka pintu hatinya untuk Nur llahi. Sama juga,
dalam aqrabiyah seseorang berkonsentrasi pada ayat yang menyatakan
bahwa Tuhan itu lebih dekat daripada nadi di lehemya (Al-Qaf: 16),
dan sebagainya.
Rabithah Mursyid (Rabithah bi Al.Syaikh) dan Rabitbah Al-Qabr
Seperti semua tarekat, Naqsyabandiyah mengenal wasilah, mediasi
melalui seorang pembimbing spiritual (mursyid) sebagai sesuatu yang
sangat diperlukan demi kemajuan spiritual. Untuk dapat sampai kepada
perjumpaan dengan Yang Mutlak, seseorang tidak hanya memerlukan
bimbingan tetapi campur tangan aktif dari pihak pembimbing spiritualnya dan para pendahulu sang pembimbing, termasuk, yang •paling
penting, Nabi Muhammad. lnilah arti dari silsilafo ia menunjukkan
rantai yang menghubungkan seseorang dengan Nabi dan melalui beliau
7. Gumusykhanawi, Jams~ Al-Ushul fi Al·Auliya: 18.
8. Fath Al·'Arifin, 6-9.
Bab V. Berbagai Ritual dan Teknik Spiritual Naqsyabandiyah
83
sampai ke Tuhan. Oleh karena itu, bagian yang penting dalam pencarian spiritual adalah menemukan seorang mursyid yang dapat diandalkan.
Begitu seseorang telah menemukan seorang mursyid dan telah diterima
sebagai murid, ia turut bimbingan sang guru tanpa syarat, patuh mutlak.
Sang mu.rid haruslah, seperti kata pepatah, bagai mayat di tangan orang
yang memandikannya (akan kita lihat di belakang bahwa ungkapan ini
diberi tafsiran harfiah pada sebuah cabang tarekat ini di Sumatera).
Dalam tarekat Naqsyabandiyah, pemahaman silsilah yang demikian telah membawa tarekat ini pada pemakaian teknik yang disebut
rabithah mursyid, "mengadakan hubungan batin dengan sang pembimbing", sebagai pendahuluan zikir. Persisnya, rabithah diamalkan bervariasi di satu tempat dan di tempat lain, tetapi selalu mencakup penghadiran (visualization) sang mursyid oleh mu.rid, dan membayangkan
hubtlngan yang sedang dijalin dengan sang mursyid, seringkali dalam
bentuk seberkas cahaya yang memancar dari sang mursyid. Muhammad
Amin Al-Kurdi mengenai rabithah, menjelaskan:
" ... maksudnya menghadirkan gampar sang syaikh dalam imaji·
nasi seseorang, hati murid dan ~ti gurunya saling berhadapan. Hal
ini bahkan dapat saja dilakukan meskipun secara fisik syaikhnya
tidak hadir. Sang murid harus membayangkan hati sang syaikh
bagaikan samudera karunia spiritual dan dari sana pencerahan
dicurahkan ke hati sang murid" (hal. 512).
Seorang penganut Naqsyabandiyah bangsa Kurdi menggambarkan
kepada saya cara penghadiran guru yang dilakukannya yang lebih rumit
lagi: ia membayangkan gambar pembimbingnya dan agak samar-samar
semua wali dalam silsilahnya, lalu ia bayangkan seberkas cahaya memancar dari Allah dan turun ke kening Rasulullah, dari sana cahaya itu
memantul melalui wali-wali satu per satu berurutan, kemudian dari
kening sang pembimbing langsung masuk ke hati sang murid, yang
ketika itu menyebut "Allah, Allah" - mulainya zikir nama Tuhan
tanpa disengaja.
Biasanya, sang murid melakukan rabithah kepada guru yang telah
membaiatnya, tidak kepada syaikh yang lebih awal. Namun, beberapa
kali terjadi seorang syaikh yang ambisius menuntut agar semua mu.rid
- bukan hanya mun'd-nya sendiri tetapi juga murid khalifahnya dan
seterusnya - senantiasa melakukan rabithah hanya dengannya seorang.
Kalau ia berhasil, cabang tarekat yang berasal darinya akan sangat
kompak dan sentralistis. Salah seorang mursyid yang demikian adalah
sang pembaru, Maulana Khalid; karena kekompakannya inilah tarekat
Khalidiyah telah menjadi cabang Naqsyabandiyah yang paling dominan.
Selain Maulana Khalid, Syaikh Suleyman Hilmi Tunahan Efendi (w.
1959), seorang guru berkebangsaan Turki, tetap melarang melakukan
rabithah dengan guru lain selain dengannya sendiri. Para pengikutnya
84
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
merupakan suatu sekte yang agak eksklusif dan cukup berpengaruh. 9
Selama beberapa generasi, para murid Naqsyabandiyah Khalidiyah
meneruskan rabithah kepada Maulana Khalid, tetapi kemudian kebiasaan ini ditinggalkan dan diganti dengan rabithah setiap murid kepada
mursyid-nya sendiri. Penjelasan oleh A. Dhiya' Al-Din Gumusykhanawi,
dua generasi setelah Maulana Khalid, memperlihatkan suatu tahapan
transisional di mana haik Maulana Khalid maupun syaikh yang terdekat
menjadi sasaran rabithah:
"[rabithah berarti] mewujudkan, melalui perantaraan syaikh seseorang, kehadiran pennanen wujud spiritual Maulana Khalid
dalam bentuk bola cahaya di antara kedua alis mata, mempertautkan hati seseorang dengan hati beliau dan membayangkan
bahwa sifat-sifat mulianya mengalir ke dalam hati orang tersebut.
Sembari melakukan hal itu, orang yang bersangkutan menghadirkan dalam bayangannya Maulana Khalid beserta mursyid-nya sendiri, duduk di sampingnya, dan membayangkan lafzh jalal (nama
Allah) yang bercahaya tergurat di hatinya". 10
Tokoh yang sezaman dengan Gumusykhanawi, Syaikh Sulaiman
Zuhdi di Makkah, yang pengaruhnya terhadap perkembangan tarekat
Naqsyabandiyah di Indonesia lebih besar ketimbang lainnya, masih
mengajarkan rabithah dengan Maulana Khalid saja. Sebuah risalah
pendek yang dibawa dari Makkah tahun 1889 oleh seorang haji Indonesia berisi penjelasan tentang sosok penampilan Maulana Khalid untuk
membantu dalam membayangkan kehadirannya: "bertubuh tinggi
besar, berjanggut hitam sebelah kiri dan kanan tetapi putih di bagian
tengahnya, berdagu lebar dan berdada bidang". 11
Penghadiran (visualisasi), seperti umumnya diketahui, juga
merupakan bagian penting dari teknik meditasi Budha aliran tantrayana. Rabithah sebagaimana yang digambarkan di sini sejalan benar
dengan guru puja, penghadiran sang guru, dalam Budhisme Tibet. Bagaimana dan kapan teknik ini mulai dipakai dalam tarekat Naqsyabandiyah tidaklah jelas. Syaikh dari masa permulaan seperti Khwaja 'Ubaidallah Ahrar telah menyebut-nyebut rabithah, tetapi sulit mengetahuinya apakah istilah yang agak umum ini (artinya "hubungan") pada
masa itu telah mengandung makna khusus seperti sekarang, yang sesungguhnya lebih tepat disebut tashawwur, "menggambarkan guru".
Dapat dimengerti, teknik ini telah mendapat kritikan baik dari
luar maupun dari dalam tarekat itu sendiri. Beberapa kritikan, karena
9. Tentang Suleymanli, Iihat Algu 1985; van Bruinesscn 1985. Bdk. catatakan kaki 7 pada
BabV.
10. Gwnusykhanawi,]ami' Al-Ushul, 166.
11. Risalah pendek tctsebut disita oleh pejabat Belanda yang mencurigai.nya dan mengirim·
kannya kepada Snouck Hurgroqje untuk dimintai pendapatnya sebagai ahli keislaman.
Snouck, Adviezen ll, 1182-3.
Bab V. Berbagai Ritual dan Teknik Spiritual Naqsyabandiyah
85
melihatnya sebagai pendewaan mursyid, tanpa ragu-ragu telah mencapnya sebagai syirk ("mempersekutukan Allah"), seperti yang dilakukan
Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi secara blak-blakan sekali. Ahmad
Khatib adalah tokoh asal Indonesia yang paling gencar menghantam
tarekat Naqsyabandiyah dalam polemik-polemik. Di kalangan pembaru
dan aktivis Naqsyabandiyah di India pada permulaan abad kesembilan
belas, Sayyid Ahmad "Syahid" Barelwi (w. 1246/1831) juga dengan
keras menentang penghadiran (visualisasi) yang dinilainya sebagai
penyembahan berhala, sementara itu ia tetap seorang penganut Naqsyabandiyah. 12
Naqsyabandiyah bukanlah satu-satunya tarekat yang mengamalkan
tashawwur. Amalan itu pun dikenal dalam berbagai tarekat lain di
negeri-negeri yang berlainan dalam lingkup dunia lslam; 13 sejauh mana
ini merupakan pinjaman dari tarekat Naqsyabandiyah tetap menjadi
tanda tanya.
Dalam pengamaJannya sekarang ini, rabithah al-mursyid didahului
oleh sebuah latihan yang agak berbeda dengan nama serupa, rabithah
al-qabr. Ini merupakan meditasi kematian: orang membayangkan kematiannya sendiri, bagaimana ia dimandikan, dikafani, disembahyangkan, dan dikuburkan, dalam kubur ditanyai oleh malaikat, menghadapi
hari kebangkitan kembali dan pemisahan mereka yang telah beramal
saleh dari mereka yang tidak. Tujuan dari latihan ini adalah untuk membebaskan diri seseorang dari semua keterikatan kepada dunia, dan membuka hatinya bagi Tuhannya. Konkret dan detailnya yang dibayangkan
orang menyangkut hal-hal tadi cukup bervariasi dari satu tempat ke
tempat lain. Saya tidak yak.in apakah latihan ini
yang sekali lagi
mengingatkan akan meditasi tantra tertentu dijalankan oleh cabangcabang lain selain tarekat Khalidiyah. Orang-orang Mazhariyah yang
saya ajak bicara di Indonesia semuanya membantah bahwa mereka juga
menjalankan rabitluzh al-qabr ini.
Khatm·i Khwajagan
Khatm-i Khwajagan merupakan serangkaian wirid, ayat, shalawat,
dan doa yang menutup setiap zikir berjamaah. Konon ini disusun oleh
'Abd Al-Khaliq Al·Ghujdawani, dan dianggap sebagai tiang ketiga Naqsyabandiyah, setelah dziki'r ism al-dzat dan dzikir nafiy wa isbat. Pembacaan khatm dipercayai untuk memohon ruh-ruh para syaikh besar
12. Faruqi 1977 [1940), 34n; Rizvi 1982, 475-6. Sumba-sumbc; mengenai Sayyid Ahmad
merupakan satu-satunya sumber yang saya kctahui yang di dalamnya rabithah disebut
dengan istilah yang lebih tcpat dan lebih jelas yaitu tasilawwur-i syaikh, "memba yangkan
gambar syaikh".
13. Tcrmasuk tarekat Ni'matullahiyah (yang Syi'i) di Iran {lL Algar, pcrcakapan pribadi};
dan di Indonesia, tarekat Syatta:riyah (menurut Kiai 1-'ahim dari Pesantren Buntct, tempat
Syattariyah dlamalkan walaupun tidak oleh Fahim scndiri}, dan pscudo-tarekat Wahidiyahnya Kyai Abdul Majid dari Kedunglo, Kcdlri (Moeslim AbdUITahman, pcrcakapan pribadi).
86 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
dari masa lampau agar membantu mereka yang sedang berkumpul.
Khatm dibacak.an di tempat yang tidak. ada orang luar, dan pintu harus
tert.utup. Tak seo:rang pun boleh ilmt serta tanpa izin lebih dulu dari
sang syaikh. Kecuali itu, para peserta harus dalam keadaan ber-wudhu'.
Menurut Muhammad Amin Al-Kurdi, khatm-i Khwajagan terdiri
atas:
1. 15 atau 25 kali istighfar, didahului oleh sebuah doa pendek;
2. melak.ukan rabithah bi al·syaikh. sebelum berzikir;
3. 7 kali surah Al-Fatihah;
4. 100 shalawat, misalnya Allahumma salli'ala sayyidina Muhammadin al-nabiyyi al-ummiyyi wa 'ala alihi wa shahbihi wa
sallam;
5. 79 kali surahAlam nasyrah (surah ke-94);
6. 1001 surab.Al-Ikhlas;
7. 7 kali surab.Al-Fatihah;
8. l 00 shalawat lagi;
9. sebuah doa panjang untuk rub Nabi Muhammad saw. dan
para syaikh tarekat-tarekat besar, khususnya 'Abd Al-Khaliq,
Baha' Al-Din, 'Abdallah Dihlawi, Maulana Khalid dan syaikh
terak.hir dari silsilah pengarang, 'Utsman Siraj Al-Din, 'Umar
dan Muhammad Amin sendiri;
10. membaca bagian-bagian tertentu dari Al-Quran. 14
Temyata untuk melak.ukan khatm yang lengkap akan merupakan
kegiatan yang memakan wak.tu tidak sedikit. Biasanya yang dilak.sanakan adalah khatm dalaln bentuk yang sudah diperingkas; bagian yang
sangat penting, yang tak. dapat ditinggalkan dalam keadaan apa pun,
adalah doa. Dalaln doa, setiap syaikh menyebutkan nama·nama wali
yang paling penting dalaln sihilahnya sendiri.
Tawajjuh
Seperti halnya dalaln semua tarekat, syaikh atau mursyid memegang peranan sangat penting demi kemajuan spiritual murid. Ikut
sebuah tarekat tan.pa mempunyai seorang syaikh adalah mustahiL Sang
syaikh membantu murid-murid-nya dengan berbagai cara, dengan mengajarkan langsung tetapi juga melalui proses yang disebut tawajjuh.
lstilah ini berarti "temu muka", tetapi dalaln lingkungan Naqsyabandiyah telah memperoleh beberapa arti khusus. Tawajfu.h merupak.an perjumpaan di mana seseorang membuka hatinya kepada syaikhnya dan
membayangkan hatinya itu disirami berkah sang syaikh. Sang syaikh
akhirnya membawa hati tersebut ke hadapan Nabi Muhammad saw.
Jni dapat berlangsung sewak.tu pertemuan pribadi atau empat mata
antara murid dan mursyid (bai'at merupak.an kesempatan pertama dari
14. Tamuir Al·Qultdi, 520-4.
Bab V. Berbagai Ritual dan Te/milt Spiritual Naqsyabandiyah
87
tawajjuh }, tetapi tawajjuh pun mungkin bahkan ketika sang syaikh
secara fisik tidak hadir. Hubungan dapat dilak.ukan melalui rabithah,
dan bagi mun'd yang berpengalalnan, sosok ruhani sang syaikh merupakan penolongnya yang efektif di kala syaikhnya tidak. hadir - sama
seperti ketika syaikhnya ada di dekatnya. Tetapi, yang paling biasa,
tawajjuh berlangsung selama pertemuan zikir berjamaah di mana syaikh
ikut serta bersama murid-nya. Di beberapa daerah di Indonesia, pertemuan zikir itu sendiri disebut tawajjuh.
Baiat, ljazah, Khalifah
Seperti tarekat-tarekat lainnya, tarekat Naqsyabandiyah pun
mustahil dimasuki tan.pa melalui pintu pembaiatan. Seseorang hanya
dapat menjadi anggotanya setelah melalui upacara pembaiatan. Persisnya bentuk upacara tersebut beragam-ragam di tempat yang berbeda,
tetapi seperti kebanyak.an ritus yang demikian, ia menyangkut kematian
dan kelahiran secara simbolik. Mula-mula sang murid harus melakukan
tobat, yaitu dengan mengingat segala dosa-dosa di masa lampau,
memohon pengampunan dan bertekad untuk tidak. mengulangi 1agi
semua kebiasaan jelek yang diperbuat dulu. Pada bagian inti upacara
tersebut, sang murid menyatak.an sumpah setia kepada syaikhnya, dan
setelah itu ia menerima pelajaran esoterik yang pertama (talqin ).
Menurut peraturan (tetapi banyak kekecualiannya), hanya mereka yang
telah diambil sumpah saja yang diperbolehkan turut serta dalam ritualritual bersama dalam tarekat itu. Pada beberapa cabang tarekat itu di
Indonesia, pembaiatan itu disertai ritual-ritual yang agak rumit yang
mungkin Baja diambil alih (tidak. mesti secara sadar dan bukannya tanpa
perubahan) dari upacara inisiasi ketika memasuki perkumpulan rahasia
kaum lelaki dari masa sebelum Islam.
Apabila sang murid telah mempelajari dasar-dasar tarekat dan
telah memperlihatkan kemajuan yang memadai untuk melak.sanakan
latihan-latihan sendiri, gurunya akan memberinya ijazah. Tampaknya
paling tidak ada tiga tingkatan ijazah. Setelah yang pertama, yang dasar
sekali (ijazah untuk melakukan amalan tarekat), ada ijazah yang lebih
bergengsi lagi yang memberikan wewenang kepada sang murid untuk
bertindak. sebagai wakil syaikhnya dalam memberi pelajaran dan membimbing murid-murid lainnya. ljazah yang tertinggi memberikan
wewenang kepada penerimanya untuk bertindak. sendiri sebagai seorang
syaikh dan mengambil baiat bakal calon murid atas namanya sendiri.
Sang murid telah menjadi khalifah dari syaikhnya dan ia sudah boleh
diutus oleh syaikhnya ke tempat yang telah direncanak.an untuk menyebarluaskan tarekat tersebut. Meskipun secara relatif ia mandirl, ia
tetap memperlihatkan kepatuhannya yang mutlak kepada syaikhnya.
lstilah khalifah itu dapat juga disandang oleh mereka yang sudah mendapat ijazah tingkatan kedua; tetapi di Indonesia biasanya disebut
badal.
88 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
Khalwat atau Suluk
Tidak diwajibkan tetapi sangat dianjurkan - paling tidak di antara
kaum Naqsyabandiyah cabang Khalidiyah; kalangan Mazhariyah di
Indonesia tidak mempraktikkannya - adalah kegiatan menyepi untuk
sementara waktu dari kesibukan duniawi: khalwat atau dalam bahasa
Parsi, cilia. Istilah cilia (artinya: empat puluh) menunjukkan bahwa
semula kegiatan menyepi dan melatih diri dengan bertapa itu dilaksana·
kan selama empat puluh hari. Di Indonesia, istilah suluk (yang secara
harfiah berarti "menempuh jalan spiritual") lebih lazim digunakan, dan
lamanya tidak sampai empat puluh hari, biasanya sepuluh atau dua
puluh hari. Selama melakukan khalwat, seseorang makan dan minum
sedikit sekali, hampir seluruh waktunya dipakai untuk berzikir dan
meditasi dan ia pun tidak diperbolehkan berbicara kecuali dengan
syaikhnya atau dengan mitranya yang juga melakukan meditasi, dan itu
pun terbatas pada soal-soal keruhanian saja. Di kalangan Naqsyabandi·
yah di Indonesia, selama suluk itulah seseorang diajarkan dzikir latha'if.
Mereka yang belum melakukan suluk umumnya tidak diperkenankan
menjalankan zikir ini.
Kebanyakan syaikh Naqsyabandiyah Khalidiyah mempunyai ruang
khusus tempat para muridnya dapat menjalankan suluk tanpa terganggu
(dalam Bahasa Indonesia rumah suluk, dalam bahasa Parsi khalwatkha·
nah ). Pengaruh dan wibawa seorang syaikh seringkali diukur dengan
besar kecilnya rumah suluk yang dimilikinya dan jumlah murid yang
ber-khalwat di sana. Tetapi, seseotang dapat pula menjalankan khalwat
di tempat-tempat lain seperti di gua-gua (biasanya terletak di lereng
gunung) dan di makam-makam para waliyullah. Untuk Indonesia, hanya
di Sumateralah suluk agak meluas dilakukan orang. Di bagian-bagian
tertentu wilayah Aceh Barat dan Sumatera Utara, sudah hampir
merupakan kebiasaan umum bagi orang-orang berusia lanjut dan para
wanita untuk tinggal selama beberapa hari atau beberapa minggu di
rumah suluk seorang syaikh setelah panen. Di Jawa, hanyalah di Soka·
raja (Kabupaten Ba:Dyumas) saya lihat agak banyak orang yang ikut
serta menjalankan suluk. •
BAB VI
TAR.EK.AT QADIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH
DI MAKKAH DAN DI INDONESIA
Ahmad Khatib Sambas dan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
Paling tidak mulai dari Baqi Bi'llah dan seterusnya, para syaikh
Naqsyabandiyah dengan keras telah memperingatkan para pengikutnya
agar tidak mengikuti tarekat lain yang digabungkan dengan tarekat
mereka. Meskipun demikian, banyak juga yang melakukan penggabungan semacam itu. Kita dapatkan Syaikh Yusuf Makassar, yang memasukkan unsur-unsur dari Naqsyabandiyah yang telah dipilihnya ke dalam
versi Khalwatiyah-nya; kita temukan bahwa suatu gabungan tarekat
Naqsyabandiyah dengan tarekat Syattariyah pemah populer untuk
sekian lama di Jawa pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas.
Gabungan tarekat Qadiriyah dengan Naqsyabandiyah pun telah diamalkan oleh beberapa syaikh termasyhur. Ibrahim Al-Kurani dan pe:bdahulu serta penerus-penerusnya mengamalkan kedua tarekat itu bersama-sama dengan tarekat Syattariyah. Dan di Kurdistan selatan, cabang Haurami dari tarekat Khalidiyah telah lebih seabad menggabungkan zikir diam Naqsyabandiyah dengan zikir keras Qadiriyah dalam satu
pertemuan Yallft tidak terpisah. 1
Tetapi, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang terdapat di
Indonesia bukanlah hanya merupakan suatu penggabungan dari dua
tarekat yang berbeda yang diamalkan bersama-sama. Tarekat ini lebih
merupakan sebuah tarekat yang baru dan berdiri sendiri, yang di dalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga Naqsyabandiyah telah
dipadukan menjadi sesuatu yang ba:i;u. Dari segi ini, ia menyerupai
tarekat gabungan yang ada sebelumnya semacam tarekat KhalwatiyahYusuf (dalam tarekat ini Yusuf menggabungkan unsur-unsur Syattariyah dan Naqsyabandiyah dengan unsur-unsur dari Khalwatiyah) atau
Sammaniyah (penggabungan tarekat Khalwatiyah dengan Qadiriyah,
Naqsyabandiyah dan Syadziliyah oleh Muhammad ibn 'Abd Al-Karim
Al-Samman). Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah mungkin sekali
didirikan oleh tokoh asa1 Indonesia, Ahmad Khatib ibn 'Abd Al-Ohaffar
I. Mengenai cabang Khalidiyah ini, lihat van Bruineuen 1978, 305-7, 319-24, 348-9. Syaikh
'Osman, yang berulang kali disebutkan di situ, adalah syaikh terkemuka cabang ini pada
masa sekarang; Muhammad Amin Al·Kurdi (pengarang Tiinwir Al-Qulub) adalah k.halifah
dari syilikh yang terdahul.u. Syaikh yang pertama dari cabang ini. khalifah dari Maulana
Khalid, 'Uttman Siraj Al-Din, telah llllling bertukar ij&zah denpn syaikh Qadiriyah R·
tempat, Kak Ahmad.
89
88 Tare/cat Naqsyabandiyah di Indonesia
K.balwat atau Suluk
Tidak diwajibkan tetapi sangat dianjurkan - paling tidak di antara
kaum Naqsyabandiyah cabang K.halidiyah; kala:ngan Mazhariyah di
Indonesia tidak mempraktikkannya - adalah kegiatan menyepi untuk
sementara waktu dari kesibukan duniawi: khalwat atau dalam bahasa
Parsi, cilia. lstilah cilia (artinya: empat puluh) menunjukkan bahwa
semula kegiatan menyepi dan melatih diri dengan bertapa itu dilaksana·
kan selama empat puluh hari. Di Indonesia, istilah sulu~ (yang secara
harfiah berarti "menempuh jala:n spiritual") leb:ih lazim digunakan, dan
lamanya tidak sampai empat puluh hari, biasanya sepuluh atau dua
puluh hari. Selama melakukan khalwat, seseorang makan dan minum
sedikit sekali, hampir seluruh waktunya dipakai untuk berzikir dan
meditasi dan ia pun tidak diperbolehkan berbicara kecuali dengan
syaikhnya atau dengan mitranya yang juga melakukan meditasi, dan itu
pun terbatas pada soal-soal keruhanian saja. Di kala:ngan Naqsyabandi·
yah di Indonesia, selama suluk itulah seseorang diajarkan dzikir lath.a 'if.
Mereka yang belum melakukan suluk umumnya tidak diperkenankan
menjala:nkan zikir ini.
Kebanyakan syaikh Naqsyabandiyah K.halidiyah mempunyai ruang
khusus tempat para muridnya dapat menjalankan suluk tanpa terganggu
{dalam Bahasa Indonesia rumah suluk, dalam bahasa Parsi khalwatkha·
nah ). Pengaruh dan wibawa seorang syaikh seringkali diukur dengan
besar kecilnya rumah suluk yang dimilikinya dan jumlah murid yang
ber-khalwat di sana. Tetapi, seseotang dapat pula menjalankan khalwat
di tempat-tempat lain seperti di gua-gua (biasanya terletak di lereng
gunung) dan di makam·makam para waliyullah. Untuk Indonesia, hanya
di Sumateralah suluk agak meluas dilakukan orang. Di bagian-bagian
tertentu wilayah Aceh Barat dan Sumatera Utara, sudah hampir
merupakan kebiasaan umum bagi orang-orang betusia lanjut dan para
wanita untuk tinggal selama beberapa hari atau beberapa minggu di
rumah suluk seorang syaikh setelah panen. Di Jawa, hanyalah di Soka·
raja {Kabupaten Banyumas) saya lihat agak banyak orang yang ikut
serta menjala:nkan suluk. •
BAB VI
TAR.EK.AT Q.ADIR.IYAH WA NAQ.SYABANDIY AH
DJ MAK.KAH DAN DJ JNOONESJA
Ahmad Khatib Sambas dan Tarekat Q.adiriyah wa Naqsyabandiyah
Paling tidak mulai dari Baqi Bi'llah dan seterusnya, para syaikh
Naqsyabandiyah dengan keras telah memperingatkan para pengikutnya
agar tidak mengikuti tarekat lain yang digabungkan dengan tarekat
mereka. Meskipun dernikian, banyak juga yang melakukan penggabungan semacam itu. Kita dapatkan Syaikh Yusuf Makassar, yang memasuk·
kan unsur·unsur dari Naqsyabandiyah yang telah dipilihnya ke dalam
versi Khalwatiyah-nya; kita temukan bahwa suatu gabungan tarekat
Naqsyabandiyah dengan tarekat Syattariyah pernah populer untuk
sekian lama di Jawa pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas.
Gabungan tarekat Qadiriyah dengan Naqsyabandiyah pun telah diamalkan oleh beberapa syaikh termasyhur. Ibrahim Al-Kurani dan peb·
dahulu serta penerus-penerusnya mengamalkan kedua tarekat itu bersama-sama dengan tarekat Syattariyah. Dan di Kurdistan selatan, cabang Haurami dari tarekat Khalidiyah telah lebih seabad menggabungkan zikir diam Naqsyabandiyah dengan zikir keras Qadiriyah dalam satu
pertemuan yan{t' tidak terpisah. 1
Tetapi, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang terdapat di
Indonesia bukanlah hanya merupakan suatu penggabungan dari dua
tarekat yang berbeda yang diamalkan bersama-sama. Tarekat ini lebih
merupakan sebuah tarekat yang baru dan berdiri sendiri, yang di dalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga Naqsyabandiyah telah
dipadukan menjadi sesuatu yang baru. Dari segi ini, ia menyerupai
tarekat gabungan yang ada sebelumnya semacam tarekat KhalwatiyahYusuf (dalam tarekat ini Yusuf menggabungkan unsur-unsur Syattariyah dan Naqsyabandiyah dengan unsur-unsur dari Khalwatiyah) atau
Sammaniyah (penggabungan tarekat Khalwatiyah dengan Qadiriyah,
Naqsyabandiyah dan Syadzlliyah oleh Muhammad ibn 'Abd Al-Karim
Al-Samman). Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah mungkin sekali
didirikan oleh tokoh asal Indonesia, Ahmad Khatib ibn 'Abd Al-Ghaffar
I. Mengenai caba.ng Khalidiyah ini, libat van Bruinessen 1978, 305-7, 319-24, 348-9. Syaikh
'Osman, yang berolang kali disebutkan di situ, adalah ryaikh terkemuka cabang ini pada
masa seka:rang; Muhammad Amin Al·K.urdi (pengarlU!I TatiWir Al~b) adalah khalifah
darl syiiikh yang terdahulu. Syaikh yang penama dari eabang ini, khalifah darl Maulana
Khalid, 'Utsman SinQ AH>in, telah taling bertukar ~ dengan syaikh Qaditiyah 1e·
tempat, Kalt Ahmad.
89
90 Tarekat Naqsyaba:ndiyah di Indonesia
Sambas, yang bermukim dan mengajar di Makkah pada pertengahan
abad kesembilan belas.
Ahmad Khatib sendiri tida.k menulis sebuah kita.b pun, teta.pi dua
dari murid-muridnya dengan setia. merekam ajaran-ajarannya dalam
risalah pendek berbaha.sa. Melayu, yang dengan gamblang menjelaska.n
teknik-teknik dari tarekat ini. Salah satunya, Fath Al-'Arifin dianggap
oleh semua khalifah di masa. itu sebagai ka.rya yang paling dapat dipertanggungjawabkan mengenai tarekat. 2 Kedua karya tersebut mengurai·
ka.n tentang baiat, zikir, dan teknik·teknik serta peribadatan lain, baik
dari tarekat Qadiriyah maupun dari tarekat Naqsyabandiyah; risalah itu
dia.khiri dengan silsilah Ahmad Khatib.
Fath Al-'Arifin memberikan perhatian yang sama kepada unsurunsur Qadiriyah dan Naqsyabandiyah, tetapi dalam pengamalannya
yang sebenarnya di Indonesia., unsur-unsur Qadiriyah tampa.knya lebih
dominan. Dominasi yang serupa tampa.k pula dalam silsilah, yang sama
sekali tida.k memuat nama-nama tokoh Naqsyabandiyah yang sudah
dikenal. Turun sampai kepada •Ahd Al-Qadir dan putranya, 'Abd Al' Aziz, merupa.kan silsilah Qadiriyah yang biasa; nama-nama berikutnya
menurut dugaan Qadiriyah juga, tetapi kita tida.k dapat mengenali dari
cabang-cabang tarekat yang mana. Nama·nama diberikan dalam bentuk
yang sesingkat mungkin, sehingga kita bahkan tida.k punya petunjuk ke
wilayah mana secara geografis cabang tarekat ini termasuk. Silsilah tersebut dimulai dengan Allah dan melalui malaikat Jibril sampai kepada
Nabi Muhammad. Lalu seterusnya:
Muhammad
'Ali ibn Abi Thalib
Husain ibn 'Ali
Zain Al-' Abidin
Muhammad Al-Baqir
Ja'far Al-Shadiq
Musa Al-Kazhim
Abut-Hasan 'Ali ibn Musa Al-Ridha
Ma'ruf Al-Karkhi
Sari Al-Saqati
Abul-Qasim Junaid Al-Baghdadi
Abu Bakr Al-Syibli
'Abd Al-Wahid Al-Tamimi
2. Fa.th Al·'Arifm dituliskan oleh Muhammad hma'il ibn 'Abd Al-Rahim Al-Bali (seora.ng
Bali Muslim). Tmfapat ba.nyak na.skab da.n edisi-edlsi cetakan;edisi ceta.kan yang perta.ma.
yang saya ketahui dibikin di Makkab pad& tahun 1528/1905-6; kitab ini dicetak u1ang
beberapa ka1i. Diter,iemahkan kc da.lam ba.hasa 111118ris oleh Shellabear (19SS). R.isaJah lain
cuma disebut Tariqa yang dibangmkan ltepada (lpdfri1ah dan Naqs:yabandiyah; pengarang·
nya ada.lah Muhammad Ma'mf ibn Al.Syalkh 'Abdallah Khatib Palemba.ng. Satu·aatunya
kopi yang saya liba.t tcnimpan di Museum Naliona.ljakarta (ML 149).
Bab YL Ttrrekat Qpdiriyah tua Naqsyabandiyah
91
'Abd Al-Faraj Al·Tartusi
Abu Hasan 'Ali Ha.kkari
Abu Sa'id Ma.khzumi
'Abd Al-Qadir Al·Jailani
'Abd Al· 'Aziz
Muhammad Al·Hatta.k
Syams Al-Din
Syarif Al-Din
Nur Al-Din
WaliAl·Din
Husam Al-Din
Yahya
Abu Bakr
'Abd Al-Rahim
'Utsman
'Abd Al-Fattah
Muhammad Murad
Syams Al-Din
Ahmad Khatib Al-Sambasi
Syams Al-Din, mursyid-nya di tarekat Qadiriyah, adalah satu-sa.tunya guru yang disebut oleh Ahmad Khatib. Teta.p tida.k jelas dari siapa
ia. menerima pembaiatan ketika masuk tarekat Naqsyabandiyah; apa.kah
dari Syams Al·Din juga atau dari guru lain yang adalah guru Naqsyaban'tliyah utulen"?, Oika itu memang Syams Al·Din, mestilah kita keliru
menganggap Ahmad Khatib sebagai pendiri tarekat yang ada sekarang).
Jika ia mempunyai seorang guru Naqsyabandiyah khusus, ia termasuk
garis keguruan yang mana: apa.kah ia wa.kil paling belakang dari garis
Taj Al·Din Zakariya' atau Ibrahim Al-Kurani, ata.u seseorang dari
tarekat Mujaddidiyah yang pemah berjaya itu? Pelajaran mengenai zikir
Naqsyabandiyah, dan khususnya tentang muraqabah begitu eksplisit
dan rinci. Memang, Ahmad Khatib memaparkan berbagai mur11.q11.bah
lebih jelas daripada yang saya lihat pada risalah Khalidiyah dari masa
yang sama.
Murid-murid dan Khalifah Ahmad Khatib
Sangat sedikit yang kita. ketahui mengenai latar belakang dan
kehidupan Ahmad Khatib, terlepas dari fa.kta bahwa ia. berasal dari
Sambas di Kalimantan Ba.rat dan tinggal lama di Makkah, dan bahwa ia.
a.khirnya wafat di sana, sangat boleh jadi pada tahun 1878. 3 la konon
adalah murid kesayangan gurunya Syams Al-Din, dan telah dipilih menjadi penggantinya. Dapat dipastikan ia mempunyai banya.k murid di
S. Sedikit catatan biografls yang menarik da.lam Abdullah 1980, hall 77·182;sebuah dnjau·
an singkat dala.m Snouck Hurgronje 1889, ha.I. SM (terj. Inaris: 19Sl, ha.I. 262).
92 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
antara orang-orang Indonesia yang berkunjung ke Makkah dari segenap
penjuru Nusantara: dari Malaya, Sumatera, jawa, Bali dan Lombok. Ia
pun banyak mengangkat khalifah, tetapi setelah ia wafat, hanya seorang
dari mereka ini yang diakui sebagai pemimpin utama dari tarekat tersebut. Dia adalah Syaikh 'Abd Al-Karim dari Banten, yang hampir
sepanjang hidupnya telah bermukim di Makkah. 4 Dua khalifah lain
yang berpengaruh adalah Syaikh Tolhah di Cirebon dan Kiai Ahmad
Hasbullah ibn Muhammad (orang Madura yang juga menetap di
Makkah). Semua cabang-cabang Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang
tergolong penting di masa kini mempunyai hubungan keguruan dengan
seorang atau beberapa orang dari ketiga khalifah ini. Di sa.mping
mereka, ada lagi beberapa khalifah yang kurang begitu penting: Muhammad Isma'il ibn 'Abd Al-Rahim, dari Bali, yang juga mengajar di
Makkah;5 Syaikh Yasin dari Kedah (Malaya), yang belakangan menetap
di Mempawah, Kalimantan Barat, dan menyebarkan tarekat ini di
sana.6 Orang lain yang banyak sumbangannya dalam penyebaran
tarekat ini di Lampung adalah syaikh haji Ahmad Lampung;" dan jika
Muhammad Ma'ruf ibn 'Abdallah Khatib dari Palembang, pengarang
ringkasan yang lain dari ajaran-ajaran Ahmad Khatib (lihat catatan kaki
2), bukan seorang khalifah, pastilah ia pun seorang murid yang sangat
dekat.
Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dan Pemberontakan Rakyat
Di bawah pengaruh 'Abd Al-Karim, tarekat ini menjadi luar biasa
populemya di Banten, khususnya di antara penduduk miskin di desadesa. lni mendorong tarekat untuk berperan sebagai jaringan komunikasi dan koordinasi ketika apa yang dikatakan sebagai pemberontakan
petani paling besar meletus di Banten barat laut pada tahun 1888
(Kartodirdjo 1966). 'Abd Al-Karim sendiri, yang telah tinggal di
Makkah sejak 1876, tidak ada sangkutan apa-apa dengan pemberontakan ini, tetapi salah seorang di antara murid-muridnya yang berwatak
keras, Haji Marjuki [Marzuqi], yang telah diangkatnya sebagai khalifah,
dicurigai oleh Belanda sebagai salah seorang penghasut di balik pemberontakan tersebut.
4. Ulasan biografis dalam Snouck Hurgronje 1889, 368, 372-8 (tcrj. Inggris: 276, 280-1);
Kartodlrdjo 1966, 163-5.
5. Sebuah risalah pendek, disita oleh Belanda di Lampung, milik sese:orang yang telah menerima tarekat ini dari Muhammad Isma'il di Makkah (Snouck Hurgronje, Adviezen Ill,
18634 ), lsma'il dikabarkan berasal dari "Bali Ampenan", yang bukan berarti Pulau
Lombok (seperti diduga Snouck) tetapi Bali; dalam pemakaian se:hari·hari di Makkah,
kalau dise:but kata "Ampenan" (nama kota utama di Lombok) maka maksudnya mengacu
kepada kedua pulau tadi. Oleh karena itu, sangat boleh jadi ia adalah seorang Bali yang
MUilim (kl:o!terangan dart Tuan Guru Mustafa Faisal, Ampenan, 14-4-1988). Khalifah inilah
yang menulis Fath Al·'Arifin.
6. H. Wan Shaghir Muhd. Abdullah, percakapan pribadi.
7. Snouck Hurponje, Adviezim III, 1874.
Bab VI. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
93
Di tempat lain pun di Indonesia, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah rupanya telah menemukan (dan mungkin juga sengaja mencari}
penganutnya di antara kelas rakyat jelata
berbeda dengan tarekat
Naqsyabandiyah, yang cenderung mula-mula mencari pengikut di antara
kaum elit (ningrat/menak). Dan inilah sebabnya barangkali kenapa
tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, dan bukannya tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah atau tarekat Mazhariyah, yang ikut terlibat dalam
s'atu-dua pemberontakan. Kiai Kasan Tafsir dari Krapyak, yang telah
disebut pada Bab I dalam hubungannya dengan Peristiwa Sukoharjo,
adalah seorang khalifah dari 'Abd Al-Karim Ba:nten. Dan Guru Bangkol
dari Lombok, penghasut utama di balik pemberontakan anti-Bali, telah
dibaiat masuk tarekat yang sama oleh kakaknya 'Abd Al-Rahman dan
sepupunya Thayib, yang keduanya telah belajar tarekat di Makkah.8
Timbulnya Cabang-cabang Tarekat yang Mandiri di PeJbagai Daerah
Syaikh 'Abd Al-Karim Banten merupakan syaikh terakhir yang
secara nyata masih menyatukan pucuk pimpinan seluruh tarekat ini.
Paling tidak pengarahannya masih dipatuhi oleh sesama khalifah Syaikh
Ahmad Khatib.\! Na.mun setelah ia wafat, tarekat ini terpecah menjadi
cabang-cabang yang satu dengan lainnya tidak lagi sating bergantung.
Di Banten, khalifah Syaikh 'Abd Al-Karim yang utama tampaknya
adalah Kiai Asnawi Caringin (w. 1937). Dalam konteks pemberontakan
1888 memang disebut beberapa nama lainnya, seperti Kiai Arsyad
Thowil, Kiai Arsyad Qadir dan Syekh Marzuqi, namun tidak jelas apakah mereka betul-betul khalifah atau hanya badal saja, yang boleh
memimpin zikir tetapi tidak boleh membaiat murid baru. Dan setelah
pemberontakan, mereka dibuang ke Indonesia bagian timur oleh pemerintah Hindia Belanda. Kiai Asnawi Iebih muda daripada kiai-kiai yang
disebutkan tadi . .Ia pulang dari Makkah menjelang penghujung abad ke19 dan kelak dalam dasawarsa-dasawarsa berikutnya menjadi ulama
yang paling berpengaruh di Banten. Dalam batas tertentu, kharismanya
yang besar telah dimanfaatkan oleh para perancang pemberontakan
0
komunis 0 di Banten pada tahun 1926. 10
8. Wawancara dengan Tuan Guru Haji Faishal, Praya, Lombok, 11 April 1988. Dalam kasus
ini, pengamatan bahwa tarekat Qadlriyah wa Naq1yabandiyah pada umumnya berkembang
di kalangan bawah tidak berlaku: Guru Bangkol termasuk keluarp bangsawan, dan banyak
0111.ng-orang bangsawan yang masuk tarekat.
9. Barangkali ini pun tidak sel.uruhnya benar. Konsul Belanda di jiddah melaporkan pada
tahun 1888 bahwa se:mua penganut tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah menerima keberkuasaannya, "kecuall orang-orang Madura. yang mempunya{ sya1"khnya smdiri yakni
seon:mg Madura A.bdoelnloeti ('A.bd A.Mfv'thi), juga tinggal di Malt.ltah ". (ARA, Depar·
temcn LuaT Nc:geri, File Djeddah 1873·1950, no. 69, alinansumt bertanggal. 26-11-1888).
'Abd Al·Mu'thi mestilah seorang kbalifah dari Kiai Ahmad Hasbullah; tetapi saya tidak
pemah melibat atau mcndenpr namanya pada sumber lain.
10. Mengenai pemberontakan ini, lihat Williams 1990. SaJah 111::orang pemimpin utama dari
pembei;ontakan ini, Ahmad Khatib, adalah menantu Kiai Asnawi; la tidak banya membawa
serta putra Kiai Asnawi, Emed, memberontak, tetapi banyak pengikut·pengikut sang kiai
juga.
94 Tarelr.at Naqsyabandiyah di Indonesia
Salah satu putra Kiai Asnawi, K.H. Kozhim (lahir th. 1912) masih
hidup dan mengajar tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Menes
(dekat Labuan). Menurut pengakuan Kiai Kozhim, ayahnya hanya
mempunyai satu orang khalifah dengan ijazah penuh, yaitu Kiai Ahmad
Suhari di Cibeber Cilegon. Kiai Kozhim sendiri tidak pemah diberi
ijazah oleh ayahnya; ia belakangan dilantik sebagai khalifah oleh Kiai
Ahmad Suhari. Pada saat kini, Kiai Kozhim adalah guru tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang paling berpengaruh di Banten. 11
Tiga murid Kiai Asnawi lainnya juga pemah menjadi guru tarekat
yang berpengaruh (walaupun menurut Kiai Kozhim mereka baru mendapat ijazah ula, atau dengan kata lain belum kbalilah sepenuhnya)
adalah Kiai 'Abd Al-Lathif ibn 'Ali di Cibeber Cilegon, Kiai Falak di
Bogor dan Kiai Abdul Halim. Mengenai yang terakhir saya tidak sempat
mendapat informasi lebih lanjut; mungkin dialah Kiai Abdul Halim
yang pada zaman revolusi menjabat dua tahun (1945-1947) sehagai
bupati Pandeglang (Williams 1990, 307). Kiai Falak - nama lengkapnya adalah Kiai Haji Tubagus Muhammad Falak - berasal dari daerah
Pandeglang dan telah menetap beberapa tahun di Makkah. Sekembali
dari Tanah Sud ia mendirikan pesantren di Pagentongan, Bogor. 12 Pada
dasawarsa 1960-an dan awal 1970-an, pesantren Al-Falak merupakan
salah satu pusat tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah terbesar di pulau
Jawa, namun sejak Kiai Falak wafat, di sini tarekat lambat laun
mengalami kepunahan.
Kiai 'Abd Al-Lathif semasa hidupnya mempunyai pengaruh luas
di seluruh Ban ten. Kiai Ahmad Khatib, yang telah memainkan peranan
penting dalam pemberontakan tahun 1926, dan pada zaman revolusi
menjadi gubemur Ban.ten pertama dari pihak Republik, konon adalah
salah seorang badal atau khalifah Kiai 'Abd Al-Lathif.13 Khalifah atau
badal 'Abd Al-Lathif lainnya adalah Kiai Khalil Waniis di Menes dan
Kiai Ahmad Jazuli di Karangmalang (Brebes, Jawa Tengah), sedangkan
khalifahnya yang kemudian menjadi paling masyhur adalah Kiai
Muslikh dari Mranggen di Jawa Tengah (lihat di bawah ini). Setelah Kiai
'Abd Al-Lathif wafat ia digantikan oleh putranya, Kiai Muhaimi di
Cibeber. la membina tarekatnya di daerah seditarnya saja; badal-badal
yang dilantiknya semua di daerah Serang, Cilegon dan Ciruas. Ia
meninggal dunia sekitar tahun 1990 dan digantikan oleh putranya yang
bemama Syafik.
Wakil tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang paling dikenal
hingga belum begitu lama berselang di Ban.ten adal.ah Ki Amin dari
II. Kiai Kozhim diwawancarai di Menes, 25Januari 1993.
12. Kctcrangan yang tclah saya pcrolch tcntang riwayat hidup Kiai Falak saling hcrtcntangan.
Mcnurut hchcrapa sumhcr, ia telah bcrguru langsung kcpada Syaikh 'Abd Al-Karim (misalnya, l'rasodjo dkk. 1974, l 5·16), tctapi mcnurut para infonnan saya di Bantcn ia mcmang
mcncrima tarckat dari Kiai Amawi.
13. Dcmikian cucu Kiai 'Abd Al·Lathif, Kiai Syafik (diwawancarai 24Januari 1993).
Bab VI. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
95
Cibuntu, dekat Pandeglang (wafat menjelang akhir tahun 1988). Ia
sangat masyhur karena kemampuannya menyembuhkan penyakit dan
melakukan berbagai pekerjaan lain dengan memakai kekuatan gaib, dan
rarnai dikunjungi orang baik dari daerah sekitarnya maupun dari
tempat-tempat yang jauh untuk memohon pertolongannya. Ia adalah
kemenakan dari Kiai Asnawi, dan belajar dasar-dasar tarekat mula-mula
sekali dari pamannya, tetapi ia menganggap gurunya yang sebenarnya
adalah ,.mpat orang syaikh yang lain. Ia mengaku telah belajar pada
keempat syaikh tersebut di Makkah dan Baghdad. If
Di daerah Cirebon, tatekat dikembangkan oleh Kiai Tolhah, yang
masih khalifah langsung dari Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Selama
Syaikh 'Abd Al-Karim masih hidup, Kiai Tolhab mengakuinya sebagai
pucuk pimpinan tatekat, tetapi kemudian cabang tarekat yang berasal
dari Kiai Tolhah berkembang tidak 1agi tergantung kepada daerah lain.
Khalifah dari Kiai Tolhah Cirebon yang paling pe:nting adalah 'Abdallah Mubarak, belakangan dikenal sebagai Abah Sepuh. 'Abdallah
melakukan baiat ulang dengan 'Abd Al-Karim Banten di Makkah, dan
pada tahun 1905 mendirikan Pesantren Suryalaya di Pagerageung, dekat
Tasikmalaya Oawa Barat). Di bawah pimpinan putranya dan penerusnya, Abah Anom (atau, lebih gagah, K.H.A. Shohibulwafa Tadjtil
Arif'm), pesantren ini meitjadi terkenal secara nasional karena pengobatan yang dilakukan Abah Anom terhadap para korban narkotik, penderita gangguan kejiwaan dan macam-macam penyakit lainnya dengan
mengamalkan zikir tarekatnya. Abah Anom ban.yak mendapatkan
patronase dari para pejabat tinggi dan dari Golkar yang telah dimasukinya hampir sejak permulaan berdirinya organisasi tersebut. K:halifahnya
ada di seluruh Jawa, di Singapura, Sumatera Timur, Kalimantan Barat,
dan Lombok.
Pada awal abad kedua ptiluh di daerah Cirebon terdapat cabang
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang lain di $amping cabang yang dipimpin oleh Kiai Tolhah. Pijper, yang menulis pada tahun 1934,
menyebut Kiai Muhammad Isma'il dari Kratjak (Kracak), Desa Cipeu.jeuh, Sindanglaut, yang berpengaruh dan telah memperkenalkan tarekat
ini di sana dua puluh lima tahun sebelumnya. Muhammad lsma'il telah
berbaiat masuk tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah sewaktu ia bermukim di Makkah selama sepuluh tahun, diikuti selama ia bermukim
14. Mcrcka ini adalah Syaikh 'Umar Hamdan dan Syaikh 'Ali Nahari - keduanya dari Makkah
- dan Syaikh 'Abd Al·Karim Al·Baghdadi dan Syafkb Al-Ba.qi Al·Baghdadi dari ibukota
lrak (wawancara dcngan Ki Amin, +7·1984; ayaikh-syaikh yang ama dilcbut dalam ijazah
yang dtDcrikan Ki A min kcpada miap orang yang bermalamJumat di Cibuntu dan menghadiri tawajjuh kccsokan paginya. 'Umar Hamdan Al-Mahrisi Al-Mamd adalah teotang
guru yang masyhur di Makkah, yang mcmpunyai murid beberapa ulama Indonesia tet·
kcmuka pada tahun 1930'6D. Nama·nama kctiga syaikh yang lain tidak aya tcmui pada
sumbcr-sumbcr lalnnya.
96 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
lagi di Baghdad. 15 Dalalll tahun-tahun tigapuluhan, murid-murid yang
belajar kepadanya tidak sedikit, berdatangan dari Banten, Priangan,
Brebes, Tegal, Pekalongan, Purwakarta, dan bahkan ada juga yang dari
Madura. Tiga kali setahun ia mengadakan pertemuan besar di pesantrennya. Pertemuan yang dihadiri ribuan orang itu diisi dengan acara zikir
bersama dan para tamu dijamu makan-minum. Kiai ini tidak hanya di·
litunjungi oleh mereka yang bermaksud belajar tarekat, tetapi juga, dan
barangkali yang terutama, oleh mereka yang memohon kesembuhan
dari penyakit yang diidapnya serta mereka yang ingin dapat kelancaran
dalam usahanya. 16
Pusat penting lainnya adalah Pesantren Futuhiyyah di Mranggen,
Semarang. Guru yang utama di sana adalah Kiai Muslikh (yang wafat
baru-baru ini). la telah menulis beberapa risalah yang temyata dibaca
secara luas, dan ia pun dihormati oleh syaikh·syaikh tarekat lainnya di
Jawa, bahkan oleh mereka yang bukan muridnya. Kiai Muslikh mempunyai garis keguruan ganda dengan tarekat Qadiriyah wa Naqsyahandi·
yah; dalam tulisan-tulisannya sendiri,1' ia lebih mengutamakan garis·
nya yang· ke Banten. dari 'Abd Al-Karim melalui Kiai Asnawi Banten
dan Kiai 'Abd Al·Lathif Al·Banteni. Tetapi, ia juga menyebut seorang
guru dari daerahnya sendiri, Mbah Abdurrahman dari Menur (sebelah
timur Mranggen), yang memperoleh ijazah dari Ibrahim Al-Barumbuni
(dari Brombong, di daerah yang Sallla), yang juga merupakan seorang
khalifah 'Abd Al-Karim. Kiai Muslih wafat pada tahun 1981, dan
digantikan oleh putra-puttanya, Hakim dan Hanif, keduanya 4ari
pesantren yang Gma.18
Hingga penghujung tahun 1970-an, Pesantren Darul Ulum di
Rejoso Oombang) merupakan pusat tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandi·
yah yang paling berwibawa di Jawa Timur (dengan pengaruh luas di
Pulau Madura). Pendiri pesantren ini adalah Kiai Tamin asa1 Madura,
dan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dipetkenalkan di sini oleh
menantu laki-lakinya, Khalil (orang Madura juga), yang telah memper·
oleh ijazah dari Ahmad Hasbullah di Makkah. Khalil memberikan jubah
kepemimpinannya kepada putra K.iai Tamim, R.omly, yang pada giliran·
nya digantikan oleh putranya Musta'in Romly. Kiai Musta'in telah
cukup lama sedemikian berpengaruh, tetapi kemudian pengaruhnya
15. Karena adanya makam Syaikh Abd Al-Qadir Al-;Jailani. Baghdad mmjadl puat utama
Qadiriyah. Beberapa khalifah Qadiriyah - Naqryabandiyah Indonesia tinggal beberapa
lama di Baghdad dan belajar kepada .eorang mursyid di sana. Yang dipelajari hanya)ah
tankat Qiidiriyah lllja, tidak dalam pbunpnnya deupn Naqsyabandiyah.
16. Pijper 1934, 118-9. Palla tahun 1930 Kiai Mtlbammad lsina'il telah menyelengpra.kan
pesta dalam rangka sunatan dan perkawinan anak-anaknya, yang dlhadiri oleh 7.000 orang
(ibid., 99).
1'7. Millalnya, dalam 'Umdat A.l·Salik fi Khair A.l·Mamlik, 141 ·9.
18. Sebuah ·biografi Kiai Mllilikh, ditulia oleh muridnya Nasucba Macbalie, muncul dalam
BuUetin PIP Futuhiyyall, diterbitkan oleh pesantrennya · (15
terbitan perdana MilMI
Oktober 1985).
.
Bab VI. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
97
memudar karena keterlibatannya da1am suatu pertikaian politik. Se·
bagian besar murid-muridnya mengalihkan baiat mereka kepada syaikhsyaikh lain di daerah yang sama. Konflik tersebut akan dibahas dalam
bab yang lain kemudian. 1'
Tarekat cabang "Madura" ini pun mempunyai anak cabang di
Pulau Bawean, lepas pantai utaraJawa, yang pada tahun 1960-an empat
buah desa, di bawah pinipinan seorang kiai, menganut tarekat Qadiriyah
wa Naqsyabandiyah. Sebaliknya, kiai-kiai lain di pulau tersebut, dengan
keras menentang tarekat ini. Kiai tarekat itu adalah seorang khalifah
dari 0 Kiai U" di Surabaya (Vredenbregt 1968: 44). Yang dimaksud
pastilah K.iai Usman Al-Ishaqi, khalifah utama Kiai Romly.
Ritual ~diriyah wa Naqsyabandiyah
Walaupun syaikh-syaikh tarekat ini mengaku mengamalkan kedua
macam ritual, baik Naqsyabandiyah maupun Qadiriyah, tetapi ritual
Qadiriyah jelas dominan. Zikir berjamaah yang biasanya dilakukan
ba'da shalat subuh atau ba'da shalat maghrib, adalah zikir keras Qadiriyah, juga sama ketika membaca lu~limah tawhid, sebanyak sekian kali
(biasanya 165 kali). Mereka tetap.dalam posisi duduk, tetapi pembacaan disertai dengan gerak kepala {dengan sentakan) ke arah kiri dan
kanan bahu seraya mengucapkan "la" ketika ke kiri dan "ilia" ketika ke
kanan. Mula-mula beberapa kali pengucapannya disengaja lambat dan
mengalun, tetapi perlahan-lahan iramanya kian cepat, menjadi lebih
menghentak·hentak, sampai kalimah-kalimah yang mereka ucapkan
sulit dicerna. Akhimya berhenti tiba-tiba ketika intensitasnya sedang
berada di puncak; sebagai penutup, semacam pendinginan, kalimah
tauhid diulangi sekali atau dua kali perlahan dengan irama mengalun. 20
Zikir keras ini dapat diikuti, tetapi bukan merupakan keharusan,
dengan zikir diam Naqsyabandiyah dzikr ism al-dzat. Beberapa guru
secara teratur melakukan kedua zikir tersebut dalam satu pertemuan,
sedangkan guru-guru lain tetap menjalankan hanya zikir Qadiriyah.
Sebelum berzikir dilakukan rabithah lebih dulu; apabila kedua zikir,
sebuah zikir Naqsyabandiyah dan sebuah zikir Qadiriyah dilaksanakan,
setiap zikir didahului dengan rabithah. Pada dasamya, rabithah itu sebagaimana yang telah diuraikan dalam Bab V, namun pada beberapa
cabang Qadiriyah wa Naqsyabandiyah tampaknya rabithah itu telah
19. Lihat Bab XII.
20. Mempercepat dan memperlambat bacaan ini merupakan bagian penting dari zikir sebagai·
mana yang diajarkan Abah Anom dan kballfah-khalifahnya, tetapi pada cabang-cabang
tarekat ini yang lain kurang menonjol atau malahan tidak ada. Percepatan dan perlambatan
bacaan itu akan "memmtun mall\lk" walaupun tidak untuk mencapai kehilanga.n kontrol
diri (seperti pada beberapa tarekat yang lebih "ekuatik"). Pada banyak cahang Jain, zikir
itu' diucapkan setengah kcmu lllja, dengan tempo sedang. Yang jelas, zlkir lni tidalt
dimaksudkan untuk menyembuhkan penyakit tetapi betul·betul banya sebagai bentuk
ibadah.
98
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
dikurang-kurangi sehingga hanya berupa mengingat sang syaikh selama
beberapa detik dan mengucapkan terima kasih kepadanya dalam hati,
sedangkan cabang lain ada yang masih membayangkan sosok sang
syaikh secara lengkap. 21
Frekuensi pelaksanaan zikir tersebut juga beragam: pada beberapa
pesantren dilaksanakan dua kali sehari, di tempat lain hanya sekali
seminggu. Di samping zikir bersama yang dilaksanakan harian atau
mingguan ini, ada berbagai acara lain di mana para pengikut tarekat ini
berkumpul bersama.
Acara yang paling penting adalah manaqiban bulanan dan tahunan,
yaitu peringatan mengenang wafatnya Syaikh 'Abd Al-Qadir Jilani.
Konon, waliyullab ini wafat pada tanggal 11 Rabi' Al-Tsani: hari ini
merupakan puncak perayaan, tetapi masih ada perayaan pada tanggal
11 tiap-tiap bulan yang lain. Sang mursyid dikunjungi oleh muridmuridnya, termasuk banyak dari mereka yang tinggal di tempat terlalu
jauh untuk dapat hadir dalam zikir mingguan. 29 Dalam acara sebelasan
ini, ada zikir berjamaah diikuti dengan bacaan Manaqib 'Abd Al-Qadir,
cerita klasik mengenai kehidupan dan keajaiban perilaku sang waliyullah. 23 Dalam tarekat Qadiriyah. wa Naqsyabandiyah, tidak ada
perayaan serupa untuk Baba' Al-Din Naqsyband, yang lagi-lagi me24
nunjukkan bahwa unsur Qadiriyah lebih dominan dalam tarekat ini.
Perlu digarisbawahi, amalan membaca Manaqib 'Abd Al-Qadir, tidaklah
terbatas pada pengikut tarekat ini. Syaikh •Abd Al-Qadir adalah waliyullah yang paling populer di Indonesia, penghormatan kepadanya jauh
lebih meluas daripada tarekat yang ada kaitan dengan namanya.•
21. Demikianlah, di antaranya, para informan di pesantrcnnya Kiai Musta'in Romly di Rejoso,
Jombang. Tetapi mungkin Baja mereka telah memberikan informasi yang tidak benar, demi
mengbindari bertambahnya kritik kaum ortodok terhadap rabithah.
22. Di Bawean, mereka yang sanggup lazim pergi beramai·ramai kc Surabaya dan mengunjungi
Syaikh Usman pada tangpl 11 bul.an (Vredenbregt 1968, 45-6).
23. Sejurolah manaqib yang berbeda tentang 'Abd Al-Qadir dipakai di Indonesia. Biasanya di·
baca. da1am hahasa Arab, tetapi berhagai terjemahannya sudah ada. Lihat Drewes dan Poerbatjaraka 1938; van Bruine&sen 1987, hal. 49-50.
24. Sejak belum lama berselang, ternyata pembacaan manaqib Balla' Al-Din pun sudah dilakukan orang, dimulai olch sebuah cabang Naqsyabandiyah Khalidiyah di Jawa yang ruparupanya meniru praktik pemhacaan maflllqib 'Abd Al-Qadir yang telah begitu meluas.
Manaqib ini, da1am bahasa Arab dan Jawa, berjudul Misykat Al-Mubtadin fi Tarjamah
Manaqib Baha' Al-Din, dan ditulis pada ta.bun 1968 olch Kiai Maisur Juhi Al·Patta 'i (dari
l'!ati). Saya temukan maflllqib ini dibacakan setiap minggU di maiOid·ma.i!iid di daerah
Blltar, juga di antara orang·orang yang tidak mengikuti tarekat Naqsyabandiyah.
BAB VII
AWAL MASUKNY A TAllEKAT KHALIDIY AH DI NUSANTARA
Syaikh lsma'il dari Simabur (Isma'il Al·Minangkabawi)
Dengan kembalinya Syaikh Isma'il Minangkabawi dari Makkah
pada permulaan tahun 1850·an, tarekat Naqsyabandiyah untuk pertama
kalinya menjadi kekuatan sosial keagamaan di Nusantara. Isma'il berasal dari Simabur di Sumatera Barat, dan telah menjalani hampir
seluruh paruh pertama abad kesembilan belas untuk belajar dan
mengajar di Makka)t. Ia tidak hanya mendalami tasawuf tetapi juga
segala bidang ilmu-ilmu keislaman. Karyanya yang paling terkenal,
Kifayat Al·Ghulam (dalam bahasa Melayu). yang masih terus secara
teratur dicetak ulang, merupakan kita1:i pelajaran sederhana mengenai
pokok-pokok dasar akidah dan kewajiban-kewajiban menurut fiqih. 1
Ia memperoleh nama baik di antara para mukminin Indonesia di
Makkah berkat keterpelajarannya. Di masa tinggalnya Snouck Hurgronje di Makkah (1884-5), ia masih dikenang orang di sana sebagai
seorang tokoh pembangkang, "agak terpelajar dan sangat fanatik"
(Snouck Hurgronje 1889, 355 ). Tidak serta merta jelas bagaimana kata
"fanatik" di sini harus ditafsirkan, tetapi agaknya untuk mengacu
kepada kekukuhan berpegang pada syari'at dan sikap anti-Kristen,
yakni anti-Eropa dan khususnya anti-penjajahan. Abdullah memberikan
informasi kepada kita bahwa sewaktu kemudian Isma'il tinggal di Riaulah kewajiban bagi perempuan untuk memakai cadar diperkenalkan. 2
Ini juga periode ketika penguasa Riau mati-matian berjuang untuk
mempertahankan kemerdekaannya yang akan direnggut Belanda.
Isma'il dibaiat masuk tarekat Naqsyabandiyah oleh khalifah dari
Maulana Khalid di Makkah, •Abdallah Arzinjani, dan tak lama
kemudian menjadi khalifah atas namanya sendiri - cepat sekali, jika
pengakuan Abdullah benar bahwa salah seorang murid Isma'il meninggal pada tahun 1242/1826-7. Murid ini, Husain bin Ahmad Al-Dausari
Al-Bashri, seorang Arab yang berasal dari Bashrah di Irak selatan,
menulis sebuah risalah berisi ajaran-ajaran gurunya, yang merupakan
l. Katyanya yang lain yang dicetak.,Muqara:nah, merupakan teks singkat berbahasa Melayu
tentang shalat. Keduanya maslh dipakal di daerah-daerah Nusantara yang berhahasa
Melayu. Dua risalah Naqsyabandiyah (tanpa judul?) olch lsma'il, yang rupa-rupanya tidak
pernah dicetak, diterjel'."ahkan dalam bentuk ringkasan da1am Holle 1886; 69- 76.
2. ''Pada zaman itulah perempuan Riau diwajibkan memakai tutup kepala dan cadar"
(Abdullah 1985a, 107).
99
l 00 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
salah satu sumber langsung yang langka mengenai Isma'il.3 Sedikit
sekali dari murid-muridnya yang lain meninggalkan jejak tertulis atau
bahkan dikenal namanya, tetapi mengingat kemasyhurannya, banyak
- kalau bukan kebanyakan - orang Indonesia yang mengunjungi
Makkah pastilah berguru kepadanya. Mungkin sekali dia adalah orang
yang sama dengan Isma'il Al-Barusi, yang namanya tercantum dalam
beberapa silsilah mendahului Sulaiman Al-Zuhdi (lihat Bab IV).
Sebelum mengadakan perjalanan kembali ke Asia Tenggara, dapat
dipastikan bahwa ia telah bertahun-tahun mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah-Khalidiyah di Makkah dan pada batas tertentu telah
beroleh kemasyhuran. Tiba di Singapura, pelabuhan persinggahan
pertama bagi jamaah haji yang kembali, ia diundang menjadi tamu
Temenggung Ibrahim, petinggi pribumi di sana. Itulah pertemuan langsungnya yang pertama dengan kemajuan pesat penjajahan dan surutnya
kekuatan politik Islam. Ketika Isma'il masih di Makkah, tahun 1824,
lnggris dan Belanda telah mencapai kesepakatan membagi kerajaan
Melayu-Bugis, Johor. Tanah semenanjung (daratan) dan Singapura
untuk selanjutnya berada di bawah pengaruh kekuasaan Inggris, sementara wilayah kepulauan (Kepulauan Riau) menjadi keresidenan dalam
lingkup Hindia Belanda. Riau diperintah oleh dinasti kembar, sultansultan Melayu dengan nraja-raja muda.. Bugis (Yang Dipertuan Muda).
yang merupakan pemegang kekuasaan yang sebenamya. Terutama yang
terakhir berupaya mengganti hilangnya kemerdekaan itu dengan mendukung pengetahuan dan budaya Islam dan dengan "usaha-usaha yang
sadar ... untuk menarik guru-guru jempolan di dunia Islam 0 • 4
lsma'il menjadikan Singapura sebagai basis sementaranya dan
mulai mengajarkan tarekat di sana, tetapi juga mengungkapkan keinginannya untuk mengunjungi Riau. Yang Dipertuan Muda, Raja Ali,
mengirimkan perahunya sendiri untuk membawa sang syaikh ke pulau
kecil Penyengat yang merupakan kediaman keluarga kerajaan juga. Raja
Ali sendiri bersama semua kerabatnya menjadi murid Syaikh Isma'il
dan semenjak itu mengamalkan zikir Naqsyabandiyah bersama-sama
dua kali seminggu. Adik Raja Ali, Raja Abdullah, belakangan menjadi
khalifah lsma'il di pulau tersebut. Syaikh Isma'il kembali ke Singapura
tetapi beberapa kali mengadakan kunjungan ulang ke Riau; ia menikahi
seorang putri bangsawan di sana, yang memberinya seorang putra. 5
Dari Singapura, Isma'il pun mengadakan kunjungan kerja ke arah
3. Husain b. Ahmad AH>ausari Al-Bashri, Al-Rakmat Al-Habitak fi Dzikr Ism Al-Dzat wa
Al-Rabitkak. Diselesaikan oleh muridnya, Abu Bakr Al·Bashri. Dicetak bersama.-•ma denpn sebuah terjemahan &lam bahllllll Melayu, Makbh 1!106/1889; 1825/1907. Ringb•n
iii dalam Abdullah 1988: 15&.171.
4. Vqinia Mathet0n & Barbara Watson Andaya, ''Penga.ntar" dala.m Raja Ali Haji ibn
Ahmad, The Precious Gift (Tukfat Al·Nafls) (diterjema.bbn oleh Matheson dan Andaya).
Kuala Lumpur, dll.: Oxford University Pren, 1982, haL 4.
5. Rl\ja Ali Haji, op. cit., 285-7.
Bab VII. Awal Masuknya Tardat Khalidiyah di Nusantara
101
utara, pernah perjalanannya sampai ke Kesultanan Kedah. Pengaruhnya
pun tertanam di sana; satu dari hanya dua naskah risalah yang ditulisnya, yang sebegitu jauh telah diulas, diperoleh di Pinang pada tahun
1880-an.6 Rupa-rupanya ia tidak pernah kembali ke kampung halaman·
nya di Sumatera Barat, dan lebih suka menjauh dari daerah-daerah yang
langsung berada di bawah pengawasan Belanda. Setelah beberapa tahun
ia kembali ke Makkah, di mana ia menghabiskan sisa usianya.
Selama tahun-tahun ia tinggal di Singapura, ajaran-ajarannya
bukan tidak ada yang menentang. Seorang ulama Arab Hadramaut yang
ketika itu juga tinggal di Singapura, Salim bin Samir, 7 mengkritik
Isma'il dengan keras dan menulis sebuah karangan pendek yang di
dalamnya ia mengemukakan bahwa tarekat sebagaimana yang diajarkan
Isma'il berlawanan dengan Islam yang murni. Menurut seorang pole·
mikus anti-Naqsyabandiyah yang belakangan, penentangan tersebutlah
yang merupakan (salah satu) sebab kembalinya Isma'il ke Makkal1. 8
Tetapi, keberangkatan Syaikh Isma'il bukanlah berarti berakhirnya
tarekat Naqsyabandiyah di Riau. Raja Ali sebagai Yang Dipertuan Muda
digantikan oleh adiknya Raja Abdullah yang adalah khalifah Syaikh
Isma'il. Ketika ia wafat pada tahun 1858, ia digantikan oleh Raja
Muhammad Yusuf, yang kemudian mengunjungi Makkah dan berbaiat
masuk tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah di tangan Syaikh Muhammad Shalih Al·Zawawi (yang kelak menjalani sebagian besar tahuntahun terakhir hayatnya di Riau). Abdullah dan Muhammad Yusuf
merupakan orang-orang terakhir yang memangku kedudukan Yang
Dipertuan Muda dan menjaga kemerdekaan politik dalam batas tertentu. Mereka menggabungkan kepemimpinan politik mereka dengan
kepemimpinan tarekat, dan memimpin para bangsawan dalam pertemuan-pertemuan zikir dua kali seminggu di istana. Setelah Muhammad
Yusuf wafat, jabatan tersebut dihapuskan oleh Belanda, dan Riau se-
6. Holle 1886, 67, 69·76.
7. Di Indonesia terkenal sebapi pengarang SafinahAl·Najak, sc:buah kitab tauhid dan fiqih
sederham, yang dipakai 1CC11ra lulls.
8. Sayyid 'Usman bin 'Abdallah bin 'Aqil bin Yahya mengenang kembali polemik antiNaqsyabandiyah yang pertama di NUllllntara ini daliun ka.nu'lpnnya, Arti Tkariqat dengan
Pentlek Bicaranya (Batavia., 1889), bal. 9: " ••• ada kira·klra jalan tip puluh tujuh tahun
punya lama. telab datang dari negeri. Mebh •tu orang Minangka.bau berna.ma. Haji Isma. 'ii
wnpai di Si.nga.pum telah mengajar abn omng-orang di Si.nga.pura masuk thariqat Naqsyabandiyah. Mab kebetula.n itu wa.ktu ada satu uJama besar telah datang dari t!Cgai
Hadhrama.ut berna.ma. Syekh S:alim bin Samir. Mab Syekh Salim ini telah menebd dengan
kasi i.nga.t kepa.da Hl\ii Isma'il yang tersebut bahwa pengajarannya itu telah melanggar
agama.. Beserta 1agi itu Syekh Salim bikin •tu buku buat bsi tcrang abn kelllllahannya
itu Hl\ii Isma'il punya ajaran begitu rupa. Dan itu Haji Isma.'il Ill.Ida balik kembali kc negeri
Mebh dengan bawa uwang terlalu banyak admya." Kalimat terakhir, menpmi sejumlah
besar uang yang dibawa Isma'il kc Makbh, tidak diragukan 1agi merupabn badia.h dari
murid·muridnya, bertentangan dengan kCSllD kepplan yang ingin ditampilbn pmgarang.
Mengcnai Sayyid 'Usman dm risalah anti·Naqsyabandiyahnya sendiri, lihat: Snouck Hurgron,je 1887a;von de Wall 1892.
102 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
penuhnya tergabung ke dalam Hindia-Belanda. Karena kehilangan
payung pelindungnya di atas, tarekat ini nyaris lenyap dari kepulauan
Riau.
Tarekat Khalidiyah dijawa pada 1850-an dan 1860-an
Lebih kurang bersamaan waktunya dengan kegiatan Syaikh Isma'il
di Singapura, tarekat Naqsyabandiyah (mungkin sekali cabang Khalidi·
yah) juga mulai menyebar diJawa Tengah danJawaBarat. Tetapi, data
yang penis sangat sulit diperoleh. Van den Berg menulis pada tahun
1883 bahwa penguasa Yogyakarta masih ingat bahwa ..amalan Naq·
syabandiyah yang sama telah pernah di-tabligh-kan pada tahun-tahun
1855, 1858, 1861 dan 1866, dan setiap ka1i menyebabkan keadaan
tidak heres ..."' Juga di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tarekat Naq·
syabandiyah menunjukkan kegiatannya mulai tahun 1850 dan seterus·
nya, sebagaimana dilaporkan pada tahun 1885.1° Ini bukanlah cahang
Naqsyabandiyah yang mula-mula yang didirikan oleh khalifah dari
Syaikh 'Abdallah ibn 'Abd Al-Qahhar dari Banten, tetapi Khalidiyah.
Menurut laporan, tarekat ini ada hubungan dengan Isma'il Minangkabawi.11
Tarekat Khalidiyah di Minangkabau pada 1860-an
Satu-satunya daerah di mana tarekat Naqsyabandiyah-Khalidiyah
tampaknya telah memperoleh tempat berpijak yang kokoh adalah
Sumatera Barat. Tahun yang pasti saat awal kemunculannya tidak dapat
ditentukan, tetapi kelihatannya di sini pengaruh Syaikh Isma'il khususnya begitu besar. Banyak orang Minang yang pergi ke Makkah dan pastilah di sana mereka berguru kepada orang 'alim yang berasal dari
kalangan mereka sendiri. Syaikh Naqsyabandiyah pertama di Sumatera
Barat sendiri yang namanya kita ketahui dengan pasti adalah Syaikh
Jalal Al-Din Cangking, yang naik pamomya pada tahun 1860-an, dan
kelihatannya merupakan orang yang luar biasa giat dan berhasil menarik
pengikut. Pada tahun 1869, seorang residen Belanda berdasarkan pengamatannya memperkirakan bahwa seperdelapan dari keseluruhan penduduk dataran tinggi Sumatera Barat telah menjadi pengikut Naqsya·
bandiyah. 12
9. Van den Berg 1883, 163.
10. Informasi dari para pejabat 111tcmpat, dilaporkan olch residen Bclanda ut¢Uk Priangan
kepada Gubcrnur Jcndcral. Arsip Nasional, Jakarta: Mailrapport no. 642a.
11. Raiden yang sama, dallun .pucuk suratnya bclakangaq, mcnyc:but para pcnganut Naq·
syabandiyab di Cianjur itu "pcngikut ajatan-ajatan Isma'it Minangkahau" (Algcmccn Rijks
Arcbicf, Den Haag: MGS 12-4-1886, no. 58/c). Tetapi, hli dalam konteks pcmbicaraan
mcngcnai scbuab risalah oleh Sayyid 'Usman yang mcnycrang tarekat Naqsyahandiyab dan
khusumya Syaikh Isma'il, dan residen tcrsebut bolehjadi mempcroleh nama Isma'il cuma
dari malah dan bukannya dari orat\g'"Orallg yang bersangkutan.
12. Vcrkcrk Pistorius 1869, tcrutama 450·1. Tarckat Naqsyabandiyah tampaknya belum hadir
di Minangkahau sebclum 1850 (bdk. Sduicke I 921: 263).
Bab VII. Awai Masuknya Tarekat Khalidiyah di Nusantara
103
Pada masa Syaikh Jalal Al-Din itulah persaingan Cangking dengan
Ulakan, pusat utama kaum Syattariyah, mulai menyebabkan perpec'ah·
an pada sebagian besar masyarakat Minang menjadi golongan konservatif yang memeluk "agama tnakan" dan pengikut "agama Cangking"
ya.,g lebih cenderung "memurnikan,. agama. Pertikaian antara kedua
pusat kewenangan keagamaan ini bukanlah hal yang sama sekali baru;
kita ketahui pertikaian itu telah disebutkan dalam sebuah sumber
prlbumi dari masa lebih awal. Kebanyakan kajian mengenai Sumatera
Barat menyebut pertikaian ini, dan sudah menjadi biasa pula untuk
menerima begitu saja bahwa pertikaian itu sejak awal merupakan pertikaian antara tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat Syattariyah, karena
sikap·sikap keagamaan mereka yang berbeda. 13 Saya pikir, perkiraan
semacam ini tidak beralasan; tidak ada tanda·tanda bahwa tarekat Naqsyahandiyah telah hadir di Minangkabau sebelum pertengahan abad
kesembilan belas. Tetapi, kedatangannya dapat saja telah memperkuat
persaingan yang telah ada sebelumnya. Tarekat Naqsyabandiyah,
golongan haji-haji, dalam pertarungan ini mewakili pihak pembaru, yang
menghantam amalan-amalan sinkretistik yang dihubungkan dengan
tarekat saingannya. Pihak ini segera diambil alih para pembaru yang
lebih radikal, yang mengecam amalan-amalan Naqsyabandiyah sebagai
bid'ah pula, dan mendesak tarekat Naqsyabandiyah masuk sekubu
dengan kaum "konseivatif".14
Peranan Para Haji
Antara tahun 1850-an, ketika pertama kali diperkenalkan di Indonesia, dan tahun 1880-an, ketika ia mulai menarik perhatian Belanda,
tarekat Naqsyabandiyah-Khalidiyah telah tumbuh dan berkembang
dengan pesat ke banyak daerah di Nusantara. Begitu pula dengan
tarekat Naqsyabandiyah-Mazhariyah, dan mungkin lebih kurang demikian juga dengan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Timbul pertanyaan: mengapa tarekat tumbuh begitu pesat, dan mengapa justru
selama tahun-tahun tersebut? Apakah keadaan di Indonesia yang membuat orang merasa lebih tertarik kepada tarekat dibandingkan sebelumnya, ataukah telah terjadi perubahan tertentu dalam tarekat itu sendiri
sehingga tiba-tiba menjadi lebih memikat? Mungkinkah karena tarekat
menjadi lebih anti-penjajahan (sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa
13. Dcmikian Hamka 1982b, 11-12; Dobbin 1~83, 123-4. Keduanya menafsirkan pcrsaingan
antara kelompok·kclompok ulama bcrpcngaruh pada abad kedelapan belas, disebutkan
dallun teks Faqlh Shaghir yang tcrkcnal mcngcnai Pcrang l:'adri {de Hollander 1857), dalam
rangka persaingan Naqsyabandiyab·Syattariyah, meskipun Faqlh Shaghir tidak menyebut
nama·nama tarekat ini sama 111kali, tetapi hanya Cangking dan Ulakan. . Pcrtikitian ini
paling hebat pada pcnghujung abad kcsembilan belas dan pcrmulaan abad kedua puluh
{lihat Schricke 1921, 262·5).
14. Scranpn kaum ottodoks dan pcmharu tcrhadi\P tarckat Naqsyahandiyah, dan tanggapan
pihak Naqsyabandiyab, akan dibahas dalam bah sclanjutnya.
UM T11nluil.Naqsyabtmdfyali di lndoMlia
pengarang) atauUh syaikh-syaikh tarekat ~ tahun 1880..an memang
penuh kharism&? Semua ini mungkin ICbli benar, clan temuanya punya
andil pada perkcmbangan tarckat Naqsyabandiyah di Indonesia yang
dcmikian pcsat. Tctapi, ada satu faktor lain yang jauh ,l ebih penting di
ataa segala-galanya: k.omunik.ui antara Indonesia clan Hijaz yang
mcmbaik aecara dramatis.
Syaikh-syaikh temacun Snlaiman Al-Zuhdi, Ahmad Khatib
Sambas clan 1 Abd Al-Karim Banten tidak diragukan 1agi mcrupabn
tokob-tokoh yang kuat, yuig k.harilmanya iblt mcnunjang kcpopulcran tarckatnya dan ikut mcmperkokob kaetiaan murid-muridnya.
Tctapi, mcreb tidak akan memiliki pmgarub acdcmildan baar jib
jumlah jamaab haji tidaJr. meningkat sccara drutia selama parub kcdua
abad kaembilan bclu. Pa,emmn bpal uap dan pcmbukaan TC'1UUD
Suez tclah mempermudah jamub haji: kapal-bpal yang lcbih baar
dapat menyingahi Jiddah ICkarang, dan pajalanan mcmabn waktu
kurang dari aebelumnya. Sckitar tahun 18~0, kira-k.ira dua ribu orang
Indonesia secara reani tcrdaftar naik haji ICtiap tabunnya; aekitar 1880,
konsulat Belanda di Jiddab mcmpcrbitnngkan rata-nta lebih dari mun
ribu orang naik haji per tahunnya. u Banyak dari haji-haji ini (ratu1a11
atau aetidak-tidaknya lwinan dari mcreka yang datang sctiap tabunnya), 16 sepati di mua lampau, tingp1 di 'M akbh bebc:npa ~a untuk
mcnuntut ilmu-ilmu keapmaan. Di antara ilmu yang mereka pelajari,
tarekat (khusumya mckat Naqsyabandiyab dan tarckat Qadiriyah wa
Naqayabandiyah) tcmwuk piliban yang bend& di pcringkat ataa.
Barangkali untuk llCb.gian. lepCl'ti dikomc'lltari olch SnO\lck Hurgronjc
denpn nada «mooh, karma banyak yang lcbih sub membaca wirid
dan zikir daripada mengbji tcb·tcb yang aulit. Juga dapat ctiputikan
babwa amalan-amalan tarckat yang bcnifat sufiltik clan yang 'Mhdiyyala cocok sekali denpn kccendcrungan spiritual banyak orang Indonesia. Dan nilai simbolik munknya ICICOl'Ull kc da1am tarckat janpn
pula dipandang rmdab.
Bagi orang Indonma yang mcmmaikannya. naik haji merupabn
satu lagi ritu1 peralihui: atatu1 mcreka c1alam muyarakat berubah, dan
masyarakat pun mcngharapk.Ul paut.han tingkah laku yang benrti
dui mcrcka. Kedumya diungkapkan denpn berl>agai simbol yang
menghubungbn mercka denpn Hijaz: mereka yang namanya bubo
nama Arab akan mcnggantinya dengan nama khp Wam, banyak yang
kcmudian mcmclihara jcngot, 1CD1uanya ak.an mempcragakan jubah
dan surban "Arab" bcrwama putih. Di banyak tcmpat, para haji dan
mei:eka yang berada di bawab pcnpruh m~ ak.an mengadakan
pcrubahan bcil d.:lam amalan denpn menyesnaikannya dcnpn yang
S.b VU. A.rual Manihy• TcrelaJ K"-'idi1.Ji di NvMfts.n
di Hijaz (misalnya dalun penentuan akhir puua Ramadhan), dan balbal ini mcmbuat perbedaan besar dcnpn bum "tradilional.il''. Dan
selama satu dua dckadc, tarckat, khUIUIDya tarckat Naqayabandiyah,
juga mcnjadi sa1ah satu simbol hubunpn denpn Makbh pula. Tarckat
tumbub 1Ubur di pcngbujung abad kcsembilan be1u, clan penumbuban
itu mencolok sebli di Makk.ab. Hinga uua pembaru yang kcmudian
bcrokh pcnguuh di Mallah, kcmgotun Naqayabandiyah, dcngan
sccarik ijazab dari seonmg guru di Makkah, mcrupabn tanda kcidaman
yang benar. t..gi pula. memuuki tuck.at dcnpn pcmyataan tobat
secan. rcmri, sumpab 1etia (baiat) dan ibadah yang baru, mempcrkuat
upck ritua pcra1ihan dari pergi haji.
Tabcl 2 bcrlkut (dihitung dari statistik da1am Vredenbregt 1962)
menunjukkan angk.a pcrtumbuhan dan jup. pcnyd>aran wilayah dari
mcreka yuig mcnnnaikan ibaiWl baji. Saya menpmbil rata-rata dua
pcriodc aepulub tabun, 1875-1884 dan 1905-1914.
TAaEL 2. Pr.RTUMBUllAN DAN Pr.NYIBAllAN WILAYAH DAIU
OllANG-OllANG YANG IOHUNAIKAN IBADAB llAJ1
wu.,u
rMftb
Vredcn~
vans· pap
naik
1962, 9MM. Kq>eda aapa IJebdumnya buW ctita ...... b!.111
'-Ji
tidal mclUd jalur ram!, mcnpindilr dui pejabat llldanda.
16. DcmlkiaD Snoucl Hwgroaje 1819, 559.
llaca-ntapatlllnl•
117~
jawa Barat
Jawa Teaph 't Timur (terlDUUk w.dun)
190&-14
&.051
4.814
YotrYU...
50
74
Solo
Sclaruh J ...
5.675
9.969
242
815
128
Lampung
Palcmbuic
Jambi
Sumataa Sdatan
Swnatcra Timur
555
l.lH
126
512
155
Aceh
lliau
BanPa m Belinmc
llilu i'
BqkaJBelibans
Kalimantan Barat
ltallmmtan Taicpra
Sulawai
MahaJw
Kepulawm Sunda Kedl
Total
U. Menurut
105
87
146
6!
255
148
580
155
606
SOI
814
175
458
5.958
U.590
B.pn-bagian Nusantara yang mcngirim calon jamaah haji daJarn
jumlah ..,aling bcsar adalah Jawa Baral (suku Sunda), Jawa Tcngah dan
106 Tarekat Naqsyabandi<yah di Indonesia
Timur (suku Jawa dan ~adura), Sumatera Barat (terutama suku Minangkabau) dan Kalimantan Tenggara (suku Banjar). lni pun, tidak
mengherankan tentunya. merupakan daerah-daerah tempat tarekat
Naqsyabandiyah menunjukkan pertumbuhan paling luar biasa - dengan
pengecualian daerah yang disebut paling akhir. Sumatera Barat disebut
di atas sebagai daerah yang paling padat pengikut Naqsyabandiyahnya;
samber-sumber Bdanda dari masa yang sama sering menyebut kegiatan
Naqsyabandi Jawa Barat dan sepanjang pantai utara Jawa Tengab.
Banyak haji yang pulang melalui Singapura, dan tidaklab mengherankan
kalau di sana pun tarekat Naqsyabandiyah berkembang pesat. Pada
tahun 1889, konsul Belanda melaporkan bahwa dalam waktu yang
singkat jumlab pengikut Naqsyabandiyah tdah mdonjak menjadi 500
orang; kebanyakan adalah orang-orang Jawa yang tinggal di Singapura.17
Perkembangan diJawa pada 1880..an
Sumber-sumber Belanda menyebut seseorang bernama 'Abd AlQadir Semarang (di pantai utara), yang telah diangkat oleh Sulaiman AlZuhdi menjadi seorang khalifah pada tahun 1878-9, dan dengan cepat
sekali berhasil menarik pengikut dalam jumlah besar di daerah asalnya
terutama dari kalangan bawah. Menjdang tahun 1883 ia mempunyai
dua puluh dela.pan wakil di berbagai tempat di pantai utara. Ia juga
mengirim utusan ke lingkungan kraton di. Yogyakarta, dan utusan tersebut nyaris langsung diusir oleh kalangan ningrat dengan dukungan
'belanda. Tarekat Naqsyabandiyah dicurigai sekali di .sana karena
khutbah-khutbah dan ceramah-ceramah para juru dakwah tarekat dari
masa sebelumnya, pada tahun 1850-an dan 1860-an, telah memperoleh
sambutan luas di antara orang-orang lniskin dan dilaporkan mengarah
kepada kekacauan. 111 Tumbuhnya dengan pesat pengikut 'Abd AlQadir (dan barangkali karena pengaduan para priyayi Yogyakarta)
sangat mengkhawatirkan Belanda sehlngga mereka menangkap sang
syaikh dan membuangnya ke salah satu pulau di seberang. 19
Tetapi tak seorang pun di pantai utara Jawa yang ingat bahwa
17. Algemeen Rijks Archicf, Den Haag: Consulaat Singapore, no. 4S, fol. S55-S7S Oaarverslag 1888, d.d. Sl-5·1889); dan MR 1889/866 Surat laporan resini dari konsuljenderal
Bdanda di Sinppura, d.d. 6-12-1889). Laporan yang bc]abngan itu menyatakan bahwa
sctdah pejabat·pejabat lnggrlt yang berwmang melakukan penyclidiksn terhadap tarekat
Naqsyabandiyah, jumlah pengikut tarekat ini menUNn tajam hingga SO, tampaknya takut
ditindak oleh yang berwenang.
18. Van den Berg, 162·!. Yogyakarta merupakan salah satu dari dua pusat budaya kraton
Jawa, dengan hirarki status yang ketat dan sistem kepercayaan yang sangat sinkretik;
keduanya dapat mengundang llerllllgan verbal darl tokoh Naqsyabandiyah kita yang dapat
menjelaskan 1-bagai TCaksi akibat dakwah mereka di antara penduduk. Tidak lama setelah
pengusiran sebagaimana yang dilaporkan, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah mem·
pcroleh. ternpat berpijak di daerah Yogyakarta ketika seorang khalifah Abd Al·Karim
Banten, Kiai Kuan Tapsir, bereokol di Dea Krapyak Lor tidak jauh darl kota (lihat
Bab VI).
19. Van den Berg 1886, 518-555,khulllllnya 554.
Bab VII. Awai Ma.sulnya Tarekat Khalidiyah di Nusantara
107
pernah ada seorang syaikh be:rpengaruh dengan nama itu, dan kelihatannya •Abd Al-Qadir yang disebut dalam sumber-sumber Belanda tidak
lain dari Muhammad Hadi (atau lengkapnya Muhammad 'Abd Al-Hadi)
dari Girikusumo (dek.at Semarang), yang hingga kini namanya tetap
terkenal. Muhammad Hadi mengangkat banyak khalifah, di antaranya
putranya sendiri, Mansur, yang kcmudian menjadi yang paling berpengaruh. Mansur belajar fiqih di Pesantren jamsaren dekat Surakarta
(pesantren yang disponsori kraton). Kredibilitamya sebagai seorang
lulusan Pesantren Jamsaren memberi tempat bagi tarekat untuk berpangkalan di sana. Mansur mendirikan pesantrennya sendiri dekat Solo,
tempat ia mengajarkan tarekat kepada ribuan orang dan mengangkat
beberapa khalifah yang penting. Keturunan spritual Muhammad Hadi
membentuk jaringan ke seantero Jawa Tengah; jumlah keseluruhan
muridnya pastilah Jebih dari seratus ribu. 20
Jaringan serupa mengembang pula dari daerah Banyumas, jawa
Tengah. Di sana Muhammad Dyas dari Sokaraja adalah juru dakwahnya
yang utama. Dan di seluruh Jawa terdapat beberapa jaringan yang lebih
terlokalisasi (lihat Bab XII).
Di antara orang-orang Sunda di Jawa Barat, tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah pun berkembang pesat, khususnya di Kabupaten Bogor
dan Cianjur yang disebutkan sebelum ini.Jumlah pengikutnya tampaknya tdah membengkak luar biasa di sini setelah letusan Gunung
Krakatau yang mengejutkan itu pada tahun 1883, yang menimbulkan
harapan-harapan akhir zaman di seluruh Jawa Barat.
Terus ke timur, di Pulau Madura, tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyahlah yang, dari tahun 1890-an, meraih banyak pengikut. Ini berkat
peranan khalifahnya Muhammad Shalih Al-Zawawi, 'Abd Al-' Azim
Al-Manduri, yang di Makkah telah membaiat orang-orang sedaerah asalnya dan mengangkat beberapa khalifah di Pulau Madura tersebut.
Perkembangan di Sumatera pada 1880-an
Snouck Hurgronje melihat bahwa semua orang Sumatera yang bermukim di Makkah pada tahun 18.80-an temyata menjadi pengikut
tarekat, apakah itu Naqsyabandiyah ataupun Qadiriyah (yang terakhir
ini maksudnya adalah tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyahnya •Abd
Al-Karim Banten).21 Penyebaran Naqsyabandiyah yang pesat di antara
orang-orang Minang di Sumatera Barat pada tahun 1860-an ada hubungannya dengan hal di atas. Pertumbuhan itu terus berlangsung di masa
Sulaiman Al-Zuhdi dan putranya, 'Ali Ridha, yang keduanya mem20. Wawancara dengan para kcturunan dan khalifah di Girikusumo, Rembang, Kudus, dan
Popongan (Solo), 1986-1987. Jaringan yang ada sekarang ini akan dipaparkan sccara lebih
rinci dalam Bab XII.
21. Snouck Hurgronjc 1889. Scperti telah dip;butksn, di Minangkabau sendiri tarekat Syatta·
riyah sangat bctpengaruh, mula·mula lebih bcrpengaruh ketimbang tarekst Naqsyabandiyah. Tetapi, sepertl dikemukakan Schrieke (1919: 264), hal ini tidak teccnnin di Makkah,
sebab pada umumnya orang-orang Syattariyah tidak pergi haji.
108 Tarekat N11qsy11bcmdiy11h di Indonesia
punyai tidak sedikit khali.fah di daerah ini. 22 Tetapi, khalifahnya Sulaiman yang paling menonjol di Sumatera bukanlah seorang Minangkabau
melainkan seorang Melayu dari pantai timur, 'Abd Al-Wahhab Rokan.
Syaikh 'Abd Al-Wahhab pastilah merupakan salah seorang tokoh Naqsyabandiyah yang paling produktif di antara para penulis Naqsyabandiyah yang pemah ada; ia hidup hampir seabad (atau malah 115 tahun
menurut cerita dari pihak keluarga keturunannya), menikahi sekurangkurangnya dua puluh tujuh istri, mempunyai keturunan empat puluh
tiga anak, dan mengangkat seratus dua puluh khalifah, terbanyak di
Sumatera tetapi ada juga delapan orang di Semenanjung Malaya. 23
Salah seorang dari khalifah ini adalah pangeran Langkat (dekat Medan),
dan dalam batas wilayah kekuasaan pangeran inilah sang syaikh membangun pesantrennya beserta sebuah desa yang penduduknya adalah
para pengikutnya, yaitu Babussalam (atau dalam pengucapan setempat,
Pesilam). Tempat ini tetap merupakan salah satu pusat utama tarekat
Naqsyabandiyah Indonesia, dan barangkali yang terbesar.
Bab Vil. Awai Masuknya Tarekat Khalidiyah di Nuscmtara
109
sekaligus gampang menarik orang-orang dari lapisan yang lebih bawah
lagi. Keikutsertaan kalangan elit berhasil melindungi kegiatan-kegiatan
tarekat tersebut dari pandangan Belanda, sebab Belanda sangat bersandar pada informasi yang diterimanya dari elit ini. 26
Keikutsertaan elit ini pun berhasil mencegah tarekat Naqsyabandiyah berkembang menjadi kekuatan antikolonial sebagaimana terjadi
satu-dua di bagian dunia yang lain. Satu-satunya syaikh Naqsyabandiyah yang dilaporkan mencari pendengar dari kelas bawah adalah tokoh
yang disebut sebagai '"Abd Al-Qadir.. dari Semarang (Muhammad Hadi
Girikusumo), yang karimya berhasil dipatahkan oleh Belanda.
Ketika tarekat terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam
pemberontakan-pemberontakan rakyat terhadap rejim penjajah dan elit
pribumi pada penghujung abad kesembilan belas dan awal abad kedua
puluh, maka ini selalu tarekat yang lain, seperti tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah, tarekat Sammaniyah, atau bahkan tarekat Syattariyah.n •
Tarekat Naqsyabandiyah dan Elit Tradisional
Pangeran Langkat bukanlah satu·satunya penguasa pribumi yang
bergabung dengan tarekat Naqsyabandiyah. Sultan Deli (di daerah yang
sama dekat Medan) adalah juga seorang murid walaupun bukan seorang
khalifah. Sultan Pontianak (Kalimantan Barat) dan Yang Dipertuan
Muda Riau adalah murid Muhammad Shalih Al-Zawawi, dan putra guru
ipi, 'Abdallah Al-Zawawi, mengajari sultan Kutai di Kalimantan Timur.
Di tempat lain pun para juru dakwah Naqsyabandiyah menunjukkan
kelebihan yang tidak terbantah dalam menarik pengikut dari kalangan
elit. Syaikh di Minangkabau, Tuanku Syaikh Lebuh, menikah dengan
seorang putri dari keluarga raja Minangkabau dan memperoleh banyak
pengikut di antara para bangsawan.24 Di Cianjur Oawa Barat), hampir
seluruh kaum menaknya bergabung dengan Naqsyabanidiyah. 25
Di tempat lain di Jawa, guru-gllru Naqsyabandiyah mengikuti
kebijaksanaan yang sama demi menghindar dari masalah dengan 'Belanda: mula-mula menarik masuk sebanyak mungkin elit tradisional dan
elit baru yang terdiri atas para pegawai pemerintah, sekalian bersama
istri-istri mereka (!) dan kerabat lainnya. Sekali mereka ini telah ikut
bergabung, tarekat pun dapat melakukan kegiatannya dengan aman
22. Schricke 1921, 263-72;Kraus 1984, 80-91 ;dan Bab X di bawah.
23. H.A. Fuad Said, Syekh Abdul Wahab, Tu.an Guru Babussalam. Medan: Pus~ka Babussalam, 1983 (1960]. Nama-nama lsteri dan anak (yang teringat) haL 170-2; nama-nama
khalifah hal. 134-9. Pengamng adalah sa1ah seorang dari 207 cucu syaikh tenebut.
24. Schrieke 1921, 267n. Contoh lain syaikh-syaikh Naqsyabandiyah yang menghubungkan
qengan dit traditional Sumatera Barat dalam: Kraus 1984, 92·7.
25.
seorang guIU Naqsyabandiyah di sana, Raden Haji Abdulsalam, pun termasuk
golongan ningrat. Para pengikut tmnasuk bupati (jabatan tertinggi bagi pribumi) dan penghulu kepala (pejabat agama Islam yang diangkat Belanda). Kartodirdjo, 1966, 161 ·2.
26. Menumt laporan dua orang intelijen Belanda dari sebuah kabupaten di Jawa yang tidak
disebutkan namanya, ditulls pada tahun 1871, dikutip dalam: N.D. SchuurlllallS, "De
Tariqah Naqsjihendijjah op Java", Nederlandsch Zmdingstijdschrift 2 (1890), 265-277.
27. Tarekat Qii,diriyah wa Naqsyabandiyah secara tidak langsung terlibat dalam pemberontakan-pemberonttak.an petani di Banten (18811) dan Sidoar<Uo (1903) dan dalam pemberontakan 1tnti-B&li di Lombok (1891-4; libat Bab XVI); wekat Syattariyah dalam pemberontakan antiPl\iak di Minangkabau pada tahun 1908 (lihat Young 198!); larekat
Sammaniyah dalam pemberontakan awal anti·Belanda di Palembang. Mengenai atu-dua
pemberontakan ini dan pemberontakan lain, lihat Bruineuen 1988.
Bab VI. Tarekat Qpdiriyah wa Naqryabandiyah
BAB VID
PASANG SUR.UT TAREK.AT NAQSYABANDIYAH:
REAKSI DAN PERLAWANAN, KEJATUHAN DAN KEBANGKITAN
Polemik. Anti·Naqsyabandiyah dan Pembelaan Diri Kaum Naqsyabandiyah
Tarekat Naqsyabandiyah yang menyebar ke Nusantara dari pusatnya di Makkah dalam batas tertentu boleh dipandang sebagai suatu
gerakan pembaruan keagamaan. Tarekat Khalidiyah dan khususnya
Mazhariyah sebagai yang diajarkan oleh keluarga Al·Zawawi lebih
syari'ah-mindedketimbangtarekat yang hadir di Indonesia paling awal,
dan menentang ajaran wahdat al-wujud, 1 yang antara lain dianut o1eh
tarekat-tarekat yang populer seperti tarekat Syattariyah dan tarekat
Khalwatiyah, dan merupakan ajaran yang di Indonesia dengan mudah
berasimilasi dengan kepercayaan-kepercayaan mistik yang bersifat
monistis dari masa sebelum Islam. Untuk Sumatera Ba.rat, aspek pembaruan ini paling nyata buktinya, di mana tarekat Naqsyabandiyah
berada dalam konffik terbuka dengan tarekat Syattariyah dan aspekaspek tertentu dari adat. Bukti adanya konflik. semacam itu kurang
sekali di Jawa, tetapi di sana pun jelas bahwa perkembangan tarekat
ctisertai dengan j.etaatan yang lebih ketat kepa4a kewajiban-kewajiban
pokok, yang diamati oleh Belanda sebagai semakin banyaknya orang
pergi ke masjid, dan disebut "fanatik.*'.
Tetapi, dengan pergantian abad, kaum pembaru yang lebih radikal
beroleh pengaruh di Makkah dan itu pun berakibat di Indonesia, Naqsyabandiyah sendiri menjadi sasaran kritik kaum pembaru. Kritik yang
mula-mula sekali, seperti yang dilancarkan oleh Salim ibn Samir dan
Sayyid Usman, tidaklah menyerang tarekat sebagai tarekat tetapi mencemoohkan syaikh-syaikh yang berpengaruh itu sebagai "guru-guru
gadungan". Tulisan selebaran Salim ibn Samir pada tahun 1852 merupakan tuduhan kepada pribadi lsma'il Minangkabawi, sedangkan Sayyid
Usman mengarahkan kemarahannya kepada guru Naqsyabandiyah yang
1. Wartawan dan pcnprang modcmis &1111 Minangbbau, Joesocf Sou'yb, telah bcrulangkali
bcrutaha mcnditlrnditb:n tarcbt Naq1yabandiyah dcnpn mcnuduh bahwa tarekat ini
mmycbarluukan doktrin walldat al-wuftul (Sou'yb 1976, 1988). la menyimpulkan demikian dari satu-dul kudpan dari sumbcr-mmber lama dalam Balljah Al-Saniyyall·nya AlKhani. Hingga abad kct:ujuh bclas, scmua Naqsyabandiyah (scperti kebanyakan sufi-sufi
lain) mcnpnut pahiun wahdat al-wujud, dan bahkan paham itu dcwasa ini mcmpunyai
pcnganut' di antara kaum Naqsyabandiyah yang lcbih ma.ju. Tetapi, scpcngctahuan saya,
IClama abad yang lampau, tidak ada guru Naqsyabandiyah.di Indonesia yang mengajarkan
dokttin ini; kebanyakan aktif mencntangnya.
110
97
memudar karena keterlibatannya dalam suatu pertikaian politik. Sebagian besar murid-muridnya mengalihkan baiat mereka kepada syaikhsyaikh lain di daerah yang sama. Konflik. tersebut akan dibahas dalam
bah yang lain kemudian. 19
Tarekat cabang ,,Madura" ini pun mempunyai anak cabang di
Pula.u Bawean, lepas pantai utaraJawa, yang pada tahun 1960-an empat
buah desa, di bawah pimpinan seorang kiai, menganut tarekat Qadiriyah
wa Naqsyabandiyah. Sebaliknya, kiai-kiai lain di pulau tersebut, dengan
keras menentang tarekat ini. Kiai tarekat itu adalah seorang khalifah
dari "Kiai U" di Surabaya (Vredenbregt 1968: 44). Yang dimaksud
pastilah Kiai Usman Al-Ishaqi, khalifah utama Kiai Romly.
Ritual ~diriyah wa Naqsyabandiyah
Walaupun syaikh-syaikh tarekat ini mengaku mengamalkan kedua
macam ritual, baik Naqsyabandiyah maupun Qadiriyah, tetapi ritual
Qadiriyah jelas dominan. Zik.ir berjamaah yang biasanya dilakukan
ba'da shalat subuh atau ba'da shalat maghrib, adalah zikir keras Qadiriyah, juga sama ketika membaca k~limah tawhid, sebanyak sekian kali
(biasanya 165 kali). Mereka tetap. dalam posisi duduk, tetapi pembacaan disertai dengan gerak kepala (dengan sentakan) ke a.rah kiri dan
kanan bahu seraya mengucapkan ''la" ketika ke kiri dan "ilia" ketika ke
kanan. Mula-mula beberapa kali pengucapannya disengaja lambat dan
mengalun, tetapi perlahan-lahan iramanya kian cepat, menjadi lebih
menghentak-hentak, sampai kalimah-kalimah yang mereka ucapkan
sulit dicema. Akhirnya berhenti tiba-tiba ketika intensitasnya sedang
berada di puncak; sebagai penutup, semacam pendinginan, kalimah
tauhid diulangi sekali atau dua kali perlahan dengan irama mengalun. 30
Zikir keras ini dapat diikuti, tetapi bukan merupakan keharusan,
dengan zik.ir diam Naqsyabandiyah dzikr ism al-dzat. Beberapa guru
secara teratur melakukan kedua zik.ir tersebut dalam satu pertemuan,
sedangkan guru-guru lain tetap menjalankan hanya zikir Qadiriyah.
Sebelum benik.ir dilakukan rabitho.h lebih dulu; apabila kedua zik.ir,
sebuah zikir Naqsyabandiyah dan sebuah zik.ir Qadiriyah dilaksanakan,
setiap zik.ir didahului dengan rabitho.h. Pada dasarnya, rabithah itu sebagaimana yang telah diuraikan dalam Bab V, namun pada beberapa
cabang Qadiriyah wa Naqsyabandiyah tampaknya rabithah itu telah
19. Lihat Bab XII.
20. Mcmpm:cpat dan memperlambat bac:aan ini merupakan bagian pcnting dari zikir scbagai·
mana yang diajarkan Abah Anom dan khalifah-khalifahnya, tetapi pada cabang-cabang
tarckat ini yang lain kurang mcnonjol atau ma.lahan tidak ada. Perccpatan dan pcrlambatan
baca:an itu akan "menuntun masuk" walallpun tidak untuk mcncapai kchilangan kontrol
diri (scpcrti pada bcberapa tarekat yang lebih "ekstatik"). Pada banyak cabang lain, zlkir
itu diucapkan sctcngah keras sa.ja, dcngan tempo scdang. Vang jelas, zikir ini tidai
dimaksudkan untuk menyembuhkan pcnyakit tctapi bctul·betUl hanya scbagai bcntuk
ibadah.
98
Tarehat Naqsyabandiyah di Indonesia
dikurang-kurangi sehingga hanya berupa mengingat sang syaikh selama
beberapa detik dan mengucapkan terima kasih kepadanya dalam hati,
sedangkan cabang lain ada yang masih membayangkan sosok sang
syaikh secara lengkap. 21
Frekuensi pelaksanaan zikir tersebut juga beragam: pada beberapa
pesantren dilaksanakan dua kali sehari, di tempat lain hanya sekali
seminggu. Di samping zikir bersama yang dilaksanakan harian atau
mingguan ini, ada berbagai acara lain di mana para pengikut tarekat ini
berkumpul bersama.
Acara yang paling penting adalah manaqiban bulanan dan tahunan,
yaitu peringatan mengenang wafatnya Syaikh 'Abd Al-Qadir Jilani.
Konon, waliyullah ini wafat pada tanggal 11 Rabi' Al-Tsani: hari ini
merupakan puncak perayaan, tetapi masih ada perayaan pada tanggal
11 tiap-tiap bulan yang lain. Sang mursyid dikunjungi oleh muridmurldnya, termasuk banyak dari mereka yang tinggal di tempat terlalu
jauh untuk dapat hadir dalam zikir mingguan. 22 Dalam acara sebelasan
ini, ada zikir berjamaah diikuti dengan bacaan Manaqib 'Abd Al-Qadir,
cerita klasik mengenai kehidupan dan keajaiban perilaku sang waliyullah. 23 Dalam tarekat Qadiriyah. wa Naqsyabandiyah, tidak ada
perayaan serupa untuk Baha' Al-Din Naqsyband, yang lagi-lagi menunjukkan bahwa unsur Qadiriyah lebih dominan dalam tarekat ini. 24
Perlu digarisbawahi, amalan membaca Manaqib 'Abd Al-Qadir, tidaklah
terbatas pada pengikut tarekat ini. Syaikh 'Abd Al-Qadir adalah waliyullah yang paling populer di Indonesia, penghormatan kepadanya jauh
lebih meluas daripada tarekat yang ada kaitan dengan namanya. •
21. Demikianla.h, di antaranya, para informan di pesantrennya Kiai Musta'in Romly di Rejoso,
Jombang. Tetapi mungkin saja mereka telah memberikan informasi yang tidak bena.r, demi
menghindari hertambahnya kritik kaum ortodok terhadap rabithah.
22. Di Bawean, mereka yang sanggup lazim pergi beramai·ramai ke Surabaya dan mengunjungi
Syaikh Usman pada tanggal 11 bulan (Vredenbregt 1968, 45·6).
23. Sejumlah manaqib yang berbeda tentang 'Abd Al·Qadir dipakai di Indonesia. Biasanya di·
baca dalam bahasa Arab, tetapi berbapi terjemahannya sudab ada. Lihat Drewes dan Poer·
batjaraka 1988; van Bruineuen 1987, hal. 49-50.
24. Sejak belum lama berselang, temyata pembacaan manaqib Baba' Al·Din pun sudah dilaku·
kan orang, dimulai oleh sebuah c::abang Naqsyabandiyah Khalidiyah di Jawa yang rupa·
rupanya meniru praktik pembacaan manaqib •Abd Al-Qadir yang telah begitu meluas.
Manaqib ini, dalam bahasa Arab dan Jawa, berjudul Mis'ykat Al-Mubtadin fi Tarjamah
Manaqib Baha' Al·Din. dan ditulis pada tahun 1968 oleh Kiai Malsur Jufri Al·Patta'i (dari
Pati). Saya temukan manaqib ini dihacakan setiap minggu di masjid-masjid di daerah
Blitar, juga di antara orang-orang yang tidak mengikuti tarekat Naqsyabandiyah.
Bab VIII. Pasang-Surut Tarehat Naqsyabandiyah
111
berpengaruh masa itu di Makkah, Sulaiman Al-Zuhdi. 2 Dalam sebuah
selebaran kemudian, sayyid tersebut menekankan bahwa kritiknya
tidaklah ditujukan kepada tasawuf dan tarekat sebagaimana adanya,
tetapi terhadap apa yang dilihatnya sebagai kemerosotan mereka pada
masa modem, terhadap guru-guru yang, terlepas dari ketamakan
semata, mengklaim memiliki kekuatan spiritual yang tiada mereka
punyai dan memperdayai murid-muridnya yang memang gampang tertipu.
Kaum pembaru melangkah lebih jauh lagi; mereka mengutuk
ajaran-ajaran dan amalan-amalan yang utama dari tarekat Naqsyabandiyah sehagai bid'ah dan syirk. Serangan utama datang dari Ahmad
Khatib (1852-1915), seorang ulama Minangkabau yang mukim di
Makkah, yang terutama sekali dikenal karena kritiknya yang dahsyat
terhadap adat matrilineal sukunya sendiri. Dalam tahun 1906-1908,
ia menulis tiga risalah berisi tentangan terhadap tarekat Naqsyabandi·
yah, yang menjadi bahan sumber bagi semua polemik anti-Naqsyabandiyah setelah itu. Judul-judulnya sendiri sudah menunjukkan dalam
nada apa ia menulis: "Membongkar kepalsuan para penipu yang berkedok kebenaran", .,Bukti-bukti nyata untuk orang-orang saleh demi
membasmi ketakhayulan orang-orang fanatik tertentu", "Pedang
penebas yang memberantas ucapan-ucapan orang-orang tertentu yang
berlaku congkak ". 3 Ia mengemukakan bahwa adanya pendapat mengenai suatu ajaran khusus yang diturunkan Nabi kepada Abu Bakar, dan
terns turun-temurun melewati rantai keguruan tarekat, adalah sangat
tidak dapat dipercaya, sebab hal yang demikian itu tidak disebut-sebut
dalam sumber·sumber lain kecuali dalam kitab-kitab Naqsyabandiyah
sendiri. Kemudian ia membahas berbagai amalan Naqsyabandiyah:
dzikir latha'if. suluk (khalwat), khatm-i khwajagan, dan rabithah bi
al-syaikh, dan aturan tidak boleh makan daging (selama masa latihan
spiritual yang berat). Baginya cukuplah bahwa semua ini telah diperkenalkan oleh para sufi dari zaman yang kemudian, dan oleh karena itu
2. Mengcnai Sayyid Usman dan risalah anti·Naqsyabandiyahnya, lihat Snouck Hurgronje
l 887a; von de Wall 1893. Snouck meringkas risalah Al·NasihahAl·Aniqa li Al-Mutalabbisin
bin Al·Thariqah, yang juga merupakan sumber informasi Holle yang utama; von de Wall
meringkas risalah yang belakangan, Arti Tarekat dengan Pendek Bicaranya, yang tampak·
nya sebagian besar jika tidak seluruhnya serupa dengan yang sebelumnya (saya hanya
dapat memperoleh kopi cetakn dari yang kedua, bukan risalah yang pertama; naskah AlNasihah, pemah dimiliki Holle, ada di Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor ML
275).
!J. Jzhhar zaqhl al-kadzibin fi tasyabbuhihim bi al-shadiqin; Al-ayat al-bayyinat Ii al-munsifin
fl izalah khurafat ba'dh al-muta 'assibin;Al-saif al-battar fitnahq lialimat ba 'dhahl al-iqhtirar
(ketiganya da1am bahasa Melayu). Dicetak bersama·sama, Kairo, 1326/1908; beberapa kali
cetak ulang. Dibahas dalam Sebrieke, 1921: 268·70 dan Shellabear, 1930. Yang pertama
dari risalah·risalab ini diterbitkan kembali (dalam bahasa Indonesia modem) paling akhir
tahun 1978 dalam A. Mm. Arief (ed.), Fatwa tentang: Tharikat Naqsyabandi'yah. Medan:
lslamiyah (ceta.kan keempat).
112 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
tidak ada dasamya pada apa yang diamalkan oleh Nabi dan para
Sahabat. Menurut pendapatnya, menambahkan ibadah-ibadah yang
demikian atas kemauan sendiri akan bennuara pada pengingkaran
perintah Dahi dan karenanya merupakan bentuk bid'ah yang amat tercela.
Serangan-serangan Ahmad Khatib serta merta dijawab dengan
risalah-risalah yang apologetik oleh syaikh-syaikh Naqsyabandiyah
Minangkabau: Muhammad Sa'd ibn Tanta' dari Mungka dan murid
Ahmad Khatib sendiri, Khatib 'Ali (Muhammad 'Ali ibn 'Abd AlMuththalib).4 Mereka berusaha membuktikan bahwa ritual-ritual
Naqsyabandiyah sepenuhnya murni dan ada dasamya dalam Kitabullah,
dan pada gilirannya menyerang pribadi Ahmad Khatib sendiri.
Perdebatan berlanjut, paling ramai dan seru di antara orang-orang
Minang tetapi berdampak juga di seluruh Nusantara. Seorang murid
Ahmad Khatib, Haji Rasul alias 'Abd Al-Karim ibn Muhammad 'Amrullah (yang belakangan menjadi lebih dikenal sebagai ayahanda ulama
terkenal Hamka), menulis dua risalah 5 yang di dalamnya ia menyerang
Naqsyabandiyah dan terutama pembelanya, Khatib 'Ali, bahkan lebih
tajam daripada yang dilakukan oleh gurunya. Argumen-argumen Ahmad
Khatib diulangi oleh berbagai kritik yang lain, dan bahkan jauh di
belakang hari kelak syaikh-syaikh Naqsyabandiyah terus saja menulis
sanggahan terhadap karya-karya Ahmad Khatib. Contoh terbaru yang
saya ketahui diselesaikan pada tahun 1981.6
Tidak lama setelah agitasi Ahmad Khatib yang puritan, pengaruh
kaum pembaru Al-Azhar mulai menyebar di Indonesia, dan dengan itu
timbullah penofakan yang bahkan lebih umum terhadap tarekat dan
penolakan pula terhadap gagasan wosilah, perantaraan antara penganut
awam dan Tuhan melalui seorang syaikh. Tarekat terdesak menjadi
defensif, dan pada beberapa kasus terpaksa beraliansi dengan kekuatankekuatan tradisi yang mula-mula ditentangnya. Proses ini sekali lagi
4. Dibahas daLun Schrieke 1921, 270-2. Syaikh Sa'd ibn Tanta menulis, lrgham unuf almuta 'annitin fl inkarihfm rabithah al-washiin dan Risalah tanbih al· 'awam 'ala taghrirat
ba'dl al-anam (Padang 1326/1908) yang lebih mendetil. Syailth Khatib 'Ali mula-mula
menerbitkan terFmahan Melayu dari sebuah risaJah yang apologetik karya Sayyid Muhammad ibn Mahdi Al·Kurdi, Risalah Muj$'1iyyah fl ilSIJS istilah al-naq$'1bandiy>'ah min alcbiikr al-khafi'Yy wa al-rabithah wa al-muraqabah wa daf' al-i'itiradh bi dzalika (Padang
1326/1908), dan 11ebuah saudamn dari Miftah Al-Ma'iyyah-nya 'Abd Al-Gilani Al·Nabu·
lusi, bajudul Kitab miftah al-shadiqiyyah fl istil.ah al-naqsybandiyyah (Padang). Khatib
'Ali bukanlah satu-satunya murid Ahmad Khatib yang menjadi pembela Naqsyabandiyah.
Tokoh dari Madura, Kiai Zaina1 Abidin Kwanyar (lihat Bab XIII), yangjuga belajar kepada
Ahmad Khatib di Makkah, met\iadi syaikh Naqsyabandiyah Mazhariyah yang berpengaruh
(bdk. Mustika-nya Alhinduan, bal. 1-2).
5. /zhhar asatir al-mudaUin Ji tasyabuhihim bi al·muhtadin dan Al-suyuf al-qati'ah ft al·
da'awial./iadzibah, keduanya dalam bahasa Melayu (Schrieke 1921, 313\.
6. Haji Ya!iva bin Laksemana, Limn Naq$'1abandiyah (untuk membenterus risalah bagi Syekh
Ahmad Khatib). Kajang, Selangor, Malaysia, 1981. Risalah ini membahas satu per satu per·
soa1an yang muncul daLun /zhhar zaqhl al-kadzibin.
Bab VIII. Pasang-Surut Tarekat Naqsyaba11diyah
111
berpengaruh masa itu di Makkah, Sulaiman Al-Zuhdi. 2 Dalam sebuah
selebaran kemudian, sayyid tersebut menekankan bahwa kritiknya
tidaklah ditujukan kepada tasawuf dan tarekat sebagaimana adanya,
tetapi terhadap apa yang dilihatnya sebagai kemerosotan mereka pada
masa modem, terhadap guru-guru yang, terlepas dari ketamakan
semata, mengklaim memiliki kekuatan spiritual yang tiada mereka
punyai dan memperdayai murid-muridnya yang memang gampang tertipu.
Kaum pembaru melangkah lebih jauh lagi; mereka mengutuk
ajaran·ajaran dan amalan-amalan yang utama dari tarekat Naqsyabandiyah sebagai bid'ah dan syirk. Serangan utama datang dari Ahmad
Khatib (1852-1915), seorang ulama Minangkabau yang mukim di
Makkah, yang terutama sekali dikenal karena kritiknya yang dahsyat
terhadap adat matrilineal sukunya sendiri. Dalam tahun 1906-1908,
ia menulis tiga risalah berisi tentangan terhadap tarekat Naqsyabandiyah, yang menjadi bahan sumber bagi semua polemik anti·Naqsyabandiyah setelah itu. Judul-judulnya sendiri sudah menunjukkan dalam
nada apa ia menulis: "Membongkar kepalsuan para penipu yang berkedok kebenaran", "Bukti-bukti nyata untuk orang-orang saleh demi
membasmi ketakhayulan orang-orang fanatik tertentu", "Pedang
penebas yang memberantas ucapan-ucapan orang-orang tertentu yang
berlaku congkak". 3 Ia mengemukakan bahwa adanya pendapat mengenai suatu ajaran khusus yang diturunkan Nabi kepada Abu Bakar, dan
terus turun-temurun melewati rantai keguruan tarekat, adalah sangat
tidak dapat dipercaya, sebab hal yang demikian itu tidak disebut-sebut
dalam sumber-sumber lain kecuali dalam kitab-kitab Naqsyabandiyah
sendiri. Kemudian ia membahas berbagai amalan Naqsyabandiyah:
dzikir latha'if, suluk (khalwat), khatm-i khwajagan, dan rabithah bi
al-syaikh, dan aturan tidak boleh makan daging (selama masa latihan
spiritual yang berat). Baginya cukuplah bahwa semua ini telah diperkenalkan oleh para sufi dari zaman yang kemudian, dan oleh karena itu
2. Mengenai Sayyid Usman dan risalah anti-Naqsyabandiyahnya, lihat Snouck Hurgronje
l 887a; von de Wall 1893. Snouck meringkas risalah Al-Nasihah Al·Aniqa li Al·Mutalabbisin
bin Al·Thariqah. yang juga merupakan llUl!lber informasi Holle yang utama; von de Wall
meringkas risalah yang belakangan, Arti Tarekat dengan Pendek Bicarafl'Ya, yang tampaknya sebagian besar jika tidak seluruhnya serupa dengan yang sebelumnya (saya hanya
dapat memperoleh kopi cetakn dari yang kedua, bukan risalah yang pc:rtama; naskah AlNasihah, pernah dimilik.i Holle, ada di Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor ML
275).
S. lzhhar zaqhl al-kadzibin ft ta,,abbuhihim bi al-shadiqin; Al-ayat al-bayyinat li al-munsifi"n
fi iz.alah khurafet ba 'dh al-muta •assibin; Al-saif al-battar fimahq kalimat ba 'dh ahl al-iqhtirar
(ketiganya dalam bahasa Melayu). Dicetak bersama-sama, Kairo, 1326/1908; beberapa kali
cetak ulang. Dibabas dalam Schrieke, 1921: 268-70 dan Shellabcar, 1930. Yang pertama
dari risalah·risalah ini diterbitkan kembali (dalam babasa Indonesia modem) paling akhir
tahun 1978 dalam A. Mm. Arief (ed.), Fatwa tentang: Tharikat Naqsyabandfyah. Medan:
Islamiyah (cetakan keempat).
Bab VIU.
112 T.nbt Naqsya#Hmdfyala di lndofwia
tidak ada daaamya pada apa yang diamalkan oleb Nabi dan pua
Sababat. Mcnurut pendapatnya, mcnambahkan ihadah·ihadah yang
demikian atal kemauan tmdiri akan bermuara pada pengingbnn
perintah Dahi dan brcnanya mcrupakan bentuk bid'Glt yang 11111&t ter·
cda.
Seranpn-Kl'UlpD Ahmad Khatib tcrta mcrta dijawab dc:ogan
rilalab·riaalah yang apologetik oleh ayaikh-syaikh Naqsyabmdiyah
Minangk•hau: Muhammad Sa'd ibn Tanta' dari Mungb dan murid
Ahmad Khatib .endiri. Khatib 'Ali ~uhammad 'Ali ibn 'Abd AlMuththalib).4
Maeka bcrusaba membuktik.an bahwa ritual-ritual
Naqsyabandiyah tcpenuhnya mumi dan ada dumiya dalam KitabuDah,
dan pada gilirumya menyenng pribadi Ahmad Khatib IC!ldiri.
Perdebatan bcrlanjut, paling nmai dan .eru di antara orang-onng
Minang tetapi berdampak jup di lduruh NUAntara. Seorang murid
Ahmad Khatib, Haji Rasul alias 'Abd Al-Karim ibn Mubunmad 'Am·
ruDah (yang belakanpn menjadi lebih dikenal ICbagai ayabanda ulama
tefkenal Hamka), mcnulil dua risalah' yang di dal1mnyaia menyermg
Naqsyabandiylh dan terutama pembelanya, Khatib 'Ali, bahkan lcbih
tajam dariplda yang c:lilakukan oleb gunmya. Argumcn·argt.UllCD Ahmad
Khatib diulangi oleh bcrbagai kritik yang lain, dan bahkan jlUh di
bd.akang bari k.dak ayajk.h-syaikh Naqsyabandiyah terus saja mcnulia
1111ggahan terbadap karya-karya Ahmad Khatib. Contoh terbaru yang
uya ketahui dileleuikan pada tahun 1981.'
Tidak lama ICtclah agitaJi Ahmad Khatib yang puritan, pcnprub
kaum pembaru Al-Azhar mulai menycbu di Indonesia, clan dengan itu
timbullah peno!akan yang bahkan Jebih umwn tcrbadap tarekat clan
penolabn pula terhadap gagasan wosilaA. pe:rantaraan antara pcnganut
awam dan Tuhan mclalui tcorang syaikh. Tuck.at tcrdcsak menjadi
defensif, dan pada bcberapa kasus tcrpak.la benliaDli dc:ogan kekuaunkclwatan tradiai yang mwunula ditentangnya. Protet ini ICkali lagi
4. Ollilhu dalam SdlricU 1921, 270-2. Syaillh S.'d Ila Tania mmulil. lrt"- ua/ Mm11t. '• ""'"" fi ~flft rwbiclaaA ~ clan Ri.wa iottbla U. .._.. 'a14 taf"'*8t
bo'dl U . - {hdiuls IS26/1908) yams leblh lllClllkdL Sydlb Dadb 'All mula11Nla
mcnabkbn ~ Mdayu dad ldNall rt.kb yPl ll(IOlopdk brya Sayyid Mubammad bl Mabdl Al-Kuni, Ri..w.
.
~tnM ff ~ ...... ekttl4'1bo"4'17-" .... ,,,.
"-'"'
....
.,_.......,_ - Ml' •i1dredla Iii dMllM (l'ldanl
U26/t.908), dUI ai-h ..-.a did 1t1¥W11 ..U-Mc~•ya 'Abel Al.CllUll AJ.Nabla·
lwi, ba;judul Kitab '·•fllJA -~ ff irtloA ..._,,,bcrtdiJ-µJa (hdull). Daub
'Ali bubnllh atu-alllJIYa audd Alumd IDladb YU11 mm,jlldl pcmbcla N1q~
Tokoh dmi MadUra, K1ai Zaiaal AllidiD K.wuayu (llat Bab XJD), YUll.tvP bell,ilr kcpMa
Ahmad Khadb di Makbh, ~ IY8ikb NIQIY&bUldiYab ~ 'fUll bcrpaipruh
(bdk. MuniU-aya AlhiDd1a11, baL 1-2).
&. lzltltlu ualir •l-fltuMUia fi rasyalN#iDiilff bi alofllvlUdia dlD Al·JU'1"1 a~9di'all Ji ..,..
d.
.U.Uib.sJi. lrEdimoya dakm bUua MUyu (ScllricU 1921, 515\,
6. H-.Jl Ylhya bin LU_,., U- Nq'1ob#tftdl1-" l1111ed "'""'~rilllloA bqi Sy1U
Ahmad' KJaatJb ). K+Jll, Sdugor, MalQlia, 1981. au.labial mnntwt.1 atu pa' aN pa'"
.-lul y&lll lllllllOll dUam 17.llllar uqld •f.UIUl&in..
··~
·-1
~
P~1-Sund
Ta,elrat Na.q syabandiyall
115
terlibat paling jclas di Sumatcra Barat, tempat tarekat Naqsyabandiyah
tclah tcrwwn kuat (dan sampai sekarang). Tctapi diJawa pun, cupnisui-organisasi pembuuan aemacam Al-Inyad (didirikan tahun 191S)
dan Muhammadiyab (1912), yang bcgitu kuat berada di bawah
pcngaruh pikiran-pikiran Muhammad 'Abdub, dcngan tcgas menentang
tarekat.'
Oleh karma itu, guru-guru dlri berbagai aliran tarekat mempersatukan diri, dan turut serta aktif dalam otpnisasi-organisasi Muslim
"tradisionalia" yang didirikan sebapi tanggapan terhadap paham pembaruan, Nahdhatul Ulama (1926) yang mcmpunyai buis utama dijawa,
dan khususnya PERTI (1928) yang berbasia di Minangkabau. Islam
Indonesia terpolarisuikan menjadi blok "modemis" dan blok "tra·
disionalis.., ~ tarekat dianggap yang paling "cbtrem" di antara blok
yang disebut terakhir.
Tetapi, polarisui ini tidaklah mcnydurub. Banyak ulama ymg
mcngambil posiai tcngah-tcngah dan menjalin pcnahabatan pada kedua
blok. Mc1kipun demikian, bcbcrapa pcngkritik tarekat mcmclihara
bubungan penababatan dengan bcberapa ormg y~g menjalankan
tarckat, semcntara bcbcrapa syaikb tarekat. aebalilmya, sangat krit:is
terhadap adanya ''pcnyimpanpn" tcrtcntu da1am kalangan mcreka
sendiri.
Kritik yang relatif moder.at terb.adap tarekat Naqsyabandiyah dilakukan oleh Syaikh Muhammad Jamil jambck (1862· 1947), yang di
Makkah pcrmh menjadi murid Ahmad Khatib tctapi ia pun punya guruguru
tradisionalia. Dua jilid kitabnya mmgenai tarckat Naqsyabandiyah: banyak bcrutang budi kepada Ahmad Khatib, tctapi ia
mcnampilkan pembahasan mcngenai tarckat sccara lcbih berimbang dan
lebih hati-hati dalaJn merumuskan k.ritilt. Salah aatu argumcnnya ialah
blhwa IUmber-sumber Naqsyabandiyah mcngakui scndiri bahwa tarckat
mercka, di umping mcmpun,yai silsilah melalui Abu Bakar, ada silsilah
Jain yang scjajar dengan itu mclalui 'Ali. k.cduanya bcrtemu pada pribadi Abu 'Ali Farmadzi. 9 Jika yang barusan discbut tennasuk kc dalrun
yanf
7. Bun pcntlq lllCllp1l&1 paham pcmbuuan di Jncloaetia, Nocr 1975, barrya mmycbut
U.U.bllll konfUk ru. terjadi di~. bokhjadi ini dilebabkan pmpruipya
emdlri Y*J11 _ , . Minang, aapt m~wald per~ di da~ ini. Chall~ Huanuddln, da1am bjlannya tenca,./•m 'i)/•hll Wullliy•ll. orpnilui 11>.W dan pen·
cllidikan Islam pcmbuu yana modcrat di Sumatcra Utan,~ mcnyebut konflik ya~
bcNlq bll ca:jadi aotara tyaikb Naq1yabandl Abidln dari Bahapal di Sl-.luJllUD clan
cabeJ11 ctcmpet orpniaA ini daWn tabun 1950.- (He•nudd.in 1988, bal. 11!1·8).
Tctapi konflik·konfllk lnl wnpak.nya bcr-ba dari pcnainpn lult-41 ecmata; Al·
Walbllyah tidak mmcntang tucbi IC~ tucbt. walaupun ia menolak ltccondonpn
tarckal Y&"l IUlllll baa r ltepada kcruhallWl clan mdupU&n kcduniaan.
8. Syaikh Muham-d Jamil Jambck, Pt"flmi"I{~ e...Mlf tu11l1uvl 14Teht Al·Naqryolmuli·
yoll do 1qal4 Y•"I blft"luibullf'l" dftl(H dia. Dua jllld. Bultiuingi : ZainoeJ 'Abldln,
tanpa tahun (l9SO.-?).
9. Dalaln pri1 lni ~ Ni bear Junaid da.rl Beghdad (clan 11rbab itu untuk 11rbqian
.aupa dcnpn 6ilab ~} : Mubennac! - 'Ali - Huan - Zain Al·'Abldin - Muham·
Bab Vlll. Pasang-Su.rut Tarekat Naqsyabandiyah
114 Tare/tat Naqsyabandiyah di Indonesia
dua garis yang sama sekali berbeda. Jambek menyimpulkan bahwa ini
menggugurkan kesahihan k1aim bahwa tarekat itu mewakili ajaran-ajar·
an khusus yang disampaikan oleh Muhammad kepada Abu Bakar. Ia
pun memberi komentar terhadap celah waktu antara wall yang diganti·
kan dengan yang menggantikan pada silsilah Naqsyabandiyah bagian
petmulaan, dan berkesimpulan bahwa teori pembaiatan secara ruhaniah
oleh seorang pendahulu sangatlah tidak meyakinkan. Ia pun mengkaji
ayat-ayat Quran dan hadis-haf}is yang dikemukakan para pembela Naqsyahandiyah demi mempertahankan ibadah dan ritual-ritual mereka,
dan menyimpulkan bahwa para pembela itu harus mengambil jalan
penafsiran lain yang istimewa dan langsung dapat dipahami, sebab yang
telah mereka kemukakan tidak punya dasar yang kuat sama sekali.
Suatu pembelaan yang bersemangat bagi tarekat Naqsyabandiyah
dilakukan oleh seseorang bemama Haji Jalaluddin, seorang guru sekolah
yang menjadi juru dakwah tarekat. Pada tahun 1940, ia menerbitkan
jilid pertama dari suatu seri tulisan panjang mengenai tarekat Naqsyabandiyah yang kebanyakan bersifat apologetik dan polemikal, serta
mengundang banyak kritik. 10 Bebera.pa rekannya para syaikh sangat
tidak suka dengan pembelaan semacam itu, karena tulisan-tulisannya,
dalam pandangan mereka, berisi sejumlah kesalahan dan bid'ah. Haji
Jalaluddin sama sekali tidak memiliki pendidikan agama secara formal;
ia bukan seorang 'alma seperti rekan-rekannya, dan orang dapat merasa·
kan dalam sikap mereka ada kejengkelan tertentu karena orang baru
telah menginjak-injak ladang yang mereka anggap khas milik mereka
sebagai ulama. Syaikh Sulaiman Al-Rasuli, sesepuh Naqsyabandiyah
dalam PER.TI, meminta Jalaluddin membetulkan kesalahan-kesalahan
tertentu yang menyangkut akidah (dan juga menyangkut fiqih) dalam
kitab-kitabnya. Ketika ia tidak menuruti permintaan itu, ia dikeluarkan
dari PER.TI, yang menyebabkan ia mendirikan organisasinya sendiri,
PPTI (singkatan dari Partai Politik Tarekat Islam, kemudian menjadi
Persatuan Pengamal Tarekat Islam). Kejengkelan itu tidak berhenti di
situ saja, dan pada tahun 1954 Al·Rasuli dan sejumlah syaikh Naqsya·
bandiyah Sumatera Barat lainnya beserta para ulama mengeluarkan
fatwa bersama yang mengecam k.itab-kitab Haji Jalaluddin sebagai
k.itab-kitab yang berisi kesalahan-kesalahan yang parah dan beberapa
penambahan-penambahan baru yang patut dicela (bid'ah) dalam tarekat
(yang belakangan ini khususnya mengenai ritual yang rumit seputar
baiat versi Haji Jalaluddin). Sulaiman Al-Rasuli sendiri menulis risalah
mad Al·Baqir - Musa Al·Kazhlm 'Ali Ridba - Ma'rufKat:khi Sani Al..Saqati -Abul·
Quim Junaid Al-llaghdadi - Abu Rudzbari (?) Abu 'Ali Al-Kamb(?)
Abu 'Utsman
Al·Maghribi
Abul·Quim Al·Kirkani - 'Ali Fannadzi. Bdk. silsilah Naqsyabandiyah dan
silsilah Qadiriyah pada Rab m dan Rab Vl.
10. Pertahanan aHhariqahal·naqsyabandiyah. 4jilid. Buki.ttinggi. Tulisan HajiJalaluddin
terpenting di antara lebih darl 100 terbita.n tercantwn dalam daftar kepustakaan.
115
anti-Jalaluddin berjudul Tabligh Al-Amanah. 11 Dalam kritik mereka,
Al-Rasuli dan rekan-rekannya temyata menjadi dekat dalam banyak
hal dengan apa yang sudah dikatakan sebelumnya oleh Ahmad Khatib.
Untuk sebagian boleh jadi hal ini merupakan usaha untuk mengendurkan propaganda anti-Naqsyabandiyah dengan mengakui bahwa apa yang
tidak dapat diterima itu merupakan penyimpangan, bukan yang
sebenamya. dari tarekat. Sesungguhnya itu pun berkat kekhawatiran
terhadap pengaruh Haji J alaluddin yang tumbuh dengan pesat. 12
Tidak lama kemudian, seseorang bemama A. Mm. Arie£ di Medan
menerbitkan kembali kritik-kritik yang dilancarkan oleh Ahmad Khatib
dan juga ~ulaiman Al-Rasuli, 4alam sebuah k.itab kecil yang jelas-jelas
dimaksudkan untuk menghadapi bintang J alaluddin yang sedang naik
(Arief 1978 (1961] ). Kenyataan bahwa kitab kecil itu sampai dicetak
empat kali dalam masa tujuh belas tahun menunjukkan bahwa kontro·
versi itu tidak babis-habisnya diminati orang. Haji Jalaluddin senantiasa
kukuh bertahan dengan melancarkan serangan balasan dalam kitabkitab dan pamtlet·pamtlet berseri panjang yang berakhir hanya dengan
kematiannya pada tahun 1976.
Kritik terhadap tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat secara umum,
dari sudut pandang kaum modernis, tidak pemah berakhir tetapi tidak
lagi sehebat dulu. Sa.lab satu pengkritik akhir-akhir ini adalah wartawan
asal Minangkabau, Joesoef Sou'yb (berdomisili di Medan), yang dalam
beberapa tulisannya menyerang paham wahdat al-wujud dan menyim·
pulkan dari sebuah karya Naqsyabandiyah -- yang jarang dipakai bahwa tarekat Naqsyabandiyah masih tetap mengikuti doktrin tersebu t.
Inilah yang menjadi a1asan baginya untuk menyatukan tarekat ke dalam
kalangan aliran kebatinan yang 0 panteis", dan mengecamnya sebagai
bid!ah. 13 Di Minangkabau sendiri, konflik antara kaum modemis dan
tarekat Naqsyabandiyah telah surut. Bahkan sekarang ada pengikutpengikut Muhammadiyah yang menjalankan amalan Naqsyabandiyah. 14
Maa-masa Keruntuhan dan Kebangkitan Kembali Tarekat Naqsyaban·
diyah Sesudah Tahun 1924
Pemerintahan jajahan Belanda sangat menaruh perhatian kepada
tarekat (Qadiriyah wa) Naqsyabandiyah selama periode antara dua pemberontakan besar di Banten tahun 1888 dan 1926. Tampaknya ber·
11. Bukittinggi 1954. Fatwa ini dicetalt kem.bali dalaJn Arief 1978: 142-52. Sebuah kata
penutup pada Tabliih Al·Amanah, oleh Yunua Yahya, memaparkan alilll-usul konfllk ter·
sebut dalarn pandangan Al·R.asuli; HiQi jalaluddin memberikan versinya 111Cndiri, dilertai
seranpn senglt terhadap "dusta dan tipu daya"·nya Al·R.asuli dalam Mutiara Raltasia,
jilid VI (1961) dan 7iga serarrglcai (1964).
12. Keberbalilan HiQi Jalaluddin aebagai organisator dan aebagai politisi praktis akan dibicara·
kan dahun salah atu bab herikut.
13. Sou'yb 1976 dan 1988. Dalam keduanya ia hanya bersandar pada beberapa. kutipan dari
BahjahAE-Saniyyah-nya Muhammad ibn 'Abdal\ah Al·Khani.
14. Pembicaraan prihadi dengan M. Sa.nusi Latief dari Padang.
116 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
kurangnya perhatian Belanda terhadap tarekat mencerminkan kemerosotan yang sebenarnya dalam kegiatan·kegiatannya, suatu kemerosotan yang boleh jadi telah dimulai lebih awal, sekitar tahun 1915.
Sebab-sebab kemerosotan ini tidaklah sederhana dijelaskan; beberapa
faktor ikut main, tetapi masing-masing faktor ini pada gilirannya
menimbulkan reaksi yang justru memperkuat tarekat. Basil bersih
faktor-faktor ini naik turun; kemerosotan tidak seragam dan berlang·
sung terus, pada waktu dan tempat tertentu ia diimbangi oleh
kebangkitan kembali yang kuat.
Salah satu faktor yang ikut mengakibatkan keruntuhan itu telah
disebut: munculnya modernisme Islam yang bercorak puritan dan
secara umum tanpa ajaran tasawuf. Tarekat memang telah dikritik
sebelumnya, tetapi sesunggnhnya serangan kaum modernis yang
pertama dan paling konsisten terhadap tarekat adalah serangan oleh
Ahmad Khatib Minangkabau dalam tahun·tahun pertama abad kedua
puluh (dibahas di atas). Bagi kaum modernis satu-dua dasawarsa berikutnya, tarekat merupakan bagian dari pengamalan keagamaan yang
·
harus dikikis bersih dari Islam.
Perkembangan dan pertumbuhan gerakan kaum modemis tidak
diragukan lagi telah melemahkan tarekat, setidak-tidaknya pada daerah·
daerah tertentu. Tetapi ada juga reaksi: syaikh-syaikh tarekat beserta
pemimpin agama yang "tradisional" lainnya bersatu dan mendirikan
organisasi mereka sendiri untuk mempertahankan amalan dan ibadah
mereka, dan organisasi-organisasi ini (seperti PERTI dan NU, dan
kemudian PPTI) pada gilirannya menjadi wahana bagi penyebarluasan
tarekat.
Faktor lain yang ada kaitannya dengan mundumya peranan
tarekat adalah munculnya organisasi-organisasi massa yang berorientasi
politik, terutama Sarekat Islam tetapi belakangan juga organisasiorganisasi berideologi nasionalis. Rasa tidak puas di bidang politik dan
ekonomi, yang dalam batas tertentu seharusnya disalurkan melalui
tarekat, menemukan jalan keluar yang memungk~kan dalam organi·
sasi-organisasi baru ini. Sebaliknya, perbedaan praktis antara organisasiorganisasi politik dan tarekat tidaklah begitu gamblang sebagaimana
terkesan dari sifat formal organisasi tersebut. Di banyak tempat, para
aktivis Sarekat Islam berusaha memperkuat organisasi mereka dengan
merekrut syaikh·syaikh tarekat, sehingga menimbulkan persaingan
antara para politisi dengan syaikh-syaikh demi penguasaan cabang:
cabang organisasi. 15 Orang tidak tahu apakah ia harus mengatakan
bahwa beberapa cabang ini merupakan tarekat yang dimsupi para
aktivis politik ataukah merupakan organisasi politi~ yang disusupi serta
15. Penaingan ini bctul-bctul dirasakan dalam cabang-cabang &rekat Islam di Madura; lihat
laporan Schrieke dalarn Arsip Nasional 1975, 308-323 (lkhtisar dalam bahasa Indonesia
xxxii-xxxiii).
Bab VIII. Pasang-Surut Tarekat Naqsyabandiyah
117
diambil alih sebagian besar oleh tarekat. Tetapi pada ujungnya, politisi
meraih kedudukan atas dalam organisasi - namun para syaikh tetap
berpengaruh besar. Kegiatan-kegiatan organisasi politik menyebabkan
timbulnya reaksi juga. Kegiatan politik yang dianggap sebagai subversif
mendatangkan tindakan keras oleh pemerintah Bdanda, khususnya
sejak pemberontakan ..komunis" yang gagal di Banten dan Minangkabau pada tahun 1926. Banyak orang yang mula-mula merasa tertarik
dengan organisasi politik yang baru lantas kembali menjauhi politik.
Alih-alih memperbaiki dunia luar, mereka menoleh ke dalam dan berusaha memperbaiki diri mereka sendiri. ltulah reaksi yang dapat kita
lihat sepanjang abad ini: dalam periode meningkatnya penindasan
politik, banyak anggota baru berbondong-bondong masuk tarekat dan
sekte·sekte kebatinan. Dilihat dari sudut jumlah penganutnya, arti
pentingnya tarekat mengalami naik turun lebih kurang sejalan dengan
perubahan-perubahan iklim politik.
Namun ada faktor lain, yang berbeda jenisnya, yang sampai batas
tertentu menghambat pertumbuhan tarekat Naqsyabandiyah (dan juga
tarekat lain}. Pada tahun 1924, Makkah ditaklukkan oleh 'Abd Al'Aziz ibn Sa'ud, dan sejak saat itu diperintah oleh kaum Wahabi yang
berpandangan buruk terhadap tarekat. Sampai saat itu, pusat yang sesungguhnya dari tarekat Naqsyabandiyah Indonesia adalah Makkah, dan
dari setiap generasi banyak dari mereka yang pergi berhaji masuk
tarekat selama mereka tinggal di Hijaz. Bagi kebanyakan orang, tarekat
itu memiliki kharisma karena ada hubungannya dengan Makkah; adalah
sangat membanggakan bila orang memperoleh ijazah dari seorang syaikh
di Hijaz. Setelah penaklukan Wahabi, praktis tertutuplah kemungkinan
untuk mengajarkan tarekat di Makkah. Kebanyakan syaikh-syaikh
tarekat angkat kaki dari kota suci itu dan menetap di kota-kota lain,
yang berarti tarekat-tarekat kehilangan kesempatan yang unik untuk
menjalin hubungan internasional seperti halnya di Makkah. 16 Demikianlah, kaum Naqsyabandiyah di Indonesia direnggut dari pusatnya, ia
kehilangan tempat yang biasanya ramai dengan calon anggota baru dan
tempat yang sejak masa pengikut yang mula-mula senantiasa didatangi
demi memperdalam ilmu pengetahuan mereka. lni pun membendung
pertumbuhannya di Indonesia sendiri. Tetapi, di sisi lain, keadaan itu
memaksa cabang-cabang di Indonesia menjadi lebih mandiri. Beherapa
syaikh Naqsyabandiyah di Indonesia berikhtiar mengisi kekosongan tersebut, dan mengkoordinasikan berbagai cabang.
Dari upaya-upaya tersebut, yang paling berhasil adalah rintisan
16. Walaupun secara resmi kegiatan-kegiatan tarekat diJarulg di Arab Saudi, bebcrapa syaikh
dalasn dua dasawarsa terakhir memberikan pdiQaran tarekat secara (setengab) sembunyi·
sembunyi. Bebcrapa penganut Naqsyabandiyah dari Indonesia, danjuga Qadiriyab, ketika
berada di Makkah sempat mcmerinia llCdikit pdiQaran dari rryaikh"lyaikh ini, mcskipun
hanya satu dua hari atau malaban hanya bebcrapajam
u.
l I 8 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
Syaikh Haji Jalaluddin asal Minangk.abau yang telah disebut di atas,
yang mendirik.an Partai Politik Tarekat Islam segera setelah kemerdek.a·
an. Kendatipun ditentang oleh Syaikh Sulaiman Al-Rasuli, ia berhasil
menarik tidak sedikit khalifah Naqsyabandiyah (dan Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah} lain ke da1am organisasinya. la pun aktif sekali menyebarluaskan tarek.at, dan hampir-hampir atas usahanya sendiri membawa kembali kebangkitan tarekat secara luar biasa di penghujung
tahun 1950-an dan 1960-an. 17
Dalam bab-bab selanjutnya akan diuraikan secara singkat per·
kembangan dalam abad kedua puluh di berbagai daerah secara terpisah.
Terutama sekali sejak lenyapnya pusat tarekat di Makkah, berbagai
cabang di daerah berkembang hampir-hampir secara independen. Oleh
karena itu, pendekatan kedaerahan lebih sesuai daripada yang lebih
global dan kronologis.•
1 7. Tcntang Pm dan payung otganisasi tarekat lainnya dalam periode kemerdekaan, lihat
Bab X dan XII.
BAB IX
TARE.KAT NAQ.SYABANDIYAH
DI KEPULAUAN RIAU DAN KALIMANTAN BAR.AT
Kepulauan lliau
Seperti sudah dibicarakan sebelumnya, Syaikh lsma'il Minangkabawi diundang oleh Yang Dipertuan Muda Raja 'Alike Pulau Penyengat, yang merupakan kedudukan dinasti raja-raja muda Bugis dan
merupakan pusat kebudayaan dan keagarnaan kerajaan. Yang Dipertuan
Muda sendiri, keluarganya, dan kebanyakan bangsawan di sana menjadi
murid-murid Syaikh Isma'il. Setelah sang syaikh kembali ke Makkah,
adik Raja 'Ali dan penggantinya kemudian, 'Abdallah, memimpin
tarekat ini di Riau. Dua kali seminggu, acara ritual berjamaah diselenggarakan, dan semua pangeran hadir. Kita tidak tahu mengenai keikutsertaan lapisan aosial lain, sebab hal itu tidak menjadi titik perhatian
dari satu·satunya sumber kita, Raja 'Ali Haji (sepupu Yang Dipertuan
Muda). Tampak sepertinya tarekat itu terutama sekali hanyalah
merupakan kegiatan dalam k.alangan atas. 1
Raja Muhammad Yusuf, yang menggantikan tab.ta pada tahun
1858, adalah Yang Dipertuan Muda yang kesepuluh dan yang terakhir.
Sekaligus ia bertindak sebagai pucuk pimpinan tarekat Naqsyabandiyah di Riau. Meroaotnya kesultanan ~ara politik kemudian selama
masa pemerintahannya yang panjang (1858-1899) tidak merintangi,
malah barangkali mendukung, kesemarakan kehidupan budaya dan
agama yang belum pernah terjadi sebelumnya. Muhammad Yusuf
adalah Yang Dipertuan Muda yang pertama pergi naik haji ke Makkah,
dan ia telah dibaiat (atau dibaiat ulang) masuk tarek.at Naqsyabandiyah
oleh Muhammad Shalih Al-Zawawi. 2 Ketika sultan dari garis dinasti
Melayu, Sulaiman Badrul Alam Syah, wafat pada tahun 1883, Muhammad Yusuf lantas mengambil alih kedudukan sultan. Mula-mula ia menjalankan kekuasaan tertinggi melalui istrinya, putri salah seorang sultan
sebelumnya, dan pada tahun 1885 mengangkat putranya sendiri sebagai
sultan. Menurut Sham (1980: 82-83), Muhammad Yusuf dapat melakukan ini karena kepemimpinannya dalam tarekat Naqsyabandiyah sudah
cukup memperkuat kedudukannya di Lingga, pulau tempat sultan·
sultan berdiam. Untuk selanjutnya, Raja Muhammad Yusuf mem-
I. Ali Haji 1982b, khususnya 285·7, 297. Untuk mqetahui penilaian atall karya Raja Ali
HiQi lihat pengantar terhadap katya ini dan Andaya le Matheson 1980.
2. Menurut risaJah Naqsyabandi se~ di.lrutip dalam Sham 1980, 78-9 dan dalam
Abdullah 198!ia, !l.
119
120 Tare/cat Naqs:yabandi:yah di Indonesia
punyai dua istana, di Penyengat dan di Lingga, dan di kedua pulau itu
bilamana ia ada di sana ia yang memimpin zikir berjamaah.
Pada tahun 1894, Muhantmad Yusuf membangun sebuah mesin
cetak di Penyengat, yang dipakai tidak hanya untuk mencetak peraturan-peraturan pemerintah, tetapi juga, dengan nama Mathba'at Al·
Ahmadiyyah, sebagai pencetak kitab, risalah dan tulisan-tulisan yang
menyangkut kebudayaan secara: umum. Di antara kitab·kitab yang
pertama kali dicetak di percetakan ini adalah sebuah risalah karya
Shalih Al·Zawawi, guru Naqsyabandiyah dari Muhammad Yusuf,
dengan terjemahan Melayu oleh putra Yusuf, 'Abdallah. 3 Penggerak
intelektual di balik penerbit tersehut adalah sekelompok bangsawan
yang berbakat di lapangan intelektual dan kesenian, yang telah mem·
bentuk sebuah lingkaran diskusi, Rusydiah Klab. Rupa·rupanya,
diskusi-diskusi mereka sebagian besar bersifat keagamaan (mungkin
sekali mereka semuanya adalah penganut Naqsyabandiyah ), tetapi
juga sangat prihatin terhadap peningkatan pengaruh Belanda.
Beberapa dari mereka di kemudian hari menjadi terkenal sebagai
penulis. 4
Setelah wafatnya Muhammad Yusuf pada tahun 1899, tidak seorang pun menggantikannya sebagai Yang Dipertuan Muda. Putranya
terus memerintah sebagai sultan, dengan kekuasaan yang sebenarnya
kian merosot, sampai Belanda menurunkannya dari tahta pada tahun
1911. Akhimya, pada tahun 1913, secara resmi Belanda menguasai
Riau dan menghapuskan kesultanan. Tampaknya ini juga berarti ber·
akhimya kehadiran tarekat Naqsyabandiyah di Riau. Dalam bentuk apa
pun, tarekat ini tidak lagi diamalkan orang di Kepulauan Riau. Di
Provinsi Riau daratan sekarang {dulunya memang terdapat kesultanan
tersendiri) ada banyak pusat Naqsyabandiyah, tetapi pusat-pusat ini
berafiJiasi kepada syaikh-syaikh Minangkabau atau juga kepada Syaikh
'Abd Al-Wahhab Rokan dari Langkat di Sumatera timur laut.
Kalimantan Barat
Sultan-sultan Pontianak, yang tergolong garis keturunan sayyid
dari marga AI-Qadri, juga mempunyai hubungan khusus dengan
keluarga Zawawi. Mereka telah mewakafkan tanah di Makkah,, yang
3. Hamidy 1983, 69. Nama Al·Ahmadiyyah yang dilekatkan pada pe:rcetakan itu, me:nye·
rupai nama julukail. Al-Ahmadi yang dipakai berbapi tyaikh dalaln silsilah Muhammad
Shalih dan juga digunakan oleh Muhammad Yusuf, tampaknya mengacu kepada Ahmad
Sirhindi, sang Mufllddid. Judul-judul risalah yang dicetak adalah: Kaiflyat Al·Dzikr 'ala
Thariqat Al-Naqsyabandlyah, karya masyhur oleh Muhammad Shalih Al·Zawawi (dicetak
tahun 1313/1895-6), dan karya 'Abdallah AI·Zawawi, R1'safat Al-Fawa'id Al·Waffyat fi
Ma 'Ila Al· Tahiyyah (1312/1894·5 ). Setelah kesultanan betul-betul dihapuskan tahun
l , se:kelompok bangsawan dan cendekiawan pindah ke Singapura dan di sana mendirikan sebuah percetakan dengan nama yang sama, Al-Ahmadiah Press, yang menerbitkan
di antara yang disebut belakangan adalah se:buah rlsalah
karva·karva sastra dan
Minangkabawi, Muqaranah (Hamidy 1983, 71-3).
4. Tentan2 Rusvdiah Kiah, Uhat Hamidy 1983, 26-35, 87·88.
Bab IX. Tarekat Naqsyabandi:yah di Riau
aan Kalimanttm Barat
121
sebagiannya dipakai untuk asrama-asrama para kawula mereka yang
menunaikan ibadah haji dan mengikuti peJajaran di sana. Para pelajar
dari Pontianak (kebanyakan dari mereka mungkin sekali masih ada
hubungan dengan keluarga Al-Qadri yang memerintah), semuanya
dipercayakan untuk diurus oleh keluarga Zawawi.5 Ketika 'Abdallah
Al-Zawawi punya masalah dengan Syarif Makkah pada tahun 1884, ia
mengadakan perjalanan ke arah timur mengunjungi bekas murid-muridnya, termasuk "sahabat karibnya di Hindia", Sultan Pontianak. Bahkan
pada tahun 1891, atas persetujuan residen Belanda, ia diangkat sebagai
mufti Pontianak. 6 Beberapa keturunannya masih hid up di daerah itu;
yang paling dikenal di antara mereka adalah cucunya, Yusuf 'Ali
'Abdallah Al-Zawawi, yang menjadi mufti di Negara Bagian Trengganu,
Malaysia, hingga akhir hidupnya tahun 1980. 7
Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah dikenal di Pontianak
sebelum kedatangan 'Abdallah, sebab banyak dari mereka yang tinggal
beberapa Jama di Makkah tidak hanya mempeJajari fiqih dan akidah
dengan kedua Zawawi (M. Shalih dan 'Abdallah), tetapi juga tarekat.
Yang paling mula sekali kita kenal adalah 'Utsman Al-Puntiani bin
Syihab Al-Din, yang belajar pada Muhammad Shalih dan yang
kemudian hari menjadi terkenal sebagai penerjemah beberapa teks
sufi. 8
Syaikh 'Utsman tampaknya tidak pernah mengajarkan tarekat
Naqsyabandiyah, tetapi Isma'iljahal yang hidup semasa dengannya dan
sepuluh tahun lebih muda darinya mengajarkannya. Isma'il tiba di
Makkah sekitar tahun 1870 pada usia lima belas tahun. Mula-mula ia
belajar fiqih dengan mufti dari keempat mazhab di Makkah, dan
kemudian juga dengan 'Abdallah Al-Zawawi. Barangkali pertemuannya
dengan 'Utsman bin Syihab Al-Din·lah yang membangkitkan minatnya
akan tasawuf. la menerinta pelajaran pertamanya dalam tarekat dari
Muhammad Shalih sendiri yang telah berumur, dan setelah Shalih
wafat, ia menerinta pelajaran dari khalifah utama syaikh tersebut,
Muhammad Murad Al-Qazani Al-Uzbaki. Ia menerima ijazah untuk
mengajarkan tarekat, masih juga dari Muhammad Shalih ataupun dari
Al-Qazani, dan menjadi guru yang masyhur, menarik tidak sedikit
murid-murid asal Indonesia. Selama ta.hun-tahunnya sebagai khalifah
di Makkah, ia tinggal di sebuah rumah di Jabal Hind yang merupakan
5. Snouck Hurgronje 1889, 388·9.
6. Lihat Snouck Hurgronje,Advi•en II, 1600-11.
7. Keterangan &an dari H.W. Muhd. Sbaghir Abdullah,Januari 1987.
8. Karya 'Utsman Al-Punllanl yang dikenal culrup hw tennasuk Taj Al· 'Arus (teljemahan Melayu dari
Hi/cam.nya lbn 'Ata'lllah) dan Tamtiir Al·Qttlttfl (teljemahan Melayu darl Al· Ta:l'IWif 6i lsga:t Al· Ta:dl>ir·
nya Ibn 'Ata'lllah, bubn teb Muhammad Amin Al-Kurdl deugan judnl yang sama). Kednanya masih
tents dicetak ulang, dan dlpakal secara lnas di Kalimantan Barat dan Se Iatan. la juga meneljemahkan
Maulid·nya Barzinji yang terkenal itu dan sebuah risalah tentang akidah oleh mufti ma:ihab Syal!'! di
Mall.ah, Ahmad bin Zalnl Dahlan, Fatli Al·Mutafailirin.
12% Ttf11'1flult Na:qsya:bantliyah di Indonesia
barta waq/ yang disumbangkan oleh keluarga penguasa Pontianak, bersebelahan dengan ma.kam mendiang Sultan Hamid I (w. 1289/1872).
lnilah asal-muasalnya "Jabal" yang melekat pada namanya sebagaimana
ia umumnya dikenal. Secara kebetulan, ia barangkali dipandang sebagai
saingan yang potensial oleb Syaikb Jabal yang lain, yaitu Sulaiman AlZubdi dari Abu Qubais. Penganut Naqsyabandiyab dari zaman paling
akhir yang berafiliasi kepada Al-Zuhdi masib mencap ,,Jabal Hind"
sebagai sekte Naqsyabandiyab palsu yang telah menyimpang dan sesat,
yang berlainan bagai langit dan bumi dengan kepunyaan mereka
sendiri. 9 Pada tabun 1919, setelah setengab abad di Makkab, Isma'il
kembali ke Kalimantan dan menetap di Pontianak sebagai seorang
'alim dan syaikh tarekat. Dalam ingatan orang-orang tua yang tinggal di
sana, ia masih tetap dipandang sebagai seorang yang paling terpelajar
dan paling arif dari generasinya. 10
Isma'il bukanlab satu-satunya khalifab Mazba.riyab di Kalimantan
Barat; Muhammad Murad Al-Qazani mengangkat tip khalifab lagi,
semuanya pun bertempat tingga1 di Pontianak:
Sayyid Ja'far bin Muhammad Al·Saqqaf;
Sayyid Ja'far bin 'Abd Al-Rahman Al-Qadri (putra seorang
pangeran);
Haji 'Abd Al·' Aziz (penduduk Kampung Kamboja).
Tidak ada khalifab lain di bagian lain wilayab Kalimantan Bara.t;
kepopuleran Naqsyabandiyab di Pontianak adalab terutama sekali
berkat hubungan khusus para Sultan dengan keluarga Zawawi. Tidak
seorang pun dari khalifab setempat yang tampaknya telah mengangkat
seorang pengganti, dan tarekat ini pelan-pelan mengbilang. keruntuban·
nya kurang lebih bersamaan dengan runtubnya kesultanan. Wakil 'ter·
akhir dari. cabang tarekat ini, menurut informasi yang saya peroleh
tentang dia, telah dibaiat oleh salab seorang dari. Sayyid Ja'far yang dua
itu. la tinggal di Kecamatan Ketapang sebelah selatan pada tabun 1950-,
an dan menurut syaikb asal Madura yang pernab berjumpa dengannya
di sana, ia telah menjadi dedengkot para tukang sihir di sana, yang
memakai wirid dan zikimya untuk melak.ukan perbuatan yang ter·
golong ilmu hitam/tenung. 11
Tarekat Naqsyabandiyab Mazba.riyab memperoleh tenaga baru lli
Kalimantan Barat (sebelum kemerdekaan, pulau ini disebut Borneo)
dalam tabun-tabun 1950-an, berkat kegiatan sejumlah kiai dari Madura.
Sepanjang pesisir barat pulau ini terdapat kelompok-kelompoll ma·
9. Bdk. Bab IV, catatm b11i 15.
lo. Saya bautang bwfi menpnai lnformui tmitang lama'll Jabal ini upada Abdul Jlaiii
Mahmud, Ketua Majc1is Ulama Kalma'lltllJ'! Dant dan kbalifah (ladiriyah wa Naqayabandi·
yah, yang llCtnala mudanya bergum kepada lama'll (wawanQta tanagal 22Januari 1987).
11. Kiai Mahfudz, Sampang, Maduta (wawaacan. tugal 22·2·1988). Sang k.lai menp.k.u telab
membawa lama'il, tu1cang tiJdr mt, kembali ke jalan yang benar tetelab memmangkan per·
tandingan adu keltuatm batm.
Ba:b IX. Ta:rekat Na:qsya:ba:ndiyah di Ritiu dan Kalimantan Barat
123
syarakat Madura, anggota masyarakat mereka yang paling awal tiba di
sana selama abad kesembilan belas, dan secara teratur masih terus diperkuat dengan para pendatang baru dari Madura. Di antara mereka itulah
muncul Syaikh Fathul Bari beserta khalifabnya. Mereka ini termasuk
cabang Mazhariyah juga, dan mulai menjaring pengikutnya pada pertengaban tabun 1950-an. Mereka mela.kukan perjalanan keliling setiap
tabun mengunjungi kelompok-kelompok masyarakat Madura, dan berhasil membaiat sebagian besar dari. mereka secara resmi. Dewasa. ini,
syaikh-syaikh tersebut memperkirakan babwa mereka mengawasi
sekitar 300 masjid dan mempunyai puluhan ribu pengikut yang
menjadi jamaab masjid·masjid itu - semuanya orang Madura. Hanya
seorang dari syaikb-syaikh Madura itu, Muhsin Aly Alhinduan (w.
1980) untuk sementara mampu pula menerobos ke lingkungan penduduk Melayu, di luar itu tarekat ini sepenubnya tetap menjadi urusan
orang-orang Madura. Oleh sebab itu, hal tersebut akan dibicarakan nanti
dalam hubungannya dengan perkembangan tarekat Naqsyabandiyah di
Madura sendirl.
Putra Kalimantan Barat lainnya yang terkenal adalah Ahmad
Khatib Sambas, pendirl tarekat Qadiriyab wa Naqsyabandiyab (lihat
Bab VI). Ahmad Khatib tidak pemah kembali ke kampung halamannya,
Sambas (kesultanan Melayu di pantai barat Kalimantan paling utara),
dan tidak mengangkat seorang khalifab pun di sana. Paradoksnya,
Sambas sekarang merupakan salab satu dari sedikit tempat di Indonesia
di mana nama Ahmad Khatib hampir tidak dikenal. Tetapi, paling
tidak, ia ada mengangkat seorang khalifab untuk wilayab Pontianak,
yaitu 'Abd Al-Lathif bin 'Abd Al-Qadir Al-Sarawaki. Agak bela.kangan,
di sana pun ada khalifab lain dari tarekat yang sama, Sayyid Muhammad Ridha bin Yabya (Pesantren Al-Salam, Palimah, Pontianak), khalifah dari Ahmad Khatib atau khalifab juga dari •Abd Al-Karim Banten. 12
Satu-satunya guru Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang lebih
kurang berpengaruh di Kalimantan Barat adalab K.H. Abdul Rani
Mahmud (lahir tabun 1914). Dia mengenal tarekat ini untuk pertama
kalinya melalui kakeknya, yang telah menerimanya dari Syaikh 'Abd
Al-Lathif Al-Sarawaki. Dia juga mempelajari tarekat Naqsyabandiyah
Mazhariyah dengan Isma'il Jabal dan menerima ijazab darinya. Tetapi,
sekarang ia berafiliasi dengan Ahab Anom, syaikh Qadiriyab wa Naqsyabandiyah yang berpengaruh dari Suryalaya, Tasikmalaya. Ia mengunjungi Ahab Anom tabun 1976. Beberapa tabun kemudian, Abah Anom
mengirimkan ijazah kepadanya, dan kini Abdul Rani Mahmud adalah
wakil tunggal Abah Anom di Kalimantan Barat. 13 Sebenarnya, jumlah
orang yang mengikuti tarekatnya Abah Anom di sini sedang-sedang
saja.•
12. Informasi dari K.H. Abdul Rani Mahmud, Pontianak (wawancara tangal 22 Januari
1987).
13. Idem.
Bab X. Tarekat Naqsyabandfyah di Sumatera Barat
BAB X
TAB.EK.AT NAQSYABANDIYAH DI SUMATERA BARAT
Perkenalan Pertama dan Perkembanpn Awalnya
Sumatera Barat; atau lebih tepatnya dataran tinggi Minangkabau,
telab menjadi, dan tetap begitu hingga kini, wilayah yang penganut
Naqsyabandiyahnya paling padat. Bapimana pennulaannya hilang
dalam kabut sejarah, tetapi perkiraan Schrieke bahwa tarekat ini datang
pertama kali seputar tahun 1850 tidaldah melesetjauh (Schrieke 1921:
263-6). Namun, tidak terdapat bukti-bukti bahwa Syaikh lsma'il dari
Simabur pemah kembali ke negeri a.salnya (seperti diduga Schrieke dan
sarjana lain setelah dia). Orang-orang Mina.Ilg yang menerima tarekat
dari dia pastilah ketika berada di Makkah, atau mungkin juga ketika ia
tinggal sebentar di Singapura. Salah seorang di antara mereka adalah
Syaikh Tuanku Berulak (Muhammad Thahi:r dari Berulak di Nagari
Padang Ganting, Tanah Datar), 1 yang meninggal pada pertengahan
tahun 1860-an. Satu-dua tahun setelah meninggalnya, Verkerk Pistorius (narasumber Belanda yang paling awal mengenai pokok ini),
menulis bahwa syaikh ini, setelab tinggal lama di Makkah, telah memperkenalkan "ajaran,. baru di daerahnya. Verkerk Pistorius (1869:
450-1) menyebutnya "ajaran Abu Hanifah''. tetapi dari uraiannya
kentara sekali bahwa dalam ajaran baru itu tennasuk Naqsyabandiyah
(zikir dan suluk). lnformasinya terlalu ringkas bila dipakai untuk
menentukan apakah syaikh yang bersangkutan benar·benar telah menjadi pengikut mazhab Hanafi di Makkah, dan apakah kita harus melihat
pengaitan kepada Abu Hanifah itu sebagai upaya menunjukkan perlawanan terhadap mazhab Syafi'i yang dominan di Nusantara ataukah
sebagai suatu seruan kepada semua imam mazhab untuk melawan
amalan-amalan tradisional. Bagaimanapun, 0 ajaran" baru itu dengan
cepat menyebar; berbagai surau tua dan dihormati masyarakat menjadi
pusat-pusat Naqsyahandiyah dan pembaruan yang Clihubungkan dengannya terjadi: di Silungkang, di Cangking (di Ampat Angkat, Agam) dan
Pasir (juga di Agam), di Kasih (Singkarak), dan di Bonjol. Verkerk
Pistorius memperkirakan bahwa sampai tahun ia menulis (1869), kirakira seperddapan dari penduduk telah bergabung dengan gerakan baru
itu.
1. Scpcrti dibqukkan pada lillilah Syaikh Abdul MIQid dari Guguk Salo, Batu Sangkar,
khalifah M11bammad '.l1lahir Berulak adaJah pncrui ketiga. Syaikh Abdul Majid, menurut
Kadirun Yahya (Ubat hab beriku.t), merupabn aJah seorang dari tip guru yang membcrl·
nya tpab Naqsyabandiyah.
124
125
Sumber-sumber yang belakangan menyebut syaikh dari Cangking,
Jalaluddin, sebagai syaikh Naqsyabandiyah yang paling berpenga:ruh. Ia
banyak menarik orang berpindah menjadi pengikut Naqsyabandiyah,
dan oleh karena itu ia terlibat dalam konflik dengan guru-guru Syattariyah dan tarekat-tarekat lokal yang leb~ kecil, yang melihat betapa
sumber penghidupannya terancam. Tarekat Naqsyabandiyahnya Jalaluddin menyebarluaskan pembaruan tertentu yang semuanya merupakan
pemutusan dengan tradisi lokal dan reorientasi ke Makkah, pusat dunia
Islam: penolakan terhadap ajaran-ajaran mistik yang sinkretistik dan
syirik, penekanan pada kebutuhan untuk melafalkan perkataan Arab
dengan benar, pembetulan arah kiblat masjid-masjid, dan penentuan
yang tepat kapan awal dan kapan akhir bulan puasa Ramadhan. 2 lni
memberikan pada tarekat watak gerakan pembaruan; rakyat setempat
menamai mereka "golongan haji", "orang puasa dulu .. (sebagai lawan
dari kalangan Syattariyah yang dinamai "orang puasa kemudian") atau
menamai paham mereka "agama Cangking" (sebagai lawan dari "agama
Ulakan", dengan mengambil nama pusat Syattariyah yang utama di
Pariaman).
Setelah Jalaluddin wafat, yang menjadi syaikh Naqsyabandiyah
paling terkemuka di Minangkabau adalah syaikh dari Kumpulan dekat
Bonjol. Syaikh ini, yang nama aslinya 'Abd Al-Wahhab gelar Syekh
3
Ibrahim bin Pahad, tetapi biasanya hanya dikenal sebagai Syekh
Kumpulan, masih hidup pada tahun 1915 sebagai orang yang berusia
lebih seabad. Seorang pengamat Belanda ketika itu menulis: "Di mana
pun ia datang, sebagai tokoh yang dimuliakan, ia dikerumuni orang
dengan rasa setia, orang memohon berkahnya, ia dijunjung tinggi di
atas tandu bagai seorang wali ..."(van Ronkel 1916: 18). Di waktu itu
ia sudah lama berhenti mengajar, tetapi ia masih mengangkat khalifah
baru.
Schrieke pun menyebo.t seorang syaikh Naqsyabandiyah lain yang
mempunyai penga:ruh besar pada sekitar tahun 1880, yaitu Tuanku
Syekh Lebuh di Padang. Melalui perkawinannya dengan seorang puti
(perempuan bangsawan keturunan Pagaruyung), ia banyak membaiat
kalangan bangsawan masuk tarekat. 4
Guru-gum yang Paling Penting sekitar Tahun 1890
Sebualt daftar panjang khalifah Naqsyabandiyah di dataran tinggi
Minangkabau menjelang akhir abad kesembilan belas diberikan dalam
2. Schrieke 1921: 263·4. Secara tradisional, pua1111 dimulai (dan juga berakhir) di Sumatera
Barat tiga hari setelah pcrtama melihat bulan ("''yah); mulai pada hari pertama diangpp
pantang. Asal·mulanya kebiasaan lni tidak diketahui.
3.· Syaikh lni tidak sama dengan syaikh lain yang juga berusia lebih dari sea.bad yaitu 'Abd
Al·Wahhab, syaikh dari Babuua.Jam di Langkat, Sumatera Utara, seperti diduga Kraus
(1984: 85, 92).
4. Schrieke 1921; 266·7n.
126 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
la.poran yang ditulis oleh residen ketika itu, J.C. Boyle, yang juga
banyak memberikan informasi penting lainnya. 5 Tambahan pula, ia
juga memberikan nama-nama syaikh yang memberikan ijazah kepada
para khalifah ini (dalam kebanyakan kasus Sulaiman Al-Zuhdi Efendi).
Pada masanya, telah digariskan perbedaan antara khalifah tawajjuh,
yang dlizinkan memimpin ritual dan zikir berjamaah, tetapi tidak untuk
membaiat murid baru, dengan khalifah taf'ekat, yang punya kewenangan untuk melakukan yang terakhir itu (dan karenanya mereka adalah
syaikh yang mandiri). Khalifah tarekat yang paling penting pada tahun
1891 adalah:
A. Di onderafdeeli'ng Fort van der Cappellen (Batu Sangkar):
1. Syekh Muhammad Jamil Tungkar. Dihormati sekali; mempunyai dua surau, di Tungkar dan di Berulak, dengan murid
sekitar 150 orang. Masih kerabat kepala laras. Ijazah dari
Sulaiman Efendi.
2. Syekh Abdul Majid dari Tanjung Alam. Dihormati sekali.
Murid-muridnya ada yang datang dari Agam dan Tanah
Datar. Ijazah dari Sulaimap Efendi.
3. Syekh Abdul Manan dari Padang Ganting. Kurang dihormati
ketimbang yang di atai. Ijazah dari Sulaiman Efendi.
4. Syekh Tuanku di Kolom dari Pagaruyung. Tua dan sakitsakitan, tetapi dihormati; ijazah dari Sulaiman Efendi.
5. Syekh Muhammad Samman dari Rao-Rao. Muridnya banyak;
ijazah dari Sulaiman Efendi.
6. Syekh Haji Muhammad Sha6h Minangkabau. Reputasinya
buruk, muridnya sedikit; ijazah dari Sulaiman Efendi.
B. Di onderafdeeling Dua Puluh Koto:
7. Muhammad Sa'd dari Singkarak. Muridnya banyak sekali,
ada yang datang dari Batipuh dan Sepuluh Koto dan ia pun
berpengaruh. Tidak da.pat dipastikan dari siapa ia memper·
oleh ijazah.
8. Syekh Lubuk Lintah dari Sulit Air. Muridnya banyak dan
pengaruhnya luas, sampai ke limo Kaum dan Sungai Jambu
(di Tanah Datar). Tidak ada informasi mengenai jazahnya.
9. Syekh Haji Usman dari Sulit Air (tak ada informasi lebih
jauh).
10. Syekh Muhammad Ali dari Sulit Air (tidak ada informasi
lebih jauh).
C. Di onderafdeeling Koto Tujuh:
11. Syekh Haji Muhammad dari Koto Baru. Menantu dari kepala
laras; tidak ada informasi mengenai ijazahnya.
5. Terlampir dalam MR 1891, no. 760. Algemecn Rijksarchief (ARA), Den Haag.
Bab X. Tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera Barat
127
D.
Di onderafdeeling Liatau dan Buo:
12. Haji Bustani dari Tanjung Bonei. Baru saja kembali dari
Makkah; belum punya murid, tetapi cukup dihormati.
13. Haji Idris dari Tapi Selo. Mempunyai sekitar empat puluh
murid; dihormati.
E:
Di afdeeling Batipuh dan Sepuluh Koto:
14. Syekh Muhammad Yunus dari Koto Lawas. Murid-muridnya
ada pula yang datang dari Payakumbuh. Ijazah dari Sulaiman
Efendi.
15. Syekh Muhammad Thahir dari Batipuh Diatas. ljazah dari
Sulaiman Efendi.
16. Syekh Muhammad Thaib dari Pauh. ljazah dari Sulaiman
Efendi.
I 7. Syekh Sulaiman dari Sumpur. Ijazah dari syaikh dari Silungkung.
18. Syekh Abdul Lathif dari Sumpur. Ijazah dari syaikh dari
Tungtar.
F.
Di onderafdeeling Llma Puluh Koto:
19. Syekh Abdul Rahman dari Batu Hampar. Sudah tua dan
sakit-sakitan, sangat dihormati, dipandang sebagai ulama
besar. Sangat banyak murid-muridnya, berdatangan sampai
dari P;idang, Pariaman, Agam dan Tanah Datar. Ijazahnya
dari Makkah, tetapi tidak diketahui dari siapa. (Syekh Abdul
Rahman ini adalah kakek dari politikus nasionalis terkemuka
Mohammad Hatta).
20. Syekh Abdul Karim dari Koto nan Gadang. Agak banyak
muridnya dan pengaruhnya sampai ke Agam. Menerima
ijazahnya dari Batu Hampar.
G.
Di onderafdeeling Agam Tuo:
21. Syekh Muhammad Husin dari Pasir. Berusia lanjut, banyak
muridnya, juga dari luar nagarinya. Selalu terlibat konflik
dengan kepala laras Ampat Angkat. Tidak dicintai teta.pi
dihormati karena ke-'alim-annya. Asal ijazahnya tak diketahui.
22. Syekh Ibrahim. Berasal dari Padang Sibusuk (Koto Tujuh)
tetapi menetap di Koto Halang (laras Ampat Koto). Banyak
muridnya, juga di Payakumbuh dan Sijunjung. Asal-µsul
ijazahnya tidak diketahui.
H.
Di onderafdeeling Bonjol :
23. Syekh Ibrahim dari Kumpulan (Syekh Kumpulan yang
masyhur itu). Banyak murid, juga di Puar Datar, Agam,
l 28 Tarekat Naqsyabandfyalt di Indonesia
Palembayan, Talu dan bahkan di (luar Minangkabau)
Mandailing. Ijazah dari Sulaiman Efendi. 6
Di onderafdeeling Danau-districten en Matur:
24. Syekh Abdul Salam dari Maninjau. Muridnya banyak sekali,
juga di luar nagarinya (terutama di Agam). Asal-usul ijazah
tidak diketahui.
Dari pedalaman Minangkahau tersebut, tarekat itu menyebar ke
segenap penjuru. Ke utara, para syaikh Minangkabau menarik pengikut
baru di antara orang-orang Batak Mandailing yang sebelumnya sudah
memeluk Islam. Di atas sudah dikemukakan bahwa syaikh dari Kumpulan mempunyai murid-murid di Mandailing; laporan lain menyebut·
kan dua syaikh Minangkabau yang sebenaruya telah menetap di sana:
Syekh Abu Bakar dari Padang Lawas dan seorang bernama Haji Yusuf
dari Gunung Berani.' Laporan yang sama mengemukakan tentang pengislaman yang berlangsung pesat di Kerinci, ke arah selatan, yang dua
puluh lima tahun sebelumnya seluruhnya kafir dan pada tahun 1891
seluruhnya benar-benar menjadi Muslim. (Saya tidak memperoleh informasi mengenai penyebarluasan tarekat Naqsyabandiyah di sana pada
periode ini). Belakangan akan kita dapatkan guru-guru Naqsyabandiyah
J\.tinangkabau pada menetap ke arah timur, di Riau daratan, khususnya
di Kampar, dan akan kita lihat pengaruhnya menyebar ke arah Aceh
Barat dau daerah Medan.
Kebanyakan dari khalifah dalam daftar di atas memperoleh ijazah
mereka dari Makkah, dan itu juga tetap berlaku pada generasi berikut·
nya (sampai 1925). Bahkan seseorang yang telah diangkat sebagai
khalifah oleh seorang syaikh lokal akan berupaya untuk menerima
pengukuhan kembali statusnya ini di Makkah, dengan secarik ijazah
dari tuan guru yang paling berwibawa zaman itu. Oleh karena itu,
tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera Barat tidak serta-merta her·
kembang menjadi sejumlah cabang-cabang yang sejajar, sebab kebanyakan khalifah yang sebaya menerima ijazah mereka dari guru yang sama di
Makkah.
Para Pembela Tarekat Awal Abad ke-20: Muhammad Sa'd dan Khatib
'Ali
Barangkali syaikh-syaikh Naqsyabandiyah Minangkabau yang
paling terkemuka dari generasi berikutnya adalah dua orang yang telah
kita ketahui (dalam bab sebelumnya) terlibat dalam sebuah polemik
I.
6. Syaikh Ibrahim telah lcbih dulu mencrima ijazah dad syaikh Minangkaba.u Muhammad
Sa'id dad Pulau Bubus, yang adalah khalifah dari lllma'il Minangkaba.wi (mcnurut sebu<lb
sllsilah gabungan yang dikumpulkan oleh putra Kadirun Yahya, lskandar Zulkamain, dan
dilampirkan pada ''Pctunjuk ~ kcutuban amaliyah"·nya, makalah yang di·
sampaikan di Brutagi pada 15-1-1989).
7. Laporan Gubemur Pantai Barat Sumatcra, de Munnk:k, bcrtanggaUl ·ll-1891, dllampirkan
Bab X. Tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera Barat
129
dengan Ahmad Khatib Minangkabau, Muhammad Sa'd dari Mungka8
(1857-1920/1) dan Khatib 'Ali dari Parak Gadang, Padang (1861-1936).
Yang belakangan disebut berada di Makkah selama bertahun-tahun
(1884-1890) dan berguru kepada pembaru Ahmad Khatib, tetapi juga
berbaiat masuk tarekat Naqsyabandiyah di tangan 'Utsman Al-Fauzi.
Sekembalinya, ia menikah (antara lain) dengan seorang putri dari Muhammad Sa'd, maka terbinalah aliansi politik yang penting.
Khatib •Ali dalam wataknya adalah seorang tradisionalis, tetapi
secara lahiriah ia adalah seorang modernisator yang moderat. Ia menjadi
pendidik yang giat, dan mendirikan madrasah gaya modern. Pembelaannya kepada tarekat dan Islam tradisional pada umumnya terhadap
serangan gencar para pembaru tidak hanya terungkap dalam risalahrisalahnya yang apologetik tetapi juga dalam keikutsertaannya secara
aktlf da1am pembentukan organisasi politik yang modern. Menurut
Schrieke, terutama kalangan Muslim tradisionallah yang mendirikan
cabang Sarekat Islam di Padang pada tahun 1916, dan mereka melakukan itu sebagian besar untuk mendapatkan payung perlindungan dari
badai pembaruan yang melanda. Kemudian di tahun itu juga, kaum
mudo dalam cabang Sarekat itu melancarkan kudeta dan berhasil
memegang kendali. Segera Khatib 'Ali bereaksi dengan membentuk
cabang Sarekat Islam lokal kedua sepenuhnya di bawah kendalinya.
Cabang kedua ini (yang beroleh pengakuan dari Centraal Sarekat Islam),
membedakan dirinya dari yang lain dengan mengeluarkan kartu anggota
berwarna merah dan bukannya yang putih. Untuk menangkis ancaman
kaum modernis, Sarekat Islamnya Khatib 'Ali pelan-pelan menjalin
persekutuan dengan "golongan adat", para bangsawan dan pemuka adat
yang oleh generasi-generasi Naqsyabandiyah sebelumnya telah dikecam
keras. Kemudian, pada tahun 1928, Khatib juga memainkan peran kecil
dalam pendirian PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah).' Ikatannya
dengan tarekat Naqsyabandiyah begitu kuat, tetapi tampaknya ia lebih
merupakan seorang aktivis dan organisator clan seorang polemikus daripada seorang guru sufi. Kalaupun ia pernah mengan!Jkat khalifah, tidak
seorang pun dari mereka yang kemudian hari menjadi guru terpandang.
Mertuanya, Muhammad Sa'd dari Mungka lebih aktif sebagai seorang guru tarekat, Ia mengangkat Syekh Yahya Al-Khalidi dari Koto
Kecil, Magek di Agam (w. 1942) sebagai khalifahnya, dan yang terakhir
dalaln MR 1891 no. 760. ARA, Den Haag. Tcntang pcngisla.man Mandailing sccara umum,
libat Young 198!1, bal.198·9.
8. Muhammad Sa'd yang disebut di ata.s (B.7) mungkin sckali orang yang bcrbcda, scbab
tcmpat-tempat tingplnya bcrbcda, dan Muhammad Sa'd dari Mungka pada waktu daftar
itu dikumpulkan bclum 1agi naik baji. Mungka terlctak dckat Payakumbuh, dan M. Sa'id
kita pergi bcrhaji pada ta.bun 1894, dan bmnukim di Makkah sampai 1900, dan bcrada di
san:a. lagi untuk kcdua kalinya antara 1912 dan 1915.
9. Mcngcnai Sarckat Islam <I.an Khatib 'All: Schrieke 1921, 306·9; Abdullah 1971 , 24· 7.
Biografi Khatib 'Ali dalam: Islamic Centre 1981, 20·5!!.
Bab X. Tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera Barat
130 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
ini membaiat, antara lain dua pendiri PERTI, Sulaiman Al-Rasuli dan
Abbas Qadhi dari Padang Lawas. 10
Ka.um Tuo, Komunisme dan PERTI
Adalah merupakan kesalahan besar beranggapan bahwa kaum
mudo itu dalam segala seginya "modern" dan "progresif", dan
kelompok keagamaan tradisional itu, kaum kuno, konservatif. Dari
sudut sosial dan politik, kasusnya. terkadang justru hampir timbalbalik. Penguasa Belanda biasanya cukup baik hubungannya dengan
kaum mudo, yang mereka temukan kooperatif dan oleh sebab itu lebih
mereka sukai untuk memegang jabatan keagamaan resmi (dalam Rad
Ulama). Mereka tetap mengkhawatirkan golongan keagamaan tradisional, terutama kaum Naqsyabandiyah, yang mereka percayai (mungkin
benar) gigih menentang pemerintahan jajahan. Gerakan kaum komunis
pada pertengahan tahun 1920-an menemukan satu dua propagandis
tetapi lebih banyak penentang yang gigih di antara kaum mudo, dan
propaganda kaum komunis itu banyak yang ditujukan tidak kepada
kaum Muslim "modem" tetapi tepatnya kepada kaum mukmin tradisional. Setidak-tidaknya ada dua syaikh Naqsyabandiyah yang berpenga·
ruh yang ketika itu menjalankan propaganda aktif untuk komunisme. 11
Tiga, empat dasawarsa kemudian, sekali lagi bagian ulama tradisional
Minangkabau (termasuk banyak ulama Naqsyabandiyah) yang, diilhami
oleh semacam sosialisme religius, lebih besar kecondongannya untuk
bekerja sama 'dengan kaum komunis daripada saingannya, kaum
"modernis".
Setelah pemberontakan kaum komunis dan penumpasannya,
Sarekat Islam,· atau sisa-sisanya, secara pasti telah kehilangan manfaat·
nya bagi kaum kuno. Pada tahun 1928, sejumlah ulama tradisional
mendirikan sebuah organisasi baru, yang secara resmi merupakan perhimpunan madrasah: Persatuan · Tarbiyah Islamiyah (PERTI). Di
antara para pendirinya, yang paling pen:ting dan paling berpengaruh
adalah Sulaiman Al-Rasuli dan Jamil jaho; para kerabat dan muridmurid kedua tokoh yang amat berkuasa ini selalu merupakan dua sayap
yang berbeda dalam organisasi. Sulaiman Al-Rasuli adalah seorang
Naqsyabandi (ia adalah khalifah dari Yahya Al-Khalidi, yang telah diangkat oleh Sa'd Mungka), dan begitu pula semua yang berhubungan
akrab dengannya. Jamil Jaho dan anak buahnya dalam PERTI tidak
10. Catatan-catatan biografis mengenai syaikh-syaikh ini diberikan dalain Abbas 1975: 460·2
(M. Sa'd Mungka), 471-2 (Yahya Al·Khalidi). 474-6 (Abbu Q.adhi}, dan 4814 (Sulaiman
Al·Rasuli). 'Mengenai dua temkhlr,1ibat juga: hJamic Centre 1981: 66-75 dan 76·85.
11. "Syaikh Naqsyabandiyah yang pa1ins dihormatilah yang mdakukan propaganda komu·
nisme di atas ptakan apma di Cupak, Solok [di Minangkabau]. Di Muara Sipongi, Tapa·
nuli Selatan, ada juga guru Naqsyaballdiyah model la-. yang terkenal karena ibnu guna·
gunanya dan pertuqukan sihimva dan (ia dipakai) sebagai alat untuk memperkenalkan
komuni.une •••" (Sc:hrieke 1955, 152.J).
131
mempunyai afiliasi Naqsyabandiyah, tetapi mitra-pendiri yang lain,
Abbas Qadhi dari Ladang Lawas,12 juga seorang Naqsyabandi, dan
khalifah dari syaikh yang sama dengan Sulaiman Al-Rasuli. Dalam
periode penutup penjajahan, PERTI merupakan wadah utama yang
menampung kepentingan Naqsyabandiyah. Tetapi, tampaknya selama
dasawarsa-dasawarsa terakhir itu tidak banyak terjadi konflik yang
mengkhawatirkan, dan kita temukan tarekat boleh dikatakan hampir
tidak pernah disebut-sebut.
Haji Jalaluddin dan Partai Politik Tarekat lslamnya
Pada tahun 1940-an, suatu tantangan terhadap kepemimpinan
Sulaiman Al-Rasuli muncul dari seorang Hajijalaluddin. Polemik antara
keduanya telah dibicarakan sebelumnya (Bab Vlll). PERTl menyatakan
diri sebagai partai politik, dan J alaluddin, sementara ia didepak keluar,
telah mendirikan Partai Politik Tarekat Islam (PPTI)-nya sendiri. Kedua
partai tersebut mengklaim mewakili tarekat Naqsyabandiyah (tetapi
PERTI, tentu saja, secara eksklusif tidak demikian). Upaya-upaya Al·
Rasuli untuk mendisiplinkan dan menundukkan Haji Jalaluddin tidak
sedikit pun berhasil, dan pemilihan umum tahun 1955 memperlihatkan
bahwa Jalaluddin telah mampu membina dukungan yang lumayan.
PPTI-nya turut serta dalam dua dari tiga provinsi di Sumatera; di Suma·
tera Tengah (Minangkabau termasuk) berhasil meraih 35.156 suara dari
1.571.133 suara pemilih keseluruhan, atau 2,23, dan di Sumatera
Utara (Mandailing termasuk) 27 .084 suara dari 2.134.817 suara, atau
1,33. Di daerah tertentu, PPTI memperoleh persentase suara jauh
lebih tinggi: di Solok (Minangkabau) 13.313 dari 122.084 yaitu 113,
dan di Tapanuli Selatan (Mandailing) 19.549 dari 175.932 atau juga
11 %. Secara keseluruhan, perolehan PERTI bahkan lebih baik, dan
mengingat bahwa setidak-tidaknya sebagian pemilih adalah pengikut
Naqsyabandiyah juga, kita dapat menyimpulkan bahwa pada kecamatan
tertentu di atas 10% penduduknya punya afiliasi dengan tarekat ini. 13
12. Putra Abbas, Sirajuddin, kelak (setelah kemcrdekaan) menjadi pemimpin nasional PERTI;
ia dipandang oleh kalangan luas sebagai seorang teman-seperjalanan prokomunis, dan
dipaksa mengundurkan dlri pada tahun 1965 dari kepemimpinan partai.
13. Alfian, Basil Pemilihan Umum 1955untuk Dewan Perwakilan Rakyat. Djakarta: Lembaga
Ekonomi dan Kemasyarakatan Nasional, 1971 105, 121. Data yang relevan dapat diringkas dalam sebuah tabel: Masyumi di sin! mewakili kaum Muslim modernis, PERTI
(di Tapanuli Selatan, NU) dan PPTI, kaum Muslim tradisional.
Pemilih yang sah
Suara yang masuk
Masyumi
PERTI
PPTI
NU
Sumatra
Tengah
Solok
1.795.955
1.571.133
797.692
351.768
35.156
135.384
122.084
71.000
24.507
l!l.31!1
Sumatra
U):ara
Tapanuli
Selatan
2.458.732
2.134.~l 7
789.910
78.358
27.084
87.773
200.800
175.932
65.319
680
19.549
48.108
132 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
Haji Jalaluddin terpilih sebagai anggota DPR tingkat pusat, dan
memanfaatkan peluang-peluang yang diberikan kepadanya untuk
meluaskan pengaruhnya dan pengaruh PPTI. Selama periode Demokrasi
Terpimpin, ia membina hubungan baik dengan Presiden Sukarno, dan
ia meyakinkan setiap orang dalam lingkaran-lingkaran Naqsyabandiyah
di Sumatera agar mengetahui bahwa PPTI telah diakui secara resmi keberadaannya dan juga PPTI mempunyai hubungan-hubungan di kalangan atas. Banyak khalifah yang mungkin tidak sepenuhnya yakin akan
keunggulan J alaluddin sebagai guru, bergabung dengan PPTI demi rasa
aman. Dan· ia memang berhasil memberi mereka perlindungan dan
dukungan. Dalam tahun-tahun terakhir Sukarno, Haji Jalaluddin menunjukkan keluwesannya dalam menyelaraskan babasanya dengan iklim
politik saat itu, 14 dan ia bahkan telah melangkah sedemikian jauh
dengan "membuktikan" bahwa Sukarno memperlihatkan semua tandatanda seorang Mahdi. 15 Dengan gaya yang serupa, ia kemudian menyebut dirinya sendiri "ketua umum seumur hidup PPTI", gelar yang
dilepaskannya setelah Sukarno dipaksa untuk mengundurkan diri.
Setelah rezim berganti, PPTI-nya merupakan Salah satu organisasi yang
pertama-tama bergabung dengan Sekber Golkar.
Ketika itu PPTI tidak lagi merupakan organisasi para pengikut
Naqsyabandiyah Khalidiyah dari Sumatera saja. Haji Jalaluddin juga
berusaha membawa syaikh-syaikh dan pengikut tarekat lain ke dalam
organisasinya, dan ia pun menempatkan wakil-wakilnya di seluruh
negeri. "Perolehan"-nya yang utama adalah khalifah Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah yang masih muda, Ahab Anom dari Suryalaya, jawa
Barat; wakil-wakilnya yang lain di Malaysia, Kalimantan, Sulawesi,
Jakarta dan sebagian besar Sumatera kurang begitu dikenal. Banyak
khalifah masuk PPTI karena alasan keamanan; tetapi Haji Jalaluddin
sendiri setidak-tidaknya mungkin telah menarik banyak pengikut
tarekat yang baru, dengan menawarkan pelajaran yang sederhana dan
mudah, dan tanpa banyak persyaratan menganugerahi gelar ''Doktor"
(dalam keruhanian) kepada orang-orang yang memintanya. (Ia menyebut dirinya sendiri "Profesor Doktor"). Pada tahun 1975 ia mengklaim bahwa PPTI mempunyai tidak kurang dari 3 juta pengikut jumlah yang sama dengan yang diklaim Partai Komunis Indonesia satu
dekade sebelumnya. Jumlah ini barangkali hanya kelebihan satu nol
saja.
Haji Jalaluddin tutup usia pada tahun 1976, dari dengan kepergiannya PPTI · kehilangan dinamismenya. PPTI masih ada tetapi terpecah·
14. Tiga Serangkai (1964)-nya, sebagai contoh, dibuka dengan judul Tharikat Sukarnowfah
(tharikat Pantjasila) itulah Thariluit Islam, dan menyatakan bahwa 'Maksud buku ini menolak djahat purbuangka terhadap amat Tharika.t, dan bertujuan perdamaian (Pcrsatuan)
Umat Islam, demi untuk ~ "NEKOLIM"'.
15. Dalam jilld keempat, Pembelaan Tharikat Islam Naksjabandijah (196!1).
Bab X. Tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera Bo.rat
133
pecah dan kekurangan pemimpin yang herbohot. Paling tidak ada dua
kelompok yang mengklaim sebagai mewakili PPTI yang sebenamya,
tetapi tidak satu pun dari keduanya yang mempunyai pengaruh berarti;
pemimpin-pemimpin yang adalah pengurus yang punya minat kepada
tasawuf dan bukan mursyid yang sebenarnya.
Penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah secara Geografis di Sumatera
Barat
Sekarang tarekat Naqsyabandiyah dijumpai di seantero Minangkahau; tarekat ini mempunyai pusat·pusat di tujuh dari delapan wilayah
kahupaten di Sumatera Barat. Tetapi, masih jelas hekas-hekasnya pemhagian wilayah dalam provinsi ini dahulunya di antara tarekat Syatta·
riyah (yang selalu punya pusat·pusat di pesisir Pariaman) dan tarekat
Naqsyahandiyah: di daerah tertentu tarekat Syattariyah yang dominan,
sedangkan di daerah lain tarekat Naqsyahandiyah, sehagaimana diper·
lihatkan dalasn tabel berikut: H
TABEL S. JUMLAH PUSAT·PUSAT SYATTA&IYAH DAN
NAQSYABANDIYAH
Kabupaten
1. Pasaman
2. Agam
3. Tanab Datar
4.
5.
6.
7.
8.
Limapuluh Koto
Solok
Padang Pariaman
Pesisir Selatan
Sawahlunto Sijunjung
Syattariyah
7
18
25
11
24
4
Naqsyabandiyah
17
11
88
18
12
5
22
8
Sayangnya, saya tidak memperoleh data yang dapat diperbanding·
kan untuk daerah tetangga Kampar di Riau (secara kultural memang
dekat dengan Minangkabau) dan Tapanuli Selatan, di mana juga terdapat sejumlah pusat penting. Banyak Naqsyahandi di tempat lain di
Sumatera serta juga di Malaysia yang menarik urut garis silsilah mereka
melalui seorang guru atau lebih yang ada di Minangkabau, seperti akan
kita lihat pada bah selanjutnya.•
16. Berdasarkan daftar semua pusat tatekat yang dua ini yang diketaui dalam wilayah propinsi
tenebut, disampalkan kepada aya oleh M. Sanusi Latief, Padang.
Bab XI. Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya
BAB XI
DAERAH-DAERAH LAIN DI SUMATERA DAN
SEMENANJUNG MALAYA
Singapura: Pusat Komunikasi Sumatera dalam Abad Ke-19
Pada penghajung abad kesembilan belas dan permulaan abad
kedua puluh, Sumatera terdiri atas sejumlah wilayah yang terpisah dan
satu sama lain 'hampir tidak ada hubungan. Sumatera Barat, pedalaman
Batak, Pesisir Timur, Aceh, Palembang dan Lampung masih merupakan
dunia yang berdiri sendiri-sendiri. Pesisir Timur sendiri terdiri lagi atas
sederet kerajaan-kerajaan sungai setengah-merdeka, yang berpenduduk
sebagian besar suku bangsa Melayu, kerajaan yang paling penting adalah
Langkat, Deli, Serdang, Batubara, Panai, Rokan, Siak, dan Jambi.
Komunikasi antara berbagai daerah di Sumatera ini tidak teratur dan
sering kali sulit; transportasi dilakukan lewat sungai dan laut, jarang
melalui jalan darat. Terutama untuk Aceh dan Pesisir Timur, hubungan
dengan daratan di sebelah Selat Malaka sering lebih mudah ketimbang
dengan daerah-daerah lain di Sumatera; dalam praktiknya, hubungan
antara berbagai daerah di Sumatera tidak jarang dijembatani oleh pusatpusat perniagaan Pinang dan Singapura.1 Bagi mereka yang beragama
Islam tentu saja ada pusat komunikasi lain di luar negeri, Kota Suci
Makkah dan Madinah di Hijaz - tetapi sebagian besar mereka yang
pergi ke sana dan kembali dari sana pun lewat Singapura juga.
Kalau hanya karena ini, bolehlah kita duga bahwa Singapura
- dan Pinang yang kedua - memainkan peranan penting dalam penyebaran tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera. Dan memang demikianlah: bukanlah suatu kebetulan bahwa lsma'il Minangkabawi, setelah
kembali dari Makkah, memilih Singapura sebagai pangkalan aktivitasnya, bukan tempat asalnya Simabur di dataran tinggi Minangkabau.
Syaikh Naqsyabandiyah Melayu yang paling berpengaruh, Abdul
Wahhah Rokan (lihat di bawah), pindah ke Pinang setelah ia kena
masalah tertentu dengan pihak yang berkuasa di Deli (dan dari sana
masuk ke daratan Malaya). Ada beberapa petunjuk tidak langsung yang
membuktikan bahwa Singapura dan Penang itu penting dalam jaringan
komunikasi Naqsyabandiyah pada penghujung abad kesembilan belas,2
I. Malahan Anthony Reid berpendai:iat lebih kuat lagi tentang bal lni: ':Jika ada pusat perhubungan dan dagang untuk Sumatera dalam abad kesembllan belas, maka secara paradoks
itu berada di wilayab jajahan Inggris, Pinang, dan Singapura. Karena di sanalah perdaga:ngan Sumatem
maka di sana pulalah orang-orang Sumatem dari pelbagai daerah
biasanya
1987: 29-30).
,
2. Misalnva, naskah
oleh lsma'il Minangkabawi yang diterbitkan Holle (1886) berasal
134
135
tetapi rupa-rupanya di kedua tempat itu sendiri tidak terdapat jamaah
Naqsyabandiyah yang mapan dan menetap.
Pada tahun 1889, Konsul Belanda di Singapura melaporkan bahwa
jumlah pengikut Naqsyabandiyah belum lama berselang menunjukkan
peningkatan pesat. Mereka berjumlah lebih dari 500 (dari keseluruhan
penduduk Muslim yang 35.000), kebanyakan dari mereka adalah pendatang dari Jawa dan Melayu Singapura. 3 Seperti banyak rekannya
sesama pejabat pemerintahan Hindia Belanda, konsul tersebut mengkhawatirkan gejala "fanatisme" ini, dan ia memberitahukan gubernur
Singapura, yang kemudian memang melakukan penyelidikan. Sebagai
akibatnya, para peserta pertemuan zikir Naqsyabandiyah secara drastis
menurun; para pengikut tarekat ini, khususnya mereka yang orang
Jawa, rupa-rupanya mengartikan penyelidikan itu sebagai pertanda
akan dilakukannya penindasan (dan, barangkali, pengusiran) dan
mereka lebih suka tetap tidak menonjolkan diri. Setelah setengah
tahun, yang tinggal tidak lebih dari tiga puluh orang pengikut Naqsyabandiyah !4 Pada tahun-tahun selanjutnya, tidak pernah disebut-sebut
lagi adanya pengikut Naqsyabandiyah dalam jumlah yang besar di
antara penduduk Singapura, walaupun pulau tersebut tetap penting
sebagai pusat komunikasi bagi kaum Naqsyabandiyah di tempat lain.
Pusat-pusat utama di Sumatera sendiri, yang darinya tarekat Naqsyabandiyah menyebar ke daerah-daerah lain di pulau itu, di tempat
pertama adalah Minangkabau, dan yang kedua pesantren yang penting
di Kesultanan Langkat, Babussalam, yang para lulusannya bertebaran
sebagian besar di Sumatera dan Malaya.
Syekh Abdul Wahhab dan Pesantren Babussalam
Seorang syaikh Melayu, hanya dengan sendirian saja telah mempunyai pengaruh di kawasan Sumatera dan Malaya sebanding dengan
apa yang dicapai para syaikh Minangkabau seluruhnya. Dia adalah
Abdul Wahhab dari Rokan (Sumatera Tengah), yang beroleh dukungan
dari sultan-sultan Langkat dan Deli dan mendirikan Pesantren Babussalam yang masyhur itu di Langkat. la lahir dari keluarga yang taat
beragama (ayahnya seorang haji), mengaji di berbagai surau di Riau
daratan dan merantau ke Makkah untuk menyambung pelajarannya.
Ia tinggal di sana selama lima atau enam tahun pada 1860-an, belajar di
Masjid AI-Haram dan juga mendapat pelajaran kenaqsyabandiyahan dari
Sulaiman AI-Zuhdi. la kembali ke Sumatera sebagai seorang khalifah,
mula-mula menetap di Kubu (Riau) dan kemudian pindah ke Langkat.
Di daerah ini ia membangun desa dan madrasah Babussalam (1883).
3. "Jaarverslag 1888" oleh Konsul Jendmil Belanda di Sinppum (G. Lavino), bertanggal
31·5·1889, arsip Consulaat Singapore no. 43, fol. 359-60 {AR.A, Den Haag).
4. "Surat resmi dari konsul jenderal Belanda di Sinppura", bertangga1 6·12-1889, dalam
Mailmpport 1889/866 (AR.A, Den Haag).
136 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
Pada tahun 1889 atau 1890, ia ada masalah dengan penguasa Belanda
(dituduh melakukan pemalsuan uang) dan melarikan diri menyeberangi
Selat Malaka mula-mula ke Pinang. Kemudian tinggal di Batu Pahat,
Johor. Satu·dua tahun berada di Semenanjung, Abdul Wahhab lalu
pergi mengunjungi Kubu. Ketika kedatangannya diketahui, Sultan Siak
mengundangnya, dan Sultan Langkat juga mengundangnya untuk
kembali ke Babussalam. Abdul Wahhab tidak menolak. Mulai saat itu
hingga wafat pada tahun 1926 ia tetap berpangkalan di Babussalam.
Kemana pun ia pergi dalam perjalanannya terdahulu, ia mengawini
istri baru dan mengangkat khalifah. Keluarganya yang berkembang
pesat membuat Desa Babussalam jadi semakin ramai, dan rumah suluk
yang terdapat di sana menarik ratusan orang yang datang minta dibaiat.
Kesemuanya, Abdul Wahhab mengangkat tidak kurang dari 120 khalifah, yang sekitar separuhnya ada di Riau dan delapan orang dari mereka
ada di Malaya. 5 Mereka semuanya tetap mengakui wewenang Babussalam, dan menghormati penerus-penerus Abdul Wahhab sebagai atasan
mereka.
Pengganti Abdul Wahhab yang pertama sebagai tuan guru Babussalam adalah putranya yang tertua, Yahya Afandi, yang berusia pendek
(wafat 1929). Yang terakhir ini digantikan oleh putranya sendiri, Abdul
Manap, dan pada gilirannya ia digantikan oleh seorang khalifah yang
tertua, seorang bemama Muhammad Sa'id, yang telah diangkatnya lebih
dulu untuk menggantikannya bila ia telah tiada. Penerus yang selanjutnya adalah putra Abdul Wahhab yang lebih muda, Haji Abdul Jabbar;
ia dipilih menjadi mursyid oleh suatu pertemuan semua khalifah yang
hadir di Babussalam (1936). Inilah pergantian kepemimpinan terakhir
yang tampaknya berjalan tanpa persaingan; selama setengah abad berikutnya persaingan di dalam keluarga berjalan seiring dengan pertikaian
politik, karena berbagai kelompok berusaha mengendalikan Babussalam
dan menjadikan wibawa nama besamya itu sebagai asset politik.
Abdul Jabbar wafat pada tahun 1943; wakilnya (yangjuga saudara
tirinya), M. Daud, menganggap dirinya sebagai pengganti yang sah.
Dalam revolusi sosial yang terjadi segera setelah kekalahan J epang,
Daud berada di pihak golongan anti-Sultan, dan oleh sebab itu terpaksa
mengungsi ke Aceh setelah Aksi Militer Belanda I tahun 1947. Ia harus
menjauh selama Negara Serikat Indonesia Timur masih tegak dan barulah ia dapat kembali pada tahun 1951. Sement~ itu, khalifah yang
lain, Pakih Tambah, telah mengambil kedudukan tertinggi (sebagai
mursyid dan nazir, "pengelola") di Babussalam, dan telah dik~kuhkan
sebagai pemangku kedudukan seperti itu oleh .sebagian besar khalifah
lain pada tahun 1948. Tentu saja ia tidak sudi melepaskan kedudukannya kepada Daud ketika yang disebut belakangan ini kembali ke Babussalam. Maka terjadilah konflik yang berkepanjangan. Daud mendirikan
5. Daftar khalifahnya Abdul Wahhab dalam Said 1983: 134-9.
Bab XL Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya
137
rumah suluk-nya sendiri, tidak berapa jauh dari rumah suluk Pakih
Tambah. Usaha menengahi dari berbagai kalangan organisasi Islam,
pejabat pemerintah dan anggota keluarga Abdul Wahhab lainnya tetap
tidak membawa basil. Hingga wafatnya Daud dan Pakih Tambah,
masing-masing tahun 1971 dan 1972, keduanya tetap bertindak sebagai
mursyid dan nazir di Desa Babussalam yang sama.
Proses musyawarah dan rembukan yang memakan waktu lama di
antara anggota keluarga dan khalifah lain berakhir dengan terpilihnya
putra Abdul Wahhab yang lain, Mu'im, sebagai mursyid. Ia memimpin
Babussalam selama tujuh tahun, dari tahun 1974 sampai wafatnya pada
tahun 1981, dan ia digantikan oleh putra Abdul Wahhab terakhir yang
masih hidup, Madyan. 6 Tetapi Babussalam tetap terpecah dua. Rumah
suluk peninggalan Daud tidak ditutup, tetapi terus dikelola oleh putra
Daud, Tajuddin (yang pada tahun 1986 adalah anggota DPRD untuk
Fraksi Golkar).
Wafatnya Madyan, pada tabun 1986, menimbulkan konflik baru.
Kewenangannya tidak diterima secara umum, karena ia tidak dipandang
sebagai seorang 'alim, dan para khalifah menginginkan pengganti yang
lebih layak mereka hormati. Ada dua calon yang benar-benar layak,
keduanya cucu dari pendiri Babussalam: Faqih Shaufi (putra dari Haji
Bakri) dan Anas M:udawwar, putra dari Daud. Faqih Shaufi lebih disukai oleh kebanyakan khalifah karena ia seorang 'alim dan sufi betulan, tetapi Anas mempunyai dukungan politik yang kuat. Bupati
Langkat turut campur tangan dan menjagokannya sebagai pemimpin
Babussalam. Hasilnya, peran kepemimpinan sekarang dibagi dua: Anas
menjadi nazir, sedangkan Shaufi mengendalikan rumah suluk dan memimpin tawajjuh, pertemuan zikir berjamaah (yang diselenggarakan
empat kali sehari di sini, setiap kali ba'da shalat kecuali magh1ib). Persaingan jadi kentara sekali sekarang dengan penolakan Anas menghadiri
tawajjuh.
Konflik-konflik ini sedikit demi sedikit mengurangi wibawa Babussalam. Wibawa moral yang sebenamya, di mata para khalifah yang lain
dan para murid, tampaknya tinggal wibawa yang melekat pada segelintir
khalifah generasi pertama, khususnya Syekh Abdul Manan dari Padangsidempuan, Tapanuli Selatan. Keputusan-keputusan penting tidak dapat
diambil tanpa persetujuannya. Dialah bersama dua khalifah Abdul
Wahhab yang masih hidup, yaitu Syekh Hasan dari Air Bangis di Suma. tera Barat dan Khalifah Junaid dari Labuan Bilik di Panai (pesisir
timur), yang memilih Fakih Shaufi sebagai mursyid yang baru, dan
pilihan ini dihormati oleh murid tarekat lainnya, dengan mengabaikan
6. Garis bcsar sejarah Babuuala.m ini tvutama diduarkan pada Said 1983, S')'ll.I\ 1978 dan
Nooryono 1982. Cat.atan<atatan lll'llai:\jutnya mqenai perkcmbanpn yall( lieiakanpn
didasarkan pada pengamatan dan wawanc:ara ketilra penullt berkuujung ke Babuualam
pada tanggal 10.1 1-1986.
188 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
pilihan pemerintah setempat.
Tidak semua khalifah Syekh Abdul Wahhab yang jumlahnya 120
atau lebih itu melanggengkan garis keguruan Naqsyabandiyah, tetapi
dewasa ini, lebih dari 60 tahun setelah wafatnya, beberapa pusat yang
penting masih mengakui afiliasi mereka dengan Babussalam. Tiga yang
terpenting dipimpin oleh tiga khalifah generasi pertama yang baru saja
disebut di atas. Masing-masing khalifah ini pada gilirannya telah menyebarkan pengaruh tarekat hingga cukup melua.s. Pusat-pusat penting
lainnya di Sumatera ditemukan di Kota Pinang (daerah pantai timur
Gunung Slamat), di Kerinci (sebelah timur dari Minangkabau) dan di
Jambi, sementara ada sejumlah pusat-pusat kecil di daerah Rokan di
Riau. Juga ada sejumlah pusat di Malaysia, di negara bagian Selangor
(di Kajang), Negeri Sembilan (di Kuala Lukut), Perak (Temong), Perlis
(Kota Perlis) danJohor (Batu Pahat). 7
Tarekat Naqsyabandiyah bukanlah satu-satunya tarekat yang
diajarkan dan diamalkan di Babussalam; generasi yang lebih tua juga
mengamalkan tarekat Syadziliyah. Setiap Senin malam, ba'da shalat
'isya, ratib tarekat ini dibacakan dengan suara keras. Tetapi jumlah
pesertanya tidak banyak, tidak dapat dibandingkan dengan mereka
yang mengikuti tarekat Naqsyabandiyah.
Rumah mluk di Babussalam digunakan sepanjang tahun, bukan
hanya selama sebulan dalam setahun sebagaimana di tempat-tempat lain
di Sumatera.11 Lamanya satu suluk di sini dapat sepuluh, dua puluh atau
empat puluh hari. Yang lazim dijalankan orang adalah suluk sepuluh
hari saja. Aturan-aturan suluk di sini relatif ketat, antara lain: dilarang
sama sekali makan daging atau ikan, dan salik (pesuluk) tidak diperbolehkan meninggalkan rumah suluk. Diklaim bahwa ribuan orang menjalankan suluk di sini setiap tahunnya (tetapi selama kunjungan saya,
hanya tiga orang yang saya lihat di rumah suluk Fakih Shaufi).
Kampar
Di Riau daratan, ada dua daerah tempat Naqsyabandiyah telah
beroleh pijakan yang kokoh. Yang satu adalah Rokan, daerah asal
syaikh Pesilam {Babussalam), Abdul Wahhab. Banyak sekali penduduk
asli Rokan (terutama Rokan Kiri) yang telah tinggal beberapa waktu di
Pesilam untuk menimba ilmu, dan beberapa dari mereka pulang sebagai
.
khalifah, untuk menyebarkan tare\at.
Daerah yang kedua adalah Kampar, kabupaten yang berbatasan
dan secara kultural dekat dengan Minangkabau. Beberapa kecamatan
dikenal sebagai pusat kegiatan Naqsyabandiyah yang penting, khusus7. Nama-muna dibcrikan oleh Anu Mudawwar, l'llUlr dari Babussalam, 10·1 l ·1986. Mengenai
yang paling penting dari pwiat·pt1sat ini, llhat di bawah, hal. 15lM55.
8. Di Batu 8esurat (Kampu, lUau), suluk di1ak:ukan seJama Ramadban, di Pulau Gadang
(Kampar, lliau) se1ama litajab (Thaher 1986: 57).
Bab XI. Daerah-daerak Lain di Sumatera dan Malaya
139
nya XIII Koto dan Siak .Hulu. Menariknya, daerah-daerah ini adalah
juga wilayah Riau di mana organisasi kaum tradisionalis PERT! paling
kuat, sementara di daerah ini pun terdapat pusat-pusat utama kaum
modernis Muhammadiyah. Masyarakat Riau cenderung mengaitkan
ketiga fenomena tersebut (tarekat, PERTI dan Muhammadiyah) dengan
pengaruh etnis Minangkabau. Kenyataannya memang banyak orang
Minangkabau yang berdiam di Kampar, tetapi para Naqsyabandi yang
berbincang-bincang dengan saya semuanya menganggap diri mereka
sebagai orang Melayu.9
Mungkin pusat tarekat Naqsyabandiyah yang paling penting di
seluruh Riau adalah Desa Batu Besurat di XlII Koto (Kampar), di mana
tarekat pertama sekali diperkenalkan oleh Syekh H. Abdul Ghani, yang
wafat pada tahun 1961. Sebagaimana dipercayai oleh para keturunannya dan pengikut-pengikutnya, sang syaikh telah mencapai usia sepuh
150 tahun ketika wafat, dan masih sempat menerima tarekat dari
Syaikh Sulaiman Al-Zuhdi sendiri (Thaher 1986: 45-49). Tetapi, dalam
silsilah putranya, kita dapatkan 'Utsman Fauzi dan seorang bemama
Yusuf Qudsi (mengenai Yusuf Qudsi saya tidak memperoleh informasi
lebih lanjut) yang menyelangi antara Syaikh Sulaiman dan Abdul
Ghani, yang ternyata waktunya lebih cocok dengan tahun kembalinya
Abdul Ghani dari Makkah, yaitu 1905 (ibid.: 42). Abdul Ghani
mendirikan sebuah surau tradisional di Batu Besurat. Dan di bawah
kepemimpinan putranya, Aydarus Ghani, telah diterapkan sistem pendidikan madrasah (yaitu ada tingkatan menurut kelas-kelas). Dewasa ini
!!tadrasah Tarbiyah lslamiyah Darussalam tersebut merupakan pesantren penting di Riau. Di antara murid-murid Abdul Ghani terdapat
beberapa ulama penting dari berbagai daerah di Sumatera, terutama
Minangkabau; yang paling terkenal dari mereka adalah Muhammad
Waly (Muda Waly) dari Labuhan Haji di Aceh Barat, yang menjadi
orang 'alim tradisional paling terkemuka di seluruh Aceh dan merupakan orang pertama yang memperkel;lalbn tarekat Naqsyabandiyah ke
daerah itu. Syeikh Batu Besurat yang sekarang, Aydarus Ghani, menerima tarekat bukan langsung dari ayahnya, tetapi dari Muda Waly.
Orientasi cabang tarekat ini terutama ke Minanglcabau; para pengikutnya sering menziarahi makam-makam syaikh Naqsyabandiyah yang
lain, dan semua syaikh ini tampaknya berasal dari Minangkabau. 10
9. Situasi ini jadinya mirip dengan yang terjadi di Aceh Barat, yang secara umum penduduknya menyebut diri mereb. sebagai ouug Aceh, tetapi tidak dianggap demikian olc:h ouug
Aceb "asli" dati Aceb :&esar, Aceh Utan, dan Pidic. Orang Melayu terns bl.ngp. ke timur
cenderung menganggap orang Kampar aebagai ''keturunan" Minang dan bukan sama:sama
Melayu.
10. Daftar tempat-tempat iiatah ini dalam Tbahcr 1986:52. Syaikh·syaikh cukup terkenal
yang dikunjungi adalah: Muhammad Sa'd darl Mungb.;Abdur Rahman dari Batu Hampar,
Payakumbuh; Ali Sa'id dati Bonjol;lbrabim Khalidi dati Kumpulan ("Syekh Kumpulan");
Isma'il Simabur (Isma'il Al-Mlnangkabawi). di Batusangkar. Dala:m daftar tem11111uk pula
Muhammad Jamil Jaho, Padangpanjang (beliau bukanlah seorang syaikh Naqsyabandiyah,
140 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
Madrasah yang telah disebut tadi berafiliasi dengan PERTI, yang juga
dianggap oleh kebanyakan orang Melayu Riau sebagai ''khas Minang·
kabau".
Cabang Naqsyabandiyah lainnya berpusat di Pulau Gadang, samasama di Kecamatan XIII Koto. Pusat itu didirikan di sana oleh seseorang bernama Syekh Ja'far (atau Sa'id Ja'far) dan sekarang dipimpin
oleh penerusnya, Syekh Haji Abdul Wahid, yang mempunyai beberapa
khalifah, salah seorang dari mereka ada di Pekanbaru. Afiliasi cabang
tarekat ini kurang jelas. Khalifahnya yang di Pekanbaru, Agus Salim,
menyodorkan kepada saya nama-nama berikut yang merupakan bagian
akhir silsilah gurunya:
'Abdallah Efendi [ Arzinjani]
Syekh Isma'il
Mahmuddin
Sa'id Ja'far
Dengan tegas ia menolak anggapan bahwa Isma'il tersebut identik
dengan Isma'il Al-Minangkabawi, dan mengklaim bahwa ia berdua
dengan Mabmuddin adalah orang Melayu dari Kampar. 11 Syekh Abdul
Wahid mengatakan pada peneliti lain bah\va gurunya Ja'far telah
menerima tarekat di Makkah, dari /abal Hindi dan juga dari Sulaimar1
Zuhdi, dan bahwa di sana. pun ada hubungan dengan Abdul Wahhab
Rokan dari Babussalam di Lan,gkat (Thaher 1986, 48). Pengacuan ke
Jabal Hindi menunjukkan bahwa Syaikh Isma'il dalam silsilah itu boleh
jadi adalah Isma'il Jabal, khalifah Muhammad Shalih Al·Zawawi yang
berasal dari Melayu {dari Kalimantan Barat) - oleh sebab itu bukan
seorang syaikh Khalidiyah melainkan seorang syaikh Mazhariyah (lihat
Bab IX). Ada kemungkinan Mahmuddin belajar pada keduanya yaitu
pada Isma'il Jabal dan Sulaiman Zuhdi dan juga pada Abdul Wahhab
Rokan. 1i
Pusat Naqsyabandiyah yang ketiga dan terbaru di Kampar terdapat
di Teratakbuluh dan sekitamya (Kecamatan Siak Hulu). Di sini tarekat
diperkenalkan sekitar tahun 1950 oleh Syekh Khalifah Abban, orang
asli setempat yang telah belajar tarekat Naqsyabandiyah selama tiga
tctapi sala.11 iieomig pendiri PERTI), dan Burhanuddin dari Vlakan, orang pcrtama yang
mcmbawa tarckat Syatt.11.riyah ke Sumatera Ba.rat.
11. Wawmeara denpn Agua Salim dan pan pmgikutnya, Mujid Ubudiyah, Pekanbaru, 16-11·
1986.
12. Scorang khalifah lain dari ca1tang Babusmamnya Abdul Wahab, yang tingpl dckat Pekanbaru, sangat krltis tl!rhadap pan penganut Naqsyabandiyah di Kampar, yang dianggapnya
sebagai kurulg kctat ka:rena mereka ada1ah dari Jabal Hindi dan bukannya Jabal Q;ubais.
Sclama henuluk di sana, makan ikan diperbolehkan, dan pcsuluk (salik) maJahan bolch
pulang kc rumah pada ma1am bati (B. Ml.>hammad Rayan, wawam::ara, 19-11-1986). Saya
llhat iiendiri kelompok Agua Salim menyelenga:rakan pertemuan minggua.n pada malam
hari (Kamil malam), dan bukan pada 9iang bati iiepati kcbanyakan pengikut·pmgikut
dari Jabal Abu Qubaia.
Bab XI. Daerah-d.aerah Lain di Sumatera dan Malaya
141
belas tahun di Babussalam, Langkat (Badun 1985: 26-7). Tidak
seberapa lama kemudian, khalifah yang lain datang ke daerah yang
sama: Syekh Haji Abdul Latif, seorang khalifah dari Syekh Ja'far
(mungkin sekali Syekh Ja'far dari Pulau Gadang yang telah disinggung
di atas). 13 Kedua guru itu beke:rja sama secara akur dan rukun, dan berhasil membawa masuk penduduk setempat ke dalam tarekat dalam
jumlah yang lumayan.
Di Kampar, tarekat Naqsyabandiyah terpancang kukuh, dan suluk
telah menjadi aspek budaya keberagamaan yang penting. Tarekat tidak
sama keberhasilannya di daerah-daerah lain di Riau. Di Pekanbaru,
pengikut-pengikut Khalifah Mudo Agus Salim hanya berhasil membentuk kelompok kecil, yang merasakan bahwa lingkungan seputar
mereka cukup bertentangan dengan tarekat. Di Rokan Kiri, sebaliknya, terdapat banyak rumah suluk yang tidak pernah kekurangan
pengunjung. Beberapa guru di sini berafiliasi ke Babussalam, para
keturunan atau para penerus dari khalifah-khalifah yang dibaiat oleh
Abdul Wahhab sendiri. Guru-guru lain konon membuka sebuah rumah
suluk tanpa memiliki ijazah sebagaimana mestinya. Dikabarkan pula
syaikh-syaikh yang mengangkat dirinya sendiri dan belajar sendiri telah
melakukan kegiatannya di Kubu (pedalaman Bagan Siapiapi), di mana
terdapat banyak sekali rumah suluk tetapi orang menduga di sana tidak
diajarkan pengetahuan tarekat dalam arti yang sebenarnya. 14
Mandailing (Tapanuli Selatan)
Sebagian besar Mandailing relatif lambat diislamkan, yakni pada
sekitar pertengahan abad kesembilan belas, terutama melalui kontak·
kontak dengan Minangkabau. Tarekat Naqsyabandiyah hampir langsung
mengikuti juru~u~ dakwah Islam yang pertama, dan pada pergantian
abad ia telah berakar sedeinikian kuat di daerah ini sehingga amalanamalan tarekat ini tampaknya hampir dianggap bagian tidak terpisahkan dari Islam. Seorang misionaris Jerman yang menulis pada tahun
1908 mengenai Islam di antara orang-orang Batak, menggarisbawahi
pentingnya paham kesufian di wilayah ini, dan menganggap suluk,
meskipun hanya diamalkan oleh segelintir orang, sebagai tingkatart tertinggi dari semua pelajaran keislaman (Simon 1908). Sebelum kedatartgan Islam, para dukun pemanggil ruh yang disebut parsibaso dan datu.
yang menjalankan fungsi-fungsi sangat penting dalam masyarakat Batak,
dan merupakan bagian dari elit yang memerintah. Tampaknya, perpindahan ke agama Islam secara sempurna hanyalah mungkin bila ada
l!J. Badun (1985: 28) menycbutnya Syekh Ja'f'ar dari Batu Besurat; saya ldra ini llWltu
keaalahan, walaupun tidak scpenulmya mutabil bahwa Abdul Ghant dari Batu Benurat
juga mempunyai khalifah •tcmpat denpn mma yang 11ma.
14. H. Mullammad Rayan, Pckanbaru, waWllDCll'a 19-11-88.
142 Tarekat Naqsyabandfyah di Indonesia
para orang pintar di kalangan Muslim yang mampu mengambil alih
peran-peran yang mereka mainkan dalam berhubungan dengan alam ruh
yang gaib dan dalam penyembuhan berbagai penyakit psikosomatik.
Guru-guru tarekat, khususnya mereka yang pintar dalam ilmu ramal
secara Islam dan membuat jimat-jimat, agaknya merupakan calon-calon
kuat untuk menggantikan para parsibaso dan datu-datu dari masa pralslam tersebut. Dan kenyataannya, mayoritas paling besar dari ulama
yang di kemudian hari juga bertindak sebagai datu - tukang tenung,
peramal, pembimbing spiritual - adalah guru-guru atau para pengikut
Naqsyabandiyah (Pelly 1979: 7-13).
Pengaruh Naqsyabandiyah di Mandailing datang dari dua sumber.
Yang pertama tentu saja Minangkabau, di mana, seperti telah kita lihat,
tarekat telah hadir dengan akar yang kukuh di tahun-tahun 1860-an,
dan di mana syaikh-syaikh semacam Ibrahim Kumpulan telah berhasil
menanamkan pengaruh di luar batas-batas wilayah Minangkabau.
Sumber yang lain adalah Syekh Abdul Wahhab Rokan. Setelah kembali
dari Makkah (1869), menurut cucunya dan juga penulis riwayat hidup·
nya, ia telah mengirim banyak s('!kali muballigh dan khalifah untuk
menyebarkan Islam ke Mandailing dan Sipirok yang di zaman itu sebagiannya masih merupakan ·nqeri kaum penyembah berhala (Said
1983: 38).
Salah seorang dari khalifah-khalifah ini, Syekh Sulaiman AlKholidy, merupakan orang yang berjasa mendakwahkan tarekat pertama kali di Mandailing. Setelah mula-mula berguru kepada Abdul
Wahhab, ia mukim di Makkah selama empat tahun, belajar lebih lanjut
kepada Sulaiman Al-Zuhdi. Setelah kembali ke Sumatera mula-mula ia
tinggal bersama mantan gurunya di Babussalam, dan kemudian kembali
ke kampungnya Huta Pungkut, di mana ia membangun sebuah masjid
dan sebuah rumah sulult.. Berduyun-duyun orang datang belajar kepadanya dari Muara Sipongi, Pekatan, Ranjau Batu, Padang Lawas, dan
sebagainya. 15
Seperti halnya di Minangkabau, di daerah Mandailing banyak
sekali terjadi konflik sekitar tarekat Naqsyabandiyah, yang kadang
menjurus ke kekerasan, antara para pendukung Islam garis kera~
dengan para pengetua adat. Tak lebih awal dari tahun 1891, sebuah
laporan Belanda rnenyebut tentang orang-orang fanatik di Tapanuli
yang ingin rnenghapuskan adat karena banyak yang bertentangan
dengan Al-Quran. I,aporan tersebut membuktikan bahwa surnber
utarna keresahan-keresahan ini adalah dua orang ulama Minangkabau yang datang untuk menetap di Mandailing, yakni seorang bernama Syekh Abu Bakar dari Padang Lawas dan seorang Haji Yusuf dari
}!).
Pelly 1979: 13. Di antara murid-muridnya yang terpenting adalah: Syekh Hasyim da.ri
Ranjau Batu; Syekh Abdul Majid dari Tanjung Larang, Muara Sipongi; Syekh Isma'il da.ri
Muara Sipongi; Syekh Muhammad Samman dari Kampung Sejaring, Bukittinggi; da.n putra
sekaligus penggantinya, Syekh Muhammad Baqi.
Bab XI. Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya
143
Gunung Berani. 16 Tidaklah jelas apakah kedua ulama ini mernpunyai
hubungan tertentu dengim tarekat Naqsyabandiyah. Tetapi, generasi
pembaru yang berikutnya bersikap antitarekat dan juga antiadat. Pada
tabun 1895, seorang ulama Mandailing, Syekh Abdul Hamid, kembali
dari Makkah setelah belajar sekitar sepuluh tahun di bawah bimbingan
Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Ia mengikuti contoh yang diberikan
gurunya, dan cukup masyhur sebagai penentang tarekat dan juga adat.
Kendatipun demikian, hubungannya dengan syaikh Naqsyabandi
utama, Sulaiman Al-Kholidy - keduanya tinggal di Huta Pungkut tetap bersahabat. Hubungannya dengan par-. pengetua adat memang
sangat kurang serasi. Dia diajukan ke muka pengadilan dan selama beberapa tahun (1918-20) merasa mendapat tekanan untuk tinggal di luar
Mandailing. 17 Walaupun begitu, kegiatan-kegiatannya dalam ukuran
tertentu bukanlah tinggal tanpa hasih Sarekat Islam dan Permi yang
modernis itu beroleh pijakan di Mandailing sebagian terbesar berkat
usaha-usahanya. Namun, kaum pembaru Islam senantiasa merupakan
minoritas di sini.
Tarekat tidak pernah kehilangan popularitasnya di Mandailing.
Sebagai contoh, terbukti dari basil pemilu 1955, di mana PPTl-nya Haji
Jalaluddin (lihat Bab X) berhasil mengantongi tidak kurang dari 11 %
dari semua suara yang masuk di Tapanuli Selatan (wilayah administratif yang mencakup Mandailing). Sebegitu jauh, syaikh Naqsyabandiyah setempat yang paling berpengaruh pada masa kini adalah Syekh
Abdul Manan yang sudah sepuh asal Padangsidempuan, yang juga
adalah seorang Jthalifah dari Syekh Abdul Wahhab Rokan sendiri. Seorang syaikh Mandailing lainnya yang berwatak serba .,lain", dan punya
aspirasi lebih pada tingkat nasional daripada daerah, adalah Syekh
Kadirun Yahya di Medan. Dan mengenai syaikh ini, akan dibicarakan
lebih jauh pada bagian akhir dari bab ini.
Aceh
Kalaupun tarekat Naqsyabandiyah pernah mendapat pengikut di
Aceh sebelum abad kedua puluh, jumlahnya tidak besar dan tidak
cukup berarti. Satu-satunya acuan pasti yang kita dapatkan adalah
sebuah teks yang ditulis oleh seseorang bemama Jamal Al-Din dari
Pasai (di Aceh Utara), yang temyata memang seorang penganut Naqsyabandiyah, namun kapan persisnya dia hidup tidak dapat dipastikan.
Karya tersebut disalin pada tahun 1859, rupa-rupanya atas permintaan
seorang pejabat Belanda. Oleh sebab itu , karya itu pasti lebih tua dan
tidaklah dapat dianggap sebagai bukti bahwa masih ada pengikut Naq-
16. "Rapport door de gouverneur van Sumatra's Westkust", bertangpl Padang, lll·S-1891,
terlampir da.lam MR.1891/160 (AR.A, Deft Haag).
17. Pelly 1979: 16·18.
144 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
syabandiyah di Aceh pada masa itu. 18 Menjelang akhir abad itu, Snouck
Hurgronje, pengamat terbaik dan paling luas pengetahuannya, memberi
komentar bahwa tarekat Naqsyabandiyah memang tidak berarti di
Aceh, meskipun bukan sama sekali tidak ada. 19
Temyata sekarang ini tarekat Naqsyabandiyah merupakan tarekat
yang paling berpengaruh di seluruh Aceh, pengaruhnya paling besar
terutama ada di Aceh Barat dan Selatan. Hal ini terutama sekali berkat
kegiatan·kegiatan seorang syaikh dan politisi yang kharismatik, Muda
Wali (Haji Muhammad Waly), pendiri dayah (pesantren) besar Darussalam di Labuhan Haji (Aceh Selatan} dan merupakan tokoh PERTI
seluruh Aceh.
Muda Wali berasal dari pesisir barat Aceh, yang sebagian
penduduknya yang telah mengalami proses pembauran mengidentifikasikan dirinya sebagai orang Aceh tetapi belum diterima sebagai
orang Aceh sejati (tetapi lebih dianggap sebagai tamong, "tamu" atau
"pendatang., dan sebagai "keturunan Minangkabau ") oleh tetangga
mereka yang di utara. Namun, mereka pun dibedakan dari para
perantau Minang yang belum berapa lama berdiam di sana. Ia belajar di
Minangkabau, kepada Muhammad Jamil jaho (pendiri PERTI), dan
menikahi putri gurunya Rabi'ah, dan belajar pula di Kampar kepada
Syekh Abdul Ghani dari Batu Besurat, yang membaiatnya masuk
tarekat Naqsyabandiyah dan mengangkatnya sebagai khalifah
utamanya.
Pada awal-awal tahun 1940-an, Muda Wali kembali ke Aceh
Selatan dan mendirikan dayah·nya di Labuhan Haji. Setelah Indonesia
merdeka, ia menjadi penggerak di balik perkembangan PERTI di Aceh,
terutama berkat upaya-upaya istrinya, Rabi'ah, seorang perempuan
yang sangat cerdas dan terbuka serta punya naluri politik yang tajam.
Bersama·sama dengan sekutu-sekutunya - Nyak Diwan, Tgk. Usman
Pawoh, Cut Zakariya, dan Tgk. Bahrunsyah - ia melakukan kampanyekampanye politik dan agama secara intensif di sepanjang pesisir barat
Aceh (dan belakangan juga di Aceh Besar), Salah satu tujuan utamanya
adalah untuk menangkal pengaruh Muhammadiyah yang sedang
tumbuh (yang erat dikaitkan dengan masyarakat Minangkabau di
Aceh).
Dalam perjuangan ini, Muda Wali telah mendapat pertolongan dari
semua muslihat yang tercantum dalam kitab kiai. Perkawinan-perkawinannya semuanya betul-betul strategis, dengan kekecualian harangkali
yang pertama, dengan gadis Minang setempat. Istri keduanya adalah
keponakan dari konconya yang belakangan, Usman Pawoh; yang ketig~
18. Van Ronkcl 1919: 365·6. Bdk. Bab ll, catatan 21.
19. Snouck
1894, II, 19, 228, IUO. Van den Berg (1883) mcnycbut kegiatan tarckat
Acch, tctapi scpcrd tampak jdas dari uraian itu scndiri, pcrtunjukan
d'.lllllkSii1Ca1nn~1lltidak punya hubungan apa pun dcngan tarckat ini.
Bab XI. Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya
145
adalah Rabi'ah, putri gurunya dan ahli pidato yang merupakan asset
utama PERTI. Salal1 satu kecamatan di Aceh Selatan di mana Muhammadiyah sangat kuat adalah Manggeng; di sini tinggal Nur Hayt, ulama
besar Muhammadiyah di Aceh. Maka, Muda Wali mengawini istri
keempat di sini, demi memperoleh tempat pijakan. Strategi itu berjalan
lancar, dan ia ingin mengulanginya di Tenong, kubu pertahanan
Muhammadiyah yang lain. Supaya tetap sah , ia harus menceraikan
seorang istrinya yang terdahulu, maka ia mencampakkan Rabi'ah dan
mengambil seorang perempuan muda dari Tenong sebagai gantinya.
(Orang meragukan apakah politik merupakan satu·satunya alasan di
sini untuk menjauhkan diri dari seorang istri yang dominan, yang dalam
banyak hal adalah gurunya, dan mengurangi wibawanya di mata
khalayak).
Upaya Muda Wali untuk menyebarluaskan tarekat Naqsyabandiyah berjalan seiring dengan aktivitas politiknya, dan di sini sulit untuk
mengetahui apakah yang satu merupakan tujuan utama dan yang lain
hanya sebagai alat. Yang pasti, tarekat itu menyediakan baginyajaringan yang terpusat dan sangat patuh. Ia mengangkat beberapa politisi
PERTI yang lebih muda, seperti Tgk. Adnan Mahmud dari Bakongan
dan Tgk. H. Jailani, sehagai khalifahnya (keduanya di Aceh Selatan).
Khalifah yang lain termasuk putra mursyid-nya sendiri, Aydarus Ghani
di Kampar (lihat di atas), dan dua orang lain yang tidak saya kenal,
Qamaruddin dan . Abdul Hamid, dan Tgk. Usman Fauzi dari Long Ie
dekat Banda Aceh. Namun, sebagai penggantinya ia menunjuk putra
sulungnya, Muhibbuddin Wali, yang diberi ijazah khalifah oleh gurunya
sendiri, Syaikh Ghani di Kampar.20
Sejak wafatnya Muda Wali pada tahun 1961, putranya, Muhibbuddin, secara formal menjadi yang paling senior di antara para khalifah,
namun karena ia telah lama berada jauh dari Aceh, Usman Fauzi menjadi mursyid terkemuka di Aceh demi kepentingan praktis. Sudah
barang tentu ia juga merupakan tokoh PERTI terkemuka di Banda
Aceh (dan anggota DPRD). Tgk. Usman bergabung dengan PPTI-nya
Haji Jalaluddin pada tahun 1971 (ketika organisasi tersebut telah bernaung di bawah Sekber Golkar). dan menjadi ketua untuk wilayah
Aceh. (Ia memiliki tiga toko kitab di Banda Aceh, yang merupakan
satu-satunya tempat di seantero Indonesia yang masih menjual kitabkitabnya Jalaluddin). Sebagai seorang aktivis PERTI, Tgk. Usman menjadi seorang pendukung PPP ketika semua partai Islam dipaksa untuk
berfusi menjadi partai baru tersebut; namun, ketika suatu bagian
PERTI (kasarnya kubu Sulaiman Al-Rasuli), dengan Muhibbuddin Wali
sebagai salah seorang tokoh terasn ya, memisahkaa diri dan bergabung
dengan Golkar, Usman Fauzi dengan setia mengikutinya. Untuk meng20. Kctmmgan tentang riwayat hidup Muda Wali dari wawan<:IUll dcngan aktMs PERTI
Thamrin z. di Banda Acch dan Tgk. Usman Fauzi di Long Ic, 3·11-1986.
146 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
hadapi pemilu 1982, Muhibbuddin berdua dengan Usman berkampanye
atas nama Golkar, hal yang menimbulkan reaksi negatif yang tidak
sedikit. Banyak orangtua menarik pulang anak-anak mereka dari dayahnya Usman dan mengirim mereka ke tempat lain. Tetapi, murid Naqsyabandi, tentu saja, tetap setia. Secara kebetulan, Muhibbuddin telah
menjelaskan dukungannya kepada Golkar dan bukannya kepada PPP
dengan menggunakan istilah-istilah yang dapat dipahami oleh kaum
Muslim tradisional: "PPP sebenarnya dikuasai oleh kaum modemis yang
lebih merupakan ancaman bagi amalan-amalan kita dan kepercayaankepercayaan kita dibandingkan dengan Golkar yang sekular." Malahan
Tgk. Usman menjelaskannya secara lebih sederhana kepada saya: 0 Kami
merasa lebih a.man di mana ada orang banyak, dan tentu saja itu di
Golkar."
Di dayah-nya Usman Fauzi di Long le dilaksanakan dua pertemuan zikir berjamaab setiap pekan, satu untuk laki-laki dan satu untuk
perempuan, keduanya antara shalat 'isya dan tengab malam. Sekitar
150 murid secara teratur mengikuti pertemuan-pertemuan ini. Jumlah
murid yang datang bersuluk (biasanya dua puluh hari) jauh lebih
banyak; semuanya sudah berusia di atas lima puluh tahun, dan ter·
banyak kaum wanita. Kebanyakan atau semuanya adalah petani-petani
kecil.
Di pesisir utara Aceh, suluk sesungguhnya tidak pernah menjadi
populer, tetapi di pesisir barat, khususnya di bagian paling selatan
(Aceh Selatan dan Aceh Tenggara) suluk merupakan aspek yang tak
terpisahkan dari budaya keagamaan setempat. Cukup banyak penduduk
berusia tua dari desa-desa di pegunungan yang melakukan perjalanan
beberapa kali dalam hidupnya, biasanya begitu selesai panen, ke dayah
di Labuhan Haji atau dayah lainnya di Kluet Utara untuk melaksanakan
suluk, meskipun hanya untuk sehari atau beberapa hari saja.
Baik Muda Wali maupun putranya, Muhibbuddin, telah memperkaya kepustakaan tasawuf Indonesia dengan satu-dua karya sederhana.
Sang ayah menulis dua risalah pendek mengenai tarekat Naqsyabandiyah, Ri'salah Adab Dzikr Ism Al-Dzat dalam Thariqat Naqsyabandiyah
(dalam bahasa Melayu) dan Obat Hati, Nadham Munajat yang Diberkati
bagi Al-Thariqat Al-'Aliyat Al-Naqsyabandiyah (teks amalan dalam
bahasa Arab disertai terjeinahan bahasa Acehnya, keduanya digubah
dalam bentuk syair). Dua karya lain yang telah diterbitkan merupakan
kumpulan fatwa tentang berbagai masalah (Al·Fatawa ), dan sebuah
kitab mengenai doktrin dan amalan sufi, Tanwir Al-Anwar fi lzhar
Khalal ma-fi Kasyf Al-Asrar, keduanya dalam bahasa Melayu.
Muhibbuddin menyunting risalah ayahnya mengenai zikir, dan
menerbitkan empat jilid sy•ah (dalam bahasa Indonesia) karya lbn
'Ata'illah, Hikam: Haka"kat Ha"kmah Tau.hid dan Tasawuf, dan juga
sebuah kitab mengenai perkembangan hukum Islam, Penggalian Hukum
Islam dari Masa ke Masa.
Bab XI. Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya
147
Syekh Ibrahim Bonjol dan Tarekat Sammaniyah-Naqsyabandiyah
Tidak seberapa jauh dari pinggiran l<ota Medan, dekat jalan utama
ke arah Binjai, terdapat masjid besar Syekh Ibrahim Bonjol (w. 1992),
seorang Minang lanjut usia yang mengajarkan gabungan tarekat Naqsyabandiyah dan Sammaniyah (dengan. tekanan lebih kuat pada yang terakhir ). Tempat ini memberikan kesan umum bahwa jamaahnya makmur
di masa lalu, lain dengan sekarang: di samping sang syaikhnya sendiri,
saya hanya melihat satu-dua anak laki-laki dan beberapa lelaki yang
sudah tua; sebenarnya masjid itu tetap sepi saja ketika masuk waktu
shalat fardhu. Namun, kesan ini mungkin dapat keliru: sang syaikh
konon (bahkan menurut syaikh-syaikh Iain) mempunyai pengikut yang
tidak sedikit di Malaysia dan Patani, dan ia mempunyai seorang khalifah
yang aktif di Jakarta, Tuanku Mudo Domes Boerhan.21
Syekh Ibrahim Bonjol bukanlah yang pertama menggabungkan
kedua tarekat ini; yang mula-mula adalah gurunya Tuanko Syekh Mudo
Abdul Qadim dari Balubus (Sumatera Barat). Abdul Qadim juga mengarang satu-satunya kitab yang tampaknya dikaji oleh para pengikut
Sammaniyah-Naqsyabandiyah,22 dan yang dalam kenyataannya hanya
membahas Sammaniyah. la memperoleh pelajaran mengenai tarekat
Naqsyabandiyah dari Syekh Ibrahim Kumpulan yang termasyhur, dan
mengenai tarekat Sammaniyah dari Abdur Rahman Al-Khalidi
Kumango yang telah dibaiat masuk tarekat ini oleh Muhammad Amin
bin Ahmad Ridwan di Madinah sekitar tahun 1900.
Bagi saya belum jelas, seberapa banyak amalan-amalan Naqsyabandi yang diajarkan Ibrahim Kumpulan tetap dipakai dalam kombinasi
baru ini. Baik Syekh Ibrahim maupun khalifahnya yang di Jakarta agak
merahasiakan berbagai hal, dan saya tidak mengerti apakah ini karena
ketidaktahuan ataukah karena tidak bersedia menyampaikan pengetahuannya kepada seseorang yang bukan mu.rid. Tidak ada rumah mluk
di masjid Syekh Ibrahim Bonjol atau di dekatnya, dan sang syaikh
mengatakan kepada saya bahwa ia telah menghapuskan suluk, "karena
zaman sudah banyak berubah". Tuanko Mudo Domes Boerhan
mengaku bahwa ia pun mengajarkan dzikir khafi, tetapi kelihatannya
para muridnya hanya mengetahui zikir Sammani dengan suara keras.
Malahan tampaknya mereka tidak mengetahui nama-nama para syaikh
Naqsyabandiyah yang mendahului Ibrahim Kumpulan dalam silsilah;
ketika saya sebutkan nama Sulaiman Al-Zuhdi dan 'Ali Ridha, dan
judul-judul kitab Naqsyabandiyah yang cukup terkenal, mereka hanya
memandang dengan wajah kosong. Seperti juga terkesan pada pengikut
21. Informasi pada bagian ini didasarkan pada wawancara dengan Syekh Ibrahim (30·1-1989)
dan dengan Tuanku Mudo Domes aoerhan Uabrta. 19-10-19881.
22. Abdul Qadim Balubus, Risalah Tsabit Al·Qulub (dicetak di Jluldttinggi, 1393/1973,
setelah pengarangnya meninggal dunia).
Bob XL DUNlt-tMnsli Lllira di Sl&lft.tent tim Maloyo
l 48
Taeltot Noqsyobondfyol& di Jndonelia
Naqsyabandiyah yang lain di Medan, tampaknya apa yang disebut Naqsyabandiyah tinggal namanya saja.
Tarekat Modern dan "Mctafilika Dmiab": Prof. DR. Haji Sidi Syekh
Kadirun Yahya, M.Sc.
Di kota Medan tcrdapat satu univcrsiw swasta dcngan kampusnya
yang luas berkcsan cukup mewab. dan mcngklaim memiliki keunikan,
yaitu Fakultas Ibnu Kerohanian dan Mctafisika. Menu.rut bebcrapa
terbitan Univcnitas Panca·Budi ini, ''Fakultas Ibnu Kcrohanian dan
Metafisika atas dasar Eksak.ta ada1ah satu·satunya di Dunia."" Jika
saya tidak keliru, terdapat sejumlah lembaga dengan tujuam serupa di
India; tetapi kalau kita tambahkan kata sifat ''lslam" pada kata.
''Dunia" dalmn kalimat tadi, mungkin aaja klaim demikian benar ada·
nya. UJa Allahu A 'lam. Pendiri dan rektor Univcrsitas Panca·Budi yang
unik ini ada1ah seorang tokoh unik juga. Prof. OR.. Haji Sidi Syekh
Kad.irun Y ahya, M.Sc., seorang syaikh Naqayabandiyab yang mcmpunyai murid banyak. di berbagai wilayah Nusantara.
Terdapat paling tidak dua kcunikan yang membuat Syekh Kadirun
berbeda daripada syaikh-syaikh Naqsyabandiyah pada umumnya. Y mg
pcrtama. ia banyak mcmbicarakan metafisilca sebagai ilmu posti clan
berusaha menjelaskan masalah-mualah k.cagamaan denpn contoh
yang dirujuknya dari fiaika - fiaika klasik, seperti yang dipelajarinya
di sekolah MULO dan AMS dulu, bukan fi1ika kuantum atau filika
relativitas, yang belakangan oleh berbagai pcnulis ihniah populc:r
14
diaebut memiliki banyak keaamaan dcngan filsafat-fillafat Timur.
judul buku-ooku yang ditulimya memang cukup berbeda daripada
judul tulisan kebanyakan 1yaikh tarebt: Capita Selecta tentang Agama.
MeUJ.fisilta, Jlmu Elcsakta (3 jilid, 1981-85 ), Unglcaptm-Unglcapan
TeJmplogi dalam Al Qur'an (1985), Teltnologi Al Qur'an dalam Tasauf
Islam (1986). Hal ini scdikit mengingatkan kita akan seorang Prof.
i>R. Syekh lain, yaitu Haji Jalaluddin, yang salah satu seri karangannya
yang pertama berjudul Islam dengan Wetenschop (bahua Beland.a
"wetcnschap" = ilmu pcngc:tahuan). Dan mcmang Kadirun, sebehun
menjadi syaikh, dok.tor dan profesor, telah menjadi menantu Ha.ii
Jalaluddin. Walaupun inti karangan mertua dan menantu tidak sama,
namun dua-duanya pemah bcrusaha mengpbungkan ihnu pengetahuan
modern dan ajaran agama. Mungkin lalar belakang yang mcnimbulkan
minat yang sama ini adalah k.enyataan bahwa k.eduanya memiliki pen·
didikan umum di sekolah Bc1anda dan keduanya pun pemah memulai
kariT mcreka sebagai guru sekolah umum sebehun menjadi guru tarekat.
Keunikan kedua terdiri dari kemampuan supematural yang,
mcnurut pcngakuannya sencliri da.'l murid-muridnya, dimiliki Syekh
2!. Tcnkhir •tu pe~ t>lrjm Pendldibn Tinai dipnd naman~ dcllpn flkuhu
FU.fat, Jwu.n Fo.a&c ~.lrop'am Studl Kerohaniul dUI Metafllika (kctcran91D clllrl
On. ltkandar ZulUrnaln).
U. MU.lnya: Fritjof C.pra, Th" Tao of Pfi ydci, dUI Gsy ZukaY, 711.I! Daneing Wu Li Mast«ri,
dua buku van& aik~ l"lpukr dl kaluipn tcrdidlk di Alllaib Uan clan Eropa.
149
Kadirun. Keajaibannya mengingatkan pada kisah keajaiban wali·wali
tcrbesar dan terkadang dibandingkan dcngan mukjizat Nabi Musa.
Swiah mcnjadi hunrah kalau murid-murid 1eorang syaikh membaarbesarkan nama sang r,"! dcngan mcnyebarkan riwayat tentang
lcanamat, keajaibannya. 5 Di lndonctia juga tmiapat banyak "'kiai
plu111, ulama: dengan kemampuan supranatwal, tclain juga kW yang dianggap waliyuUala. Namun 1C1Duanya dikalahkan oleh keajaibannya
Syek.h Kadirun. yang bisa menghidupkan kembali orang yanJ te1ah mati
dan, ten.tu saja. ka1au perlu manatikan orang yang hidup. Baik para
murid mmpun Syekh Kadirun ICllditi menplw bahwa kemampuan ini
hcbat ICbli - maki mercka tegiera memmbahbn pula - bubn manu·
sia Kadirun yang bcgitu hebat melainkan kekuatan Tuban. Hanya,
dqan metode "metafisib ebakta•• yang dikembamgbnnya, Syek.h
Kadirun konon mampu menenpkan dan mmyalurbn tenap llahi yang
bebat itu.
Syaikh-syaikh Naqsyabandiyah pada umumnya cenderung untuk
merendah, Udak menonjolkan diri, dan tidak memamerbn kcittimewaan yang mereb miliki. Kalaupun k.laim-klaim tertentu tentang martabat
ruhani yang telah dicapai seormg syaik.b, luimnya para muridlah yang,
mcnyebmkan riwayat mc:ngenai Unimat gwu mcreb, sed•ngkan sang
syaikh leDdiri diam saja. Lain balnya denpn Syekh Kadirun. la selalu
tampil pgah dan berani, dan dengan pmuh percaya diri bcrcerita
ten.tang k.ekuatan bebat yang menplir melalui dirinya. la satu-satunya
orang di antara puluhan guru tarebt yang telah aya wawancarai, baik
di Indonesia maupun di Turki, Irak dan Iran, yang bila bm:erita berjam-jmn tentang keajaihan yang telab dihujlkannyL Tentu, dalaJn
scjarah tuawuf kita mcnemubn sufi-sufi ymg dengan banga men·
cerit:akan pcngalaman ruhani mereka, termuuk keajaiban yang luar
biaa. Nunun k.eajal'ban Syekh Kadirun, scperti yang akan diceritakan
di bawah, agak berbeda daripada mjaiban bum sufi di kawuan Arab,
Turki ·~ Inn.
Kadirun Yahya labir pada tahun 1917 di Pangkalan Brandan,
Sumatera Utara, tetapi pada um rcmaja ia tingal cukup lama di Pulau
Jawa, yaitu di Yogyabrta11 dan Magdang, kota tempat ia mcnuntut
pelajann sekolah Belanda. Saya mendapat kcsan bahwa penplamanpengalamm ruhani di jawa migat mencntubn bagi sosok Syekh
25. lliwayat ·~" tcnt.q aatumt 1Dkoh 18awuf ~ a1*t tcrkumpullan ckiam ILhab
,.,.,.. K - t AJ..A..U,..' lllnapn Yuaaf bbl &.ua'U .U.Nahlaai (w. 1550/1951 ·2).
26. Di ~ ~ya ba'CCllir bdtileU rt-,.1 lCDIUll oraac vma dlbidupbD llLmbali
1rtet.h -ti. tu.mya, bbDdlr Zulwuain, dalam kommc. tcnulia 11.epada eaya dcnflD
lcblh i.ci-bad m. . . . . . n bUwa y-. baw,.tuiao tdah "lauiti • c.e ••Hclil {ct.rl /CV
dlfMtu11 ptilefff di&fff18P &Ill him dll-~11)". Tenta111 kcmmnpumi Kadkun mcmbUlll.lb mclalDl leD~ -tafilibnya, libal d-yal b19ai- la mcmhMmi FfOIDholaD koanmb di MalayiA& (lal. _).
27. Bcbcrapa ca111a11 biopaft beriU.t adalah berduulian ~ panjlDc yq •ya laku·
kan dmfao Kadirw\ Yahya di ~ pada cang.i S-l l -1916. Bebcnpa infonnui Qlllbah-
ID aya mmpmhil dari pida~IDnya yus dlbukuba dalam Sc.luratwos Bunp dari
T-..n Firdll.ou (1982) dan ~ putranya, hkandar Zulbmain.
150 Tard.at Naqsyabandiyah di Indonesia
Kadirun pada usia dewasa - barangkali lebih menentukan daripada
talqin Nasyabandiyah yang ia terima setelah kembali ke Sumatera.
Kadirun muda tampaknya punya minat besar kepada a.lam spiritual, dan
keinginannya untuk belajar kuat sekali. Pergaulannya tidak terbatas
pada lingkungan Islam saja. Ia pernah lama tinggal bersama keluarga
seorang pendeta Belanda dan sempat menjadi asisten sang pendeta,
malahan beberapa kali menggantikannya dalam tugas menguraikan
khutbah di gereja. Dan ia belajar juga tentang agama, aliran kepercayaan, metafisika dan ilmu gaib lainnya. Qawa Tengah, pada dasawarsa
1930-an itu, memang sangat kaya akan aneka ragam a1iran mistisisme
dan kebatinan; aliran teosofi, yang cukup berpengaruh pada waktu itu,
tidak hanya merangsang minat pemeluk agama Hindu dan Budha tetapi
juga mendorong orang Islam dan Kristen untuk mendalami ajaran
mistik agama masing·masing).
·
Setelah selesai pelajarannya di Jawa Tengah, Kadirun mengaku
pernah tinggal satu-dua tahun di Negeri Belanda dan mempelajari ilmu
kimia, tetapi pada tahun 1941 - Belanda saat itu didudukijerman - ia
kembali ke Indonesia dan menetap di Sumatera. Ia pernah menjadi guru
sekolah di Bukittinggi, ikut aktif dalam perjuangan kemerdekaan, dan
pada dasawarsa 1960-an mulai mengajar ilmu kimia di USU (Universitas
Sumatera Utara) di Medan.
Tidak lama setelah pulang ke Sumatera, ia untuk pertama kali
berhubungan langsung dengan tarekat Naqsyabandiyah. Syaikh Syah·
buddin dari Sayur Matinggi (Tapanuli Selatan) mengajarinya dasar·
dasar tarekat ini.21 Pada tahun 1947, Kadirun menikah dengan seorang
putri Syaikh Haji Jalaluddin. Melalui mertuanya, yang kediamannya
di Bukittinggi merupakan tempat pertemuan banyak syaikh-syaikh
tarekat, Kadirun akhirnya juga berkenalan dengan syaikh yang kelak
menjadi guru utamanya, Syaikh Muhammad Hasyim Buayan. Syaikh
Hasyim, seperti halnya cukup banyak guru tarekat di Sumatera dan
Jawa, pernah menetap beberapa tahun di Makkah dan belajar kepada
syaikh Jabal Abu Qubais, yaitu (pada zaman itu) Syaikh 'Ali Ridha,
dibantu oleh Syaikh Husain, khalifah Syaikh Sulaiman Zuhdi. Menurut
Syekh Kadirun, Hasyim merupakan murid Indonesia yang paling di·
sayangi 'Ali Ridha. Ia tidak hanya diberikan ijazah oleh kedua tokoh
Jabal Abu Qubais tersebut, tetapi malahan ditunjuk sebagai penerus
utama Jabal Abu Qubais untuk kawasan Indonesia. Tidak lama kemudian, pada tahun 1924, Makkah ditaklukkan oleh kaum Wahabi, dan
Syaikh 'Ali Ridba dan Syaikh Husain konon hijrah ke India. 29
Dalam waktu singkat, Syaikh Hasyim mengangkat Kadirun menjadi khalifahnya (tahun 1950), dan dua tahun kemudian menyatakan28. Syaikh Syahbuddin mempunyai tip ija.zah, yaitu dari ayahny.a sendiri, yang dikenal sc:bapi Beliau Natar, dad Syaikh Ibrahim Kumpulan di lonjol (khallfah dari Sulaiman AlQirimi), dan dari 'Ali Ridha. Kadlrun belajar padanya dari 1948 sampai 1946.
29. Infonnalli yang saya dapatkan mengenai tanggal dan tempat wafat Syaikh 'Ali Ridha saling
bertentangan. Menurut beberapa sumber lain, la sudah maUnggal. sebelum tahun 1924 dan
dimalwnkan di Makkah.
Bab XL Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya
151
nya sebagai syaikh sepenuhnya dengan gelar "Sidi Syekh". Se lain
Syaikh Hasyim, seorang mursyid Naqsyabandiyah lainnya juga memberikan ijazah kepada Kadirun, yaitu Syaikh Abdul Majid di Tanjung
Alam/Guguk Salo, Batu Sangkar (kbalifah Syaikh Bustami Llntau).
Sedangkan Syaikh Muhammad 'Ali Sa'id Bonjol, khalifah utama Syaikh
Ibrahim Kumpulan, di belakang hari menyerahkan mahkota (taj)
cabang Kumpulan kepada Syekh Kadirun - cara simbolis untuk mengangkatnya sebagai ahli waris spiritual. Guru keempat yang memberkati
Syekh Kadirun adalah Muhammad Baqi, putra dan penerus Syekh Sulaiman Huta Pungkut (khalifah Sulaiman Zuhdi di Tapanuli Selatan dan
salah seorang guru Hasyim Buayan). Dengan demikian beberapa cabang
tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera menyatu dalam dirinya, namun
Syaikh Hasyim Buayan tetap dianggapnya gurunya yang utama. Bagi
para muridnya, Syekh Kadirun adalah Ayah dan Syaikh Hasyim adalah
Nenek. Sebagai khalifah pilihan Syaikh Hasyim, yang ia sendiri merupakan kbalifah pilihan Syaikh 'Ali Ridha, syaikh Jabal Abu Qubais terakhir, Sidi Syekh Kadirun merasa bahwa ialah ahli waris Jabal Abu
Qubais yang paling absah di Indonesia.
Tahun-tahun Kadirun mulai muncul sebagai guru muda tarekat
Naqsyabandiyah merupakan juga tahun-tahun mertuanya sangat giat
mengembangkan organisasinya PPTL Syekh Haji Jalaluddin berusaha
mengoordinasi semua guru tarekat dalam wadah ini - termasuk menantunya, yang memang pernah menjadi anggotanya juga. Tetapi
hubungan mertua dan menantu cepat menjadi tegang. Menurut Syekh
Kadirun, konflik sudah mulai terasa sekitar tahun 1950 dan disebabkan
oleh karena Syekh Haji Jalaluddin terlalu terang-terangan mengungkapkan segala seluk-beluk tarekat kepada siapa saja.
Agaknya, tidaklah terlalu sulit mencerna beberapa faktor ikutan
lainnya yang berperan dalam konflik yang berkembang antara dua
tokoh ini. Sebutlah misalnya, Kadirun memilih Syaikh Hasyim Buayan
sebagai gurunya dan kemudian memperoleh ijazahnya dari dia, tidak
dari mertuanya sendiri; apakah itu tidak dianggap sebagai mosi ketidakpercayaan? Dan memang, Syekh Kadirun belakangan menuduh
mertuanya bahwa ia tidak pernah menerima ijazah Qari Syaikh 'Ali
Ridha seperti diakuinya, melainkan mengambil semua pengetahuannya
tentang tarekat dari buku saja. Tidak jelas sejak kapan ia mengungkapkan tuduhan ini, dan apakah tuduhan ini sebab atau akibat dari konflik.
Sumber konflik lain, tentu saja, adalah ambisi kedua tokoh tarekat
ini. Sejak menjadi syaikh pada tahun 1952, Syekh Kadirun segera mulai
melantik khalifah banyak sekali; dalam rentang lima tahun pertama
jumlahnya sudah mencapai tiga puluh, dan kemudian setiap tahun bertambah 5 sampai 20 orang. 30 Di sinilah mungkin sang mertua merasa
tersaingi, walaupun PPTI-nya berkembang terus dan selama Haji Jala30. Nama·nama khalifah Syekh Kadirun dilampirkan pada buku kecil dengan pidato K.H.
Ahmad Rivai (1974), yang alum dikutip lebih lanjut di bawah ini. Menurut daftar ini, pada
t:lln!JIJal 10 Oktober 1973, jumlali khalifah sudah mencapai 195.
152 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
luddin masih hidup, pengaruh Syekh Kadirun tidak pernah merupakan
ancaman yang berarti ba.ginya.
Saya tidak tahu sejak kapan sebenamya Syekh Kadirun mulai
mengambil jarak dari mertuanya. Yang mengesankan, bagi saya, adalah
kemiripan anta:ra dua tokoh ini, bukan perbedaannya. Saya cenderung
melihat Syekh Kadirun Y ahya, dan bukan organisa.si PPTI, sebagai
penerus usaha Haji Jalaluddin untuk mempennodernkan, menyebarkan
dan mempribumikan tarekat Naqsyabandiyah. Melalui ratusan tulisannya, yang merupakan semacam "kursus keruhanian melalui surat",
Haji Jalaluddin menyebarkan tarekat ke kalangan di lua:r lingkungan
pesantren-madrasah. la mencapai banyak peminat baru, apalagi ketika
ia mulai memberikan gela:r "DR. Ruhaniyah" kepada pembaca setia.
Menantunya mengambil langkah lebih maju dengan mendirikan Fakultas Metafisikanya, lembaga yang kesannya lebih bonafid sebagai pem·
beri gela:r. "Pribumisasi" ta:rekat yang pertama agaknya dilakukan oleh
Haji Jalaluddin dengan adaptasi upacara pembaiatan. Langkah lebih
jauh terlihat pada diri Syekh Kadirun, yang semakin jelas tampil seperti
seorang guru sakti khas Nusantara. Da1aJn seni politik pun, kelihatannya, Syekh Kadirun pemah mendapat pelajaran satu dua dari mertuanya. Syekh Haji Jalaluddin pemah menjadi anggota Konstituante dan
DPRGR/MPRS dan melalui hubungannya yang dekat dengan penguasa
pada zaman Orde Lama berhasil menguatkan PPTl-nya. Syekh Kadirun
juga mempunyai hubungan erat dengan beberapa tokoh tingkat
menteri, dan pada tahun 1992 ia dilantik sebagai anggota MPR. (Syaikh
tarekat lain yang masuk MPR ka1i ini adalah Abah Anom dari Suryalaya, Jawa Ba.rat). lni selain merupakan pengakuan pemerintah akan
pengaruh tarekat dalam masyarakat Indonesia sekaligus memperkuat
kedudukan Syekh Kadirun dalam masyarakat.
Persepsi saya tentang Syekh Kadirun, tentu saja, berbeda dari
persepsi murid-muridnya yang setia. Saya tadi menyampaikan beberapa
fakta da:ri riwayat hidupnya yang saya anggap relevan. Murid-muridnya
cenderung menekankan aspek lain dari perjalanan hidupnya. Sebagai
contoh, saya mengikhtisarkan di bawah ini versi riwayat hidup sang
guru yang disusun pada tahun 1974 oleh seorang khalifah yang dekat,
K.H. Ahmad Rivai Rakub St. Hidayat, untuk konsumsi "orang
dalam". 31 Riwayat ini sangat menarik dari berbagai sudut. Terdapat di
dalamnya cukup banyak peristiwa "aneh", namun peristiwa-peristiwa
sejenis dapat ditemukan dalam setiap kitab marmqib dan nyaris tidak
ada unsur khas Indonesia. Beberapa peristiwa terpenting dari riwayat
81. Riwayat bidup ini dsucapkan dalam pidato untuk mcnyambut hari ulang tahun Syekh
Kadirun yang ke-67 (1974) dan diterbitkan untuk kalangan sendiri dalam bentuk buku
stensilan: Ahli Silsilah Thariqah Naqryal>andiyah Al·Khalidiyah. Saya mengucapkan terima
kasih kepada Sdr. k. Hendro Saptono di Yogyakarta,yang memberikan kepada saya foto·
kopinya. Belakangan saya diinformasikan oleh Sdr. IslcandaT Zulkamain bahwa buku ter·
sebut sebetulnya pada tahun 1979 telah diluang peredarannya oleh Syekh Kadirun sendiri
!wen.a diaagap ba:lebihan dan kumlg akurat.
Bab XL Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya
153
hidup "resmi" (walaupun belakangan dikoreksi) ini adalah sebagai
berikut:
1. Semasa Kadirun masih dalam kandungan, ibunya diberikan
amalan Naqsyabandiyah oleh Syaikh Abdul Wahab Rokan. Pada suatu
malam, ketika ibunya sedang berzikir selepas shalat isya', ia didatangi
suatu cahaya. Cahaya ini, yang mirip bulan purnama, masuk ke tempat
ia berLikir dan terus masuk ke ubun-ubunnya, dan ia menjadi pingsan.
Tidak lama sesudahnya, suaminya bennimpi bertemu dengan Rasulullah, dan diberitahui bahwa ia akan dianugerahi seorang anak laki-laki
yang mulia. Anak ini hams diberikan nama Nabi sendiri, yaitu "Muhammad Amin", dan sesungguhnya Nabi adalah beserta dengan dia.
Kalau kelak. telah mulai bersek0lah nama ini harus dirahasiakan dan
nama lain yang baik dikenakan kepadanya.
2. · Pada masa kanak-kanak, anak bemama Muhammad Amin ini
sering sakit dan dibawa kepada Syekh Abdul Wahab Rokan untuk didoakan. Beliaulah yang memberikan nama baru kepadanya, yakni
Kadirun Yahya. Baru setelah menjadi syaikh, Kadirun Yahya mengenakan lagi nama asli ini ditambahkam di belakang namanya. 32
3. Ketika berusia 24 tahun dan masih di Yogyakarta sebagai
mahasiswa, Kadirun berjumpa dengan "seorang Syekh murid dari Syekh
Abdul Kadir Jailani, bemama Syekh Ruhani da:ri Pakistan", yang mengajaknya bennalam di rumahnya. Syekh Ruhani pada saat itu mengata·
kan, dalam diri Kadirun "ada suatu sekring atau kontak yang dapat
berhubungan langsung dengan Tuban!' Pada malam itu, "turunlah
malaikat kepada Yang Mulia Ayahanda Guru untuk membersihkan diri
beliau,'.
4. Ketika Kadirun untuk pertama ka1i bertemu dengan Syekh
Hasyim, sembari menepuk paha beliau berkata: "Ah, inilah yang kutunggu-tunggu." Dan Kadirun langsung di-tawajjuh-kan oleh Syekh
Hasyim, walaupun belum masuk tarekat. Tidak perlu mandi taubat
karena lebih dahulu dibersihkan di Y ogya. Baru kemudian dimasukkan
ta:rekat melalui tata cara yang lazim. Syekh Hasyim sebelum mengenalnya sudah tahu keistimewaan Syekh Kadirun.
5. Pada waktu Kadirun diberi ijazah syaikh, ia dihawa oleh
Syekh Hasyim ke makam Syaikh Sulaiman Hutapungkut (guru pertama
Syekh Hasyim ). Di sanalah ijazah diserahkan dan dibuat upaca:ra serah
terima "yang direstui dengan memotong sembilan ekor kambing dan
dimasyhurkan ke sembilan Nagari, agar tidak ada timbul keragu-raguan
untuk seluruh ummat murid Nenek Guru di mana saja Y.M. Ayahanda
Guru boleh menyulukkan."
82. Semua sutau Syekh Kadirun diberikan nama yang mcngaitkannya dengan nama Milham·
mad Amin: surau pusat di Medan dinamakan Darul Amin, surau di Jakarta Baitul Amin,
surau di Yogyakarta bemama Saiful Amin, yang di Surabaya Nurul Amin, dsb. Tampak·
nya Muhammad Amin adalah nama untuk kalangan internal dan Kadinm Yahya untuk
kalangan luar.
154 TtzTebt Noqsyokndiyah di Ind~
6. Mcnjclang Syckh Haayim wafai, (1954) beliau sudah secara
diam-diam menurunkan dan mcwariakan aegala ilmunya k.epada Syckh
Kadirun; begitu juga "sckalian pusaka-pusaka yang bcliau terima dari
Jabal Qubia, yaitu stempcl Jabal Qubia, statuten, bcndcra-bendcra KcRasulan serta pusaka-pusaka lainnya tam~ cincin k.esayangan ..."
Akbimya Syckh Hasyim walat, dan kcluarga scrta murid-muridnya bcrtangiaan. Tc1api lebih kurang 4 ?m kemudian ia bangun 1agi dan me.
nywuh orang mcncari Syekh Kadinm. Kctika dia datang, sang guru bcrkata: "Alw tadi tclah mcninggal 4 jam, tctapi Aku pcunisi k.epada
Tuhan Allah untuk hidup ltcmbali agak sebentar, karma ada lagi yang
lupa yang bclum Aku turunkan kcpada Anak." Bebcrapa hari sctclah
ibnu tcrakhir itu diturunkan, sang guru bcrpulang kc Rahmatullah.
7. Syckh Kadirun mendapat pcngakuan dari 1ejumlah syaikh
tarckat k.cnamaan. dan dua di antaranya mcnycrahkan pusaka penting
kcpadanya karcna ialab orang yang 1Udah lama dinantikan: Syaikh
Abdul Majid Gugu.k. SaJo mcnycrahkan suatu pusaka yang dikaruniai
kepada gurunya olch Nabi Khaidir, dan Syaikh M. Sa'id mcnycrah.kan
mahkota Kumpulan, yang berua1 dari Syaikh Sulaiman Al·Qirimi di
Jabal Abu Qubaia. Pada saat pcnycrahan terakhir itu tcrjadi gcmpa.
Mcmang luar biua. Tc1api tidak lebih aneh kctimbang keajaiban
yang dapat dibaca dalam kitab manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani
atau wall beaar lain. Dan ti.dak multahil kitab-kitab manaqib tcJah
mcngilhami sang pcnulis riwayat hidup ini. Sang syaikh scndiri
belakangan mclarang bukunya bcredar karena ICjumlah adcgan di
dalamnya tcrlalu bcrlebihan (dan, dugaan aya, karcna bulwnya biaa
menimbulkan kontrovcrsi yang tidak dikehendaki tcntang sang
syaikh)."
Dalam riwayat hidup di ataa, wama lokal scdikit tcra5a dalain
konsepsi pusaka., suatu konsepsi khas Nuantara yang da1axn bcntuk ini
tidak ditemukan di Timur Tengah. Sdain itu, behun ada banyak tanda
..pribumisui" tarckat. Lain balnya keajaiban-kcajaiban Syckh Kadirun
belabngan, yang coraknya sudah berbcda. Kcajaiban ini, mcnurut sang
syaikh scndiri, mcrupak.an basil penerapan ihnu dan tcknologi meta-
fasika.
.SaJah satu daur tcori mctafilika Kadiruniyah 8'ialah pmerapan
konacp "tak tcrhingga" (•) dan rumu1 "l/• = O" dari fili.k.a dan matematika. Tenaga kctuhanan, jclas mcrupak.an aumbcr dari aegala yang tak.
SS. llllandw Zulkamaln ~ aya bcbcrmpa l&Mebi tcrt.dlp baku taKbuL Nama
Muh-med Amin tldalt dlbcrilr.m olch Naill, Clpl olda ti.palmya yuig bamlmpl lx:r·
Allman denpn Nabi M11. . m....,t DUl bukan caN)la yuig -'* llldainll:an bu.Ian kc
11.epala lbunda lt&clrun yq 1crjldi clUam mimpi ajl (adepn 1 ). Syalkh llulani dari
Paldttan dikroulwmya di Medan, bubn dl Yogya;dau pailti- pcmuclaa oJch mal&lbt
tidak dllebut daJam w:rli l*anar 7.ullwmiD (adqm S). UJ19Qn ~ lerima dllalr.ubn
dmpn mcnycmbclh htjub etor kamblns, bukan -bitan. Tmtans Nabl Khaidlr tidak.
dilcbuL Y11n1 ditcrima ~ri Jabal Abu QubU ddak dllcbut bmdcra b-Ralulan, dan yana
clmabud atatuten .~ Swuta Naqayat.ndi. Sellin bd, lkbdlu ell atu muih diletlljul
cbapi otentik.
Bab XL D..,.,._.-11 Loin di S1'm4tena "°"Malaya
155
tcrbingga. l/• dan apa pun dibagi - = 0, oleh se.bab itu dosa, pcnyakit
dan maut bukan apa-apa di badapan tcnaga (cncrgi) k.ctuhanan.
Kalimah Allah, yaitu ayat-ayat Al·Quran. mcngandung tcnaga tak
tcrhingga; tcnaga nuklir pun bchun apa-apa dibandingkan dengan tcnaga
llahi ini. Profesor Syckh Kadirun membuat perbandingan dcngan
kebebatan cncrgi yang biaa dibluarbn dari air Danau Toba yang
bc:ning bening oleh mmusia yang mempunyai telmologi turbin dan
dinamo rabua, yang dirancang berduarbn ibnu puti alun. "Analog
dcngm Tcknologi Ibnu Alam," lanjutnya. "ltita hanu mampu ~la
mencori don mmset M.todologin'Y", "I"' Enngi-Enngi yang tnpendam
dalatn Ayat-A)'at A.I Quran, dapat dilteltur/c.an, sehingga memancor
Sinlir-Sinar Maha Dahsyat yang M.Jua Ultrasonor dori Keapngan dan
Ke~Sllf'G.n dari p.dtJ Kalin&ala-Kalimala AllaJa itu, unlMlt mmyambut daft
mnaglaancurltan sd•lips, abn anQID.Ul-mcaman bahaya maut bagi
ummat manulia seperti tenebut di atul Kalau Bukit-Bukit dapat
dilcbur olch Ayat Al Huyir 21. Dan kalau Bokit-Bukit dapat dibclah
oleh Ayat Ar Ra'ad Sl, puti opa saja pun dan mampu dikbur okh
KalimaJa-Kalimah AllaJa .,ang M.lta Apng, termasuk senjata-senjata
Atom clan Nulclir dari Negan-Nepa Suptr Power, sehingga bahaya
''Kiamat'' yang clidat4ngltan okla teMp Atom dan Nulr.lir dapat dimumGlaltan sama seltali. "M Dcngan rumus yang khas Kadiruniyah:
Bulcit, Gunu,.,.. Atom, Nulclir, PenyoJcit, Narltotw,
Mental Bobrolc, GGlotlo, Pepmmian, Bnaama Alam,
Kiamat Du.U., Nera/c.a, Syaittm, lb/is, Dajjal, Ya'juj
Ma'juj, Syndiltat-Syndi/c.at Mervtak, Qanc1r, AIDS,
Af>a saja, Dimtma soja, . . .
----------------=
- • KALIMAH ALLAH (Ayat-Ayat Qu:r•an)
"
0
lni apknya berarti bahwa apa saja bisa ditiadakan dengan pcnerapan tenap tak terhinga dari /Wi""'1a Allah. Tctapi bagaimana mctodc
untuk mengeluarkan tenap tak tcrhingp dari Kalimah. Allah? Di
ainilah tcrletak rahuia dan kehebatan tarckat dan fungsi kunci seorang
guru mursyid pcmbawa wa.silala. Caranya. kata Profeaor Syekh Kadirun, adalah "cknpn mempergunaltan frequensi y1mg dimiliJci R ohani
Rasvlullah '1""8 laidup pad4 sisi Alla/a, Huwal awalu Huwal alchiru,
frequ.ensi mana terdapat melalMi frequensi clan· pada Rohani (>artl Ahli
Silsilah terma.svk Rohani M1U'SJid, selaingga clengon tnnnaltai frequensi
itu Rohani kita detilt itu juga dapat hadir pada Allah SWT. dan lcnnudian l>arMlaJa berdziltir, dan barulal& pu'4 mmegoltltan shaltJ.t. •. " 36
u,...,....u,,,...,,."
M. ltutipM cllri: Prof. DL ~ s. Syckh K.dWun Yahya W..Sc..
Tdno·
lofl1M1- AlQw'.. (Medin, IMS), hal. M.
H. Ibid., hal. 15.
56. 0.ulip dai S8u,_ B•• Uri T - Finlllru, hal. t6 (tanpa mcngub.tl ejun).
156 Tarekat Naqsyabandfyah di Indonesia
Dengan suatu kiasan fisika lainnya, tenaga Allah adalah ibarat
listrik, dan wasilah, penghantar atau saluran manusia dan Allah melalui
mursyid dan silsilahnya, serupa kawat listrik. Syekh Kadirun, karena ia
telah memperoleh tidak kurang dari empat ijazah, mengetahui cara
mengeluarkan energi listrik yang mengalir melalui Jabal Abu Qubais.
Selain itu, sebagai seorang ahli fisika dan kimia, yang pernah menulis
skripsi tentang atom dan nuklir, ia mengembangkan cara untuk memperbaiki konduktor listrik dan memanfaatkan energi ilahi. Menurut
pengakuannya, ia berhasil da1ain upaya ini sampai ke tahap yang belum
pemah dicapai sebelumnya.
Untuk tujuan-tujuan tertentu ia memakai sebuah tongkat, seperti
tongkat Nahi Musa. Dengan tongkat ini ia dapat langsung memusatkan
energi ilahi kc arah obyek yang ditunjuknya; ia bisa mematikan yang
hidup dan menghidupkan yang mati. Untuk tujuan·tujuan lain, air atau
batu kerikil kecil yang sudah disalurkan padanya kalimah Allah dapat
dipakai sebagai kondensator yang berisi energi ilahi yang sama. Tentu
saja, bukan sembarang orang yang bisa membuat air tawajjuh atau batu
sijil tersebut. 37 Itu hanya dapat dilakukan oleh seorang syaikh kamil
mukammil, yang sudah manunggal, yaitu syaikh yang ruhaninya sudah
mencapai frekuensi sama dengan frekuensi nur Muhammad yang ada di
sisi Allah SWT.
Air tawajjuh tentu bisa dipakai untuk mengobati segala penyakit.
Dan menurut pengakuan umum, pengobatan Syekh Kadirun cukup
berhasil. Tetapi sang syaikh mengaku pernah memakai air dan kerikil
untuk tujuan lebih spektakuler. Ketika Gunung Galunggung meletus
dan menimbulkan banyak kerusakan, tahun 1982, Syekh Kadirun dimintai tolong untuk mengatasi bencana a1am ini. Segenggam batu sijil,
yang dilemparkan dari sebuah helikopter ke kawah Galunggung, tern yata cukup untuk menghentikan letusannya. Waktu masih ada pemberontakan komunis di Malaysia, Syekh Kadirun pernah dimintai
tolong oleh Datuk Hamzah Abu Samah, Menteri Pertahanan negara
tetangga ini untuk membasminya, setelah segala cara lain gaga!. Air dan
kerikil yang dlisi kalimatullah, sekali 1agi ditebarkan dari udara dengan
helikopter, berhasil menumpas gerombolan pemberontak di hutan
rimba.
Air tawajjuh-nya Syekh Kadirun pernah pula dipakai dalam perang
Irak-Iran: selama beberapa ta.bun, duta besar Irak terus minta bantuan
Syekh Kadirun, dan pada masa itu pasukan Irak memang maju terns.
Baru setelah duta besar tersebut digantikan dengan seorang yang tidak
percaya pada hal-hal paranormal, Iran mulai meraih kemenangan. Pembebasan kota Kudus (Yerusalem) yang begitu ·banyak dibicarakan,
37. Air tawajjuh (atau air kalimatullah) dan batu sijil sudah menjadi istilah ba.ku di kalangan
murld. lstilab teralthir itu sebetulnya mcrupakan nama. ha.tu yang dilempa.rkan burung
Aba.bil kepa.da. tenta.ra. Abra.bah ketika la mmyenmg Makkah. Kcrikil bcrisi kalimah Allah
tida.k identik dengan batu sij{l yang asli itu tetapi punya potensi destruktif yang mirip.
Bab XL Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya
15 7
sebetulnya merupakan masalah sederhana, asal orang Palestina mau
memanggil Syekh Kadirun (dan membiayaijasanya ilmu ini bukanlah
barang murahan). 311
Sebagian orang menyambut klaim-klaim ini sembari senyum, ada
juga yang marah; tetapi tidak sedikit yang sangat terkesan. Dan pengagumnya bukan saja orang tanpa pendidikan yang mudah dikelabui; di
antara muridnya terdapat cukup banyak mahasiswa dan malahan sejumlah dosen universitas (bukan hanya universitasnya sendiri) dan
kaum profesional lainnya. Dalam persepsi pengikutnya {saya tidak tahu
sejauh mana hal · ini benar ), Syekh Kadirun cukup berpengaruh di
kalangan pejabat tinggi, sipil maupun militer, yang ia layani dengan
melindungi mereka dari bahaya alami dan politik. Bahkan orang yang
mencelanya (yang juga tak sedikit jumlahnya) segan untuk menentangnya secara terbuka; banyak yang agak takut kepadanya, khawatir
bahwa bagaimanapun ia dapat menguasai kekuatan supranatural yang
berbahaya.
Syekh Kadirun (pada tahun 1986) memperkirakan jumlah pengikutnya di Indonesia sekitar 2,5 juta orang, dan sekitar 40.000 1agi di
Malaysia. Perkiraan wakil-wakilnya belakangan ini lebih tinggi lagi.
Menurut pengamatan saya, angka untuk Indonesia ini tampaknya kelebihan dua nol. Tetapi bagaimanapun, dengan puluhan ribu murid,
Syekh Kadirun merupakan salah seorang syaikh yang paling populer di
Indonesia. Di berbagai pelosok Nusantara terdapat alkah-alkah (dari
bahasa Arab halqah ), kelompok pengikut Syekh Kadirun, dengan surau
(tempat ibadah dan zikir) masing-masing dan dipimpin oleh pengurus
yang disebut petato (tugasnya kurang-lebih sama dengan badal). Wilayah yang paling padat pengikutnya adalah Sumatera Utara, tetapi
jumlah pengikut di Jawa juga bertambah terus. Menurut suatu daftar
alkah yang saya lihat pada tahun 1989, jumlahnya sudah melebihi
seratus; 72 di antaranya di Sumatera Utara, 6 dijawa, 6 di semenanjung
Malaysia dan satu di Sabah. Sejak itu jumlahnya tampaknya kian membengkak. Bahkan di Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara
Barat juga sudah ada. 39
Rumah suluk asal terdapat di Medan, di kampus Universitas PancaBudi, dan ini salah satu rumah suluk terbesar di Indonesia. Selain ini,
Syekh Kadirun masih mempunyai sejumlah rumah suluk lain, di berbagai daerah. Di Malaysia terdapat tiga, yaitu di Rawang/Kuala
38. Kasus-kasus pcnerapan energi Kalimah Allah ini clicc:ritakan kepada sa.ya. oleh Syckh Kadi·
run dalam wa.wancara pada tangga.l lJ. l l •1986. Belakangan konon ada mwidnya. di Bomia,
yang ikut mengamankan bebera.pa daerah dari baha.ya penmg.
39. Daftar allum tersebut clicetak a.tas sebuah ka.lender untuk tahun 1989 terbitan Univtnitas
Panca.·Budi. Dalam sura.t tertangpl 16 Agustwl 1995, Drs. H. Iskandar Zulkarna.in, S.H.,
putra. Syekh Kadirun yang ditugaskan sebapi pengurus swau·suraunya, me:nyebut adanya
ratusan surau, yang terbanyak di Ka.b. Asaban (36 sura.u), Keresidenan Besuki (!IO sumu),
Ka.b. Deli Serdang (24 sura.u}, dan Langkat (24 sura.u).
158 Tarekat NaqS')labandiyah di Indonesia
Lumpur, Kota Bharu dan Johor Bharu. Di Kalimantan terdapat di kota
Samarinda. Di Pulau Jawa juga terdapat tidak kurang dari tiga rumah
suluknya, di Sawangan Bogor, Kaliwates Jember dan Wonocolo Surabaya. Murid di Jawa masuk suluk untuk pertama kali di salah satu
rumah suluk ini, dibimbing oleh seorang khalifah, tetapi mereka yang
ingin memperdalam penghayatan tarekat pada umumnya punya citacita untuk sekali bersuluk di bawah pimpinan sang Ayah Guru sendiri,
di Medan atau di tempat suluk lain yang kebetulan ia berada.
Pada hemat saya, Syekh Kadirun merupakan contoh yang paling
menonjol dari suatu perkembangan yang terlihat pada banyak cabang
Naqsyabandiyah di Indonesia. Sejak tarekat kehilangan pusatnya di
Makkah, yang pada setiap generasi mempunyai dampak mengukuhkan
ortodoksi atau pemurnian, maka timbullah proses pribumisasi. Dalam
beberapa kasus, secara tidak langsung menunjukkan peningkatan halhal yang bersifat magis dalam ajaran dan amalan tarekat. Sikap magis
dan mistis telah berurat-berakar pada kebanyakan orang Indonesia,
bahkan pada mereka yang kelihatannya sepenuhnya sekular. Di antara
para guru tarekat, akhirnya mereka yang paling tahu bagaimana me·
mikat sikap magis dan mistis inilah yang akan meraih banyak pengikut.
Semenanjung Malaysia
Semua cabang Naqsyabandiyah di Malaysia yang saya kenal, ter·
nyata merupakan perpanjangan dari pusat·pusat Naqsyabandiyah di
Sumatera. Paduan tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat Sammaniyahnya Syaikh Ibrahim Bonjol mempunyai sejumlah anak cabang di Malaysia; Kadirun Yahya mempunyai beberapa kelompok pengikut di sana,
dan begitu pula satu dua guru di Minangkabau (misalnya Muhammad
'Ali Sa'id dari Bonjol). Tetapi, kebanyakan penganut Naqsyabandiyah di
Malaysia mengikuti guru-guru yang punya hubungan langsung dengan
Babussalamnya Abdul Wahhab Rokan. Dan satu-satunya ca.bang paling
besar adalah yang dipimpin oleh khalifah dari Babussalam, Haji Yahya
bin Laksemana di Kajang, Selangor. Desa Naqsyabandiyahnya Haji
Yah ya terletak di balik perkebunan kelapa sawit, sekitar 8 kilometer sebelah selatan kota Kajang. 40 Di sana terdapat mesjid besar, sebuah asrama untuk para murid, sebuah rumah suluk, dan sekitar 30 rumah tersebar di seantero tanah desa, dibangun tanpa adanya aturan yang jelas.
Rumah-rumah itu dihuni oleh pengikut-pengikut dekat Haji Yahya;
kebanyakan dari mereka bekerja di kota terdekat, dan kelihatannya
kegiatan pertanian di desa ini sedikit sekali. Rupanya, desa ini dibangun
sebagai tiruan Babussalam, tetapi kesannya lebih dinamis. Akan halnya
Babussalam, hanya dihuni oleh keturunan-keturunan Abdul W.ahhab,
dan banyak anak-anak muda telah pergi meninggalk.an desa itu, sehingga
40. Bagian·bagian selanjutnya didaaark.an pada wawancara dengan Haji Yahya dan muridnya
sdama kunjungan ltt: daia ini pada taqpl 12-2-1989.
Bab XL Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya
159
rata-rata usia di Babussalam cukup tinggi. Kebanyakan orang yang saya
jumpai di kampung Naqsyabandiyahnya Haji Yahya, sebaliknya adalah
para pemuda; hanya satu-dua yang berusia di atas empat puluh. Barangkali kesan ini me~jadi kuat karena ketika itu adalah hari Minggu, dan di
sana ada beberapa pelajar dari Kuala Lumpur yang berakhir pekan di
sini. Tetapi, ada beberapa lusin murid yang masih remaja tinggal di
asrama, yang tidak hanya mempelajari tarekat tetapi juga ilmu-ilmu
keislaman lainnya pada tingkatan agak lanjut. Salah seorang dari
mereka, yang telah putus studi di sebuah perguruan teknik, menceritakan kepada saya bahwa dalam masa tiga tahun ia tingga1 di sana, ia telah
mengkaji kitab-kitab fiqih semacam Al-Muhadzab dan bahkan Bidayat
Al·m.ujtahid-nya Ibnu Rusyd dan kitab·kitab pegangan yang berat
mengenai uslr.ul ft'qh seperti /""' • Al·/aUJami', /rsyad Al-Fuluh, dan Al·
Waraqat dengan berbagai syarah. Teks tasawuf utama yang dipelajari·
nya adalah lb.ya' 'Ulum Al·Dm-nya Al-Ghazali; ia tahu juga saduran
karya itu da1am hahasa Melayu, Sar Al-Salikm (oleh 'Abd Al-Samad Al·
Palimbani), yang oleh Haji Yahya diajarkannya da1am pengajian umum.
Ini memberi kesan adanya kegiatan intelektual yang sungguh-sungguh,
hal yang demikian tidak selalu ditemukan orang bila berhubungan
dengan tarekat.
Saya ti'ba hanya beberapa saat sebelum sembahyang lohor, yang
dihadiri oleh sekitar lima puluh orang lelaki (di samping sejumJah
perempuan yang tidak dapat saya hitung karena mere£& berada di balik
tabir). Banyak dari kaum lelaki yang mengenakan jubah dan surban
ketika shalat, yang mereka lepaskan lagi setelah selesai shalat. Yang
agak mengejutkan saya, shalat itu dlikuti dengan zikir Qadiriya.h, bukan
Naqsyabandiyah. · Haji Yah ya, menurut penjelasannya muridnya
kemudian, tidak hanya mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah, tetapi
juga tarekat Qadiriyah dan tarekat Syadziliyah.
Para murid yang saya temui sedang berkumpul di dalam masjid
mempunyai latar belakang yang cukup beragam. Beberapa adalah keturunan Indonesia: seorang J awa, beberapa orang Banjar, dan satu-dua
'\l'ang Minangkabau. Kebanyakan yang .,asli" Malaysia berasal dari
negara-negara bagian pesisir barat (terutama Selangor, tetapijuga Perak
dan Negeri Sembilan ), yang biasanya lebih terbuka bagi pengaruh dari
Sumatera. Tetapi, terdapat juga sekelompok orang Kelantan; Haji
Yahya adalah tokoh Naqsyabandiya.h pertama yang telah membangun
pengikut di negara bagian timur laut tersebut.
Haji Yahya bin Laksemana adalah seorang Melayu Sumatera,
dilahirkan di Desa Rambah, Pasir Pengairan, di Tembusai (Riau, tidak
jauh dari Mandailing), sekitar tahun 1910. Ia menerima pelajaran
tarekat dari seorang khalifah Abdul Wahhab Rokan, Muhammad Nur
Sumatera, di daerahnya, yang memberinya ijazah irsyad ketika ia her-
160 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
usia terhitung muda. Pada tahun 1935, ia menyeberangi Selat Malaka,
dan sejak itu tinggal di Malaysia. Selama beberapa puluh tahun ia menjalani kehidupan sebagai guru keliling, tiada henti-hentinya melakukan
perjalanan menemui kelompok-kelompok pengikut, khususnya terbanyak di Negeri Sembilan, dan hanya pada tahun 1970 ia menetap di
Kajang, di desa yang sekarang. Haji Yahya telah mengangkat sejumlah
besar khalifah: tidak kurang dari 92 khalifah khusus (dengan wewenang
untuk mengambil bai'at) dan ditambah 142 khalifah 'am (hanya diizinkan membppin zikir; sama dengan badal di Jawa). Tidak semua khalifah
ini, barangkali, punya rumah suluk sendiri; tetapi ada sembilan pusat
utama yang masing-masing punya ikatan dengan lebih dari seorang
khalifah: tiga di Perak, dua di Selangor (di samping desanya Haji Yahya
sendiri), dua di Negeri Sembilan, dan satu masing-masing di Pahang dan
Malaka. Terdapat pusat-pusat yang lebih kecil di pesisir barat dan
bahkan di Brunei. Negara bagian di mana Haji Yahya mempunyai
jumlah pengikut paling besar adalah Selangor dan {bagian barat) Pahang.
Rumah suluk di desa ini digunakan sepanjang tahun. Ketika saya
berkunjung ke sana, kabamya ada tiga puluh lima orang sedang melaksanakan suluk; pada musim-musim yang dirasakan orang lebih menyenangkan semisal bulan puasa atau liburan akhir tahun, jumlahnya
dapat mencapai delapan puluh. Berbeda dengan situasi di kebanyakan
tempat lain di Indonesia, di sini suluk masih dijalankan sesuai dengan
asas bahwa itu harus dilakukan selama empat puluh hari penuh. Para
pegawai negeri dianjurkan untuk memanfaatkan hari libur mereka dan
mengambil cuti di luar tanggungan. Haji Yahya sendiri memberikan
pelajaran kepada para salik. tetapi tata cara dalam rumah suluk sepenuhnya menjadi tanggung jawab khusus seorang amir suluk, yang
mengawasi agar para salik tidak bercakap-cakap atau tidur terlalu
banyak.
Haji Yahya adalah juga seorang pengarang yang produktif. Pem·
belaannya bagi Naqsyabandiyah melawan kritikan Ahmad Khatib, Lisan
Naqsyabandiyah, telah disebut di muka (pada Bab VIIl, catatan kaki 6).
la menulis sebuah seri risalah-risalah pendek mengenai tarekat, Risa/ah
Thariqat Naqsyabandiyah (dalam bahasa Melayu), yang sekarang sudah
mencapai tujuh jilid, dan satu-dua kitab kecil menyangkut aqidah. 41
Menurut muridnya, Haji Yahya juga telah menerjemahkan karya Ibnu
'Arabi, Al-Futuhat Al-Makkiyyah ke dalam bahasa Melayu, tetapi terjemahan ini hanya boleh dibaca oleh murid-muridnya yang lanjut
tingkatannya, sebal:i kitab tersebut dapat menyebabkan kesalahpaham·
an yang parah di antara mereka yang belum berbaiat.
+l. Mir'at Ai. 'A.iu11m, teb Rderhana tentang akidah dan tasawuf (diterbitkan pertama kali
pada tahun 194:7); Mir~t Al·Saliliin. tentang mi'raj (1980); dan Mahdzab Al·Yaqin.
tentang mawid (1988). Lebih rind tentang lwya.Jrarya bellau val'lf menyal'lgltut tarekat
Naqayabandiyah, lihat Upultakam.
Bab Xl Daerah-daerah Lain di Sumatera dan Malaya
161
Biografi Syaikh Abdul Wahhab Rokan menyebutkan delapan
khalifah asli Malaysia (Said 1983: 138), tetapi sebagian besar garis
keguruan ini tampaknya telah terputus sekarang. Sebegitu jauh Haji
Yahya merupakan keturunan spiritual Abdul Wahhab yang paling ber·
pengaruh (dan dalam kenyataannya guru Naqsyabandiyah yang paling
berpengaruh di Malaysia). Khalifah utama pada periode terdahulu adalah almarhum Syekh Usman di Simpang Kiri, Batu Pahat Qohor). 42
Kabarnya Syekh Usman pemah mengangkat seorang penerus, tetapi
sejak wafatnya, bagaimana ceritanya tarekat Naqsyabandiyah di Batu
Pahat hampir tidak terdeogar. Ada khalifah lain yang tidak banyak
pengikutnya, di kota Perlis (Khalifah Hasan, kini digantikan oleh Khalifah Dawi di Kangar), di Perak (Khalifah Muhammad Yatim), di Pahang
(di distrik Raub: Khalifah Umar, yang telah digantikan oleh Imam
Ishaq dan43 Khalifah Tambi), dan di distrik Kuasa Lukut di Negeri
Sembilan.
Haji Yahya akhirnya menyebutkan adanya sebuah cabang Naq·
syabandiyah yang lain di Pulau Pinang, di Kampung Upih, di Balik
Pulau. Sang guru di sini adalah seorang bemama Haji Ja'far, sekarang
sudah tiada, yang menerima ijazahnya dari seorang Haji Thaib, yang
dulunya dibaiat di Jabal Hindi, Makkah. Jabal Hindi dan Jabal Qubais,
pun seperti yang diingat Haji Yahya, mewakili berbagai ragam tarekat
Naqsyabandiyah dengan perbedaan-perbedaan kecil; tetapi ia tidak
dapat menjelaskan kepada saya dalam hal-hal apa saja perbedaan tersebut,44juga tidak dikatakan siapa-siapa guru-guru yang penting dijabal
Hindi. •
42. Lihat Al·Attas 1963, ha!. 63-6 7, untuk scdikit lteterangan mengenai syaikh ini dan
mengcnai ritual seperti yang dilaksanaltan di ba-.h bimbingannya.
43. Nama·nama ini disebutkan oleh Syekh Anu Mudawwar di Babuualam (10-11-1986) dan
Haji Yah)ta di Kajal'lg (12-2-1989). Sava tidalt sempat mengunjungi llCOfang pun dari
khallfah·khalifah ini.
44. Lihat komentar tent.ang Syekh Isma'il Jahal pada Bab IX.
Bab Xll. Tarekat Naqsyabandiyah di Jawa
163
tren Jamsaren yang masyhur itu. Belakangan (1918), ia mendirikan
pesantrennya sendiri di Uesa Popongan, antara Solo dan Klaten. Ayahnya sendiri mengajarinya tarekat selengkapnya, dan memberinya ijazah
untuk. mengajar.
BAB XII
TAREKATNAQSYABANDIYAHDIJAWA
Semarang dan Sek,itarnya
Cabang-cabang Naqsyabandiyab di Jawa Tengah dewasa ini hampir
semuanya bera.sal dari dua khalifah Sulaiman Zuhdi yang berpengaruh,
Muhammad Byas dari Sokaraja (di Kabupaten Banyumas) dan Muham·
mad Hadi dari Girikusumo {boleh jadi identik dengan khalifah "'Abd
Al-Qadir.., yang telah begitu menggusarkan Belanda pada sekitar tahun
1880
libat Bab VB}. Semua garis afiliasi yang pemah terdapat sebelumnya kelibatannya lenyap {atau ditelan oleh yang belak.angan ini).
Saya hanya menemukan sedikit jejak mereka dalam riwayat hidup
syaikh tertua yang masih hidup. Kiai Arwani dari Kudus, yang sekarang
ini merupakan kiai Naqsyabandi yang paling senior di pesisir utara,
belajar tarekat pertama kali kepada seorang bemama Kiai Sirajuddin
dari Kudus. Kiai Sirajuddin ini wafat sebelum memberi ijazah kepada
Arwani, dan karena itu Arwani pergi ke Popongan, Solo, untuk melanjutkan pelajarannya. Kiai Arwani sudah terlalu tua untuk menerima
tamu, dan putranya, .Ulin Nuba, atau wakilnya, Mansur, tidak dapat
menceritakan sesuatu lebih jauh mengenai Sirajuddin ini. Sebaliknya,
pesantren di Popongan merupakan pusat Naqsyabandiyah yang ter·
kenal di Jawa Tengah, dipimpin oleh keturunan Kiai Muhammad Hadi.
K.H. Mansur dan K.H. Salman dari Popongan
Popongan dengan cepat menjadi salah satu pusat utama Naqsya·
bandiyah di Jawa Tengah. Di sinilah Kiai Arwani dari Kudus yang terkenal itu merampungkan pelajarannya dalam tarekat dan menerlma
ijazah untuk mengajar. Begitu pun Kiai Nahrawi dari Ploso Kuning
(Y ogyakarta), yang menerima tarekat dari Syaikh Muhammad Hadi dari
Girikusumo, mengirlm putranya (dan kelak menjadi penerusnya) ke
Popongan untuk menerima pembaiatan. Dua khalifah lain yang berpengaruh dari Mbah Mansur adalah K.H. Abdullah Chafidz dari
Rembang dan K.H. Hamam Nashir dari Grabag (Magelang), pengarang
berbagai kitab dan penerbit sebuah kitab manaqib Baba' Al-Din Naqsyband. Keduanya telah wafat dan sekarang digantikan oleh putra-putra
mereka. Tetapi, Kiai Mansur sendiri, tidak seorang pun dari putranya
yang bersedia mengikuti jejaknya; mereka lebih suka memusatkan
kegiatan mereka dalam perdagangan. Ketika ia meninggal pada tahun
1957, cucunya (melalui seorang putrinya) yang bemama Salman yang
menggantikannya sebagai kiai dan mursyid Popongan, dan memegang
kedudukan ini hingga hari ini. Kiai Salman sangat dihonnati, dan saya
dengar ia disanjung oleh rekan-rekannya sesama kiai tarekat. Di PoJlOngan, ada kesempatan untuk melaksanakan suluk sepanjang tahun,
tetapi jarang le1>ih dari sepuluh orang ikut serta pada waktu yang bersamaan.1
Kiai Arwani dari Kudus
K.H. Muhammad Hadi dari Girikusumo
J(iai Muhammad Ha.di tentunya sudah kembali dari Makkah sekitar
tahun 1880, dengan membawa ijazah dari Sulaiman Zuhdi. la menetap
di suatu tempat yang kelak dikenal sebagai Girikusumo, kira-kira 25 km
sebelah tenggara Semarang. Daerah ini ketika itu masih berhutan lebat;
dan Kiai Muhammad Hadi-lah yang pertama-tama membuka hutan dan
menyiapkan la.ban untuk bercocok tanam guna menopang kebutuhan
pesantren yang dibangunnya. Keturunan-keturunannya masih men·
ceritakan ban.yak kisah tentang kekuatan-kekuatan alami yang berbahaya dan khususnya yang bersifat gaib yang harus ia tundukkan di
wilayah hutan yang angker ini: sang kiai temyata tidak hanya terpelajar
dalam fiqih dan thariqah, tetapi juga adalab orang sakti yang khas Jawa.
Ketika menjadi kiai tarekat, Muhammad Ha.di banyak melakukan
perjalanan keliling (boleh jadi ia pun berdagang), dan mempunyai istri
di berbagai tempat, yang memberinya beberapa orang anak. Salah seorang yang menjadi sangat terkenal adalah Mansur, yang dilahirkan di
Ungaran dan, setelah cukup umur, pergi ke Solo beta.jar fiqih di Pesan·
162:
Kiai Arwani yang sudah uzur itu bukanlah hanya seorang guru
tarekat, tetapi juga ahli ilmu Al-Q.uran. Pesantrennya disebut Pondok
Huffazh Yanbu'u Al·Qur'an dan, seperti tampak dari namanya, di sini
para santri banyak mempergunakan waktu belajamya untuk menghafal
Al-Quran. Kiai Arwani punya reputasi paling hebat di antara guru-guru
Naqsyabandiyah di· pesisir utara, dan ini, menurut wakilnya, Kiai
Mansur, sebagian besar berkat kemasyhurannya sebagai seorang hafizh.
Kegiatan tarekat pun cukup menyolok di sini, tetapi berlangsung di luar
komplek pesantren, dalam sebuah gedung terpisah. Setiap hari Ka.mis di
sana berlangswtg tawajjuh, demikian pertemuan zikir berjamaah disebut
di sini, yang setiap kalinya kaharnya 1.000 sampai 1.500 orang turut
serta. Ada khalwat (suluk) tiga kali setahun, da1am bulan-bulan yang
1. Sumber informaai mengmai Popongan: wawancaTa dcngan K.H. Salman, Popongan, 28·21987; lftwaru:ata dcngan K.H. Abdulwahhab aia&b LAS, Rembang, 1!1-2-198&; Team
Research 1977, bal. 11·20.
Bab XII. Tarekat Naqsyabandiyah di ]awa
164 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
dipandang suci: Muharram, Rajah, dan Ramadhan. Karena terbata.snya
ruangan, jumlah peserta dibatasi hingga maksimal 1.200. Karena minat
yang sangat besar, pada bulan Rajah diadakan masa khalwat dua kali
berturut·turut, tetapi ini dirasakan sangat berat oleh para pengurus
pesantren.
Karena usia dan kondisi k.esehatan Kiai Arwani, urusan pesantren
sehari-hari sekarang diawasi oleh Kiai Mansur, seorang murid yang kini
berusia hampir empat puluh. Putra Arwani, Ulin Nuha, belum men·
capai tingkat di mana ia dapat menerima ijazah dan menggantikan ayahnya sebagai mursyid. Oleh karena itu, sang ayah telah menulis wasiat
yang mak.sudnya bahwa bila ia meninggal dunia, Mansur akan menjadi
penggantinya. Tetapi, apabila akhirnya Ulin Nuha pantas menerima
ijazah sebelum Arwani meninggal, Mansur hanya akan menjadi badal,
sebagaimana sekarang; ia belum diangkat sebagai seorang khalifah.
Istilah khalifah di sini hanya dipakai dalam pengertian khusus:
seseorang yang mendapat izin untuk membaiat murid·muridnya sendiri
{Mansur menyebut khalifah yang demikian "dipisah"). Jumlah badal
lebih banyak lagi; badal selalu tidak lepas dari pusat. Seorang badal
boleh mengambil baiat, tetapi hmiya setelah mendapat izin khusus dari
guru mursyid. Kiai Arwani telah mengangkat 16 khalifah:
K. Abdullah Salam, Kajen, Pati;
K. Abdulkholiq, Mojolawaran,
Pati;
K. Abdulhalim, Gapus, Pati Selatan;
K. Qusairi, Nakeh, Tayu, Pati;
K. Ghozali, Srik.aton, Pati;
K. Harun Syakur, Bangsri,Jepara;
K. Nursyid, Bandungharjo,Jepara;
K. Muhsen,Jepara (kota);
K. Wasil, Muteh, Demak;
K. Burhanuddin, Bakong, Demak;
K. Masruri, Serong, Purwodadi;
K. Abdulkarim, Bandungsari, Purwodadi;
K. Hasan Asykari, )lfangli, Mage·
lang [=Mbah Mangli] ;
K. Muntaha, Bumen, Salatiga;
K. Rifa'i, Sumpyuh, Kroya;
K. Ma'sum, Ponorogo.
Di samping guru-guru ini, yang memperoleh ijazah mereka dari
Arwani sendiri, ada beberapa lainnya dengan afi1iasi berbeda, namun
demik.ian mereka ini pun datang dan menyambangi Kiai Arwani sebagai
atasan mereka. Demikianlah misalnya K.H. Manaruddin dari Ponorogo
(kampung Durisawo?), yang semula menerima ijazahnya dari ayahnya
sendiri.2
Kiai Arwani sendiri tidak menulis satu risalah pup, tetapi ajaran·
ajarannya terumuskan da1am sebuah risalah kecil berbahasa Jawa,
Risa/ah Mubarakah, oleh seorang muridnya, almarhum Kiai Muhammad
2. Wawancata dengan tangan kanannva Klai Arwani, Mansur, dan putn Kiai, Ulin Nuha,
Kudus, Desember 1986.
l 65
Hanbali Sumardi Al-Qudusi {diterbitkan di Kudus: Menara Kudus,
1968).
Girikusumo
Mansur bukanlah satu-satunya putra Muhammad Hadi yang men·
jadi guru tarekat. Adiknya, Zahid, mewarisi pesantren di Girikusumo,
melanjutkan garis keguruan di sana. la membaiat beberapa khalifah,
di antara mereka K. Mi'ad dari Patarukan (Pekalongan) dan K. Ma'sum
darl Grabag (Magelang); putra dari Hamam Nashir yang namanya telah
disebut di atas. Setelah wafat (sekitar 1966), ia digantikan oleh putranya, Zuhri, dan yang terakhir ini, yang wafat tahun 1980, digantikan
oleh dua orang putranya. Putra sulung, Muhammad Nadhif, bertanggung jawab untuk pengajaran fiqih dan sebagainya, sementara adiknya,
Munif, mengajarkan tarekat. Kenyataannya, Munif belum menerima
ijazah dari ayahnya ketika beliau wafat; oleh karena itu ia pergi ke
Kudus dan meminta ijazah dari Kiai Arwani.
Saya hanya berjumpa dengan kakaknyaMunif, Muhammad Nadhif,
yang tampaknya juga berpengaruh kuat dalasn tarekat. Ia pernah kuliah
di Universitas Islam di Madinah selama Jima tahun, dan itulah mungkin
yang menjadi pangkal adanya iklim yang agak 0 puritan" dalasn madra.sah di sini. Dengan keras ia menentang ekses-eksea yang terkadang di·
bubung-hubungkan dengan tarekat. Mungkin juga, perubahan-perubah·
an ini sudah dimulai sejak ayahnya, sebab bagaimanapun Kiai Zuhrilah yang mengirimnya ke Madinah. Nadhifsendiri menolak ungkapan
saya, "perubah,an·perubahan yang dibawanya.. , dan lebih menyukai
istilah 'i>enyempumaan".
Ada haul di pesantren tersebut (pada tanggal 20 Rajah, tanggal
wafatnya Muhammad Hadi), tetapi perayaan ini sederhana saja. Ziarah
kubur tidak dilarang, tetapi denpn syarat bahwa peziarah tidak
meminta kepada orang yang telah meninggal untuk menjadi perantara
atau minta pertolongan lain. Di sini rabithah dilakukan tidak da1am
bentuk membayangkan wajah guru (Muhammad Nadhif menyebut hal
itu sebagai "mendewakan guru", dan itu berarti syirk), tetapi hanya
denpn mengingat sang guru sejenak.
Muhammad Nadhif mengaku bahwa di sana minat orang muda
untuk ikut serta dalasn tarekat sangat besar. Orang-orang yang terlalu
muda ditolak; perempuan sama seka1i tidak boleh menghadirinya
sebelum mereka menikah, tetapi pemuda yang belum menikah diperbolehkan. Kiai Zuhri-lah .yang memulai mengajarkan tarekat kepada
kalangan muda, di samping kelompok berusia tua yang secara tradisional menjadi pengamal tarekat. Mungkin karena banyaknya pengikut
dari kalangan muda, mungkin juga karena kecenderungan °pemuinian"
di sini, pemisahan menurut jenis kelamin sangat ketat di sini dibanding
dengan di tempat Kiai Arwani. Perempuan boleh mengikuti tawajjuh,
tetapi harus tetap duduk di sebuah ruangan terpisah, dan bahkan sang
pan
166 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
Bab XII. Tarekat Naqsyabandiyah di jawa
guru sendiri tidak berhadapan muka dengan mereka. Kepada mereka
diberikan pelajaran-pelajaran oleh perempuan yang sudah sepuh (kata
Muhammad Nadhif, Kiai Arwani biasanya masuk juga ke ruangan untuk
perempuan).
Tawajjuh berlangsung sekali seminggu, pada hari Selasa. Pada masa
lalu berlangsung hari Jumat (atau malam Jumat), tetapi agar orangorang yang dari jauh dapat hadir, dipillhlah waktu yang lebih cocok.
Ada pertemuan umum yang lebih besar empat kali setahun: pada bulan
Maulud, Rajab, dan Puasa dan pada tanggal satu Muharram. 3
Masih ada cabang lain dari keluarga Muhammad Hadi yang berada
di desa Candisari (juga dekat Mranggen, Jawa Tengah bagian utara).
Menurut informan saya cabang tersebut berasal dari seseorang bemama
Mansur, yang sangat boleh jadi sama dengan Mansur yang menetap di
Solo. Saya tidak tahu pasti mengenai apakah Abdulmi'raj dan Khalil
adalah keturunan langsung dari Mansur.
BAGAN 4. CABANG TAR.EKAT NAQSYABANDIYAH DAR.I
MUHAMMAD HADI
C:::: Mu~mad Hadi
17
IJ
Zuhri
Zahid (w. ca 1966)
IJ
I
~ Mansur
Arwani
Munif
[Girikusumo]
I'
I
[Kudus]
t.
l
O
,\;l
Abdulmi'raj
I\
Salman
Khalil
[Popongan, Solo]
[ Candisari]
Mbah Mangli
Satu pribadi menarik yang berafiliasi dengan cabang Naqsyabandiyah ini adalah K.H. Hasan Asykari, alias Mbah Mangli, salah seorang ahli
pengobatan dan penasihat ruhani Islam yang paling kesohor di J awa
Tengah. Mangli adalah nama sebuah desa yang rada terpencil, di sebelah
timur laut Magelang, di mana ia memimpin sebuah pesantren model
kuno. Tetapi Mbah Mangli sendiri tidak menjalani hidup yang sangat
terpencil: ia adalah seorang pedagang yang aktif, dengan sekian rumah
(dan keluarga) di berbagai tempat, termasuk Jakarta. Reputasinya terutama sekali berkat kekuatan batinnya yang luar biasa dan perilakunya
3. Wawancara dengan Muhammad Nadlif, Girikusumo, 21Desember1986.
167
yang tidak konvensional. Berbeda dengan kebanyakan kiai dan "orang
pintar", ia jarang menerima tamu secara pribadi. Setiap Sabtu malam
berduyun-duyun orang ke Mangli, bermalam di sana dan mendengarkan
ceramah sang kiai keesokan paginya, dan setelah itu mereka pulang ke
rumahnya masing-masing, dengan keyakinan telah menerima sesuatu
yang berharga.
Mbah Mangli tidak dianggap sebagai seorang mursyid oleh guruguru Naqsyabandiyah lainnya, tetapi semuanya menaruh hormat
kepadanya (seorang guru malahan menganggapnya sebagai wali). Ia
pertama kali menerima baiat masuk tarekat Naqsyabandiyah dari Kiai
Mansur di Popongan, dan melanjutkan belajar amalan-amalan tarekat
kepada Kiai Ahmad Rifa'i dari Sokaraja dekat Purwokerto (termasuk
cabang yang lain, lihat di bawah) dan kepada Kiai Arwani dari Kudus.
Ia pun sering mengunjungi guru Naqsyabandiyah lain, misalnya Kiai
Abdullah Chafidz (Hafiz) dari Rembang dan Kiai Abdullah Hamid dari
Kajoran (Magelang). Di pesantrennya pun setiap habis shalat diikuti
dengan zikir Naqsyabandiyah yang pendek. Dalam pengertian ini ia
tergolong ke dalam cabang khusus tarekat ini. Namun, peranannya
sebagai orang yang mampu "melihat jauh" (clairvoyant), menyembuhkan/mengobati berbagai penyakit dan sebagai orang yang mampu membuat berbagai keajaiban di mata para awam, sama sekali bukan berkat
afiliasinya dengan tarekat Naqsyabandiyah.4
Daerah Rembang-Blora
Terdapat beberapa cabang Naqsyabandiyah di daerah ini, masingmasing berdiri sendiri. Di kabupaten yang berdekatan, Pati, seperti telah
disebutkan di atas, ada beberapa khalifah dari Kiai Arwani dari Kudus.
Kota Rembang telah menjadi pusat Naqsyabandiyah sejak K.H. Abdullah Chafidz (w. 1980) kembali ke sana dari Solo. Abdullah adalah putra
asli Rembang yang pergi belajar ke Solo, dan telah dibaiat masuk
tarekat oleh K.H. Mansur di Popongan. Ketika ia mulai mengajarkan
tarekat di Rembang, ia mengalami banyak penentangan dari ulama
setempat, dan perlu waktu lama sebelum ia dapat meyakinkan lawanlawannya mengenai keaslian akidah dan amalan-amalan yang diajarkannya. Kiai Abdullah mengangkat seorang khalifah, Kiai Syahid, yang
mengajarkan tarekat itu di Desa Kemadu, selatan Rembang, dan juga
memberikan ijazah (untuk) mengajar kepada putranya, Abdulwahhab.
Setelah Kiai Abdullah wafat tahun 1980, putranya menggantikannya.
Kiai Abdulwahhab telah menjadi sasaran serangan, katanya kepada saya,
bukan dari ulama yang merasa tersaing tetapi dari "orang-orang yang
4. Saya mengunjungi pesantrennya Mbah Hasan di Mangli pada tanggal 3 Januari 1985 tetapi
tidak berhasil bertemu dengan sang kiai scndiri. Tetapi, orang yang bercerita kepada
tentang beliau cukup banyak, termasuk Syaikh Salman dari Popongan dan Syaikh
wahhab Chafidz dari Remhang, dan tangan kanan K.iai Arwani, Mansur.
168
Bab XII. Tarekat Naqsyabandiyah di Jawa
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
bukan Muslim" (maksudnya tentu orang abangan setempat), yang berusaha mengambil tanah miliknya yang cukup luas. Tetapi, aneh bin
ajaib, musuhnya yang paling brengsek malah masuk Islam dan sejak itu
menjadi pendukungnya yang setia dalam mempertahankan tanahnya
dari serangan selanjutnya.
Pada tahun 1960-an, K.H. Abdulwahhab Chafidz telah dikirim
oleh ayahnya ke Mesir untuk belajar fiqih di Al-Azhar. Di sana ia bertemu dengan Syaikh Najmuddin yang sudah berumur, putra Muhammad Amin Al-Kurdi yang terkenal itu. Najmuddin hidup sebagai tahanan rumah hampir selama pemerintahan Nasser, tetapi setelah perang
196 7 dengan Israel kebangkitan Islam yang secara resmi mendapat
angin, memberikannya lebih banyak kebebasan bergerak. Melalui
kontak-kontaknya dengan lingkaran seputar Syaikh Najmuddin, Abdulwahhab juga mendengar tentang seorang mursyid Naqsyabandiyah di
Makkah, yang dengan hati-hati terus mengajarkan tarekat di kota sud
itu meskipun larangan resmi diberlakukan dengan paksa oleh penguasa
Saudi yang Wahhabi. Ketika ia mengunjungi Makkah dalam perjalanan
pulang ke Indonesia, Abdulwahhab juga bertemu dengan guru ini, Abu!' Abbas Al-Irani Al-Shufi.5 Kontak-kontak ini menjadikan Kiai Abdulwahhab salah seorang dari segelintir penganut Naqsyabandiyah Indonesia yang mempunyai hubungan langsung dengan Timur Tengah. Tetapi,
ia tidak mengklaim telah dibaiat oleh kedua guru ini, dan tetap menarik
garis silsilahnya melalui ayahnya dan Kiai Mansur terus ke Muhammad
Hadi Girikusumo. Kiai Abdulwahhab tidak hanya memimpin pesantren
ayahnya di Rembang, ia juga mengajar di IAIN di Semarang. Di pesantren tersebut semua santri diajarkan tasawuf secara umum, tetapi
pelajaran tarekat baru mulai diberikan kepada santri yang tingkatannya
sudah lanjut. Pondok-pondok untuk "santri syareat" dan "santri
tarekat" terpisah.
Lebih ke selatan, di Blora, guru Naqsyabandiyah yang sekarang
adalah K.H. Nahrawi di Desa Talok Wohmojo, Ngawen. Sebuah laporan
tentang cabang tarekat ini memulainya dengan K.H. Abdul Hadi dari
Padangan (antara Blora dan Bojonegoro dijawa Timur), yang menerima
ijazah dari tuan guru yang terakhir dari J abal Abu. Qubais, 'Ali Ridha.
Laporan itu memberikan silsilah berikut: 6
Khalid
Sulaiman Al-Qirimi
lsma'il Al-Barusi
'Ali Ridhajabal Qubais
.K.H. Abdul Hadi Padangan
K.H. Abdurrahman Padangan
K.H. Nahrawi
5. Wawancara dcngan K.H. Abdulwahhab Chafidz LAS, Rcmbang, 15·2·1985.
6. Tl!Bm Research 1977, hal. 65-74.
169
Temyata silsilah ini tidak lengkap; nama 'Abdullah Arzinjani dan
Sulaiman Zuhdi, misalnya, tidak ada. Nama-nama syaikh yang orang
Jawa juga tidak lengkap, dan di tempat lain laporan yang sama menyajikan daftar pendahulu-pendahulu Nahrawi yang berbeda. Disebutkan
bahwa syaikh Naqsyabandi yang pertama ada di daerah tetangganya,
Syekh Ahmad dari Desa Rowobayan di Padangan. Syaikh ini mempunyai dua badal di daerah Blora, K. Abdullah dan K. Zainal Abidin,
yang belakangan menjadi khalifah yang berdiri sendiri. K. Abdullah,
yang tinggal di Desa Gusten (Kecamatan Blora), menjadi pengganti
Syekh Ahmad yang pertama; setelah wafat tahun 1918, giliran Abdullah digantikan oleh Zainal Abidin dari Talok Wohmojo. Zainal wafat
tahun 1922 dan digantikan oleh kedua putranya berturutan, K.H.
Harun (w. 1942) dan K.H. Ismail (w. 1956). K.H. Nahrawi adalah
menantu Kiai Zainal Abidin, dan ia menjadi pengganti setelah Ismail
wafat. Silsilah di atas menunjukkan bahwa K.H. Nahrawi telah
menerima pembaiatan dari cabang lain tarekat itu di Kecamatan
Padangan yang sama. Dilihat dari tarikh wafatnya Kiai Abdullah, Syekh
Ahmad tentunya 1>'Udah mengalami kemajuan pada peralihan abad lalu,
dan oleh karena itu dapat saja telah berafiliasi, langsung atau tidak Iangsung, dengan ayahandanya 'Ali Ridha, Sulaiman, di Jabal Abu Qubais.
Kiai Nahrawi membaiat murid-muridnya dalam dua fase. Mulamula baiat secara kolektif, setelah itu barulah murid mendapat pelajaran pertama. Apabila memutuskan ingin meneruskan pengamalan tarekat
mereka, ada baiat yang kedua, baiat individual. Sejak 1956, ketika Kiai
Nahrawi mengambil alih, nama-nama orang yang dibaiat dicatat dalam
sebuah buku daftar; pada tahun 1977 daftar itu memuat semuanya
3.740 nama, hampir samajumlah laki-laki dan perempuannya. 7
Daerah Banyumas-Purwokerto
Seperti telah dikatakan di atas, Mbah Mangli juga telah mempelajari tarekat Naqsyabandiyah dari seorang Ahmad Rifa'i dari Sukaraja, yang selama beberapa puluhan tahun merupakan guru Naqsyabandiyah terkemuka di daerah Banyumas-Purwokerto. Ia wafat pada permulaan tahun 1970-an, dan digantikan oleh Abdussalam, putranya.
Sampai saat itu Abdussalam tidak begitu berminat pada tarekat, tetapi
merasa berkewajiban melanjutkan tradisi keluarga. Dan lambat laun ia
menjadi guru yang populer atas kemampuannya sendiri.
Tradisi keluarga itu dibangun di sini oleh kakeknya Ahmad Rifa'i,
H. Muhammad Ilyas, yang menerima ijazah untuk mengajar dari Sul~
man Zuhdi. Kami temukan namanya dalam sebuah laporan Belanda
tahun 1889 yang ditulis oleh residen Banyumas. Pada waktu itu, tarekat
Syattariyah masih merupakan tarekat yang paling tersebar luas di
7. Ibid., hal. 72.
170 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
karesidenan tersebut, tetapi tarekat Naqsyabaud1yah telah mencapai
tempat kedua, sebelum tarekat Ak.maJiyah dan tarekat Khalwatiyah.
Para pengikut Naqsyabandiyah terutama herada di daerah Banyumas
dan Purbalingga. Ada delapan guru yang berdiri sendiri menyebarkan
tarekat Naqsyabandiyah (3 di Purbalingga, 5 di Banyumas dan 1 di
Purwokerto), dan yang paling menonjol di antara mereka adalah
Muhammad Dyas, yang keseluruhannya mempunyai sekitar seribu pengikut dan sejumlah badal yang aktif yang tetap menambahkan muridmurid baru pada jumlah tadi. Konon, Muhammad Dyas adalah keturunan orang kebanyakan saja, tetapi pemah tinggal di Makkah selama
beberapa tahun. 11 Sumber penghasilannya yang utama adalah dari
beternak kambing dan domba, di samping pemberian dari para peng·
ikutnya.
Guru Naqsyahandiyah yang lain, Muhammad Habib, berasal dari
kalangan yang lebih tinggi. Ia adalah putra penghulu kecamatan
Prembun (Kebumen) tetapi walaupun demikian ia lebih suka menetap
di Desa ·Kebarongan (Kalirejo, Banyumas) sekembalinya dari Makkah,
tempat ia telah juga belajar pada Sulaiman Zuhdi. 9
Menurut seorang khaJifah generasi kedua (Habib Luthfi dari Pekalongan), Muhammad Dyas untuk perta:m.a kalinya mengenal tarekat
Naqsyabandiyah adalah ketika ia belajar kepada Kiai Ubaidah dan Kiai
Abdurrahman di Surabaya - dua guru Naqsyabandiyah yang sempat
memperoleh ijazah dari Sulaiman Al-Qirimi. Kedua guru ini membawanya ke Makkah ketika ia masih remaja. Di Makkah ia tinggal selama
beberapa puluh tahun (45 tahun, menurut Habib Luthfi) dan belajar
kepada Sulainlan Zuhdi. Kabarnya, Sulaiman Zuhdi telah mengangkat
tiga orang khalifah untuk Jawa (Tengah), dari mereka ini Muhammad
Hadi dari Girikusumo adalah yang paling muda dan M. Dyas yang di
tengah-tengah. Yang paling tua adalah Abdullah dari Kepatian di Tegal,
yang tampak tidak mengangkat khaJifah seorang pun. Ketika M. llyas
kembali dari Makkah, ia mengunjungi rekannya Abdullah di Kepatian
dan Abdullah memberikan putrinya yang lebih muda untuk menjadi
istri Dyas, yang berarti mempererat taJi hubungan antara kedua pelopor
tarekat ini. M. llyas menetap di Sokaraja, dan dengan cepat meraih
banyak pengikut sehingga Belanda mencurigainya. Bahkan. ia sempat
ditahan sebentar di Banyumas, tetapi dibebaskan berkat campur tangan
penghulu kabupaten, Abu Bakar. Penghulu ini meyakinkan Belanda
bahwa Dyas tidak punya ambisi politik. Lagi pula Abu Bakar memberi-
8. Demikianl.ah sumbe:r lielanda pada zamannya (lihat catatan se)a1'iutnya). Tetapi Habib
Luthfi dari Pekakmgan yang menerima ~ dari putra bunpunya, M. llyas, M. 'Abd
Al·Malik, mengakui bahwa M. llyas memang cucu dari Dipunegoro, putra dari putra pah·
lawan tmebut. Ali Dipuwonpo (wawancara.Jakarta. 10-1-1989).
9. Surat mhasia dari raiden Banyumu mengenai tarekat yang aktif di sana, dalaln: MR
1889/41 (AllA. Den Haag).
Bab XII. Tarekat Naqsyabandfyah di Jawa
171
kan seorang putrinya untuk menjadi istri kedua Dyas. 10
Kiai Dyas menggariskan aturan bahwa pesantren yang didirikannya
di Sokaraja, dan kedudukan mursyid Naqsyabandiyah hanya dapat diwariskan kepada keturunan laki-laki garis langaung (tidak dapat oleh
menantu, seperti yang sering terjadi). Jadi, putranya, Ahmad Affandilah, yang menggantikannya di Sokaraja, dan belakangan cucunya,
Ahmad Rifa'i. Putranya yang lebih muda dari istri keduanya, Abdul
Malik, juga diberi ijazah untuk mengajar tarekat. Abdul Malik cukup
lama di Makkah, dan menc;lapat ijazah yang kedua dari 'Ali Ridha. Ia
menetap di Desa Kedungparuk (Purwokerto) dan terus mengajar hingga
tutup usia pada tahun 1980, saat ia digantikan oleh putranya, Abdulqadir.
Karena adanya aturan mengenai pergantian kepemimpinan itulah,
menurut Kiai Abdussalam, ia ditakdirkan mengambil tempat ayahnya,
walaupun semula ia tidak tahu banyak mengenai tarekat. Benar, ia
sudah dihaiat oleh ayahnya pada tahun 1946, malah sebelum ia mencapai usia dua puluh tahun, tetapi ia tidak pernah mengamalkannya.
Dia pun hanya tahu serba sedik.it mengenai ilmu-ilmu keislaman lainnya, karena pendidikan yang ditempuhnya seluruhnya sekular (pendidikan umum), dan kemudian ia terjun di dunia perdagangan. Da.pat
dimengerti, badal ayahnya kurang senang ketika secara tiba-tiba ia
memegang kedudukan ayahnya sebagai mursyid. Beberapa dari mereka,
yang menganggap diri mereka lebih 'alim daripada dia (kenangnya
seraya tersenyum), meninggalkannya dan bergabung dengan PPTI-nya
Haji Jalaluddin yang (katanya dengan senyum mengejek) membagibagikan ijazah yang dibikin begitu indah untuk digantung di dinding.
Kharisma Kiai Ahmad Rifa'i, yang berpindah kepada putranya, dengan
mudah terbukti lebih kuat daripada tarikan dan rayuan PPTI. Para
warga desa seluruhnya tidak mengikuti badal yang memisahkan diri,
tetapi memilih Abdussalam. Menurut pengakuannya, sampai sekarang
ia telah membaiat Iebih dari 19.000 pengikut, dan rumah suluk-nya
senantiasa dipakai.
Sudah barang tentu Kiai Abdussalam tidak sebodoh itu tentang
tarekat seperti mungkin terkesan di atas. Ada yang ia pelajari dari ayahnya, tetapi belakangan ia menambah pengetahuannya dengan mengkaji
serius Majmu'ah Al-Rasa'il-nya Sulaiman Zuhdi dan Tanwir Al-Qulubnya Muhammad Amin Al-Kurdi (bagian-bagian yang relevan dari kitab
ini hampir dihafalkannya) dan juga berbagai kitab lainnya. Di pesantrennya, ia menyelenggarakan tawajjuh dua kali seminggu (hari Selasa
dan Jumat ba "da 'isya); mereka yang bersuluk di sini melakukan tawajjuh sampai tiga kali dalam dua puluh empat jam. Ia tidak menuntut
setiap orang yang sudah dibaiat menghadiri tawajjuh secara teratur,
tetapi menanamkan kesan kepada mereka bahwa bila tidak ada halang10. Wawancara dengan Habib Luthfi dari Pekalonpn,Jakarta, 10-1-1989.
1 72 Tarekat Naqsyabtmdtyah di Indonesia
an sesuatu apa pun (sakit, sedang bepergian atau apa saja) zikir tidak
boleh diabaikan. Setiap murid hams membaca dzikr ism al·dzat lima
ribu ka1i sehari.
Murid-murid sebanyak 19.000 yang telah berbaiat dengan Kiai
Abdussalam itu hanya sesekali berhubungan langsung dengan sang kiai;
mereka dipercayakan untuk diurus oleh badal-nya. Di kecamatan yang
banyak muridnya dan ada beberapa badal, para badal dikoordinasikan
dan diawasi oleh seorang kepala. badal
Sementara keturunan K.iai llyas memperta.bankan tarekat Naqsyabandiyah dalam sebuah jaringan yang berpusat di Sukaraja, sekurang-kurangnya seorang dari badal-nya kemudian mendirikan pusat
yang berdiri sendiri di daerah Iebih ke timur. Orang ini adalah K.H.
Fatah, yang setelah dibaiat oleh Dyas pergi ke Makkah dan menerima
ijazah untuk mengajar dari 'Ali Ridha. Pada tahun 1921, ia kembali dari
Hijaz dan menetap di Desa Parakan (Canggah) di daerah Banjamegara,
tempat ia mulai mengajar tarekat. Setelah ia wafat tahun 1946, ia
digantikan oleh putranya, K.H. Hasan; di bawah pimpinannyalah
cabang tarekat ini berkembang. Pada tahun 1977 ia mempunyai sekitar
5.000 murid dalam suatu jaringan yang membentang sepanjang lembah,
dari Wonosobo sampai ke Purbalingga.11
Tarekat Naqsyabandiyah juga berkembang lebih ke utara. Di
daerah Bumiayu, Tegal, tarekat ini kaharnya banyak pengikutnya,
tetapi sekarang di sana tak ada pemimpin utamanya dan pertemuanpertemuan zikir berjamaah pun tidak ada. Tiap-tiap orang yang menjadi
pengikut tarekat ini mengamalkan zikir dan wiridnya sebagai ibadah
perseorangan saja. 12 Di daerah Pekalongan pun begitu, tarekat ini mempunyai pengikut-pengikut. Habib Luthfi, di kampung Arab dalam kota,
adalah seorang khal.ifah dari putra Dyas, Abdul Malik; dan kabarnya di
sana ada guru yang lain, Kiai Syafi'i, di Desa Kabungbuaran (di sebelah
selatan kota Pekalongan).
Daerah Kebumen
Di Kebumen terdapat cabang Naqsyabandiyah Khalidiyah yang
tidak berasal dari dua khalifah Sulaiman Zuhdi yang paling terkenal,
yaitu Muhammad Hadi Girikusumo dan Muhammad Dyas Sokaraja.
Guru yang mula-mula mengembangkan tarekat di sini bemama Abdurrahman; ia juga mempunyai ijazah dari Syai)pl Sulaiman Zuhdi di
Makkah. Tidak terdapat catatan tentang kapan ia kembali dari Makkah
dan kapan ia wafat. Menurut tradisi lisan keluarganya, Mbah Abdurrahman pernah dipenjarakan di Kebumen oleh pihak Belanda, tetapi
tidak teringat 1agi apa alasannya. Sezaman dengan Mbah Abdurrahman
masih ada tokoh lain di Kebumen yang mempunyai ijazah dari Syaikh
11. Team Research 1977, hal. 7 5-88. •
12. Pembiamaan pribadi denpn Chwnaidy, putra seorang kiai dari kecamatan hU.
Bab XII. Tarekat Naqsyabandi;yah di Jawa
l 7S
Sulaiman Zuhdi, namanya Mbah Ibrahim;. tetapi yang mengajar tarekat
di sini hanyalah Mbah Abdurrahman.
Pengajaran tarekat Naqsyabandiyah sampai sekarang dilanjutkan
oleh ketumnan Mbah Abdurrahman: putranya, Hasbullah, kemudian
cucunya, Mahfuzh, dan sekarang buyutnya, Wahib. 13 Kiai Hasbullah
punya dua putra 1agi yang juga mengajar tarekat. Yang satu bernama
Dardiri dan sekarang memimpin suatu pesantren di Jawa Barat. Putra
dari lain ibu namanya Shonhaji. Ia juga pada awalnya mempelajari
tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, tetapi kemudian menetap lama di
Surabaya dan di sana mengambil tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
pada Kiai Usman Sawahpulo. Di Kebumen ia lebih dikenal sebagai
seorang "pintar" ketimbang syaikh tarekat.
Tidak begitu jelas apakah Mbah Abdurrahman dan Mbah Hasbullah mempunyai khalifah di daerah lain. Baro pada masa Kiai
Mahfuzh (w. 1985) tampaknya ada catatan tertulis mengenai perkembangan tarekat ini. Kiai Mahfuzh mempunyai lima orang khalifah,
empat di antaranya di daerah pinggiran Kebumen, sedangkan yang
kelima berada di Jawa Timur:
Jetis, Wonosobo
Kiai Fattah (sekarang digantikan putranya, Mukhlis)
J atiwangsan, Purworejo : Kiai Baha'uddin
Kroya, Cilacap
Kiai Chumaedi
Kajoran, Magelang
KiaiZuhri
Jember,Jawa Timur
Mbah Ghozali (digantikan putrar1ya,
Munawir)
Kiai Wahib menyebut khalifah-khalifah ini sebagai mursyid
muqayyad, artinya mereka bisa. membaiat dan membina murid tanpa
minta izin dari pusat dulu, tetapi mereka tidak bisa menentukan pengganti mereka sendiri seperti halnya mursyid muthlo.q. Pengganti mereka
perlu disetujui oleh mursyid di pusat (tetapi persetujuan ini tidak
pemah ditolak). 14
Cabang tarekat ini sekarang mempunyai administrasi yang rapi.
Semua murid, termasuk murid khalifah-khalifah, telah terdaftar,
lengkap dengan umur, pekerjaan, desafkecamatan/kabupaten, serta
tanggal baiat. Nomor urutan terakhir sudah melebihi sepuluh ribu.
Menurut daftar murid yang saya lihat, hampir semuanya petani, dan
sebagian besar berumur sekitar 40-50 tahun.
US. Bagian ini adalah bcrdasarkan wawanaira dcnpn K1ai Wahib Mahfuzh di kediamannya di
Kebumen, pada ta.ngga1 !> Malet 1998.
14. Tampaknya pcrnah ada sekurang-kumngnya satu khalifah lagi (mungkin khallfah Mhah
Hallbullah). Di pesantren Kiai Wahib saya bcrtemu dcnpn seorang ll&lllri ketunmm Arab
dari Kedah, Malaysia. Ia menceri'lakan bahwa ayalmya di sana maipjar tan:kat Naqsya·
bandiyah, yang diambilnya di Kebumm, dan la nanti harus menggantikan ayalmya sebagai
guru tarekat; oleh sebab itu ia dikirim untuk belajar di tempat yang 111ma.
174 Tareluzt Naqsyabandiyah. di Indonesia
Dae.rah Cirebon
Sejak dahulu Cirebon selalu menjadi pusat tasawuf, dengan kecen·
denmgan-kecenderungan sinkretistik yang kuat. Banyak pesa:ntren kecil
di sini biasanya mengajatkan tarekat Syattariyah dan Akmaliyah, dan
tidak sedikit sekte-sekte bercorak kebatinan berasal dari daerah ini.
Tarekat Naqsyabandiyah, yang lebih menekankan aspek syari'ah, juga
badir, walaupun kurang menonjol. Kabamya terdapat beberapa pesan·
tren kecil yang mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah; tarekat Qadiriyah
wa Naqsyabandiyah di sini diwakili seabad yang lampau oleh tokoh Kiai
Tholhah dari Kalisapu (lihat Bab Vl), tetapi tampaknya tak banyak lagi
pengaruhnya. Pesantren Bendakerep, sebelab tenggara kota, pemah ada
semacam pusat, tetapi tarekat Naqsyahandiyah sekarang kelihatannya
tidak berbekas lagi di sana.
Pusat yang lain, menurut seorang infonnan yang sudah lanjut usia
di. Karawang, didirikan di lereng Gunung Sembung dekat Cirebon. Kiai
Zain, putra K.H. Talk.ah (identik dengan yang disebut-sebut sebagai
Kiai Tolhah?), telab mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah, bersama·
sama dengan tarekat·tarekat lainnya semacam tarekat Syattariyah,
Qadiriyah, dan Akmaliyah. Seperti biasa, pengaruh dari Cirebon lebih
merasuk ke dae.rah-daerah di sebelab barat dan barat daya yang berpenduduk suku Sunda daripada ke arah Jawa Tengah. Kiai Zain mem·
punyai seorang khalifah di Desa Krasak, sebelab utara Cikampek, bernama Raden Sulaiman (Den Leman), dan saya bertemu dengan seorang
muridnya yang tinggal di Karawang.
jawa T'lDlur: Bagian Utara
Daerah-daerah ujung timur Jawa Timur yang kebanyakan didiami
orang-orang Madura akan dibahas dalam bab berikut; di sini saya membatasi diri pada daerah-daerah·yang secara etnis didiami oleh sukuJawa.
Tampaknya tarekat Naqsyabandiyah tidak mempunyai jaringan yang
luas dan mengembang di Jawa T'unur, tetapi ada sejumlab besar pusat
lokal yang masing·masing didirikan oleh seorang kiai yang menerima
ijazah di Makkah. Menariknya, kebanyakan dari pusat-pusat ini tidak
berada di pesisir utara, yang sudah sejak lama mengalami Islamisasi,
tetapi lebih ke pedalaman, di jantung daerah-dae.rah yang sebagian besar
(atau hingga belum lama berselang) abangan. Pada penghujung abad
kesembilan belas dan masuk ke abad kedua puluh, sudah menjadi pola
umum bagi kiai-kiai muda yang telab menimba ilmu di pesisir utara
untuk membuka pesantren di dae.rah-dae.rah lebih ke selatan yang
kurang mengalami pengislaman. Pola ini sangat mencolok di antara
guru-guru tarekat, yang ajaran-ajaran tasawufnya mungkin lebih di·
terima kaum abangan daripada kiai-kiai yang Iebih berat ke fiqih.
Lokasi pusat-pusat Naqsyabandiyah di Jawa Timur menunjukkan
bahwa tarekat ini tentunya telab memainkan peranan yang lumayan
dalam pengislaman daerah-daerah yang sinkretistik secara perlabanlaban.
Bab XII. Tareluzt Naqsyabandiyah di ]awa
175
Pada seputar pertengahan abad kesembilan belas, ada dua kiai di
wilayah Surabaya yang rupa-rupanya mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah dan memegang ijazah dari Sulaiman Al-Qirimi, Kiai Ubaidah, dan
Kiai Abdurrahman. Muhammad Dyas yang masih muda, yang belakangan menjadi guru yang sangat berpengaruh di Sukaraja (Kabupaten
Banyumas), kabamya mula-mula belajar di sini. Kedua kiai ini kelihatannya tidak pemah mengangkat khalifah, sehingga garis keguruan
mereka terputus. 15 Tidak lama kemudian, Desa. Gedang, 2 km utara
Jombang, menjadi pusat Naqsyabandiyah yang mungkin peran pentingnya lebih dari hanya setempat. Guru yang paling beken di sini adalah
Kiai Usman Gedang, yang memperkenalkan tarekat Naqsyabandiyah
pada pertengahan abad kesembilan belas. Menurut seorang keturunannya, Kiai Usman merupakan salah seorang guru yang paling terkemuka
dalam rangk{lian guru-guru tarekat asli Jawa Timur. 16 Sayangnya, kita
tidak mengetahui dari siapa Kiai Usman menerima ijazahnya (dan saya
bahkan tidak tahu pasti apakah tarekatnya Naqsyabandiyah atau
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah). Sang Kiai mengambil seorang santri
dari Demak, yang bemama Asy'ari, sebagai menantunya, dan kemudian
menjadi kakek dari Hasyim Asy'ari, salah seorang ulama paling berpengaruh dalam abad ini. Seperti yang diketahui, Hasyim Asy'ari tidak
men,gikuti jejak kakeknya dan sebenamya agak menentang tarekat,
sehingga beberapa kali timbul friksi dengan yang lain, misalnya dengan
Kiai Khalil dari Pesantren Darul U1um di Rejoso, dekat Jombang. Di
pesantrennya sendiri di Tebuireng, tidak diperbolehkan mengajarkan
tarekat.
Di daerah sebelab barat Jombang, Nganjuk, Madiun, dan Magetan,
sekarang terdapat beberapa pusat Naqsyabandiyah. Di Kabupaten
Nganjuk, sebuah pusat yang terkenal adalab pesantrennya Mbah Bogo.
Di Madiun, pusat-pusat itu meliputi:
•
Pesantren Keprambon, di Pagotan Wetan;
•
Pesantren Josenan, di Demangan;
•
Pesantren Gotak, di Uteran.
Dan di Magetan:
•
Pesantren Al-Fatah, di Temboro;
•
Pesantren Subantoro.1 7
Yang representatif dari pesantren-pesantren tarekat ini barangkali
Pesantren Al-Fatah. Tentang pesantren ini, ada sebuah monografi (Tholhah I 981/1982). Guru yang terkenal di sini adalab almarhum Kiai Haji
Sidiq, yang wafat tahun 1956, dan digantikan oleh putranya, Mahmud.
Di samping santri biasa, sang kiai mempunyai sekitar 1.500 murid
tarekat. Setiap hari Jumat dan Selasa ada pengajian (disebut Jumatan
dan Selasan) dip imp in oleh sang kiai sendiri , yang dihadiri oleb sebagiI&. Habib Luthfi dari Peblonpn, -Wl\l\Cln 10·1-1989. Lihatjuga di atas hal.164.
16. Demiltian Abdurrahman Wahid, "Biiri Syansuri", bal. !J. l 0.
17. lnformasi lisan dari Wardah Hartdz, yang bcraal dari daa:ah Jombang.
Bab XIII. Tare/eat Naq$'1abandfyah di Madura
176 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
an dari murid-muridnya dan banyak Iagi yang lain. Di samping itu, ada
pertemuan-pertemuan khusus ("khususiyah") hanya untuk para
anggota tarekat, bedangsung setiap Selasa Kliwon (yaitu setiap tiga
puluh lima hari sekali). Santri biasa di pesantren tersebut masih belum
menjadi anggota tarekat, dan oleh sebab itu tidak diperbolehkan mengikuti "khususiyah", tetapi mereka boleh turut serta dalam zikir dan
wirid tarekat yang dibacakan setiap habis shalat fardhu berjamaah di
masjid. Jadi, tanpa lebih dulu berbaiat, santri sudah diajarkan satu-dua
amalan tarekat.
Jawa Timur Selatan: Kediri·Blitar
Syaikh 'Ali Ridha dari J abal Abu Qubais mengangkat dua khalifah
yang menetap di daerah ini. Yang pertama adalah Kiai Yahya dari Desa
Mbaran di Mojo, Kediri selatan. Di sana ia digantikan oleh putranya,
Umar, dan cucunya, Bastomi, mursyid yang sekarang. Yang kedua
adalah seorang bernama Ghafur, dari Trenggalek, yang berada di
Makkah selama setengah tahun sekitar tahun 1920. Sekembalinya ke
jawa Timur, ia mendapatkan bahwa khalifah·khalifah yang lain masih
belum menerimanya setaraf dengan mereka, dan karena itu ia meneruskan belajar tarekat pada Kiai Yahya di Mbaran. Setelah menerima ijazah
kedua dari Kiai Yahya, Kiai Ghafur mulai mengajarkan tarekat di
bagian utara Blitar. la mendirikan Pesantren Manba'ul Hikam di Man·
tenan {di Desa Slemanan, Kecamatan Udanawu), dan berhasil mengislamkan ( 0 mentarekatkan°) sebagian besar daerah yang sangat abangan
ini. Menurut informan-informan orang luar, di sana tidak pemah terjadi
konflik yang parah antara pesantren dan lingkungan sekitamya seperti
yang misalnya terjadi di kebanyakan tempat di Kediri. Ketika Kiai
Ghafur wafat (1952) ia digantikan oleh putranya, Mirza Sulaiman
Zuhdi (dikenal sebagai Kiai Zuhdi). Mirza Sulaiman Zuhdi wafat pada
tahun 1974 dan digantikan oleh adiknya, Kiai Zubaidi. Putra Kiai
Ghafur yang ketiga, Qomaruddin, memimpin sebuah pesantren dan
sebuah masjid di kota Blitar.
Kiai Zubaidi merupakan seorang ulama yang paling berpengaruh di
daerahnya, dan mempunyai reputasi hebat sebagai pembuat jimat
(bukanlah suatu kebetulan bahwa nama pesantrennya diambil d'1i
judul sebuah kitab mengenti ilmu-ilmu gaib). 111 Karena reputasinya ini
ia sering menerima kunjungan para birokrat dan tentara dari Blitar dan
juga dari tempat-tempat yang lebih jauh. Pesantren itu, dengan ratusan
santrinya yang mondok di sana baik laki-laki maupun perempuan
dipisah secara ketat - masih tradisional sekali dan terkesan tidak berkembang.
18. Manba' Ushul AH:Bltmah, brya Abul·'Abbas Ahmad bin 'Ali Al·Buni (orang bijak Afrika
Utara abad kc·l 3), bera11111.._ ckngan Syams A.Z.Ma 'arif dad pengarang yang a11111. yang
mllfUpakan sumber kJuik paling populer mcngcnai ilmu pib danji11111.t (hikrnah).
177
Dua kali seminggu, pada hari Selasa dan Jumat petang ada per·
temuan zikir berjamaah (tawajjuhan atau khataman), yang kebanyakan
diikuti oleh penduduk desa Mantenan. Menurut sang kiai, yang hadir
berkisar antara 500 dan 1.000 orang, laki-laki dan perempuan. Tiga kali
setahun (pada bulan Suro [Muharram}, Rajah dan Puasa [R.amadhan})
ada suluk di Mantenan (dan juga di Blitar, dengan saudaranya Zubaidi.
Qomaruddin). Lamanya berkisar antara 10 dan 20 hari, bergantung
pada sang murid sendiri. Setiap kali sekitar 1.000 lelaki dan 500 perempuan ambil bagian (menurut perkiraati Kiai Zubaidi); banyak dari yang
lelaki masih muda sekali, tetapi perempuan-perempuan hanya diizinkan
setelah mereka menikah.
Seorang badal Kiai Ghafur, Kiai Asfar, kini memimpin sebuah
masjid di Blitar Selatan, daerah yang sangat miskin yang dahulu
merupakan salah satu basis Partai Komunis lndonesis (PKI) yang paling
kuat. Pelan-pelan ia mengislamkan kecamatan tersebut, ditolong oleh
situasi politik di mana warga desa merasa pe:rlu mengikatkan diri secara
resmi kepada salah satu agama yang diakui resmi demi keselamatan
untuk tidak dihubung-hubungkan dengan ateisme yang dikaitkan
dengan PKL Karya dakwahnya dalam urutan paling atas adalah mengorganisasikan Yasinan dan Diba 'an setiap minggu, yaitu bersama-sama
membaca surah Yasin dan mawlid Diba'i, dilagukan dengan suara merdu
terutama oleh para muda-raudi. Pembacaan ini berlangsung di :rumah:rumah, bergiliran sehingga semua warga desa kebagian jadi tuan rumah.
Tambahan pula, dua kali sebulan diadakan pembacaan manaqib Baba'
Al·Din Naqsyband secara berjamaah, 19 barangkali untuk menandingi
pembacaan manaqib 'Abd Al-Qadir yang secara teratur dilakukan di
pesisir utara. Di sisi pembacaan-pembacaan untuk seantero desa ini,
setiap minggu (pada Selasa petang) ada tawajjuhan untuk yang telah
berbaiat. Kegiatan-kegiatan Kiai Asfar barangkali khas pendekatan yang
diambil oleh para kiai generasi-generasi terdahulu yang berkarya di ling·
kungan yang sulit dlislamkan dan tidak bersahabat. Patut dicatat bahwa
Kiai Asfar tidak berusaha untuk mengajarkan akidah dan hukum Islam
secara sistematis. Yang ada hanyalah acara-acara Diba'an, Yasinan, dan
manaqiban - acara·acara yang mentoleransi bertemunya lelaki dan
perempuan - dan acara ritual mingguan tawajjuhan untuk mereka yang
ingin lebih mendalami tarekat. Dalam kasus Kiai Ghafur dan banyak
lagi kiai tarekat lainnya, reputasi dalaJn pengetahuan yang bersifat
esoteris dan gaib adalah sesuatu yang penting dalam rangka membina
otoritas sang kiai. 20
Tentunya ada beberapa pusat Naqsyabandiyah lain yang kecilkecil di daerah Blitar, walaupun Kiai Zubaidi mengklaim bahwa selain
19. Memakai teks dari: K. Ma.lsur Jufri Al·Patta'i (dariJ!lti). Mbyleat Al·Muht4din, Manaqtb
A.l-Syail&h Balla' AJ.Dm (dalam bahua Arab dan bahua Jawa), Dicctak di Grabag,
Magetang.
20. Bagian ini didamkan pada pcmbicaraan dengan Kiai Zubaidi Rla11111. singph sebcnlllr di
pesantrennya, 11-12 Febnwi, 1987 dan ketlka berkunjung kepada Kia.i Asfar di Wate•
.I
178 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
ayahnya dan Kiai Yahya, serta badal mereka masing-masing, tidak ada
orang lain. Saya mendapatkan sebuah risa1ah Naqsyabandiyah berjudul
Khadam Al-Thariqah Al-Naqsyabandiyyah Al-Khalidiyyah, yang ditulis
oleh almarhum H. Muhammad Ma'ruf bin H. Muhammad Hasan, dari
Sukorejo, Blitar (w. 1972). R.isalah tersebut disunting oleh 19seorang
muridnya, Kiai Muhdin-Nur dari kejotan, Tulungagung,
yang
menunjukkan bahwa paling tidak dua orang ini pun telah mengajarkan
tarekat.
Tarekat Q.adiriyah wa Naqsyabandiyah dan Jam'iyyah Ahl Al-Tbariqah
Al-Mu'tabarah
Semua cabang-cabang tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang
telah disebut sejauh ini dapat dikatakan relatif kecil - berbeda der..gan
jaringan tarekat ini di Jawa Tengah atau tarekat Naqsyabandiyah
Mazhariyah di kalangan Madura. Tarekat yang betul-betul punya penga·
ruh di kalangan etnis Jawa di Jawa Timur adalah tarekat Q.adiriyyah wa
Naqsyabandiyyah, dan sejak awal pusat utamanya adalah Pesantren
Darul Ulum di kejoso, Jombang.22 Seperti telah diuraikan di Bab VI,
kiai-kiai pesantren ini merupakan penerus Kiai Ahmad Hasbullah AlManduri di Makkah, sa1ah satu khalifah Kiai Abdul Karim Banten. Kiai
P.omly bin Tamim (w. 1957) merupakan tokoh yang paling kharismatik
dari rantaian guru tarekat ini. la menyebarkan tarekat ke seantero Jawa
Timur dan Madura, bahkan ke Jawa Tengah, dan jumlah murldnya
akhirnya mencapai puluban rlbu, yang dibina oleh beberapa orang
khalifah dan sekitar delapan puluh badal.
Ketika Kiai P.omly meninggal terjadi krisis kepemimpinan dalam
tarekat ini. Kepemimpinan pesantren sudah diserahkan kepada putranya Musta'in sejak satu tahun, dan beberapa saat sebelum wafat, Kiai
P.omly sempat mewasiatkan tarekat juga kepada Musta'in melalui
ijazah bai'at, yang disaksikan dua sakii.23 Namun sampai saat itu Gus
Ta'in (panggilan lazim bagi Musta'in P.omly) tidak pemah berminat
betul pada tarekat. Walaupun ia sud.ah ahli warls, namun ia masih harus
belajar banyak sebelum bisa memimpin tarekat dan membina muridnya. Selama beberapa waktu, ia sendiri dibina oleh khalifah utama
ayahnya, yaitu Kiai Usman Al-Ishaqi di Sawahpulo, Surabaya. Ban.yak
lanaal 11 FebrUari 1987. Saye. ingin menyampaikan terl.ma kuih kcpada Pak Abdur
llodlim da:ri Kantor Ap.u. di Blltar W - telah memba- aye. menemul kiai·kiai lni dan
tetaligua te1ah nmnpcrkeoalkan aye. kepada beliau«Dau it'll.
pada
21. H.M. Ma'ruf bin M. Haan, Rholah AMlvfidaA liAhlAt·11wrri9oh.Al·NaqsybanaiyyahAl·
KhaJWJyoh. Diterbitkan oleh H. qomuwklin, BUtar 1978.
22. Li.hat Bab VI, hat. 95·9&. Ada beberapa kajian n:n1ngenai pennuen lni dan konflik yang
dilebut dahun teb: Madjid 1979; Ba.wani 1981/1982; Dhof'lllll" 1980a, haL 255·294; Lom·
bard 1985, haL 154-157, Mochtar 1987.
23. Kesaksian ini hampir dua dasaWll!:D kemudian dibukukan dan ditethitbn oleh Pondok
PesanU'en Dand Ulum, mungldn bnma ada yang mempe:t1myabnnya: Hendro, Sejarah
Surat Wasiat ''ljazah Baiat" 1.Janji Thariqat) <lari K.H. Romly Tamiln kepada Mustain
Romly Oombang, 1984).
Bab XII. Tarekat Naqsyabandiyah di jawa
179
murid dan bahkan badal Kiai komly tampaknya lebih cenderung menganggap Kiai Usman sebagai pengganti Kiai P.omly yang paling absah. 24
Tetapi Kiai Musta'in mempunyai legitimasi garis keturunannya, dan
tidak mengherankan bila kemudian harl ia dan para pendukungn ya
menekankan bahwa dalam tarekat ini, hak mengangkat khalifah
merupakan monopoli keturunan langsung darl syaikh.
Setelah Kiai Musta'in diajarkan semua muraqabah di bawah
bimbingan Kiai Usman, ia mulai bertugas sebagai mursyid. Tampaknya
dua tokoh ini cukup saling menghormati dan secara diam-diam menyetujui pembagian wilayah pengaruh, walaupun terlihat persaingan
antara murid-murid mereka, yang masing-masing menjagokan guru
mereka. Kiai Musta'in berhasil mengkonsolidasikan kesetiaan hampir
semua badal almarhum ayahnya dan membangun lebih lanjut jaringan
tarekatnya. Sedikit demi sedikit ia muncul sebagai tokoh penting pada
tingkat propinsi dan malahan nasional. Ia pandai menjalin hubungan
baik dengan pemerintah, dan sempat menjadi tokoh utama dalam ormas
tarekat, /am'iyyah Ahl Al-Thanqah Al-Mu'tabarah. Dua faktor inijuga
mempenga:ruhi keberhasilannya sebagai guru tarekat.
Jam'iyyah tersebut didirikan pada tahun 1957 oleh sejumlah kiai
tarekat senior yang semuanya berafiliasi dengan Nahdhatul Ulama dengan tujuan memersatukan semua tarekat yang bonafid (mu'tabar)
demi mempertahankan kepentingan bersama. Dengan kata mu 'ta bar
dimaksudkan bahwa tarekat bersangkutam mengindahkan syariat dan
termasuk Ahl Al-Sunnah wa Al-Jama'ah, dan ha:rus mempunyai silsilah
yang sah, yaitu berkesinambungan sampai Nabi sendiri. Demikian
Jam'iyyah ingin membedakan dirl secara jelas dari aliran kebatinan dan
gerakan mistisisme sinkretistik lainnya, yang tak tennasuk Ahl Al-Sun·
nah wa Al-Jama'ah, serta tarekat-tarekat lokal semacam Wahidiyah,
yang termasuk tetapi tidak punya silsilah yang jelas. Jam'iyyah telah
menentukan daftar nama 44 tarekat yang dianggapnya mu'tabar, tetapi
dalaJn praktiknya, hanya tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat Q.adiri·
yah wa Naqsyabandiyah yang mendominasinya. Secara geografis,
Jam'iyyah pada awalnya terbatas hanya di Jawa Timur dan Jawa
Tengah.
Kiai Musta'in mulai memainkan peranan menonjol pada awal dasawarsa 1960-an dan mencapai puncak pengaruhnya pada pertengahan
dasawarsa 1970-an. Pada Muktamar kelima Jam'iyyah Ahl Al-Thariqah
24. Kiai Romly sebetulnya punya tiga atau empat khalifah. Menw:ut putra Kiai Usman, Kiai
Asrori, mereka adalah Kiai Usman AJ.Ishaqi untuk daerah Surabaya dan Madura, Kiai
Makki Muhan'am untuk daerah Kediri-Bliw-Tulungagung, dan Kiai Bahri Mashudi di
Mojouri. Keluarga Kiai Musta'in menyebut Kiai Usman dan Kiai Makki jup, dan sebagai
khalifah ketlp dan keempat adalah· Kiai Muhammad Kediri (saudara Kiai Makki) dan Kiai
Maksoem Djafar di Porong. Murid·murid Kiai Usman sanpt mencinUlinya dan cenderung
menilai manabatnya bukan banya di aw l'!Ulrt&hat Kiai Musta'in saja tetapi malaban di
atas Kiai Romly sendirL Lihat manaqib yang diswiun seorang murid, Abdul Ghoftar Umar
(1404/1984).
180 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
Al-Mu'tabarah (Madiun, tahun 1975) Kiai Musta'in terpilih sebagai
ketua umum. Pesantrennya saat itu suda.h menjadi pusat tarekat yang
paling terkenal pada tingkat nasional, di samping Kiai Musta'in juga
menjadi tokoh yang diperhatikan oleh pemerintah. Ia telah dihadiahi
sebidang tanah dan bantuan keuangan yang memungkinkannya mem·
bangun universitas swasta di kotaJombang. Universitas tersebut dibuka
pada tahun 1965. Hanya saja, kebaikan pemerintah ini temyata harus
ada imbalannya; dan menjelang pemilu 1977 Kiai Musta'in memper·
taruhkan popularitasnya dengan ikut serta dalam kampanye Golkar.
Dalam suasana zaman itu, penyeberangan Kiai Musta'in ke Golkar oleh
banyak rekannya dianggap sebagai pengkhianatan. Nahdhatul Ulama
terwakili dalam partai Islam PPP, yang (masih) berlambang Ka'bah; dan
menjelang pemilu para ulama NU mengeluarkan fatwa bahwa jamaah
mereka wajib mencoblos Ka'bah. Kiai Musta'in dinilai telah menyalahgunakan kedudukannya sebagai ketua umumJam'iyyah. Maka diputuskanlah untuk mencopotnya dari kedudukan itu;prakarsa dari tindakantindakan selanjutnya tampaknya datang d;rri pesantren berstatus paling
tinggi di kalangan NU, yaitu Pesantren TebuirengdiJombang.
Tebuireng sejak dulu bersikap ambivalen terhadap tarekat: Kiai
Hasjim Asj'ari dan pengganti-penggantinya tidak pernah mengajar
tarekat, dan juga tidak mengajar kiai lain mengajar tarekat di Tebuireng
sendiri. Namun seca:ra perseorangan para santri diperbolehkan mem·
pelajarinya di tempat lain, asal para guru sudah menganggap mereka
cukup matang. Demikian tidak sedikit lulusan Tebuireng yang menjadi
pengikut atau malahan pengajar tarekat aktif. Dari sekitar delapan
puluh badal Kiai Musta'in Romly, tidak kuranK dari enam puluh empat
telah belajar di Tebuireng! Salah satu bada' Kiai Adlan Ali (dari Pesantren Cukir, tetangga Tebuireng) malahan mengajar juga di Tebuireng.
Pada saat konflik tentang Kiai Musta'in, orang di sekitar Kiai
Adlan Ali mendorongnya untuk melepaskan diri dari Kiai Musta'in dan
menggantikannya sebagai mursyid di daerah Jombang. Karena ia hanya
bad.al dan belum punya ijazah bai'at, Kiai Adlan diberikan pelajaran
dulu oleh syaikh tarekat senior di Jawa Tengah, Kiai Muslikh di
Mranggen (debt Semarang). Setelah Kiai Adlan menerima ijazah
sebagian besar badal Kiai Musta'in, terutama mereka yang pernah di
Tebuireng, berpinda.h loyalitas dan berbaiat kembali kepada Kiai Adlan
Ali. Badal-bad.al lain ada yang meninggalkan Kiai Musta'in dan berbaiat
kepada khalifah senior almarhum Kiai Romly, Kiai Usman Al-Ishaqi di
Surabaya. Kiai Usman sendiri tidak ikut berperan dalam konflik tadi
dan mengambil jarak dari dua belah pmak.
Pada Muktamar NU tahun 1979 di Magelang, muncullah wadah
tarekat baru yang bernama Jam 'iyyah Ahl Al-Thariqah Al-Mu 'tabarah
Al-Nahdhiyyah, yang anggotanya hampir identik dengan para anggota
Jam 'iyyah yang pertama, dikurangi Kiai Musta'in dan beberapa orang
yang dekat kepadanya. Pimpinan utamanya adalah Kiai Adlan Ali;
kiai sepuh lain yang menjadi anggota dewan termasuk Kiai Muslikh
Bab XII. Tl.ll'ekat Naqsyabandiyah di Jawa
181
Mranggen, Kiai Hafiz dari Pesantren Lasem di Rembang, dan Kiai
Aiwani Kudus. Hanya yang terakhir adalah guru Naqsyabandiyah Khalidiyah, sedangkan yang lain adalah guru Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Jam 'iyyah yang asli tidak dinyatakan bubar tetapi dibiarkan saja,
karena suda.h cukup digemboskan dengan cara ini.
Sampai wafatnya pada tahun 1984, Kiai Musta'in tetap berpretensi
seolah-olah organisasinya masih ada - walaupun tidak ada pertemuan
satu kali pun. Walaupun jumlah pengikut Kiai Musta'in sudah
menyusut, namun jumlahnya masm ribuan. Dan tidak seorang pun dari
saingannya mencapai pengaruh seperti yang pernah dimilikinya. Pertikaian yang terjadi tidak hanya melemahkan Kiai Musta'in tetapi juga
melemahkan tarekat sebagai jaringan dan wadah umat. Salah satu badal
atau khalifah yang tetap setia kepada Kiai Musta'in adalah Kiai Maksoem Djafar di Porong (sebelah selatan Surabaya). Kiai Maksoem adalah badal (atau khalifah) Kiai Romly, dan ia adalah salah satu saksi
ketika Kiai Musta'in diberikan ijazah oleh ayahnya. Sejak saat itulah, ia
menjadi orang terdekat Kiai Musta'in. Setelah Kiai Musta'in wafat
(tahun 1984), Kiai Maksoem inilah yang merupakan mursyid senior
dalam jam 'iyyah-nya.
Pengganti resmi Kiai Musta'in sebagai mursyid adalah adiknya,
Kiai Rifa'i. Tetapi karena ia masih muda, tampaknya banyak pengikut
kakaknya yang mencari guru yang lebm senior. Kalangan pesantren
Darul Ulum sendiri juga menunjukkan Kiai Maksoem sebagai guru yang
paling mapan. Namun bagi Kiai Maksoem sendiri, "Jombang", yaitu
pesantren Darul Ulum dan Kiai Rifa'i, merupakan satu-satunya pusat
absah. Pengganti mursyid, menurutnya, harus min alihi~ tidak cukup
kalau min shahbihi. Itu sebabnya ia senantiasa setia kepada Kiai
Musta'in dan Kiai Rifa'i dan tidak pernah ingin bergabung dengan guru
lain atau menjadi guru yang beridri sendiri. OrganisasiJam'iyyah (yang
bukan Nahdhiyyah) sejak akhir dasawarsa 1980-an memberi tanda
hidup lagi. Muktamar dan rapat besar diselenggarakan di Jombang.
Harapannya, agak.nya, agar diakui sebagai organisasi berafiliasi dengan
Golkar.
Organisasi saingannya, Jam 'iyyah Ahl Al-Thariqah Al-Mu 'tabarah
Al-Nahdhiyyah, sempat dikonsolidasikan setelah suatu konflik antartarekat (yang menyangkut tarekat Tijaniyah) berhasil diatasi. Bobot
politiknya bertambah sejak Idham Chalid, tokoh politik yang sangat
berpengalaman, menjadi aktif sebagai ketua umumnya (1989). Anggotanya sekarang ada di seantero Indonesia, tetapi dalam praktik organisasi
ini didominasi oleh tiga kubu: Jombang, Mranggen, dan Jakarta.
Dengan wafatnya Kiai Adlan Ali (1990), organisasi ini kehilangan
tokohnya yang paling kharismatik, tetapi urusan organisasi tampaknya
berjalan terus.
Pada tahun 1984, Kiai Usman Al-Ishaqi juga meninggal. Sebelum
wafat, ia sudah menunjuk salah seorang putranya, Ahmad Asrori,
sebagai penggantinya dalam tarekat. Gus Asrori bukan anak sulung
Bab XII. Tarekat Nagsyabandiyah di /awa
182 Tarekat Nagsyabandiyalt di Jni:lone.ria
tetapi di mata ayahnya dialah yang paling pantas menga.jar fiqih dan
tasawuf. Tiga. putra lainnya diberikan tugas masing-masing di bidang
lain. Kiai Asrori sebetulnya sudah dilantik sebaga.i kha.lifah oleh ayah·
nya pada tahun 1978. Pada saat itu Kiai Usman membawanya ke
makam Kiai Romly di J ombang dan "melapor ke Kiai Romly" bahwa
anaknya sudah menjadi khalifah - suatu penga.kuan bahwa penga.ngkatan khalifah memerlukan izin atau sekurang-kurangnya pengetahuan dari
mursyid-nya. Kiai Asrori saat itu masih muda, dan tidak semua murid
ayahnya menerimanya sebagai guru. Ada yang berpindah ke Kiai Maksoem Djafar di Porong, guru yang paling senior di daerah sekitar Surabaya, ada yang berhenti sama sekali. Tapi tampaknya jumlah murid
tarekat Kiai Asrori tetap cukup banyak. Penga.jian tarekatnya, sebulan
sekali di pesantren Sawahpulo, dihadiri ribuan orang, menurut beberapa
informan.
Beberapa tahun sesudah Kiai Usman wafat terjadilah konflik
dalmn keluarga. yang menimbulkan suatu perpecahan lagi dalatn tarekat.
Beberapa murid yang dulu dekat Kiai Usman, beserta seorang putra
lainnya, Gus Minan, tidak menyetujui Kiai Asrori lagi sebaga.i guru
tarekat dan mencari orang lain yang di mata mereka lebih layak meng·
gantikan Kiai Usman. Tokoh yang mereka pilih adalah mertuanya.
Gus Minan, Kiai Shonhaji di Tenguh, Kebumen. Kiai Shonhaji adalah
cucu Kiai Abdurrahman Kebumen, murid Sulaiman Zuhdi yang pertama-tama menyebarkan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di daerah
Kebumen. la pernah menetap cukqp latna di Surabaya, dan pada zaman
itu masuk tarekat Qadiriyah wa Naqsyahandiyah dan menjadi orang
dekat Kiai Usman yang selanjutnya menjadi besan. Pada awal tahun
1988, sejumlah badal Kiai Usman, atas anjuran Gus Minan dan beberapa
orang di sekitarnya, menuju ke Kebumen untuk berbaiat kembali ke
Kiai Shonhaji. Kelompok ini mengklaim bahwa Kiai Shonhaji sebetulnya sudah diangkat khalifah oleh Kiai Usman sendiri - klaim yang ditolak dengan sanga.t oleh para pendukung Kiai Asrori.
Menga.pa terus berlanjut konflik dan perpecahan dalmn tarekat
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Jawa Timur? Saya tidak mengklaim
memahami seluruh permasalahannya, tetapi dijumpai beberapa faktor
yang aga.knya penting. Yang pertama, jaringan tarekat ini sanga.t luas
dan berpenga.ruh, dan kepemimpinannya cenderung kepada sentralisme.
Yang kedua, tidak terdapat persetujuan di antara para pengikut tarekat
mengenai proses suksesi: apakah pengganti mursyid hams min alihz:
atau malahan hams yang terbaik min shahbihi? Di masyarakat J awa
kecenderungan dinastik cukup kuat, dan para guru juga. sering ingin
digantikan oleh anaknya sendiri atau paling tidak oleh menantu. Tetapi
masyarakat Jawa juga. sangat menghormati usia. Terlepas dari martahat
ruhani yang telah mereka capai sesuatu yang sulit dinilai oleh orang
lain Kiai Adlan Ali dan terutama Kiai Usman adalah jauh lebih senior
dan berpengalaman daripada Kiai Musta'in; demikian juga. senioritas
Kiai Shonhaji jauh di atas Kiai Asrori. Pertentanga.n antara dua nilai
183
ini (yaitu senioritas dan garis keturunan) sanga.t mempersulit pencapaian persetujuan umum tentang suksesi --- hal yang juga terlihat dalam
sejarah kerajaan-kerajaan J awa. Keadaan ini memberi peluang kepada
orang - baik murid maupun pihak luar untuk menjagokan salah satu
calon pengganti. Dan makin besar jumlah pengikut tarekat, makin
banyak pihak yang berkepentingan agar tarekat dipimpin oleh tokoh
yang bisa mereka kuasai.
Pengamatan Akhir
Kiai-kiai dari Jawa Timur, sekurang-kurangnya yang paling menonjol, merupakan elit yang berdasarkan garis. keturunan dan hampir·
hampir bersifat endoga.m. Hal yang serupa terjadi pula, bahkan dalam
bentuk yang lebih ekstrem, pada kiai-kiai Madura. Beberapa keluarga
kiai malahan mengaku berasal dari kalangan bangsawan tinggi. 25 Pesantren yang sudah mapan diwarisi oleh anak lelaki atau menantu lelaki
kiai; dalam banyak kasus sang menantu lelaki pun berasal dari keluarga
seorang kiai. Memang sulit bagi seorang ulama yang bukan putra kiai
untuk beroleh pengakuan sebagai. kiai dari kiai lain dan juga. dari masyarakat luas. Penguasaan ihnu hampir bukan merupakan faktor pentmg
dalam p~gakuan ini. Ijazah dari Universitas Al-Azhar (di Kairo) tidak
serta merta sama memberi hak untuk menyandang gelar kiai. Sebaliknya, dapat saja seseorang yang tidak berpengetahuan aga.ma mendalam
mendapat status kiai justru karena menurut ketu:runannya ia pantas.
Kiai yang sejati haruslah memilik.i kharisma (dalam makna Weberian ):
masyarakat percaya bahwa ia dikaruniai oleh Allah kelebihan khusus.
·Kecenderungan orang Indonesia untuk memuja leluhurnya hanyalah
berhasil ditekan oleh Islatn secara permukaannya saja; kecenderungan
itu senantiasa menampakkan diri dalam kepercayaan bahwa kharisma
itu heriditer, dan sumber-sumber kharisma yang lain tidak banyak.
Kepercayaan ini tidak diragukan 1agi telah diperkuat oleh para habib
(sanid) yang banyak sumbangsihnya dalam pengembangan Islam, dan
yang prestisenya, tentu saja, bergantung pada kepercayaan adanya
kharisma turunan semacam itu.
Dalam situasi ini, tarekat merupakan suatu saluran - di samping
banyak segi lainnya tentu saja - bagi mobilitas sosial ke stratum kiai.
Seorang santri yang kembali dari Makkah, lebih-lebih yang telah bermukim lama di sana. dengan menggenggam ijazah tertulis dari seorang
guru tarekat ternama di sana, dapat mengklaim bahwa dirinya sudah
setara dengan putra seorang kiai besar. Ia dapat menunjukkan silsilah
keguruan yang pada akhimya kembali kepada Nabi Muhammad sendiri,
25. Hal ini dikomentari o1eh bebcrapa pcneliti, temtama Dhoficr 1980b (bdk. juga Dhofier
1982) untuk Ja- dan SantollO 1980 untuk Madum. Guillot menarilt pcrhatian kita
Upada kelinambungan dalaJn keluarga-keluarga tertentu yang mengkhu1t11kan diri dalam
peran-pcran kagamaan/dtual eebelum Illamilaai dan kemudian berlanjut lagi 11C1Udah
lslamilui.
184 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
dan itu tidak kurang prestisiumya dibanding ranji-silsilah biologis kiai.
Barangkali pula bukanlah suatu kebetulan bahwa sebagian besar orang
yang pertama sekali mengintroduksikan tarekat Naqsyabandiyah di
berbagai daerah di Jawa Timur bukan berasal dari keluarga kiai ternama tetapi dari "orang kebanyakan ... Sebagai guru.guru sufi dengan
le,Ptimasi dari Makkah (dan, dalam banyak kasus.juga sebagai "orang
pin tar,. atau tabib) mereka diakui oleh masyarakat sebagai kiai betulan
(kalaupun tidak selalu diakui oleh ulama lain, yang merasa gusar dengan
munculnya saingan mereka). Pesantren mereka tumbuh subur dan berkembang, dalam satu-dua generasi keluarga mereka menjadi bagian dari
elit yang mapan, meskipun keluarga-keluarga yang lebih tua mungkin
masih memandang rendah terhadap mereka. Proses mobilitas ke atas
inilah yang barangkali merupakan sebab mengapa tarekat begitu sering
mengalami perlawanan dan sasaran kebencian dari pihak ulama mapan.
Hal ini hanyalah sebagiannya saja demi mempertahankan kelestarian
doktrin dan kemumian amalan, dan lebih sering adalah demi mempertahankan privilese yang sudah ada di tangan mereka.•
BAB XIll
TA.REKAT NAQSYABANDIYAH DJ MADURA
DAN DALAM MASYAB.AKAT MADURA DJ DAER.AH LAIN
Kiai dan Tarebt dalam Masyarabt Madura
Di antara orang Madura, kedudukan kiai lebih ditinggikan lagi daripada di antara orang Jawa yang santri. Otoritas ulama mengesampingkan otoritas kebangsawanan tradisional, apalagi sebdar otoritas kepala
desa sebrang. Salah satu faktor yang menunjang kharisma, pengaruh
dan otoritas seorang kiai adalah penguasaannya akan ilmu-ilmu gaib
(thibb, bikmah, kesaktian) dan kebanyakan kiai asal Madura dianggap
ahli dalam bidang ini, sedangkan pengetahuan mere~"mengenai ilmuilmu keislaman lainnya tidak sama. Hal ini tidak serta merta berarti
mereka iuga mengamalkan dan mengajarkan tarekat, meskipun sebenarnya banyak yang melakukannya. Saya mendapat kesan bahwa proporsi
orang Madura yang mengikuti tarekat jauh lebih tinggi ketimbang orang
Jawa. Kesan ini saya dapatkan baik pada orang Madura di Pulau Madura
sendiri, maupun pada mereb yang berada di daratanJawa Timur, serta
pada masyarakat Madura yang culmp besar di Kalimantan Barat dan
Jakarta.
Ada tiga tarekat yang tersebar lua.s di antara orang-orang Madura.
Yang paling belakangan, tarekat Tijaniyah, telah meraih banyak
pengikut orang Madura (terutama di antara orang Madura di Jawa
Timur); lebih duluan adalah tarekat Naqsyabandiyah dan tarekat
Qadiriyah wa Naq1')'abandi)'.ah yang bersaing ketat merebut kesetiaan
orang-orang Madura. Tampaknya tidak pernah ada syaikh Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah yang ternama di Pulau Madura sendiri. Kiai dari
Rejoso Oombang)-lah, 1 yang keturunan Madura, yang menyebarkan
pengaruhnya ke seantero pulau itu melalui badal·badal mereka. Setelah
penggabungan Kiai Musta'in Romly yang begitu cepat ke Golkar,
tarekat tersebut pelan-pelan kehilangan pengaruh di Madura, walaupun
banyak penganutnya mengalihkan kesetiaan mereb kepada khalifahnya Romly yang di Surabaya, yaitu Kiai Usman. Pada masa sekarang,
hanya tarekat Tijaniyah dan tarekat Naqsyabandiyahlah yang benarbenar berpengaruh di Pulau Madura, dan tarekat Naqsyabandiyah jelas
masih dominan. Tarekat Naqsyabandiyah sudah hadir di Madura sejak
akhir abad kesembilan belas. Penganut Naqsyabandiyah di pulau ini
tidak mempunyai hubungan langsung dengan yang .di J awa, sebab orang
1. Tentang syaWi-tyaikh ini: Kiai Kholil, KW Romly dan KW Muata'in Romly, libat Bab VI
danXD.
185
186 Tare/tat Naqsyabandiyah di Indonesia
Madura mengikuti cabang yang lain dari tarekat ini.
Seperti telah kita lihat di atas, pada penghujung abad kesembilan
belas di Makkah tidak hanya ada syaikh-syaikh Naqsyabandiyah Khalidiyah, yang satu sama lain berkali-kali terlibat dalam pertarungan
sengit, melainkan juga syaikh-syaikh yang lebih gigih dari keluarga
Zawawi. Para syaikh "Zawawi" ini tergolong ke dalam cabang yang lain
dari tarekat tersebut, yakni Mazhariyah (di Indonesia ditulis "Muzhariyah"). Hubungan antara keluarga Zawawi dengan keluarga kesultanan Pontianak dan Riau telah disebut di atas (Bab IX). Na.mun, di Indonesia, pengaruh mereka yang paling membekas bukanlah di kedua
daerah tersebut
yang temyata lenyap sama sekali tetapi di Pulau
Madura. Tarekat Mazhariyah menyebar ke pulau ini berkat upaya kiai
asal Madura, Abdul Azim dari Bangkalan (w. 1335/1916), seorang yang
telah lama bermukim di Makkah dan telah menjadi khalifah dari Muhammad Shalih dan mengajarkan tarekat kepada banyak sekali orangMadura yang sedang menunaikan ibadah haji dan tinggal sebentar
sud Makkah dan Madinah. 2 Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah sekarang ini merupakan tarekat yang paling berpengaruh di
Madura clan juga di beberapa tempat lain yang banyak penduduknya
berasal dari Madura, seperti Surabaya, Jakarta, clan Kalimantan Barat.
Silsilah Naqsyabandiyah Madura
Setidak-tidaknya selama beberapa puluh tahun yang lampau, sejumlah mursyid Madura tampaknya telah menerapkan semacam kepemimpinan bersama dalam tarekat, yang secara kolektif melayani
masyarakat pengikut yang sama. Kenyataan lain yang ada kaitannya
adalah bahwa beberapa calon khalifah telah berusaha memperoleh
ijazah dari lebih ketimbang seorang mursyid. Untuk selama tiga dasawarsa yang lalu, tiga atau empat orang syaikh Madura, hampir semuanya berasal dari Sampang, secara bergiliran mengunjungi masyarakat
Madura di Kalimantan Barat selama satu-dua bulan setiap kali berkunjung. Dan setiap kali pula membaiat sejumlah pengikut barn. Semua
masjid besar kepunyaan orang Madura yang ada di sana dikunjungi oleh
semua syaikh ini. Dan sebagian besar pengikut setempat menganggap
syaikh-syaikh ini sebagai mursyid mereka. Bentuk kepemimpinan
2. Tidak hanya kepada orang Madura: Abdul Azim setidak-tidaknya mempunyai seorang
murid orang Sasak, H. Muhammad Rais, putra Sang Pemberontak Haji Ali Batu, yang
memimpin pemberontakan tcrhadap kekuasaan Bali di Lombok pada tahun 1891 (lihat
Bab XVI). Keturunannya yang masih hidup, tinggal dekat Mujur, mcmperlihatkan ijazah
Muhammad Rais kepada saya (atau sebctulnya hanyalah silsilahnya saja). Mereka masih
mcngamalkan amalan Naqsyahandiyah, tetapi amalan Naqsyahandiyah yang sudah
merosot menjadi bentuk latihan magis, untuk beroleh kekchalan, dan agak jauh meninggalkan akidah yang ortodoks. Scjak wafatnya M. Rais, di sana tidak ada seorang guru pun;
tctapi keturunan yang sekarang mengaku bahwa telah ada kontak lagi belum lama ber·
sciang
Madura. dcngan seorang "kcturunan" Abdul Azim, seorang yang bernama
'Umar
lshaq (yang namanya tak pernah saya dengar di antara orang-orang Madura).
Bab X//l, Tarekat Naqsyabandiyah di Madura
187
kolektif ini juga tercermin dalam silsilah: seorang khalifah tidak hanya
mencantumkan mursya"d yang telah membaiatnya, tetapi juga mursyid
yang bersamanya ikut serta dalam kepemimpinan kolektif (yang dalam
praktiknya berarti "saudara" spiritualnya, yaitu khalifah asal Madura
lainnya dari mursyid yang sama dari generasi sebelumnya). Sebagai
contoh, saya berikan di sini dua silsilah yang semacam itu. Yang
pertama
adalah silsilah seorang badal di Singkawang, Kalimantan
3
Barat, yang kedua4 dari seorang mursyid, yaitu Kiai Muhsin Aly Alhinduan dari Sumenep (lihat Bagan 5 ):
BAGAN 5. DUA SILSILAH BADAL TAREKAT NAQSYABANDIYAH
Abdul Azim
{Bangkalan, w. 1916)
I
Kholil Bangkalan5 (w. 1925)
I
I
Hasan Basuni
(Pakong, Pamekasan)
Zainal Abidin
(Kwanyar, Bangkalan, w. 1939)
I
Abdul Azim
I
Hasan Basuni
I
Muhammad Shaleh Maduri
I
Zainal Abidin 6
Syafrawi
(Prajam, Sampang)
I'
H.Jazuli
I
Muhammad jazuli 7
(berasal dari Batu Ampar, bertempat tinggal di Tattangoh, Sampang)
I
Sirajuddin
Ahma~ Syabrawi
Ahma~ Sirajuddin
I
I
Fathul Bari
(Umbul, Tambayan, Sampang; wafat pada tahun 1960)
I
(Sumberanyar)
Fathul Bari
(Sampang)
Syamsuddin
I
SyamLddin
Zainal Abidin
I
Mahfudz
(Kajuk, Sampang)
I
Darwisy
(Umbul)
I
Makshum
(Kepanjen, Malang)
Muhsin Aly Alhinduan
(Sumcnep, w. 1980)
188 Tarekat Naqsyabandi:yah di Indonesia
Silsilah tersebut memuat beberapa mursyid di sctiap generasi.
Hasan Basuni, Muhammad Shaleh, Zainal Abidin Kwanyar, Ahmad
Syabrawi dan Jazuli semuanya diangkat sebagai khalifah oleh Abdul
Azim. Sirajuddin, berdua dengan Fathul Bari, adalah khalifah dari
Hasan Basuni. Syamsuddin menerima ijazahnya dari Zainal Abidin.
Tetapi, rupa-rupanya ia juga menerima ijazah lain dari Sirajuddiri.
Begitu pula Fathul Bari.8 Dan itulah sebabnya keduanya tercantum
dalam silsilah ini. Fathul Bari, yang sedikit banyak merupakan tokoh
utama dalam silsilah ini, mengangkat dua khalifah: menantunya, Zainal
Abidin, dan Mahfudz. Zainal Abidin memberikan ijazah kepada ipar·
nya, Darwisy (yang belum lama ini menyebut dirinya dengan nama baru
K.H. Ismail, setelah ia naik haji), dan Mahfudz kepada putranya,
Ma'shum.
Habib Muhsin Aly, "pemilik" silsilah kedua, telah mulai mem·
pelajari tarekat kepada Sirajuddin, tetapi sang guru wafat sebelum ia
mencapai tingkat yang layak untuk diterima sebagai khalifah. Ia me3. Pak Jauhari, wakil Kiai Hadzrawi dari Singkawang, diwawancarai pada tanggal 25-1-1987.
4. Sebagaimana diberikan dalam risalah pendek Mubsin Aly, Silsilah A.hi A.H'hariqah A.lNaqsyabarn:Jiyyah A.l-Mazhariyyah, dan seperti lebih jaub dijelaskan kepada saya oleh
putranya, Amin, selama pertemuan kami di U'.J1U18: Pandang pada Februa:ri 1985.
5. Kiai Muhammad Kholil dari Bangkalan merupakan kiai Madum yang paling kharismatik
dan paling muyhur di a.bad 1ampau, dan merupakan guru dad banyak kiai besar diJawa,
di antara mercka adalah pan pendiri Nahdhatul. Uama seperti Huy:lm Asy'ari, Wahab
Hubullah dan Bim Svanmri. Pam keturunan beliau yang saya jwnpai di BanJkalan (Kiai
Abdullah Demangan dan Kiai Kholil Kepang) tidak mengetahui apa-apa mengenai apakah
Kiai Muhammad Kholil tcrsebut memang pemah muuk tarekat Naqsyabandiyah, dan
mereka mengemukakan kemungkinan nama beliau dimuukkan ke dalam silsilab adalah
demi memanfaatkan prestisenya yang lua:r biasa di ant.ara orang-omng Madum. Tetapi, di
Jawa, Kiai Kholil masill mempunyai reputasi sebagai seorang guru tarekat, lihat Wahid.
6. Dalam lapomn Scllrieke mengenai Sarekat Islam di Madum (dalam Siwekat Islam Lokal.
hal. 3Un). tampaknya ada sedikit kckcliruan anta.ra Kiai Zaina1 Kwanvar (menurut
Schrieke nama lengkapnya adalah 7.ainal Arifin, dan Schrieke menycbutnya sebagai syaikb
Q,adiriyah, yang punya pengarub luas di Sumenep dan Pasongkan) dengan tokoh yang sezaman dan juga saingannya, Kiai Zaina1 Azbn yang Naqsyabandiyah dari Bangkalan
(menurut Schrieke, dari tempat yang lain di Sumenep). Kcllhatannya Schrieke memperolch nama·nama dan tarekat dalam keadaan campur-aduk, tetapi apa yang la kaitkan
dengan Kiai Zaina1 dari Kwanyar sesunggubnya menyangkut orang yang kifa maksudkan
sebagai Zainal Abidin. Scllrieke menunjukkan kctidaksukaan yang mcndalam tet·hadap
7.ainal dari Kwanyar (menycbutnya "den brutalcn kiai", kiai brcngsek), yang menjadi
penasillat SI dan dalam kenyataannya menguasai ca bang SI setempat. Ia memakaijaringan
tarekatnya untuk memperkuat SI, dan sebaliknva SI mcmperkukub otoritas tradisi.onalnya
sebagai seomng syaikb tarekat yang kharismatik. Sayyi.d Hasan bin Samit dad Centmle SI
di Surabaya mengkritiknya dengan pedas karcna, demi kcserakahan semata, ia menerhna.
orang-orang yang sama sekali kumng pengetahuan ap.manya meJ\iadi anggota tarckatnya
(op. cit. 310·11). Mubsin Aly Albinduan, yang tidak selahi memuji·muji rekan-rekannya
orang Madura, bagaimanapun memberikan pi.jian yang lebih positif kepada Zainal Abidin
sebagai seomng 'alim. 7.ainal adalah adik sepupu dari Abdul Azbn, dan cukup lama tinggal
di Makkah, tempat ia belajar kepada lawan Naqsyabandiyah yang gigih, Ahmad Khatib
Minangkabau, dan juga kepada sepupunya, dan akhimya muu.k tarekat Naqsyabandiyah
Mazha:riyah (Alhinduan,Mustika. baL 1·2).
7. "Kiai Jazuli dari pesantren di sana (yaitu di Tattangob, PamekasanJ menimbulkan kesan
yang sangat menyenangkan" (Schrieke, toe. cit.).
8. Menurut Amin bin Mubsin Aly Alhlnduan.
Bab XIIL Tarekat Naqsyabandiyah di Madura
189
lanjutkan pelajarannya dengan Fathul Bari, tetapi tidak juga menerima
ijazah sampai sang guru wafat. Akhirnya Syamsuddin mengangkat
Muhsin sebagai khalifahnya. Belakangan ia menerima ijazah kedua dari
mursyid lain, yang namanya tidak masuk dalam silsilah ini. Mursyid
itu adalah Ali Wafa (yang adalah khalifahnya Sirajuddin).
Kedua silsilah ini memasukkan kebanyakan mursyid Naqsyabandiyah asal Madura yang utama (tapi tidak semuanya); nasab lain yang terpenting adalah nasabnya Ali Wafa. Bagan berikut, berdasarkan pada
sejumlah silsilah seperti yang di atas dan penjelasan oleh beberapa
syaikh, memperlihatkan hubungan mursyid-khalifah dan hubungan
genealogis yang kompleks di antara guru-guru Naqsyabandiyah Madura
(lihat Bagan 6).
Seperti tampak pada bagan, sebagian besar dari syaikh-syaikh
Naqsyabandi itu ada pertalian satu sama lain karena keturunan dan
melalui perkawinan. Zainal Abidin yang kedua adalah menantu dari
Fathul Bari dan khalifahnya adalah menantunya, Zahid (yang wafat
pada tahun 1987), dan ipar laki-lakinya, Darwisy. Khalifah Fathul Bari
Iainnya, Mahfudz, adalah keponakan sekaligus menantu dari gurunya,
Hasan Basnni. Habib Muhsin menikah dengan kakak perempuan
Mahfudz. Pengganti utama Ali Wafa, Abdul Wahid Khudzaifah dari
Omben, Pamekasan, adalah putra dari salah seorang dari dua guru Ali
Wafa. 10 Khalifah Ali Wafa yang lain, Kiai Lathifi Baidowi, adalah keponakan Fathul Bari. Sudah barang tentu, hubungan kekerabatan yang
sedemikian dekat bukanlah merupakan jaminan hubungan timbalbalik yang baik, dan dalam kenyataannya memang telah terjadi per·
saingan yang sangat keras di antara para syaikh.
Fathul Bari, Para Penggantinya, dan Masyarakat Madura di Kalimantan
Barat
Fathul Bari (Fathul Bari Isma'il dari Umbul, seringkali cuma diacu
sebagai "syaikhuna") adalah yang pertama sekali mulai mengunjungi
masyarakat Madura di Kalimantan Barat. Sekurang-kurangnya sudah
sejak tahun 1937. Secara teratur ia terus mengunjungi masyarakatmasyarakat perantau Madura ini, dan membaiat sejumlah besar pengikut setiap kali ke sana. Hal itu berlangsung sepanjang rentang waktu
dua dasawarsa. Ia wafat, juga ketika mengadakan perjalanan keliling di
9. Demikianlab menurut putranya Mubsin Aly, Amin, pada bulan Februari 1985. Belakangan
dalam sebuah pertemuan di Singkawang pada tangpl 25-1·1987, Amin mengatakan bahwa
ayabnya menerlma ijazab dari kbalifahnya Fatbul Bari, Zainal Abidin, da!:! juga Mahfudz,
dan untuk selaqjutnya ia pun mulai mengadakan perjalanan keliling tahunan ke Kallman·
tan Barat. Mubsin Aly juga pernah melakukan khalwat bersama i>yaikb Haji Jalaluddin
(dari Pf'Tl), dan menerima ijazah sebagai seorang guru Naqsyabandiyah-Khalidiyah.
10. Setidak·tidaknya, demiklanlah klaim seorang putra Abdul
22·2-1988. Ia mengaku babwa kakeknya, Khudzaifab, seorang
brawi, juga telab menerima ijazah 'dari Ali Wafa.
::t=
""§
~=
I
I
I
B
~5
::I
I
::
i
:.a
::t
Ii
~
\ \~ •:;:a
\
&
i
~at;
\
I
S<:Slt:l.j
a"'
\
\
QI
QQ
.Di':-
"Cl
N
::!
"
z<
I
I
<QI
"<
Z1-t
I
=<
:;;;>_
I
;;;iz
::t:Q
• VJ
IC-
~§
"<
<..,.
=z
...
"
1I'l
=~
"'
/
/
I
I
v:i
'3
~
QI
~
~
>-
<
·i
/i
:2
a
~
I.I'l
I
~
i::S
/
.a
=
~ "3
-==="'<~
,S
I
I
OJ
~
.e
:2~ ·5I
-5
~ I
(,!)
rnr..
~
I\
""'""' \
\
\
\
I
\
I
/
_,,.%"
,,.·~'f
"""",,. ~ "'-:
Q 5.
]''"-~
~
J
\
jj
.. /
ii
\
j
//
\
..-.
e
=Q .i:a]
s::I;
:stil
:a
:if
>"? ~i----+<~-ie 1~ r ~
=Q
Q~ <
·~ i
2
~
\
~~
j
a
:!
\
:l 'i
1:a
s. Q.I
i B\
j .i..111
"Cl
I
=a
zz
=<
<>
:::..,;i<
&
<z
ei
f.1
....
~
:J::t:
=<
Q >
.
>-i
...
i
1~
J
J
] :a
.8ti If;
~
I
'i!'---+ :a
VJ
~2
~i
~
1i
I
'i
z~
<<
•M
/1'\K~I ~
I
<
QI
t
~.
~"a----:a-ll
~<
-----+=if
::?
Bab Xlll Tarekat Naasvabaridivah di Madura
s::I
~ ll'.i
----I'll=
~ ~
:::e~
;;a
..,.I'l
....
;
=
3§
.§
OI
~
:a
~
I'l
.'4
~
B
'E
:::s
Q.
~a
! :g~
..!!.
~
:::s
..e:
i
~
~
;
.Ir
at i
E i
§
=
!iii ~
= .5
.8 :::s
.E ..c:
-
i
Kalimantan Barat pada bulan Oktober 1960, dan di:makamkan di Desa
Paniraman, yang banyak penduduknya berasal dari Madura. Makamnya,
di samping Masjid·Madrasah Babussalam, merupakan tempat ziarah
kecil. Di sana orang-orang Madura yang saleh hennalam dengan berdoa,
shalat, berzikir dan membaca wirid.
Pada tahun-tahun akhir kehidupannya (paling tidak sejak awal
1950-an ke atas), Fathul Bari mengirim pula khalifah-khalifahnya ke
Kalimantan Barat, bergantian dengan dia sendiri. Mahfudz, yang telah
menerima ijazah pada tahun 1954, menceritakan kepada saya bahwa ia
dikiri:m ke Kalimantan pertama kali pada tahun berikutnya. 11 Zainal
Abidin pun melakukan perjalanan keliling tahunan, dan itu pula yang
dilakukan Syamsuddin, menurut beberapa informan. Setelah menerima
ijazah, Muhsin Aly bergabung dengan mereka, dan kharismanya dengan
cepat melesat mengatasi lain-lainnya. Hanya dialah dari syaikh-syaikh
ini yang pengaruhnya menyebar melewati lingkup budaya Madura, dan
merupakan orang kedua setelah Haji Jalaluddin Minangkabau sebagai
mursyid yang paling banyak sumbangannya untuk pengembangan
tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Tidak berapa lama setelah
Muhsin Aly wafat pada tahun 1980, tempatnya dalam kuartet yang
saling bergantian melakukan perjalanan keliling ke Kali:mantan Barat
diisi oleh putra Mahfudz, Ma'shum, yang menerima ijazah dari ayahnya
pada tahun 1985. Kiai Ma'shum, yang biasanya bertempat tinggal di
Kepanjen, Malang, dan fasih berbahasa Jawa dan Indonesia, selain
bahasa Madura. BL'fbeda dengan syaikh-syaikh lainnya, di Kali:mantan ia
berdakwah dalam bahasa Indonesia dan bukan dalarn hahasa Madura
melulu. Dcngan cara dcmikian ia dapat menjangkau penduduk Melayu
juga (scpcrti yang dilakukan oleh Muhsin Aly sebclumnya). Dan menuru t pcngakuan ayahnya, ia mendapat kcmajuan besar, persisn ya di antara
orang-orang Melayu.1 2 Pada awal 1987, K.iai Zainal Abidin pun wafat.
Tidaklah sulit mencari penggantinya, sebab selama beberapa tahun terakhir iparnya, Darwisy (yang memakai nama Haji lsma'il setelah pulang
haji), juga dari Desa Umbul di Sampang, telah melakukan kunjungankunjungan serupa atas namanya dan bertindak sebagai khalifahnya.
Secara "resmi" kini Haji lsma'il menjadi anggota kuartet tersebut.
Kiai-kiai tersebut, yang telah berkhidmat di Kalimantan, tampaknya menganggap diri mereka pada dasamya adalah para wakil Fathul
Bahri yang terus bergantian. Menurut mereka, tidak penting dengan
siapakah orang berbaiat dan melakukan rabithah. Maka, beberapa pengiku t berbaiat hanya sekali dan tetap melakukan rabi"thah dengan gurunya, malahan ketika sedang menghadiri pertemuan yang dipimpin oleh
guru yang lain. Anggota lain mengatakan kcpada saya bahwa mereka
melakukan baiat dcngan setiap syaikh yang berkunjung(dalam kenyata-
j
::I
..c:
+
+
t
4
t
191
11. Wawancara dengan Kiai Mahfudz, Sampang, 22·2· 1988.
12. Wawancara dengan Kiai Mahfudz, Sampang, 22·2·1988.
J 92 Tard.at Naqsyabandiyah di Indonesia
annya, banyak yang sering memperbarui baiat mereka), dan melakukan
rabithah dengan mursyid yang mana saja yang kebetulan hadir.
Dewasa ini, menurut seorang mursyid, tidak kurang dari 300
masjid di Kalimantan Barat yang bagaimanapun tentu berafiliasi dengan
Naqsyabandiyah - jumlah yang kelewat banyak untuk dapat dikun·
jungi dalatn sekali perjalanan. Hal itu tampaknya secara tidak langsung
menunjukkan bahwa di Kalimantan Barat saja terdapat puluhan ribu
(setidak-tidaknya dalam angka} pengikut tarekat tersebut (para mursyid
sendiri memherikan perkiraan yang tidak masuk akal yaitu 100.000
orang pengikut). Di antara para pengikut itu,jumlah kaum perempuan·
nya cukup banyak. 13
Nasab yang Lain: Kiaijazuli, Kiai Ali Wafa, dan Para Penerusnya
Satu-satunya qasab pen ting lainnya yang masih ada di Madura ada·
lah yang berasal dari Kiai Jazuli, seorang guru yang sangat dihormati,
juga di luar lingkungan penganut tarekat. 14 Keilmuan dan kesalehannya
dinilai tinggi sehingga orang yang sudah berstatus kiai pun masih ingin
belajar dan berbaiat kepadanya. Demikianlah, sebagai contoh, Kiai
Idris dari pesantren besar An-Nuqayah di Guluk-Guluk. Ia di-talqin·kan
oleh Kiai Jazuli dan seumur hidup mengamalkan zikir Naqsyabandiyah,
walaupun ia tidak mau terlibat dalam organisasi tarekat dan juga tidak
menghadiri pertemuan-pertemuan zikir bersama.
Kiai Jazuli tampaknya tidak punya khalifah. Muridnya yang paling
terkemuka adalah Ali Wafa dari Ambunten (di pesisir utara Sumenep),
yang sudah discbut namanya. Ali Wafa dibaiat oleh Kiai Jazuli tetapi
tidak sempat diberikan ijazah khalifah karena Kiai Jazuli keburu wafat.
Ia kcmudian menerima ijazah itu dari Kiai Sirajuddin, walaupun ia tidak
kepadanya. Menurut suatu riwayat, tidak lama sesudah
Jazuli, Kiai Sirajuddin hermimpi hertemu dengan Nabi
clan diperintahkan untuk memberi ijazah kepada Ali Wafa walaupun ia
bukan muridnya. Seperti halnya Kiai Jazuli, Kiai Ali Wafa juga sangat
dihormati oleh sesama ulama maupun masyarakat pada umumnya.
Murid-muridnya ada di seluruh pulau Madura, terutama di Sumenep
clan di pulau Sapudi (sebelah timur Madura).
Kiai Ali Wafa wafat pada tahun 1976. Di Ambunten tidak ada
yang menggantikannya sebagai guru tarekat. Putranya, Taifur, masih
sangat muda waktu itu. (Taifur kemudian bermukim dan belajar di
Makkah selama beberapa tahun, dan belum lama ini pulang untuk
memimpin pesantren ayahnya ). Seorang khalifah yang diangkatnya,
Kiai Jamaluddin di desa Srigading, Ambun ten, sudah meninggal beberapa
13. Kiai Mahfu~, wawancara 22·2-1988.
H. l>alam laporannya mengenai aktivitas Sarekat Islam di Madura, Schrieke juga menulis
bahwa Kiai Ja:wli Tattangoh "membcrikan kesan yang luar biasa menyenangkan" (Schrieke
1975, 311 ).
Bab X/IL Tarekat Naqsyabandiyah di Madura
193
hari setelah menerima ijazah. Khalifah lain, Kiai Jazuli di Dasuk,
Sumenep, juga sudah wafat. Tampaknya di Sumenep nasab ini sudah
putus. Pusatnya telah berpindah ke Omben (Sampang).
Pada tahun 1988, khalifah Kiai Ali Wafa yang paling menonjol di
pulau Madura adalah Kiai Abdul Wahid Khudzaifah di Omben. Semen·
tara "Syaikhuna" Fathul Bari dan pengganti·pemggantinya menyebarkan tarekat ke arah barat (Kalimantan Barat ), sedangkan Kiai Abdul
Wahid Khudzaifah tampaknya meneruskan penyebaran ke timur dan
selatan yang telah dimulai oleh Kiai Ali Wafa. Murid-murid Kiai Ali
Wafa di Sumenep dan Sapudi pada umumnya berbaiat kembali kepada
Kiai Abdul Wahid. Ia membuat perjalanan tahunan ke Sapudi dan ke
Muncar (pelabuhan perikanan sebelah selatan Banyuwangi, tempat di
mana tinggal banyak nelayan Madura), dan mengaku punya muridmurid sampai di Singaraja, Bali utara, selain mempunyai pula banyak
murid di Surabaya, yang dikunjungi setiap bulan. 15 Pada waktu
kunjungan saya ke Madura yang terakhir, Juli 1993, Kiai Abdul Wahid
sudah wafat dan digantikan putranya, Ja'far.
Kiai Ali Wafa tidak hanya memberikan ijazah kepada Abdul
Wahid, tetapi juga kepada dua saudaranya, yaitu Kiai Sya'duddin (adik
laki-laki) dan Nyai Thobibah, saudara perempuannya. Ayah mereka,
Kiai Khudzaifah, juga seorang khalifah (dengan ijazah dari Ahmad
Syabrawi) dan pernah menjadi guru atau sahabat senior Kiai Ali Wafa.
Kiai Khudzaifah wafat sebelum ia sempat memberikan ijazah kepada
anaknya; itu barangkali sebabnya Kiai Ali Wafa memberikan ijazah
kepada ketiga-tiganya. Pengangkatan Nyai Thobibah sebagai khalifah
mungkin agak mengejutkan. Nanti kita akan melihat bahwa ia bukan
satu-satunya mursyid perempuan di Madura. Hal ini sesungguhnya tidak
mengherankan kalau kita memahami banyak sekali pengikut tarekat
Naqsyabandiyah di Madura dari kaum perempuan.
Dua guru tarekat Naqsyabandiyah lainnya tidak merupakan
khalifah yang sebenamya dari Kiai Ali Wafa, tetapi mereka mengakuinya sebagai sesepuh dan telah sering mengunjunginya. Mereka adalah
Habib Muhsin Al-Hinduwan dan Syarifah Fatimah (lihat di bawah).
Dua-duanya sudah menerima ijazah dari guru lain, tetapi mereka ingin
menambah mutu diri mereka dengan menampung barkah dari Kiai Ali
Wafa (tabarrukan, menurut istilah yang d~pakai).
Khalifah Kiai Ali Wafa yang terakhir adalah Kiai Muhammad
Shalih alias Lathifi Baidowi dari Gondanglegi (Malang selatan ). Ia
masih keponakan Kiai Fathul Bari. Beberapa bulan sebelum wafat,
Kiai Ali Wafa, atas permintaan Syarifah Fatimah, memberikan ijazah
kepada Kiai Lathifi. Karena Kiai Ali Wafa sudah tidak merasa kuat lagi,
ia minta Habib Muhsin agar membina Kiai Lathifi.
15. Wawancara dengan putra Kiai Abdul Wahid, ja'far, Omben, 22-2-1988. Kiai Taifur bin
Ali Wafa menegaskan bahwa murid·murid ayahnya sekarang berkiblat ke Omben, yaitn ke
Kiai Abdul Wahid clan belakangan ke Ja'far (wawanaua, 17-7-1993).
194 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
Habib Muhsin Aly Al-Hinduwan
Seorang tokoh yang lain daripada yang lain di antara para kiai
Naqsyabandiyah Madura ini adalah Habib Muhsin Aly. Dialah satu·satunya habib (sayyid, keturunan Nabi) di antara mereka, dari keluarga AJ...
Hinduwan keturunan Hadrami, dan hal itu sudah barang tentu menunjang kharismanya. Sebenarnyalah, dialah satu·satunya sayyid yang
pernah menjadi guru Naqsyabandiyah terkemuka di Indonesia; kebanyakan sayyid Hadrami zaman sekarang menjauhi tarekat selain
tarekat Ba'alawiyah yang khas Hadrami. 16 Tetapi bukan hanya hal ini
yang membuat ia lebih menonjol ketimbang yang lain. Ia betul-betul
seorang yang lebih 'alim daripada rekan-rekannya, dan punya reputasi
berkat keterpeJajarannya yang luar biasa. Dan, seperti telah dikemuka·
kan sebelumnya, ia menganggap penting belajar hingga tuntas (mengum·
pulkan ijazah) dari berbagai guru. Ia pun mendalami buku-buku Naqsyabandiyah, menerbitkan ulang sebuah risalah karya Abdul Azim Al·
Manduri dan menulis sendiri beberapa karangan pendek. 17 Ia agak ktitis
terhadap syaikh-syaikh Naqsyabandiyah rekannya, yang pengetahuan
mereka dalam ilmu-ilmu keislaman dalam pandangannya tidak mencukupi. Ketika kemasyhurannya pelan-pelan meluas ke mana-mana, ia
membentuk komunitas pengikutnya tidak hanya di Sumenep, Madura
(tempat tinggalnya) dan di Kalimantan Barat, tetapi juga di antara
orang-orang bukan Madura di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.
Pada pertengahan 1970-an, ia dianggap sebagai ulama yang paling berpengaruh di Kalimantan Barat.18
Menjelang akhir hayatnya, ia mulai melarang murid-muridnya
untuk mengikuti syaikh-syaikh yang lain, dan memerintahkan mereka
untuk tetap melakukan rabithllh dengannya sendiri, bahkan setelah ia
wafat. Ia mcnolak untuk mengangkat seorang khalifah, dengan alasan
16. Tarekat Ba'alawiyah adalah 11ebuah tarekat yang ainalan utamanya terdiri dari rathib dan
dzililr karya syaikh atal Hadnmaut, 'Abdallah bin 'Alwi bin Muhammad Al·Haddad (16541720). Tentang Al·Haddad dan tuekat Ba'alawiyah, lihat Atjeh 1980, haJ. 577-!J89; Al·
Baqir 1986, haJ, 12·54. Tarekat Ba'alawiyah tidaklah ekllklusif dianut oleh para keturuma
Arab. lllum Aceh terkenal, Hasan Kruengkalee, misalnya, juga mengajarkan tarekat inl
dan menulil tisalah mengenai amalan•malannva: Risa/ah Lathifah fi Adab Al-D:dlir we
Al-Talllil wa Kayffyah Tilawat Ai-Samadiyyah 'ala Thariqah Qutb Az.Jrsyad Al-Habib 'Abdallah Al-Haddad (1927, mengalami cetak u1ang beberapa kali).
l 7. Tulilannya yang terpenting adalah Mustika Thariqat Naqsyabandiyah Muz-hariyah, sebuah
tulisan yang bersifat apologetik yang menjelaskan berbagai teknik spiritual dan mem·
bentengi tarekat terhadap tuduhan bid'ah. Dua karya pendek lain merupakan teka
penuntun untuk beramal sa1eh, yang isinya tidak khusus mengenai tasawuf. Politik lblil
merupakan utaian Habib Muhsin 11endiri mengenai mitos orang Islam yang terkenal di
seantero Nusantara (beberapa versi masih terdapat dalam koleksi naskah· di Jakarta daa
Leiden). Karangan termbut berisi dialog antara Nabi Muhammad dan setan. Dalam dialog
itu sctan menjelaskan secara rinci berbagai macam tingkah laku manusia yang disenangi
dan tidak disenanginya. Karban Cinta, satu·satunya karyanya yang lain yang saya temu·
kan, merupakan kisah yang mendidik mengenai cinta dan kegilaan.
18. Menurut seorang informan yang bukan orang Madura, H. Muhd. Shagir Abdullah dari
Pesantren Al-Fathanah di Mempawa (wawancara,Jakarta, 14-12-1986).
Bab XJTJ. Tarekat Naqsyabandiyah di Madura
195
bahwa tidak seorang pun cukup pengetahuaruiya dan cukup maju dalam
penghayatan tasawuf untuk layak menggantikannya. Maka para
pengikutnya mulailah bertingkah laku khas seperti sebuah sekte.
Mereka kurang berhubungan dengan kaum Muslim la.innya, bahkan
dengan pengikut Naqsyabandiyah la.in.
Hal ini, barangkali, merupakan reaksi dari kehilangan popularitasnya yang begitu mendadak setelah ia bergabung dengan Golkar pada
masa sebelum pemilihan umum 1977. Dalam tahun-tahun itu, tidak
banyak kiai dapat berbuat demikian tanpa sanksi apa-apa dari muridnya; dalam masyarakat Madura tindakan seperti itu dianggap tidak lebih
dan tidak kurang daripada pengkhianatan. Saudara ipamya yang samasama mursyid Naqsyabandiyah, K.iai Mahfudz, yang berasal dari
Sampang, daerah yang merupakan pendukung PPP paling tangguh,
putus hubungan dengannya. Murid·muridnya pun banyak yang meninggalkannya. Ia wafat pada tahun 1980 dalam sebuah perjalanan
keliling di Kalimantan Barat. Jenazahnya, tidak seperti jenazah Fathul
Bari, dibawa pulang ke Madura untuk dimakamkan.
Seorang putri Habib Muhsin yang menetap di Sumenep dan putra
bungsunya Amin, yang tinggal di Kalimantan Barat, tetap memeJihara
hubungan akrab dengan para pengikut ayah mereka. Amin mengaku
sering bertemu dengan ayahnya dalam mimpi dan mendapat pelajaran
darinya. Pada jangka lama ia berharap menjadi pengganti sah ayahnya,
dengan ijazah barzakhiyali. Sebagian dari pengikut Habib Muhsin tetap
melakukan rabithllh dengannya
menurut para pengikut tarekat
memang wasilah tidak akan terputus dengan wafatnya seorang mursyid
dan ruhaniah sang mursyid bisa tetap membimbing umuridnya. Namun
sebagian terbesar tampaknya merasa lebih cocok memilih mursyid lain
yang masih hidup. Di daerah Kalimantan Barat, mereka sekarang mengikuti salah satu atau semua mursyid Naqsyabandiyah lainnya yang
secara rutin mengadakan perjalanan keliling ke daerah itu. Kelompokkelompok pengikut lain, seperti halnya jamaah di Sulawesi Selatan,
telah memilih guru lain yang masih mempunyai hubungan dengan
Habib Muhsin, seperti Kiai Lathifi Baidowi di Gondanglegi, Malang
selatan.
Kiai Lathifi (demikian nama hajinya; nama aslinya Muhammad
Saleh Baidowi) adalah seorang Madura juga yang masih punya hubungan darah dengan kiai-kiai tarekat yang lain; ayahnya Baidowi adalah
adik kandung Kiai Fathul Bari. Ketika masih muda, Baidowi berhijrah
dari desa kelahirannya Umbul (Sampang) ke Gondanglegi, Malang
selatan, dan putranya, Muhammad Saleh, lahir di sana. Walaupun
tempat tinggalnya jauh dari pulau Madura, Muhammad Saleh sempat
belajar tarekat Naqsyabandiyah kepada sejumlah mursyid yang telah
disebut Kiai Syamsuddin, kemudian Kiai Sirajuddin (sampai beliau
wafat) dan putranya Kiai Mawardi. Namun ijazah sebagai khalifah
akhirnya (tahun 1975) diperolehnya dari Kiai Ali Wafa, yang sebetulnya bukan gurunya tetapi sudah kenal dengannya. Kiai Ali Wafa pada
Bab XIII. Tarekat Naqsyabandiyah di Madura
196 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
zaman itu sudah sakit-sakitan dan tidak mampu lagi memberikan
bimbmgan sendiri; oleh karena itu Muhammad Saleh (alias Lathifi)
disuruh ke Habib Muhsm Aly Al-Hmduwan untuk dibimbing dalam bertawajjuh. Sejak itulah Kiai Lathifi aktif sebagai guru tarekat Naqsyabandiyah. Murid-muridnya, utamanya terdiri dari orang Madura di
pulau jawa (di daerah Malang dan Pa.Suman sampai Situbondo) dan di
Kalimantan Barat. tetapi ada juga kelompok-kelompok murid yang
bukan orang Madura, seperti sebagian besar murid Habib Muhsin di
Sulawesi. Mereka setiap tahun dikunjungi oleh Kiai Lathifi. 19
Dua ljazah Barn dari Makkah
Selain ijazahnya dari Kiai Ali Wafa, Kiai Lathifi sempat memperoleh ijazah tarekat Naqsyabandiyah lagi; dan untuk yang ini tidak dari
seorang guru di Madura melainkan dari seorang guru terpandang dari
Makkah, yaitu Sayyid Muhammad bin 'Alwi Al-Maliki.
·
Sayyid Muhammad bin 'Alwi, seperti dulu ayahnya, Sayyid 'Alwi
bin 'Abbas Al-Maliki, ·adalah seorang guru tradisional (Ahl Al-Sunnah
wa Al-Jama'ah} paling terkemuka di Makkah, yang mengajar berbagai
ilmu keagamaan. Banyak · kiai Indonesia yang pemah belajar kepada
Sayyid •Alwi dan/atau Sayyid Muhammad bin •Alwi. 20 Seba.gian dari
ajaran mereka, tentu saja, tidak disetujui penguasa yang menganut
paham Wahabi, dan Sayyid Muhammad sudah tidak diperkenankan
mengajar di Masjid Al-Haram lagi. la sekarang mengajar di rumahnya
sendiri, di pmggiran kota Makkah. Sudah beberapa kali ia datang ke
Indonesia dan mendapat sambutan yang luar biasa dari para kiai, yang
saling berebutan untuk belajar kepadanya.
Sayyid Muhammad memegang ijazah sejumlah tarekat juga, di
antaranya Naqsyabandiyah dan Tijaniyah, tetapi situasi politik di Arab
Saudi sekarang tidak memungkinkannya untuk mengajar tarekat tersebu t. Demikian halnya beberapa ulama tradisional lain di Makkah,
yang juga mempunyai banyak murid orang Indonesia, seperti Syaikh
Yasin bin 'Isa Al-Padani, Syaikh Hasan Muhammad Al-Masyath dan
Syaikh lsma'il bin Zain Al-Yamani. Di Makkah mereka tidak bisa memimpin amalan tarekat, apalagi memberikan pelajaran sistematis. Tetapi
pada kunjungan mereka ke Indonesia, Sayyid Muhammad dan Syaikh
Yasin pernah memberikan ijazah kepada orang yang tampaknya mereka
anggap sudah matang.
Pada salah satu kunjungannya ke Indonesia, Sayyid Muhammad
19. Informasi mengenai Kiai Lathifi Baidowi adalah berdasarkan wawancara dengannva
(Gondanglegi, 28·2·1988) ditambah dengan informasi secara tertulil dari Sdr. Akhmadi
dan M. Karim (Situbondo) dan Sdr. Swljoko P {Pasuruan), dan dikonfirmasikan dalain
wawancara dengan Kiai Taifur Ambunten (putra Kiai Ali Wafa) serta beberapa informan
Madura lainnya (17-7-1993). Seperti ditulis dalatn edi&i pertama buku lni, ada pibak. yang
mcragukan keabsahan ijazab Kiai Lathifi diui Kiai Ali Wafa. na.mun keraguan lni ternyata
tidak beralann.
20. Llhat profil Sa:yyid Muhammad bin• Alwi di majalah Tempo, 2-1-1988, bal. 71 ·2.
197
bin 'Alwi tinggal beberapa waktu di kota Malang, dan Kiai Lathifi setiap
hari pergi belajar kepadanya. Ternyata Sayyid Muhammad cukup terkesan dengannya, karena setelah Kiai Lathifi mengaji satu minggu saja
ia diberikan sebuah ijazah untuk mengajar semua kitab tentang semua
cabang ilmu agama, ditambah dengan ijazah untuk mengajar tarekat
Naqsyabandiyah. Banyak orang lain, terutama para habib dari Malang
dan sekitarnya, yang pada saat itu ingin diberikan ijazah seperti ini
tetapi hanya Kiai Lathifi yang memperolehnya. 21
Seorang yang baru-baru ini memperoleh ijazah di Makkah sendiri
adalah Kiai Ali Hadrawi di Kwanyar. Ia juga punya hubungan darah
dengan kiai-kiai Naqsyabandiyah lain, karena ia adalah cucu Kiai Zainal
Abidin. Ayahnya, Kiai Mokhtar bin Zainal Abidin, juga pernah
mengajar tarekat yang sama, sebagai khalifah Kiai Syamsuddin. Hadrawi
sendiri pada awalnya dibaiat oleh Kiai Sirajuddin (1953), yang kemudian juga melantiknya sebagai kepala khojakan (1961). 22 Pengganti Kiai
Sirajuddin adalah putranya Mawardi. Kiai Mawardi wafat pada tahun
1974 tanpa memberi ijazah kepada seorang khalifah pun, sehingga
cabang tarekat ini terputus. Sementara Kiai Hadrawi tetap memimpin
kelompok khojagan-nya, tetapi tidak bisa mengembangkannya lebih
lanjut karena ia bukan khalifah.
Ketika ia menunaikan haji pada tahun 1993, seorang temannya di
Makkah mengantarkannya ke rumah Syaikh Isma'il bin ZainAI-Yamani.
Teman tersebut menjelaskan kepada Syaikh lsma'il siapa Hadrawi dan
bahwa ia berkeinginan meneruskan tarekat Naqsyabandiyah yang terpu tus sepeninggal Kiai Mawardi. Syaikh Isma'il bertanya beberapa hal
sederhana dan kemudian memberikan ijazah kepadanya. Pada saat
ijazah diberikan, Kiai Hadrawi mengaku, ada perasaan seolah-olah ia
"diisi". Demikianlah saat ini Kiai Hadrawi telah menjadi khalifah
tarekat Naqsyabandiyah yang terbaru di Madura.
Mursyid Perempuan
Ada keunikan lain dari tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah
Madura yang belum saya jumpai di antara para penganut Naqsyabandi·
yah di tempat lain; tidak di Indonesia tidak pula di negeri-negeri lain.
Beberapa mursyid-nya adalah perempuan, dan mereka. tidak cuma bertindak sebagai asisten dari para suami yang lebih dominan, tetapi benarbenar mandiri. Di Indonesia bukanlah sesuatu yang aneh bahwa istri
seorang syaikh memberikan pelajaran kepada murid perempuan suaminya, memimpin mereka berzikir dan bahkan waktu bersuluk; tetapi
kasus-kasus di Madura lain sama sekali. Nyai Thobibah, yang menerima
21. Demikian peristtwa seperti diceritakan Kiai Latbifi kepada murid·muridnya. ljaza.h ter·
sebut diberikan secara tertulis; K.iai Latbifi masih menyimpan dua·duanya.
22. Kepala Khojaka11 adalab istilab yang dipakai di Madura untuk wakil mursyid yang diper·
bolehkan memimpin zikir dan Khatm·i-Klm,>ajagan tetapi tidak boleb "menawajjuh" atau
membaiat pengikut baru. Di tempat lain disebut badaL
198 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
ijazah penuh dari Ali Wafa, sudah disebutkan di atas. Syarifah Fathimah, di Sumenep, adalah mursyid perempuan yang lain dengan pengikut yang sangat banyak (semuanya perempuari), tidak hanya di tempat
tersebut tetapi rnalah sampai di Kalimantan Barat dan Malang selatan.
Ia adalah putri dari seorang bernama Habib Muhammad dan seorang
perernpuan Arab kebanyakan, dan rupa·rupanya tidak ada hubungan
keluarga dengan mursyid yang lain. la dibaiat rnasuk tarekat oleh Kiai
Sirajuddin, dan menerima ijazahnya dari Kiai Syarnsuddin Urnbul. 23
Satu 1agi mursyid perempuan lain yang disebut oleh beberapa informan
adalah Syarifah Nor di Gondanglegi (panggilan orang setempat: Pah
Nong).
Adanya mursyid-mursyid perempuan ini, lebih mencerminkan
kenyataan bahwa tarekat ini mempunyai pengikut yang besar jumlahnya di antara kaum perempuan Madura. Tetapi hal yang sarna terjadi di
banyak wilayah di Indonesia; menumt perkiraan kasar, sekitar 30
sarnpai 40% murid tarekat Naqsyabandiyah di seantero Nusantara adalah kaum perempuan. Narnun patut ditambahkan, hanya di kalangan
masyarakat Madura mereka bisa berbaiat kepada gum yang perempuan
juga. Fenomena ini agaknya harus kita paharni dalam konteks budaya
Madura. Ternyata bukan di tarekat Naqsyabandiyah saja rnelainkan
juga di tarekat Tijaniyah di Madura terdapat muqaddam (istilah Tijaniyah untuk pemimpin tarekat) yang perempuan. KiaiJauhari Prenduan,
muqaddam pertama di Madura, pernah memberikan ijazah kepada seorang keponakan perempuan (ibunda Kiai Badri Masduqi yang terkenal)
sebagai muqaddamah untuk rnembina para penganut tarekat dari kaum
perempuan. Di daerah Indonesia lainnya, sepengetahuan saya, tidak terdapat muqaddamah.
Apa yang menyebabkan tarekat di Madura mempunyai jaringan
organisasi independen untuk kaurn perempuan?
Sudah barang tentu hubungan langsung antara seorang guru lakilak.1 dengan mundnya yang perempuan selalu rnerupakan masalah,
tetapi orang-orang Madura tidak lebih ketat dalam hal-hal serupa ini
dibanding kebanyakan suku-suku bangsa yang lain, dan di tempat lain
tidak muncul mursyid perempuan. Barangkali, kehadiran para mursyidah tersebut rnenunjukkan toleransi orang-orang Madura yang lebih
besar terhadap kepemimpinan perempuan, meskipun terbatas di kalangan mereka sendiri.•
23. Jnformasi mengenai Syarifah Fathimah ini saya perolch dari Kiai Lathifi Baidowi {wawan·
cara, 28· 2-89 ).
BAB XIV
KELOMPOK-KELOMPOK NAQSYABANDIYAH
DI KALIMANTAN SELATAN
Di kalangan penduduk desa Kalimantan Selatan, lebih daripada di
tempat-tempat lain di Nusantara, adaptasi doktrin-doktrin mistik dan
kosmologis dari Ibn 'Arabi ke dalam budaya setempat dalam bentuk
yang merakyat dan disederhanakan masih tetap hidup. Banyak dari
arnalan-arnalan tradisional lainnya pun, yang di tempat-ternpat lain
telah dikikis habis oleh ulama ortodok, masih bertahan kendatipun ada
usaha·usaha pemurnian oleh Majelis Ulama provinsi dan kabupaten
Walaupun orang Banjar dikenal sebagai orang yang taat beribadah,
namun secara umum pengetahuan agama mereka tidak begitu mendalarn. Pesantren, yang mengikuti model di Jawa, dapat dikatakan
merupakan fenomena yang belum lama di. Kalimantan Selatan, baru
satu-dua dasawarsa ke belakang. Sebelumnya, anak laki-laki mempelajari dasar-dasar agama dengan bersimpuh di hadapan tuan guru
setempat, dan mereka yang ingin menambah pengetahuan keagarnaannya mestilah pergi ke J awa, Sumatera atau Makkah. Kurikulum di
pesantren Banjar temyata lebih sederhana dan lebih tradisional ketimbang kurikulum yang biasanya diberikan di pesantren di Jawa.
Dapat dimengerti mengapa di kalangan ulama Banjar ada suatu kesadaran yang kuat bahwa di sana masih terus berlangsung proses pengislaman, sebab di mata mereka pengislarnan itu masih jauh dari sempurna.
Islam yang formal yang berorientasi kepada syari'at seperti yang
diajarkan oleh para ulama tidak memuaskan kebutuhan religius semua
orang Banjar. Berulang kali muncul pemimpin-pemimpin baru agama
yang mengajarkan corak keislarnan yang lebih sufistik, sering sangat
diwamai oleh ajaran-ajaran mengenai nur Muhammad dan martabat
tujuh, versi ajaran wahdat al-wujud yang popul~ di daerah tersebut. Di
seputar pemimpin-pemimpin ini, tumbuh aliran-aliran mirip tarekat,
biasanya hanya berlingkup lokal; penentangan dari pihak ulama "resmi"
(dalarn kebanyakan kasus, Majelis Ularna) biasanya mencegah agar
pengaruh mereka tidak meluas benar. Pola munculnya aliran-aliran
semacam tarekat secara tiba-tiba yang kemudian pelan-pelan menghilang merupakan ciri khas masyarakat Banjar; secara keseluruhan,
aliran-aliran tersebut berhasil menggaet jumlah pengikut yang berarti;
tetapi kalau dilihat per aliran jumlahnya agak kecil dan penyebarannya
terbatas pada daerah tertentu saja. Di sini tidak kita jumpai jaringan
tarekat besar yang luas penyebarannya, seperti di Sumatera, Semenanjung Malaya, dan Jawa.
Di sini tarekat Naqsyabandiyah lebih kurang menyesuaikan diri
199
200 Tarekat Naqsyabandi:yah di Indonesia
dengan pola tadi: ada sejumlah guru, masing·masing punya kelompok
pengikut setempat, dan di antara mereka tidak ada hubungan. Bila sang
guru wafat, kelompok pengikut itu buyar lagi. Dua dasawarsa yang
lampau, sebagai contoh, terdapat cabang Naqsyabandiyab di Kecamatan
Negara (Hulu Sungai Selatan), dipimpin oleh seseorang bemama H.
Jaelani; sejak ia wafat, Naqsyabandiyah lenyap dari sana hampir tanpa
bekas. Satu-satunya hal yang masih teringat oleh penduduk setempat
adalah ritual yang luar biasa di mana para murid dibungkus dengan
kain kafan. 1 Temyata hal itu mengacu kepada upacara pembaiatan
seperti yang dilakukan oleh cabang-cabang Naqsyabandiyah tertentu
(khususnya cabang-cabang Minangkabau yang berafiliasi kepada Dr. Jalaluddin, bdk. Djamil 1976). Informan lain yang telah berumur ingat
pula bahwa tarekat Naqsyabandiyah pernah diperkenalkan di Amuntai,
oleh seseorang bernama Muhammad Marahahan (dari Kecamatan Marabahan) dan seorang lagi bernama Haji Bajuri. Muhammad Marabahan
sudah lama wafat, dan cabang Naqsyabandiyahnya tampaknya sudah
tidak ada lagi.
Seperti aliran-aliran lainnya, kelompok-kelompok Naqsyabandiyah
tersebut juga cenderung menimbulkan kecurigaan dari para ulama
"resmi"z kebenaran sumber doktrin dan ritual mereka dipertanyakan
dan kadang-kadang menjadi pokok penyelidikan yang bersifat setengah
resmi. Tidak mustahil dalam ritual beberapa cabang Naqsyabandiyah
Banjar terdapat unsur-unsur yang kurang ortodok dan bersifat lokal,
tetapi kalaupun demikian mereka sangatlah merahasiakannya, persisnya karena adanya kecurigaan·kecurigaan tadi. Di antara kaum Naqsyabandiyah yang saya jumpai tidak saya dapati suatu pemikiran atau
ungkapan yang asing bagi tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya.
Saya tidak menemukan bukti adanya seorang penganut Naqsyabandiyah di Kalimantan Selatan pada abad kesembilan belas dan papih
pertama abad kedua puluh, tetapi hal itu tidaklah mengherankan, bila
kita lihat berdasarkan pada uraian di atas; bahkan seandainya pun ada
sebuah kelompok Naqsyabandiyah, katakanlah, setengah abad yang
lalu, pastilah sudah lenyap tanpajejak. Berikut ini catatan-catatan yang
tidak utuh mengenai satu-dua cabang yang sekarang aktif atau kehadirannya terekam belum lama berselang.
Belum lama ini, di dalam dan di sekitar kota Banjarmasin, paling
tidak terdapat tiga cabang Naqsyabandiyah. Salah satunya yang di·
pimpin oleh H.M. Saberiansyah berada di Desa Kelayan Luar. Ia wafat
tahun 1980. Sebenarnya, ia mengajarkan gabungan dari dua tarekat,
yang ia sebut Naqsyabandiyah-Khalwatiyah (Khalwatiyah,, seharusnya
dicatat, merupakan tarekat yang paling tersebar luas di Sulawesi Selatan
1. Pembkarrum pribadi dcngan Drs. Analiansyah dari IAIN Ant:asari, Banjarmasin. Ia berasal
dad Negara.
Bab XIV. Kelompok-kelompok Naqsyabandiyah di Kalimantan Selatan
201
dan juga di antara orang-orang Bugis dan Makasar yang bertempat
tinggal di Kalimantan Selatan. Juga dipercayai bahwa ulama besar
Muhammad Arsyad Al-Banjari memperkenalkan tarekat Sammaniyah,
sebuah cabang dari Khalwatiyah, di Kalimantan Selatan):Tidak banyak
diketahui mengenai cahang ini; satu-satunya laporan yang ada hanyalah
menceritakan bahwa Saberiansyah mempeJajari tarekat pada tahun
1954 kepada seorang bernama H. Ahmad Nawawi Abdul Qadir Al·
Banjari dan mulai mengajarkannya di rumahnya sendiri pada tahun
berikutnya. Tetap tidak jelas ke cabang Naqsyabandiyah dan Khalwatiyah yang mana kelompok ini beraf'diasi, dan dalam bentuk apa
kedua tarekat yang agak berbeda ini dipadukan.
Dilaporkan bahwa kebanyakan pengikut Saberiansyah tergolong
pada strata sosial bawah, dan tidak sedikit dari mereka adalah bekas
bajingan (sebetulnya, ini merupakan klaim yang dibuat oleh hampir
setiap guru sufi di Indonesia, dan hal itu tidak selalu benar). Pada waktu
sang guru wafat pada tahun 1980, tidak ada orang berkharisma yang
menggantikan tempatnya, dan para pengikutnya serta merta berkurang.
Pertemuan-pertemuan dari sisa pengikut yang masih setia dipimpin oleh
seorang badal yang masih muda bernama Hasan (lahir tahun 1954). 3
Kelompok kedua, di Anjir Pasar, kecamatan lain dekat Banjarmasin, merupakan kelompok tergolong kecil ketika diteliti pada tahun
1984. Hanya ada tujuh puluh anggota, lelaki da11 perempuan, dan kebanyakan dari mereka adalah petani. Ketompok itu dipimpin oleh ·Abu
Dakar dan Antung Ahmad, yang menggantikan guru yang kharismatik,
almarhum Syekh Muhammad Ruwandi (di bawah tuntunannyalah
kelompok itu menjadi lebih besar). Kelompok ini tampak jauh lebih
stabil ketimbang lainnya, sebab Muhammad Ruwandi sendiri sudah
merupakan pemimpin angkatan kedua; ia adalah pengganti J alaluddin,
yang mula-mula membawa tarekat ke Banjarmasin dari Semenanjung
Malaya. Gurunya adalah seseorang bemama H. Anwaruddin, yang adalah khalifah dari H. Umar dari Batu Pahat (Johor), yang pada gilirannya adalah seorang khalifah dari guru Naqsyabandiyah Melayu yang
prolifik - Abdulwahhab Rokan dari Babussalam di Langkat (lihat Bab
XI). Muhammad Ruwandi, di samping afiliasi ini, juga pemah melakukan suluk di Jabal Mina dekat Makkah, di bawah bimbingan Syaikh
'Abd Al-Ghani Al-Rasuli Al-Baghdadi. Satu-satunya uraian yang ada
mengenai kelompok ini lagi-lagi memberikan kepada kita sangat sedikit
informasi tambahan. Kenyataan bahwa para anggotanya tidak hanya
2. Sarwani Abdan, salah seorang keturunan M. Arsyad Al·Banjari yang paling terkenal dan
paling dihonnati, sekatang tingga1 di Bangil, Jawa Tunur. Diwawanc:arai di Bangil 12·2·
1987.
3. Demlkian Arifln 1984. H.M. Sabcriansyah meningplkan dua risalah yang belum dipublikasikan, dan tidak herhuil saya dapatkan: Diktat Tarekat Nalu:yabandiyah dan Tareka.t
Naksya.bandiyah A.l·Kha.lwa.tiyah. Yang disebut belakangan hanyalah teks yang digunakan
oleh murid·murid sang guru. (ibid.• ha!. 20, 24n).
202 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
mengkaji Tanwir Al-Qulub-nya Muhammad Amin Al-Kurdi dan /hyanya Al-Ghazali tetapi juga Al-Durr Al-Nafis·nya M. Nafis Al-Banjari,
J>a.rangkali menunjukkan kecondongannya kepada doktrin martabat
'tujuh.4
Kelompok Naqsyabandiyah yang ketiga di Banjarmasin terdiri atas
murid Habib Muhsin Aly Alhinduan (lihat Bab XIll), dan dipimpin oleh
seorang Haji Adenan. Ini pun sebuah kelompok kecil, tetapi juga menarik pengikut dari tempat-tempat yang jauh di luar Banjarmasin. Habib
Muhsin Aly mengunjungi kelompok tersebut setiap tahun; setelah ia
wafat pada tahun 1980, kelompok itu pun berantakan. 5
Kelompok Naqsyabandiyah yang paling ..Banjar" adalah yang di·
pimpin oleh Haji Muhammad Nur dari Takisong (di sebelah selatan
Banjarmasin). 6 Guru ini membanggakan dirinya sebagai keturunan
generasi keenam dari Abdul Hamid yang legendaris itu, seorang Siti
Jenar-nya Banjar. 7 Ia mengklaim telah mewarisi tarekat Naqsyabandiyah, bersama dengan ilmu lainnya (ilmu-ilmu yang bersifat esoteris)
dari leluhurnya, tanpa usaha yang ia sadari untuk menguasainya.
Abdul Hamid dianggap seorang sepupu dari ulama besar Banjar,
Muhammad Arsyad. Sedangkan ulama kenamaan itu tidak diragukan
lagi adalah guru ilmu eksoteris (Islam yang lebih mengutamakan
syari'at) dan penasihat utama sultan untuk urusan keagamaan. Sementara Abdul Hamid dianggap telah mencapai kesempurnaan dalam
ma'rifat, Islam yang esoteris. Karena Abdul Hamid dan para muridnya
tidak pernah menghadiri shalat Jumat (yang oleh penguasa yang saith
itu dinyatakan sebagai kewajiban), Sultan memanggilnya untuk meng·
hadap ke istana. Ia memberikan jawaban kepada utusan Sultan bahwa
di rumah itu tidak ada Abdul Hamid, yang ada adalah Allah rendiri.
Terhadap penghujatan ini, Sultan memerintahkan agar ia dihukum mati,
tetapi segala usaha untuk membunuh Abdul Hamid gagal (legenda mencatat banyak perbuatan ip.agis yang dilakukan Abdul Hamid dalam
hubungannya dengan usaha-usaha ini, yang menunjukkan secara spiri·
4. Bahruddin 1984. A.I ·Durr A.l-Nafis mcrupakan salah satu kitab yang paling terkenal, clan
paling populer di Kalimantan Sdatan di antara teb yang mmguta:rakan paham wahdat
al-wujud. Untuk rlngkasan pendek kitab ini Bhat Abdullah 1985, hal.107-122.
5. fl. Djanawi dari Amuntai, wawancara 14-1-1987. IL Djanawi, ulama tedtenal di daerah
Huht Sungai, berjumpa dengan Habib Muhain Aly di Banjarmasin pada tahun 1977 clan
berbaiat. Ia masih menjalankan amalan-amalan tarekat secara pribadi, tetapi tidak ada
kontak dengan pengikut·pengikut lainnya.
6. Utaian berilwt didasarkan pada percakapan dengan H. Muhammad Nur dan sejumlah
muridnya di Takisong, pada 16·1-1988 dan sedikit informasi tamhahan yang terdapat
dalam Padhllah 1984. Saya lngin menghaturkan terimakasih kepada Drs. Analiansyah,
bertindak sebagai pemandu saya selama kuqjunglin saya di Takisong.
7.
mengenai Haji Abdul Hamid dikenal balk di seluruh Kalimantan Selatan. Kisah
mengenai klaimnya sebagai idcntik dengan Allah dieeritakan dalam Zamzam
1979,
12-14. Corak pabam ketubanannya diringkas di sana sebagai "Tiada maujud
melalnkan hanya Dia, tiada maujud yang lainnya. Tiada aku melalnkan Dia, Dialah aku,
dan aku adalah Dia".
Bab XIV. Kelompok-kelompok Naqsyabandiyah di Kalimantan Selatan
203
tual ia lebih tinggi). Akhimya, ketika wali yang dianggap murtad ini
mengetahui bahwa hari yang ditentukan Allah telah tiba, ia menjelaskan bagaimana caranya memutuskan urat nadinya. Darah pun
memancar, membentuk kata·kata la ilaha illallah di atas tanah. Sejak
masa itu, H. Muhammad Nur mengatakan kepada saya, terjadilah per·
seteruan antara keturunan dari kedua tokoh yang bersepupu itu.
Haji Muhammad Nur sendiri setidak-tidaknya mengalami juga
sedikit perseteruan itu. Pada tahun 1979, ia mulai membaiat pengikut
baru di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan mengalami tidak sedikit
kecaman sehingga ia terpaksa harus menghentib;n ceramahnya di sana.
Di daerah tempat ia tinggal tidak pemah muncul konflik yang
parah, tetapi Majelis Ulama Banjarmasin 118llgat mencurigainya, walaupun tidak terdapat pertanda yang nyata bahwa ia mengajarkan doktrin
dan amalan yang 0 menyimpang".11 Bagaimanapun keturunan spiritual
yang ia klaim, yang menunjukkan adanya kecenderungan kepada paham
wahdat al-wujud yang ekstrem dan barangkali juga keterikatan kepada
tradisi lama setempat, namun saya jumpai bahwa ritual-ritual Naqsyabandiyah seperti yang ia dan murid·muridnya jelaskan kepada saya
sesuai dengan apa yang digariskan dalam te.ks-teks tarekat yang baku.
Yang mana sumber dari tarekat Naqsyabandiyah-nya Muhammad
Nur? Silsilah yang ia kemukakan tidak memberikan penjelasan yang
memuaskan. Silsilah itu hanya memuat nama Abdul Hamid dan namanama keturunannya saja:
Abdul Hamid
AbdulHamim
Abdullah Khatib
H. Muhammad Tamin [Amin?]
Ii. Ibrahim Khaurani
H. Muhammad Nur
Abdul Hamid memperoleh pengetahuan tarekat Naqsyabandiyah
dan ilmu lainnya, menurut Muhammad Nur. dari seorang bernama
Maghribi; selain itu tidak ada yang ia ingat mengenai silsilahnya. Ayahnya wafat ketika ia masih muda, pada tahun 1941, dan ia mengaku
tidak mempunyai guru-guru yang lain, jadi memperoleh ilmu karena
keturunan bukan karena belajar sebagaimana biasa. (Abdul Hamid,
menurut sebuah kisah yang dengan bangga dikutip oleh para muridnya,
menjanjikan bahwa sampai tujuh generasi keturunannya akan menjadi
ulama besar). Silsilah tersebut sama sekali berbeda dengan silsilah Naq·
syabandiyah; legenda tentang Abdul Hamid sulit dicocokkan dengan
riwayat seorang wali Naqsyabandiyah, dan wilayah Maghrib persisnya
8. Lihat Padhilah 1984, hal. 34, mengenai Peristiwa Hulu Sungai. Un.tuk informasi tentang
sikap Majelis Ulama Banjarmasin dan Takisong/Tanah Laut, saya berutang budi kcpada
Drs. Analiansyah.
204 To:rekat Naqsyahandiyah di Indonesia
merupakan salah.satu wilayah dalain dunia Islam di mana tarekat Naqsyabandiyah tidak mempunyai pengaruh. Jika Abdul Hamid dikatakan
telah belajar kepada seseorang asal Magbribi (atau telah mempe..ari
ilmu maghribi), maka yang paling mungkin berarti ia menguasai ilmu
membuat jimat (wafaq). Dan ini sebenamya merupakan ilmu yangjuga
diklaim oleh Muhammad Nur menurun pada dirinya. Maka, tampaknya
silsilah tersebut adalah dalain kaitannya dengan ilmu ini.
Tiga nama dalain silsilah itu mirip-mirip dengan nama guru-gum
Naqsyabandiyah kenamaan, Ahmad Khatib (Sambas], Muhammad
Amin [ Al-Kurdi] dan Ibrahim Al-Kurani. Muhammad Nur menolak per·
kiraan yang saya kemukakan bahwa mungkin sedikit banyak ada
hubungannya dengan guru-gum tersebut, tetapi di antara judul-judul
kitab yang dipakainya, ia menyebut Fath Al-'Arifin-nya Ahmad
Khatib.' Seorang kerabatjauh Muhammad Nur, yang telah dibicarakannya kepada saya dan belakangan saya pun bertemu dengan dia, menceritakan kepada saya bahwa sepanjang pengeta!iuannya, Muhammad
Nur mengikuti tarekat Ahmad Khatib Sambas.10 Ka1au ini benar, ini
hanya mengacu kepada sisi kenaqsyabandiyahan tarekat ini; Muhammad Nur dengan tegas menolak zikir keru Qadiriyah. Penjelasannya
mengenai baiat, suluk, rabitW, zikir, dan muro.qabo.h sangat mirip
dengan apa yang dijelaskan dalain Fath Al-'Arifin dan juga dengan
keterangan dalain Tanwir Al-Qulub-nya Muhammad Amin, sehingga
menjadi tanda tanya saya apakah silsilah yang ia berikan tidak lain
merupakan daftar nama-nama tokoh yaug secara spiritual ia berutang
budi kepada mereka, dan bukannya nama nenek moyangnya yang sesungguhnya. Tidak ada bukti langsung bahwa Abdul Hamid yang legendaris itu pernah hidup; tempat yang sekarang dianggap sebagai makamnya, di Sungai Batang (dekat Martapura) ditemukan oleh Muhammad
Nur sendiri, mengikuti petunjuk yang diperolehnya Jewat mimpi.
Muhammad Nur d~kan dan dibesarkan di Jawa, walaupun
keluarganya berasal dari Martapura. Ayahnya Ibrahim adalah seorang
guru tarekat dan ahli pengobatan. Setelah sang ayah wafat pada tahun
1941, banyak murid-muridnya yang datang kepada Muhammad Nur
dan memintanya untuk menggantikan tempat sang ayah. Semula ia
menolak, dan mengirim mereka kepada guru-guru lain, walaupun guruguru ini tidak mengajarka:n tarekat Naqsyaba:ndiyah melainkan Syadziliyah. Ketika ia berkesempatan menunaikan ibadah haji, ia mencari
seorang guru Naqsyabandiyah di Makkah, dan bertemu dengan seorang
syaikh asal India. Tetapi, ketika ia meminta ijazah dari orang tersebut,
9. Judul lain yang dlscbutkannya kcpada saya adalah Syarab Al-AS'Yiqin (barangkali karya
Hamzah Fansuri yang berjudul demlkian?). S-ng penditi lain mencatat bahwa la mengajar mw:id·muridnya dengan memakai kitab IRJuim (karva Ibnu 'Atha 'illah) dan Al·Durr
Al·Nafis·nya M. Nw Al·llanjari (PadhUah 1984).
10. Sarwani Abdan fbdk. eatatan kakI 2 di atal), wawaneara 12-2-1987.
Bah XIV. Kelompok-kelompok Naqsyabandiyah di Kalimantan Selatan
205
sang syaikh tertawa dan menganjurkan kepada Muhammad Nur agar ia
terus saja melakukan amal-ibadah sebagai yang telah selalu dilakukan·
nya. Ini merupakan dorongan baginya untuk mulai mengajarkan tarekat
kepada tetangga·tetangganya di Desa Takisong, di mana ia telah
membeli sebidang tanah da:n bekerja sebagai peta:ni. Hingga sekarang
ia telah melakukan hal itu selama dua puluh tahun (sejak 1968), dan
mengaku telah mempunyai murid ribuan orang.
Setiap malam Jumat ia memimpin majelis zikir di rumahnya
sendiri untuk pengikut-pengikutnya di desa setempat; pada malammalain lainnya ia memimpin pertemuan-pertemua:n di tempat-tempat
lain, khususnya di Martapura (bekas kediaman M. Arsyad, dan masih
merupakan pusat keagamaan yang penting). Setiap bulan Ramadhan, ia
menyelenggarakan kholwat (ia tak menggunakan istilab suluk) di dalam
sebuah bangunan sederhana di samping rumahnya sendiri. Khalwat itu
hanya berlangsung tiga hari tiga malain, dan selama itu makan, minum,
dan juga tidur, terbatas seperlunya saja (nasi putih ditaburi kelapa
parut, segelas air dua kali sehari; tidur pun tidak diperkenankan
memakai kasur). Murid yang menjala:nkan khalwat untuk pertama kalinya, diberi pelajaran dzi"kir qalbi; pada khalwat selanjutnya satu per
satu diberikan dzi"kir latha 'if. Pada majelis zikir mingguan, murid yang
ikut serta hanya diperbolehkan melakukan dzikir latha'if yang sudah
diajarkan ketika ber-khalwat; oleh sebab itu, anggota yang baru dibaiat,
yang belum melakukan khalwat, tidak diperkenankan serta dalam
dzikir wtha 'if.
Bagi para murid, sejauh yang dapat saya peroleh selama kunjungan
yang cuma semalam, pribadi Muhammad Nur tampaknya lebih penting
ketimbang tarekat yang ia ajarkan. Kehebatan dalam kekuatan spiritual
dan magis dilekatkan kepadanya, dan bukan kepada tarekat yang diajarkannya. Dengan sadar dan berhasil ia menggunakan garis keturunan dari
Abdul Hamid yang diklaimnya untuk memperkuat kharismanya sendiri.
Para murid memahami ilmu itu sebagai sesuatu yang melekat dalam diri
seseorang, diwarisi dari nenek-moyangnya. Oleh karena itu, ia merupa·
kan alternatif bagi Islam versi ulama resmi yang sangat menekankan
syari'at saja dan terasa kering. Pada waktu yang sama, pengaitan dirinya
dengan Abdul Hamid mengundang kecurigaan dari pihak Majelis Ulama
dan mengundang usulan dari sana-sini agar ajarannya dilarang (sebagai·
mana telah terjadi pada berbag-c1.i guru ajaran tasawuf).•
Bab XV. Tarekat Naqsyabandiyah di Sulawesi Selatan
BAB XV
TAREKAT NAQSYABANDIY AH
DAN JEJAK-JEJAKNYA DI SULAWESI SELATAN
Pengaruh-pengaruh Naqsyabandiyah dalam Amalan Mistis·Magis Tradisional
Syaikh Yusuf Makassar, seperti sudah dikemukakan pada Bab II,
tidak hanya mempelajari tarekat Naqsyabandiyah selama perkelanaannya di Hijaz, tetapi tampaknya juga telah memasukkan unsur-unsur
tarekat ini ke dalam ajarannya sendiri. Jika benar bahwa dialah yang
menulis risalah berjudul Al-Risalah Al-Naqsybandiyah (lihat Abdullah
l 983, hal. 75-8), boleh jadi malah ia telah mengajarkan tarekat ini
kepada murid-murid pilihan, di samping versi Khalwatiyah hasil adaptasinya sendiri. J ejak Naqsyabandiyah yang tersebar dalam pelbagai
amalan di kalangan rakyat boleh jadi adalah berkat Yusuf atau berkat
seorang ulama lain dari zaman lampau yang ·telah masuk tarekat ini.
Di pelbagai tempat di Sulawesi Selatan, masyarakat masih (paling
tidak hingga belum lama ini) menjalankan amalan-amalan magis-mistis
yang mereka kaitkan dengan tarekat Naqsyabandiyah. Seorang informan yang terpelajar di Palopo 1 memberi tahu saya bahwa di Luwu,
tarekat Naqsyabandiyah (atau suatu paduan amalan yang disebut
dengan nama ini) biasanya diamalkan oleh banyak anggota bangsawan
"menengah'', terutama demi mendapatkan kekebalan tubuh terhadap
senjata dan pukulan. Sebenarnya ini adalah penggunaan zikir yang
sama sekali biasa; konon begitu pula dengan tarekat KhalwatiyahYusuf yang diamalkan oleh banyak orang (lagi·lagi terutama oleh
kalangan bangsawan) hanya untuk tujuan ini. Zikir yang diacu oleh
informan ini disaksikan langsung oleh antropolog Bugis Abu Hamid di
Wotu (Luwu utara) pada tahun 1963. Ia menerangkan kepada saya
bahwa para pesertanya (bangsawan Luwu) memang menyebut latihanlatihan mereka Naqsyabandiyah, tetapi diperhatikannya ada keanehan
tertentu: zikir yang diamalkan bukari zikir diam melainkan zikir keras
(sementara para bangsawan biasanya Iebih menyukai zikir diam, sebagaimana pada tarekat Khalwatiyah-Yusuf), dan di samping zikir
mereka pun tidak sedikit membaca wirid yang berbeda. 2 Ritual Naqsyabandiyah yang asli telah dibaurkan di sini dengan ritus-ritus ilmu
207
kekebalan kuno.
Bukan hanya di antara kalangan bangsawan, dan untuk tujuantujuan magis yang konkret, kita dapatkan corak-corak Naqsyabandiyah yang sudah merosot atau setidak-tidaknya telah mengalami adaptasi setempat yang sedang diamalkan orang. Dalam sekelompok desa di
Gowa, sebagian orang desa mengamalkan apa yang mereka sebut tarekat
Qasyabandiyah. 3 Berbeda dengan tarekat Khalwatiyah-Samman, yang
juga mempunyai pengikut di sini, tarekat "Qasyabandiyah" ini hampir
tidak memiliki jaringan organisasi dan hirarki kepemimpinan. Hanya
ada seorang guru, PuangJuma, yang telah mengajarkan tarekat ini sejak
permulaan tahun 1940-an, sebagai penerus mertuanya, Anrong Guru
Mohammad Asfar. Yang disebut belakangan tadi, seorang Bugis dari
Maros, konon telah belajar di Makkah selama sepuluh tahun sebelum ia
menetap di Gowa dengan maksud "mengislamkan" daerah itu. Kedua
guru tersebut dihormati tidak hanya karena pengetahuan mereka
mengenai Islam yang resmi tetapi khususnya karena penguasaan mereka
akan ilmu gaib. Kebanyakan pengikut tarekat di sini rupanya telah
melakukan baiat kepada guru mereka setelah mereka memerlukan
jasanya sebagai ahli pengobatan. Sebenamya, para pengikut tarekat itu
tampaknya jarang melaksanakan lebih daripada membaca wirid dan
zikir diam setiap selesai shalat lima waktu (atau paling tidak setelah
shalat subuh dan maghrib). Membaca wirid dan zikir merupakan salah
satu saja dari berbagai ritual lain yang diamalkan kelompok ini, dan itu
tidak khusus untuk tarekat Naqsyabandiyah. Banyak dari ritual yang
disebutkan dalam kajian Djamas kelihatannya tidak jauh berbeda dari
ritual tradisional kaum Muslim di tempat-tempat lain di Indonesia.
Tetapi, di antara mereka yang mengaku mengikuti ta{ekat tersebut,
terdapat pula beberapa orang yang baru sedikit terislamk.an dan hanya
menyelenggarakan ritual-ritual adat pra-Islam, sedangkan sang guru
tidak pula merasa segan untuk turut serta dalam ritual-ritual ini. Jelaslah, tarekat di sini berfungsi sebagai alat untuk mengislamkan orang·
orang Makasar yang baru dalam tahap Muslim KTP. Dalam hal ini, sang
guru secara sengaja menyesuaikan dirinya kepada kebutuhan religius
mereka. Sebagai akibatnya, tarekat Naqsyabandiyah tampaknya telah
mengambil ciri-ciri yang cukup sinkretis.
Seandainya memang benar bahwa guru Naqsyabandiyah yang pertama itu, Mohammad Asfar, pemah bermuk:im cukup lama di Makkah
sebelum menyebarkan tarekat di Gowa, maka boleh jadi ia adalah seorang murid atau malah seorang khalifah dari Ali Ridha di Jahal Abu
Qubais. Tetapi Djamas, sumber kita untuk penjelasan di atas, tidak
l. Andi Anton Pangeran, putra petinggi adat di Luwu, Opu Lele; diwawancarai di Palopo,
sekitar tangpl l-2·1985.
2. Wawancara dengan Drs. Abu Hamid, Ujung Pandang, 10-2·1985. Pastilah ini Naqsyabandi·
yab yang dimaksud oleh informan tadi, sebab salah seorang pesertanya yang utama adaiah
ayabnya, Opu Lele.
206
3. Pe1'iciallan berikut hanya didasarkan pada Djamas 1985, ha!. 349-364. Penprang ini
tampaknya kurang mqenal lsiam "tradisional" di tempat-tempat lain di Nusantara, dan
barangkali terlalu cenderung melih'at kcpcrcayaan dan amalan orang "ahhtssunnah wal
jama'ab"/tarckat Qasyabandiyah sebagai sisa-sisa agama Bugis-Makasar pra·Isiam.
208
Tarekat Naqsyabandfyah di lndonelia
memberikan informasi mengenai silsilah itu dan tidak merinci benar
mengenai bentuk ritualnya, sehingga kita hanya dapat berkata bahwa
tarekat Qasyabandiyah itu kemungkinan merupakan turunan dari
ta:rekat Naqsyabandiyah-Khalidiyah sebagaimana yang diajarkan di
M1tkkah sebelum 1925.
Guru.guru Minang dan Pengaruh Naqsya.ba.ndiyah yang Tersebar
Mohammad Asfar bukanlah merupakan satu-satunya guru yang
menyebarkan Naqsyabandiyah, atau paling tidak unsur-unsut tarekat
itu, di Sulawesi Selatan dalam paruh pertama abad ini. Pendidikan
agama di Sulawesi Selatan masih tetap saja bersifat informal; anak·
anak hanya belajar membaca Al-Quran, dan mereka yang ingin belajar
lebih dari itu harus melakukannya secara pribadi, dengan mengunjungi
seseorang yang lebih terpelajar dan meminta kepadanya untuk menjelaskan kitab yang mereka pilih sendiri. Ulama as1i setempat relatif
sedikit, tetapi di anta:ra sekita:r tahun 1915 dan 1950, beberapa orang
Arab dan Minangkabau menetap di provinsi itu dan berlaku sebagai
guru agama. Di anta:ra mereka ada beberapa yang mengamalkan ta:rekat
Naqsyabandiyah, sedangkan Jainnya tergolong kaum modernis dan
sangat antita:rekat. Kelompok yang disebut terakhir ini tampaknya sejak
awal telah lebih berpengaruh; Muhammadiyahlah yang pertama sekali
mendirikan madrasah di sini, di Makasar (Ujung Pandang) dan di
beberapa kota lain, pada atau sekita:r tahun 1926.4 Madrasah "tradisional" yang pertama didirikan satu-dua tahun kemudian, Madrasah Amiriyah di lingkungan Istana Bone sekitar 1930,5 dan di Wajo Madrasatul
6
Arabiyah Islamiyah yang lebih berpengaruh, pada tahun 1932. Madra·
sah ini belakangan berganti nama menjadi Madrasatul As'adiyah, mengambil nama sang pendiri, M. As'ad bin Abdul R.asyid; di bawah penerus·
nya, Yunus Maratan, madrasah ini tetap menjadi salah satu pusat pendidikan Islam yang penting di propinsi tersebut. Pusat penting lainnya
juga didirikan oleh seorang murid As'ad, Haji Abdurrahman Ambo
Dalle, ulama tradisional Sulawesi Selatan yang paling kharismatis.
Darud Da 'wah wal Irsyad (DDI)-nya di Pare-Pare., merupakan pusat
suatu jaringan dari tidak sedikit cabang di Sulawesi Selatan dan di
4. MattuJada 1988, hal. 262·269. Motor penggerak di belakang Muhammadiyah adalah IC·
orang ulama (Bugis) setcmpat, Abdullah, dan aeorang saudapr batik dari Surabaya,
Mansur AJ·Yamani.
!i. Didlrikan atas prakarsa Raja Bone. Gw:u-guru termasuk orang Bugis setempat yang telah
belajar di Makkah dan dua orang ulama, 'Abd Al·'Azlz AJ.llasyimi dan 'Abd Al·Haroid Al·
Mishri. Lihat Yunus 1979, hal. 827·8; MattuJada 1988, haL 261-2. Penga.rang-pengarang
ini bertentangan satu sama lain mengenai tahun didirikannya: menw:ut Yunus, 19!18,
MattuJada memberikan angka tahun 1929.
6. Yunus 1979, hal. 829·3!10;MattuJada 1988, hal. 269-271.
7. Mula·mula didlrikan di Watans0ppeng pada tahun 1947. Lihat Yunus 1979, hai. 8!12·9;
MattuJada 198!1, hal. 285·7.
Bab XV. TarP.kat Naqsyalmndryah di Sulawesi Selatan
209
kehanyakan komunitas Bugis yang hesar di tempat-tempat lain wilayah
Nusantara. Salah satu kitab teks yang dipakai di kedua pusat As'adiyah
dan DDI itu - merupakan kejutan kecil - adalah Tanwir Al-Qulub
buah pena pengarang Naqsyabandiyah, Muhammad Amin Al-Kurdi.
Seperti telah dikemukakan di atas (Bah IV), kitab ini merupakan
paparan sistematis tentang tarekat Naqsyabandiyah yang paling
belakangan, tetapi bagian terbesar isinya mengupas masalah fiqih.
Hanya bagian inilah yang dipelajari oleh murid-murid yang lebih muda,
hagian yang khusus kenaqsyabandiyahan cuma dikaji oleh murid-murid
yang lebih tua. 8 Tetap tidak jelas bagi saya bagaimana sampai karya
ini diterima sebagai kitab pelajaran. Tidak K.H. As'ad dan juga tidak
penerus-penerusnya secara terbuka mengajarkan ta:rekat Naqsyabandi·
yah; K.H. As'ad telah tinggal setahun di Makkah, tetapi ini setelah
penaklukan Sa'udi (tabun 1927-28, menurut Yunus), sehingga agaknya
tidak mungkin baginya mempelajari ta:rekat Naqsyabandiyah di sana.
Pada paruh pertama abad ini, terdapat pengaruh Naqsyabandiyah,
kendatipun telah merembes hampir ke seluruh wilayah. Asal-usul "bau
Naqsyabandiyah" itu mungkin dapat dimengerti dari ·apa yang teringat
oleh seorang informan lain. Mustafa Zahri, pengarang beberapa kitab
tasawuf, dan sekarang guru Naqsyabandiyah di Ujung Pandang,9 mulamula mendenga:r tentang ta:rekat Naqsyabandiyah pada tahun 1927 di
Kecamatan Majene ketika ia masih remaja. Beberapa ulama di sana, baik
orang Mandar (suku setempat) maupun Minangkabau, secara pribadi
mengamalkan tarekat Naqsyabandiyah dan mengaja:rkan zikir dan wirid·
nya kepada murid mereka yang berminat. Mustafa sendiri belajar dasardasarnya yang pertama ketika sudah dewasa, ketika ia mengaji di Pulo
Salemo (daerah berpenduduk suku bangsa Bugis ). Gurunya di sana
hanya mengajarkan wirid, tidak zikir; secara resmi ia tak pemah dibaiat
dan tidak pemah mendengar tentang silsilah gurunya (yang barangkali
tidak memiliki ijazah resmi untuk mengajar). Tetapi minatnya kepada
tarekat Naqsyabandiyah dan rasa memilikinya tidak pernah luntur.
Dengan belajar sendiri ia meningkatkan pengetahuannya mengenai
tasawuf dan khususnya mengenai tarekat Naqsyabandiyah. Pada tahun
1974, ia mengirimkan salah satu kitabnya mengenai tasawuf kepada
Haji Jalaluddin dari· Bukittinggi (yang namanya ketika itu terkenal di
Sulawesi), dan menerimajawaban berupa sehuah ijazah sebagai khalifah
dan gelar doktor. Walaupun ia cukup kritis terhadap Jalaluddin dalam
pembicaraannya, ijazah dan gelar tadi tetap terus dipakainya.
Mustafa Zahri memang berbeda dengan banyak peminat tarekat
lain dalam hal bagaimana sebenarnya ia mulai mengajarkan tarekat
8. Pemhicaraan pribadi dengan Ahmad Rahman dari Balai Pengkajian Literatur
Ujung Pandang, seorang lulusan As'adiyah yang juga kcnal bail< dengan Amho
DDI.
9. Diwawancarai di Ujung Pandang, 7-9-1987.
di
dan
210 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
Naqsyabandiyah, tetapi pasti banyak orang seangkatannya yang, seperti
dia, sempat berkenalan, mempelajari, (ataupun mendalami unsur-unsur
tarekat Naqsyabandiyah. Informan lain yang banyak mengetahui 10
mengakui bahwa banyak u]ama dalam tahun-tahun sebelum kemerdekaan, terutama mereka yang berasal dari Minangkabau, mengajarkan wirid
dan zikir Naqsyabandiyah sebagai bagian dari ibadah sehari-hari, seringkali tanpa membaiat murid-murid mereka secara resmi. Banyak ulama
sepuh masih punya hubungan Naqsyabandiyah secara samar-samar.
Pengaruh Naqsyabandiyah yang menyebar ini paling kuat di antara
orang Mandar, tetapi juga terdapat di antara orang Bugis dan Makasar.
Sebagai guru Naqsyabandiyah yang sesungguhnya, pada masa permulaan di Majene, ia sebutkan Imam Lapio (Muhammad Thahir) yang
kharismatik. Ulama ini masih tersohor sekali di daerah Majene; jejak
tapak kaki di masjid pusat Majene, persis di depan mimbar, konon adaIah jejak sang imam.
Di Sulawesi Selatan, terdapat paling tidak dua kelompok, atau
lebih tepat jaringan Naqsyabandiyah, yang mempertahankan tarekat
dalam bentuknya yang lebih mumi. Kelompok-kelompok ini muncul
belum lam11- berselang, dan ada kaitannya de~gan dua orang mursyid
Naqsyabandiyah Indonesia yang paling banyak mengarang kitab, Haji
Jalaluddin dari Bukittinggi dan Muhsin Aly Alhinduan dari Sumenep
(tentang mereka lihat Bab X dan XIlI). Seorang khalifah darija1a1uddin
memperkenalkan (kembali) tarekat di Kecamatan Majene (di barat laut
Sulawesi Selatan yang berpenduduk suku Mandar) pada tahun 1961,
dan Muhsin Aly mempunyai sekelompok murid di Ujung Pandang sejak
penghujung tahun 1960-an.
Pada tahun 1973, Kantor Wilayah Departemen Agamamelakukan
inventarisasi tarekat dan jumlah pengikutnya di Sulawesi Selatan (setelah im tidak ada penghitungan yang lebih mutakhir). Walaupun
ketepatan dan kecermatan statistik ini dapat diragukan, setidak-tidaknya ia memberikan kesan secara kasar mengenai jumlah pengikut berbagai tarekat di provinsi tersebut:
TABEL 4. JUMLAH PENGIKUT DAN JNVENTARJSASI TAllEKAT
NAQSYABANDIYAH DI StJLAWESI SELATAN
Khalwatiyah-Samman
Khalwatiyah-Yusuf
Qad.iriyah
Syadziliyah
Naqsyabandivah
117 .435
25.100
3.150
1.000
3.941
(lebih dari 70.000 di Maros}
(di Maros dan Pangkap)
(terutamadi Polmas)
(di Pangkap)
(2.121 dari jumlah itu di Majene)
l 0. Drs. Abu Hamid, yang 11.yahnya sendiri 11.dalah scorang Naqsyabandi yang telah belajar
tarekat di Makkah dan belakangan mengabdi sebagai guru apma di pdbagai tempat di
Sulawesi Selatan.
Bab XV. Turek.at Naqsyabandiyak di Sulawesi Selatan
211
Dibandingkan dengan dua ragam Khalwatiyah, temyata tarekat
Naqsyabandiyah hanya memainkan peran yang kecil saja; tetapi, tarekat
Naqsyabandiyah memang sangat terlokalisasi, dan di satu-dua tempat,
terutama di Kecamatan Malene (yang dihuni oleh orang Mandar),
pengaruhnya cukup penting. 1
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah-nya HajiJa1a1uddin
Seorang khalifah dari Haji Ja1a1uddin, Haji Abdurrahman Qadir,
tiba di Kecamatan Majene pada tahun 1961 dan mulai menyiarkan
kembali tarekat Naqsyabandiyah di sana. 12 Barangkali karena nama
Naqsyabandiyah itu sendiri sudah membawa kesan positif, usahanya
membaiat pengikut cukup berhasil. Dalam waktu singkat, ia mengangkat sembilan khalifah setempat (orang Mandar ):
•
•
•
•
•
•
•
•
Syaikh Haji Ma'shum
Muhsin Ali
Muhammad Yunus
Hasan
Muhammad Sanusi
Najmuddin
Muhammad Yahya
Muhammad Hayad
di Tanjung Batu
Saleppa
Sendana
Banggae
Polewali
Tinambung
Wonomulyo
Renggean
Dalam risalah terakhir oleh Hajija1a1uddin yang saya peroleh, bertahun 1975, Muhsin Ali dari Saleppa di atas disebutkan sebagai anggota
pengurus PPTI, dan kepala perwakilan .J alaluddin di Sulawesi Selatan. 13
Dewasa ini, syaikh Naqsyabandiyah yang paling banyak muridnya di
provinsi tersebut adalah seorang bernama Abdurrazaq di Kabupaten
Polewali-Mamasa (Polmas), seorang khalifah dari Muhammad Sanusi
yang telah disebutkan di atas. 14
Rupa-rupanya Haji Jalaluddin pun mengangkat beberapa khalifah
lagi di wilayah lain di Sulawe.si Selatan; Mustafa Zahri yang telah disebut terdahulu, yang menerima ijazah tanpa kontak pribadi dengannya, adalah sebuah kasus, dan pastilah ada beberapa lainnya. Terdapat
sekelompok pengikut di Ujung Pandang, misalnya, sebelum Mustafa
Zahri mendirikan kelompoknya sendiri; seorang informan mengemuka11. Mustafa Zahri membcrikan perkiraan yang jauh lebih tingi mengenai jumlah pengikut
Naqsyabandiyah. la mengklaim ada sckitar 60.000 orang sekitar tahun 197!1, sementa:ra
jumlahnya sckarang menyusut hingp !I0.000. Menlll'Utnya, jumlah terbanyak berada di
Kabupaten Polewali·Mamasa (Polmas). Ilhat di bawah.
12. Al·Mandari 1982, hal. 68·9, berdaaarkan wawancara dengan scorang sya.ikh Naqsyabandi·
yah sctempat, Yusuf Amrullah. Sumber ini tetap tidak membcrikan kejelasan mengenai
asal-usul khalifah ini, tetapi tampaknya ia berasal dari Sumatera dikirlm khusus oleh Haji
• Jalaluddin.
U. Dr. Syekh H. Jalaluddin, Buku Penut:up Umur, jilid 9 (karyanya yang ke-1!19, menurut
· halamanjudul). T.tp. [Medan), t.th. [1975].
14. Mustafa Zahri, wawancan., Ujung Pandang 7-9·1987.
212 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
kan bahwa kelompok itu telah berdiri sejak tahun 195 7 atau malah
lebih awal lagi, oleh seorang khalifah dari Jalaluddin yang berasal dari
Sumatera. Saya menemukan beberapa publikasi Jalaluddin pada orangorang yang sudah sepuh di Gowa. Mustafa Zahri sendiri memimpin
sebuah kelompok Naqsyabandiyah yang sangat kecil, tanpa masjid atau
rumah suluk sendiri. Menurut pengakuannya sendiri, ia sangat jarang
menyelenggarakan suluk, dan kalaupun diselenggarakan tak lebih dari
tiga hari. Karena kekurangan tempat, ia memberikan pelajaran per·
seorangan kepada murid-muridnya dan meminta mereka untuk bersuluk
di rumah mereka masing-masing. Lebih daripada seorang guru, ia adalah
seorang organisator: sudah sejak lama ia duduk dalam kepengurusan
PPTl-nya Haji Jalaluddin cabang Sulawesi Selatan. 15 Setelah Haji Jala·
luddin wafat pada tahun 1976, pengaruh jaringan khalifahnya, dan
jumlah pengikutnya menurun dengan cepat (hingga sekitar 50%
menurut seorang informan 16 ). Sebenarnya kemerosotan ini telah mulai
sebelum ia wafat; beberapa pengikut kecewa dengan kekurangseriusan
dan oportunisme politiknya yang mereka saksikan sendiri, atau karena
percaya bahwa ajaran-ajarannya tidaklah mewakili tarekat Naqsyabandiyah yang sebenamya.
Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah-nya Muhsin Aly Alhinduan
Salah seorang dari para pengikut yang kecewa tadi, yang telah
mendengar tentang Muhsin Aly Alhinduan dan tarekat Naqsyabandiyah
Muz·hariyah dengan tradisinya yang sedikit berbeda (lihat Bab IV dan
XIIl), pergi mengunjungi sang guru di Sumenep, pada tahun 1966.
Beberapa yang lain kemudian mengikutinya dan mengangkat sumpah
setia (baiat) kepada Muhsin Aly. Dari tahun 1970 hingga wafatnya pada
tahun 1980, syaikh tersebut mengadakan kunjungan setiap tahunnya ke
Ujung Pandang, dan kelompok pengikut pun pelan-pelan bertambah
banyak. Di samping Ujung Pandang, cabang-cabang pun berdiri di Bone,
Barru dan Soppeng. 17 Kelompok yang saya temui di Ujung Pandang terdiri atas 50 sampai 100 orang; mereka mengaku bahwa di seantero provinsi terdapat ribuan pengikut (klaim yang tampaknya tidak masuk
akal). Suatu kepengurusan resmi dibentuk, dan Muhsin Aly mengangkat
sejumlah orang sebagai kepala hojakan, "pemimpin ritual Khwajagan"
15. Idem. Sctelah wafatnya Haji Jalaluddin, PPTI mengalami beberapa pcrpecahan. Hanya saui
organisasi basil pcrpecahan itu {semuanya disebut PPTI) yang menerima pengakuan resmi.
Mustafa Zahri memimpin cahang Sulawesi Selatan, yang kebetulan merupakan cabang terbesar. Di samping tarekat Naqsyahandiyah-Khalidiyah, di sini PPTI mengklaim mewakili
tarekat Khalwatiyah-Samman, tarekat Qadiriyah wa Naqsyahandiyah dan tarekat
Muhammadiyah.
16. Idem, bdk. catatar. kaki 11 di atas.
l 7. Kiai Lathifi Baidowi, yang mengambil alih sebagian besar pengikut Muhsin Aly di Sulawesi Selatan setelah Muhlin Aly wafat, mengaku mempunyai murid di enam kabupaten
di sana: Ujung Pandang, Maros, Barru, l'angkep, Sinjai dan Bone (wawancara, Gondanglegi, 28-2-1989).
Bab XV. Tarekat Naqsyabandiyah di Sulawesi Selatan
213
(sama dengan badal). Baik di sini maupun di tempat lain ia tidak mengangkat seorang khalifah, sehingga tidak seorang pun yang menggantikannya ketika ia wafat. Mula-mula para pengikutnya terus melakukan
rabithah dengan arwah Muhsin Aly, sebagaimana telah diperintahkannya, tetapi banyak dari mereka yang makin lama makin merasakan su1it
untuk menjalin hubungan spiritual. Di antara para pengikut yang setia,
terdapat kepercayaan bahwa sang syaikh pada suatu waktu akan menunjuk penggantinya lewat pemunculannya dalam mimpi yang sama
pada sekurang-kurangnya tiga orang murid; putranya Amin, yang saya
jumpai di sini, tampaknya sedang bersiap untuk peran ini. Tetapi
mereka hanyalah merupakan suatu kelompok kecil saja, yang tanpa melenceng sedikit pun senantiasa setia kepada sang mursyid almarhum.
Pemimpin mereka adalah Muhammad Noor (mantan anggota Muhammadiyah yang aktifl). Kebanyakan pengikut lain tidak begitu sabar;
sebagian kelompok itu (yang sebetulnya merupakan mayoritas) sementara itu mengafiliasikan diri dengan mursyid baru, Kiai Lathifi dari
Gondanglegi yang asli Madura (lihat Bab XID).
Kebanyakan anggota cabang Naqsyabandiyah ini, sejauh yang
dapat saya amati, tampaknya berasal dari kalangan yang amat sederhana
dan sama sekali tidak pemah mengikuti pendidikan agama secara mendalam. Tetapi, diperkirakan beberapa ulama juga turut bergabung, dan
pastilah setidak-tidaknya terdapat satu-dua anggota yang sa.ngat
mampu, sebab kelompok tersebut memiliki masjid sendiri yang mewah
penampilannya dan Kiai Lathifi datang secara teratur dengan pesawat
udara.
Para pengikut Muz-hariyah ini dalam pembicaraannya sering memandang remeh orang-orang Khalidiyah setempat, yang oleh mereka dituduh telah menyimpang dari garis Naqsyabandiyah yang sebenarnya.
Untuk sebagian mereka mengklaim, ini disebabkan tiadanya guru berijazah di antara para penganut Naqsyabandiyah-Khalidiyah, tetapi
untuk sebagian penyimpangan-penyimpangan ini pun sudah inheren
dalam ajaran-ajaran Jalaluddin. Dua perbedaan yang mereka anggap
paling tajam adalah ajaran Khalidiyah bahwa semua murid baru sekaligus diajarkan dza'kir latha 'if {Muhsin Aly mengajarkan zikir tersebut
satu per satu dan hanya kepada murid-murid yang sudah lanjut tingkatannya), dan adaptasi mereka dalam hal ritual pembaiatan. Dalam ritual
itu, sang murid dimandikan seperti mayat dan ditidurkan dengan dibungkus kain kafan, dan dalam keadaan seperti itulah diharapkan ia
akan mengalami impian yang bersifat simbolik. 18 Memang benar bahwa
18. Ritual pembaiatan ini (terdiri atas istighfar, ghusl al·t.aubah, naum al-istikharah, dan
mubaya'ah) dipaparkan dalam Al-Mandari 1982, haL 78-5. Itu sama dengan pemaparan
dalam Djamil 1976 dan yang dijelaskan dalam karya Jalaluddin sendiri: Rahasia Mutiam.
214 Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
pembaiatan masuk Muz-hariyah Madura jauh lebih sederhana bentuknya, tetapi Muhsin Alhinduan sendiri rupanya tidak menganggap hal itu
sebagai perbedaan yang mendasar. Menurut pengakuan putranya, Amin,
tentunya ia sudah mengalami sendiri seluruh tata cara itu, karena ia
pemah melakukan suluk di bawah bimbingan Haji Jalaluddin, dan men·
dapat penghargaan dari Haji Jalaluddin berupa gelar "Prof. Dr.". Perbedaan dalam hal pembaiatan ini terlalu ditekankan oleh para pengikut
Muhsin Aly yang mestlnya disebabkan oleh dua ke<!enderungan. Per·
tama, kecenderungan sektarian pada para pengikut Muhsin Aly dalam
tahun-tahun terakhir hayatnya. Dan yang ltedua, kecenderungan umum
dari murid-murid yang kelewat fanatik yang mencari-cari keburukan
guru-guru di luar lingkungan mereka ketimbang memperbaiki kekuranr·
an dalam lingkungan mereka sendiri.•
BAB XVI
SISA·SISA NAQSYABANDIYAH DI LOMBOK
Pemberontakan Anti·Bali
Pada tahun 1891, orang Muslim dari suku Sasak di Lombok mem ·
berontak terhadap pemerintahan raja Bali di pulau mereka (Anak
Agung Ngurah Ketut Karangasem). Ini bukanlah pemberontakan yang
pertama, tetapi memang yang paling dahsyat. Berbeda dengan yang
sebelumnya, pemberontakan kali ini tidak dapat dipadamkan. Pemberontakan telah menyebabkan berakhirnya satu setengah abad kekuasaan Bali di Pulau Lombok, dan mengundang campur tangan
Belanda pada tahun 1894 serta menyeret pulau itu ke masa penjajahan
berikutnya. 1
Pemimpin utama pemberontakan itu adalah seorang tokoh masyarakat Sasak yang saleh dan terkenal sebagai Guru Bangkol (juga dipanggil Mamik Ismail) dari Praya (Lombok Tengah). Sumber-sumber
Belanda sezaman menyebutnya sebagai murid dari "Haji Mohammad
[\li, seorang guru Naqsyabandiyah yang terkemuka" di Sakra (Lombok
Timur). Syekh Abdat, seorang pedagang Arab di Ampenan, yang berlaku sebagai mata-mata Belanda, menuduh bahwa yang sebenamya
mencetuskan pemberontakan adalah Haji Ali. Kabamya semua pemimpin pemberontakan tersebut adalah anggota Naqsyabandiyah. 2
Haji Mohammad Ali tewas dalam sebuah pertempuran melawan
pasukan Bali pada awal pemberontakan itu (1891). tetapi Guru Bangkol
bertahan di Praya sampai setelah kedatangan pasukan Belanda pada
tahun 1894. Kontrolir Belanda Engelenberg, yang menulis laporan
panjang mengenai situasi ketika itu, berpendapat bahwa Guru Bangkol
berusaha mendirikan sebuah negara Islam di sana dan bermaksud tetap
merdeka baik dari cengkeraman kekuasaan Belanda maupun dari orang
Bali. 3
•
Engelenberg sebelumnya pemah bertugas di Banten pada tahun
1888, ketika pemberontakan besar meletus di sana, dan oleh karena itu
l. Pemberontakan dan perkembangan politik yang menyertainya dibahas dalam van dcr
K.raan 1980 dan van Goor 1982, Bab IL Ekspedisi. militer Belanda ke Lombok merupakan
pokok bahasan Neeb&: Asbeek Brusse 1897.
2. Van Goor 1982, hal. 79, yang mengutip surat Syekh Abdat dalam Koloniaal Verbaal (KV)
4-4-1892 (Algemcen Rijksardtief, Den Haag) dan laporan-laporan yang bclakangan oleh
Kontrolir Engelenbetg. Bdk. Neeb&: Asbeek Brum: 1897, hal. 226-9;van der K.raan 1980,
hal.17, 231.
3. Laporan·laporan mingguan dari bulan-bulan terakhir 1894: oleh Kontrolir Rijbarehief
Engelenberg terlampir dalam KV 28·11-1896, Vl9, hal. 26·8.
2l5
216 Tarekat Naqs:yabandiyah di Indonesia
ia sangat peka terhadap potensi politik dari tarekat. Ia menghubunghubungkan tarekat dengan kefanatikan orang beragama yang tidak terpelajar dan dengan kebencian terhadap orang kafir, dan melihat
pengaruhnya kepada massa rakyat sebagai suatu ancaman bagi setiap
negara yang bukan Islam. Pemerintahan orang-orang Bali, menurut
pemahamannya, telah memperkuat kesadaran keislaman orang-orang
Sasak, dan telah menjadikan Lombok sebagai lahan yang subur bagi
syiar agama:
Di tanah ini, Haji Mohammad Ali menebarkan benih tarekat·
nya. Sebagaimana di Banten ketika dan setelah kedatangan Kiai
Abdul Karim, bangkitlah suatu gerakan umum, ditimbulkan oleh
seruan demi keimanan dan kesucian ( ••.)
Orang-orang berdatangan {kepada Mohammad Ali] di Sakra
minta dibaiat masuk tarekatnya. Kaum bangsawan dan juga rakyat
jelata menganggap suatu keberuntungan apabila diperbolehkan
bergabung dalam barisan para murid, yang melakukan ziarah ke
tempat kediaman sang guru suci {..•)
[Tok.oh yang menjadi murid guru besar itu termasuk para
bangsawan terpenting di Lombok Timur: 1
•
Raden Sribanom dari Karang (pendahulu Astraji);
Jero Togog (Mustiaji);
•
•
Jero Ginawang;
•
semua bangsawan Masbagik, dengan Raden Melaya sebagai pemimpin mereka;
•
tidak sedikit orang-orang di Kopang dan Batu Kliang
dan dari Pringgabaya di utara (•..)
Banyak dari para pengikut tidak mampu mempertahankan
mutiara yang telah disimpan sang guru dalam hati mereka. Mereka
menjadi gila, dan mengklaim telah mampu melihat Tuhan dan
berbicara dengan·Nya. Mereka pergi kesana-kemari, tergila-gila
dengan kebahagiaan yang diperolehnya lewat ilmu yang meng·
angkat manusia naik ke hadapan Allah. (... )
Bahkan Gusti Komang Pengsong, yang adalah gusti di ke·
camatan tempat tinggal Haji Mohammad Ali, tidak dapat meng·
hindar dari pesona sang guru. la sendiri dibaiat untuk belajar ilmu
kekebalan, suatu seni yang tidak asing lagi dalan1 tasawuf. Sebagai
tanda terima kasihnya, ia memberikan sawah kepada Haji Mohatn·
mad Ali. Haji Ali inilah yang memberikan pertanda meletusnya
pemberontakan rakyat. (...) Agama itulah yang, di bawah pesona
mistis, berfungsi sebagai tuas yang membuat massa yang tidak puas
4
bangkit melawan kekuasaan yang memerintah mereka.
Ketika Haji Mohammad Ali tewas, pemberontakan itu kehilangan
4:. Laporan minggu 28·10 sampai 4-11-1894 (KV 28·11-1896, Vl9). haL 26-8.
Bab XVL Tarekat Naqsyabandiyah di Lombok 217
pemimpinnya yang paling kharismatik. Tempat beliau diambil alih oleh
dua orang muridnya, Haji Durahman (Abdurrahman) dari Kopang dan
Haji Usen (Husain) dari Sumbek, tetapi rupanya mereka kurang me·
miliki kharisma sebagaimana guru mereka, dan tampaknya hanya mempunyai pengaruh lokal.
Engelenberg mengamati bahwa Haji Mohammad Ali bukanlah satusatunya guru di Lombok. Ada segelintir guru lain yang tergolong ke
dalam berbagai tarekat:
Guru Taseh di Ampenan (Sukaraja) mempunyai murid-murid
•
yang datang dari tempat·tempat lain, terjauh dari Masbaya;
•
Haji Abdurrabman di Klayu yang baru saja kembali dari
Makkah, seraya membawa pengetahuan mengenai sebuah
tarekat baru;
•
Haji Mohammad, putra Haji Soleman, sebelumnya di Motongtangge, kini menetap di Kuang;
•
Haji Mohammad Shiddiq, sebelumnya di Karanganyer, sekarang di Praya, mengamalkan tarekat Qadiriyah;
•
Di Sumbek [di samping Haji Usen yang telah disebut] ada
juga Haji Abdulghafur (dipanggil juga Haji Wajah );
•
Guru terbesar di Klayu adalah Haji Usman; di samping beliau
ada Haji Durasid [ Abdurrasyid 1 dan Haji Dullab [Abdullah l
[pun tentu saja Haji Abdurrahman yang telah disebut di
atas] 5 •
Tidak seorang pun dari beliau-beliau ini mampu mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh wafattiya Haji Mohammad Ali. Namun ada
seorang guru lain yang memang berhasil mengambil alih kedudukannya,
yaitu Guru Bangkol ("guru yang mandul", demikian ia dipanggil karena
tidak mempunyai anak, keadaan yang menyakitkan dan memalukan
bagi seorang Sasak). Walaupun tidak memiliki kharisma sehebat Haji
Ali, dan walaupun dianggap kurang berilmu dibandingkan guru.guru
tarekat setempat yang lain, Guru Bangkol cukup berwibawa, karena
sikapnya yang tidak kenal kompromi dalam pemberontakan dan juga
karena hidupnya yang saleh, sepenuhnya dibaktikan untuk amalanamalan kesufian. Dialah yang menjadi pemimpin utama orang Sasak
setelah wafatnya Haji Ali, dan hal itu tidak berubah beberapa tahun
kemudian. Inilah boleh jadi yang menjadi alasan mengapa beberapa
sumber Belanda secara keliru menyebutnya murid dari Haji Ali.
Peranan tarekat, dalam pemberontakan Sasak ini sangat menonjol.
Kepatuhan kepada seorang syaikh tarekat menyebabkan para bangsawan dapat mengatasi persaingan kecil-kecilan yang biasa terjadi di
antara mereka; tarekat menyediakan jaringan organisasi yang memungkinkan adanya koordinasi dalam pemberontakan. Tetapi, di pihak
5. [bid. Nama·nama yang sama diberikan dalam Neeb & Asbeek Brusse 1897, ha.I. 227.
218
Tarelt.at Naqsyabandiyoh di Indonesia
lain, perkembangan tarekat pun sebagian besar adalah berkat pemberontakan ini. Di antara orang yang masuk tarekat ada yang ikut
karena solidaritas agama, dan ada juga yang ingin belajar amalanny.a
untuk beroleh kesaktian. Kedua motivasi ini merupakan tanggapan
langsung terhadap situasi politik.
Telah diperkirakan bahwa peran tarekat Naqsyabandiyah yang
menonjol tiba-tiba itu berlangsung tidak lebih lama dari pemberontakan. Seperti ditulis oleh seorang sejarahwan, "Setelah pemerintahan
Belanda berdiri dan tatanan baru itu diterima oleh aristokrasi Sasak,
aliran keagamaan ini (maksudnya tarekat Naqsyabandiyah] rnenghilang secepat pemunculannya" (Van der Kraan 1982, hal. 231, catatan
kaki 8). Namun sebagaimana yang saya temukan selama kunjungan
singkat saya pada tahun 1988, pemyataan tadi tidak betul. Di berbagai
bagian pulau tersebut masih ada guru-guru Naqsyabandiyah dan juga
guru-guru Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Beberapa orang di antara
mereka adalah keturunan spiritual dari guru-guru tarekat yang aktif
dalam pemberontakan tabun 1891, sedangkan yang lainnya berhubungan dengan kedatangan guru tarekat gelombang yang lebih belakangan
ke Lombok. Mereka tidak mempunyai massa pengikut sebagai yang
dapat dikerahkan oleh para pendahulu mereka seabad yang larnpau,
tetapi beberapa dari mereka masih cukup berpengaruh dan sebanding
dengan rekan-rekan mereka di tempat-tempat lain di Indonesia.
Guru Bipigkol dan Tarekatnya
Guru Bangkol atau Mamik Ismail; pemimpin Lombok Tengah yang
kharismatik, berasal dari salah satu keluarga bangsawan di Praya.
Sebagaimana ditunjukkan oleh julukannya (banglwl = mandul), ia
memang tidak beranak seorang pun6 dan, oleh karena itu, ia tidak
mempunyai keturunan lan,gsung, tetapi seorang ulama terkernuka·di
Lombok Tengah, Tuan Guru Haji Muhammad Faishal, adalah kerabat
dekatnya. Menurut keterangan Tuan Guru Muhammad Faishal, tarekat
yang diajarkan Guru Bangkol adalah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah,
tarekat yang sama yang juga didapati terlibat dalam pemberontakanpem~rontakan lainnya pada masa yang sama (Ban ten dan Sidoarjo ).
Dia bukanlah murid dari Haji Mohammad Ali (yang sebenamya ternyata telah mengikuti tarekat lain), sebagaimana disebut sumber
Belanda, tetapi mempelajari tarekat dari saudaranya, Haji Abdurrahman, dan sepupunya, Haji Thayib, yang telah tinggal beberapa lama
di Makkah. Walaupun Guru Bangkol tidak sempat menunaikan.ibadah
haji, ternyata kharismanya jauh lebih kuat daripada karib-kerabatnya
yang lebih berpengalaman. Berkat dialah, bukan kerabatnya, bahwa
6. Mcskipun demlkian, la jup diberi nama dalam bentuk yang umum bagi kalangan bangsa·
wan, Mamik Ismail, yang menuilJukkan bahwa ia mempunyai seorang putra be:rnama
Ismail; te:myata putranya ini bukanlah putra dalatn arti blologis.
Bab XVL Torekat Naqsyabondiyoh di Lombok
219
tidak sedikit orang Sasak mulai mengamalkan zikir dan wirid Qadiriyah
wa Naqsyabandiyah. Ia tidak pemah mengangkat seorang khalifah
(sebenarnya, tidakjelas apakab ia sendiri pernah menerima ijazah untuk
mengajar), dan tidak pula diketahui apakah saudaranya Haji Abdurrahman mengangkat seseorang. Namun, tarekat senantiasa punya pengaruh
tertentu di daerah itu; angkatan-angkatan berikutnya tampaknya juga
telah mencari pernbaiatan masuk tarekat di Makkah. 7
Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Lombok
Haji Abdurrahman dan Haji Thayih dari Praya bukanlah orang
yang pertama sekali membawa tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
ke Lombok. Menurut salab seorang guru tarekat yang sekarang, Tuan
Guru Mustafa Faishal dari Ampenan, yang pantas menyandang kehormatan itu, adalah dua orang khalifah yang diangkat untuk pulau itu
oleh Abdulkarim Banten: yang seorang adalah kakeknya sendiri, H.
Muhammad Amin (dari Pejeruk, Ampenan), yang lain Mohammad
Shiddiq (dari Karangkelok, Mataram ). 11
~betulnya, kita masih menernukan referensi lain mengenai seorang khalifah dari bagian Nusantara ini. Snouck Hurgronje menyebutkan dalam Adviezen-nya (jilid ID, hal. 1863-4) bahwa selembar ijazah
telah diberikan di Makkah, boleh jadi sekitar tahun 1895 oleh sese·
orang bernama Haji Muhammad Isma'il bin H. Abdurrahim "dari Bali
Ampenan (= Lombok)", seorang khalifah dari Ahmad Khatib Sambas
sendiri. Tetapi Tuan Guru Mustafa Faishal menjelaskan bahwa H.
Muhammad Isma'il tersebut adalah seorang Muslim Bali, bukan seorang
Sasak (nama "Ampenan" dipakai secara umum untuk menunjuk kepada
1 Bali dan Lombok dalam bahasa Arab pada masa itu). Muhammad bin
Isma'il ini sesungguhnya adalah jum tulis Ahmad Khatib Sambas, yang
menuliskan ajaran-ajaran tuan gurunya dalam risalah Fath Al-'Arifin.
Dia tidak pernah mernpunyai pengaruh di Lombok.
Tuan Guru Haji (TGH) Mohammad Shiddiq, menurut infonnan
Engelenberg, pemah tinggal di Karanganyar, Mataram dan kemudia.n di
Praya, Lombok Tengah. Masyarakat Lombok sekarang menyebutnya
Tuan Gum Shiddiq Kara.ngkelok karena makamnya terletak di
kampung Karangkelok, di tengah kota Mataram. 9 Makam ini masih
banyak diziarahi orang, terutama pada hari Jumat dan hari-hari besar
Islam. Sebuah tasbih panjang milik TGH. Shiddiq masih dipelihara oleh
warga kampung Karangkelok dan diletakkan di masjid setempat, tetapi
7. Wawancara dengan Tuan Guru Muhammad Faishal, Praya ll-4·1988.
8. Wawanc::ara dengan Tuan Gum Mustafa Falshal dan putnnya Abdul Hamid, Peantren
"Al·Amin", Ampenan. 14-4·1988.
9. Karanganyar, yang disebut Engclenberg, adalah kampung be:rdampingan dengan Karang·
kelok, tempat tingpl TGH. Shiddiq yang sebenarnya. Menurut sumber setempat, la tidak
pernah tinggal di Praya; khalifalmya di Praya adalah TGH. Ma'mun (kcterangan dari
Sdr. Akhmad ZN di Praya, dalam surat bertanggal 12-3-1998).
Bab XVI. Tarekat Naqsyabandiyah di Lombok
221
220 Tarekat Naqsyabandiyali di Indonesia
informasi lain mengenainya sulit diperoleh.
Tuan Guru Shiddiq punya seorang khalifah yang masih sangat termasyhur di Lombok Tengah, yaitu TGH. Ma'mun. Pada zaman Perang
Praya (pemberontakan rakyat melawan Bali), Ma'mun ini masih muda
sekali tetapi ia ikut serta secara aktif dan oleh masyarakat dianggap
sebagai pahlawan. Beberapa generasi orang Lombok Tengah sempat
belajar kepadanya; akhirnya ia wafat pada tahun 1947, dalam usia
80-an. Beda dengan Guru Bangkol yang menak (bangsawan ), Tuan Guru
Ma'mun berasal dari kalangan rakyat kebanyakan. Masing-masing guru
terutama berpengaruh dan mempunyai murid di lapisan masyarakatnya
sendiri.
Khalifah dan pengganti Tuan Guru Ma'mun adalah putranya,
Muhsin (putra keempat dari lima bersaudara). TGH. Muhsin Ma'mun ini
pun baru wafat (1992) dan digantikan putranya, M. Izzi. Tampaknya
guru tarekat yang pada saat ini paling punya pengaruh di daerah Praya
adalah adiknya Muhsin, TGH. Najmuddin Ma'mun, putra bungsu Tuan
Guru Ma'mun. Ia sempat menerima empat ijazah untuk mengajar
tarekat. ljazah pertama diperolehnya dari ayahnya sendiri, yang kedua
dari Syaikh Idris Banten, seorang mursyid tarekat Qadiriyah wa Na3;
1
syabandiyah yang menetap di Makkah menjelang Perang Dunia II.
Ijazah ketiga dan keempat dari Makkah juga, ketika ia belajar di
Madrasah Darul 'Ulum di sana, yaitu dari Syaikh Yasin bin 'Isa AlPadani (mudir Darul 'Ulum) dan Syaikh Hasan Al-Masyath Al-Yamani
(guru terkenal di Masjidil Haram). 11
Adapun Tuan Guru Muhammad Amin, khalifah Syaikh Abdul
Karim Banten yang kedua di pulau Lombok, ia adalah putra seseorang
yang disebut Sultan Shaleh dari Bone (meskipun bukan keturunan
Bugis tetapi Sumatera). Dialah yang menyebarkan Islam di Kecamatan
jerewa, Sumbawa Barat dan kemudian sempat mengobati raja Bali
waktu itu berkuasa di Lombok. Sebagai imbalannya, ia dihadiahi
sell11aatnll tanah, yang di atasnya pesantren yang ada sekarang didirikan.
Raja
walaupun berkasta Brahmana, bersikap cukup baik terhadap
Islam, berkat pengaruh istri kesayangannya, seorang Sasak. Seorang
Belanda yang berkunjung pada tahun 1874 malahan pemah mendengar
bahwa sang raja telah membangun sebuah pondok di Makkah untuk
para kawulanya yang beragama Islam yang tengah menunaikan ibadah
haji. 12 Muhammad Amin bermukim beberapa tahun di Makkah, di
10. Saya tidak pcmah mendengar nama Syaikh Idris ini dari sumber lain. la adalah putra
Syaikh Syam'un Banten, seorang khalifah Syaikh Abdul Karim, dan pada pertengahan
abad ke-20 dikenal di kakmgan pemukim di Makkah sebagai se<nng guru qira'ah sab'ah
serta guru tare kat.
l l. Untuk informali mengenai TGH. Mohammad Shiddiq, TGH. Ma'mun, dan putta-putranya,
saya berterima kasih kepada Sdr. Abdul Mu'ith di Mataram (surat bertanggal 20-1-1993
d.an 6 Ramadhan 1993) dan Sdr. Akhmad ZN di Praya {swat, 12·3-1993).
12. Van llijckevonel 1878, baL 126. Pcmprang tmmgUnjungi Lombok pada tahun 1874,
berw:na dmpn van der Tuuk, dan berbicara dengan pen.duduk Arab di Ampenan yang
sangat menghormad sang raja.
mana ia berguru kepada Abdul Karim Banten. Setelah pulang ke
Lombok, ia memberikan sumbangan yang tiada kecil bagi percepatan
tarekat dengan mengangkat delapan khalifah untuk herbagai daerah
di pulau tersebut. Dari tiga putranya, hanya yang tertua, Haji Abdul
Hamid Al-Makki (dipanggil demikian karena ia memang lahir di
Makkah) yang menggantikannya sebagai guru tarekat. Tuan Guru
Mustafa Faishal adalah putra Abdul Hamid dan yang menjadi penggantinya dewasa ini. Bila sudah tiba waktunya ia pun akan digantikan
oleh putranya sendiri yangjuga hemamaAbdul Hamid.
Tuan Guru Mustafa Faishal adaJah salah seorang dari guru-guru
tarekat yang sudah mapan di Lombok. Ia memimpin sebuah pesantren
yang berkembang dengan baik, dan mempunyai sekurang-kurangnya
beberapa ratus pengikut tarekat yang aktif. Setelah mempelajari tarekat
hanya dari ayahandanya, ia berusaha menemukan guru yang lebih
unggul di Hijaz selagi ia pergi berhaji pada tahun 1967. Di Masjidil
Haram ia berjumpa dengan Syaikh Hasan Al·Masyath Al·Yamani (ulama
tradisional terkenal), yang menurut pengakuannya adalah seorang guru
Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang terpandang. Ia tidak menerima
ijazah lagi, tetapi setelah diberi tahu bahwa sang syaikh kenal nama
kakeknya sebagai seorang khalifah yang tinggi ilmunya. ia pulang ke
Lombok dengan keyakinan diri yang pulih (dan seterusnya menanamkan keyakinan diri kepada murid-muridnya dengan kisah pertemuan
dengan sang syaikh tersebut).
Seperti kebanya.kan syaikh-syaikh tarekat, Tuan Guru Mustafa
Faishal mempunyai pandangan sinis mengenai kebanyakan rekannya;
sedikit sekali yang luput dari cap sebagai guru penipu yang sama sekali
tidak pantas menyandang gelar syaikh atau guru tarekat. Mengenai
Guru Bangkol dan kerabatnya, ia berbaik hati untuk bersikap diam saja.
Tentang guru-guru lainnya, ia berkomentar bahwa mereka tidak pemah
mencapai tingkatan yang cukup layak untuk menerima ijazah. Tidak
jauh dari pesantrennya Mustafa Faishal, ada guru lain dari tarekat yang
sama, Tuan Guru Isma'il (dari Kranji, Ampenan). Yang disebut tera.khir
ini telah ~empelajari tarekat dari ayahnya Mustafa Faishal, Abdul
Hamid Al-Makki, dan dianggap oleh banya.k orang sebagai khalifah sang
guru. Namun tidak oleh Mustafa Faishal, yang mengklaim bahwa saingannya itu hanya menyelesaikan sembilan latihan meditasi (muraqabah).
sementara khalifah yang sesungguhnya haruslah menyelesaikan sekurang-kurangnya tujuh belas, atau lebih baik malah tiga puluh (kebetulan, Fath Al-'Arifin hanya menyebut 20 muraqabah). Oleh karena
itu, ia mengklaim, Isma'il tidak pernah menerima ijazah dari Abdul
Hamid Al-Makki; ia menerima ijazahnya dari Tuan Guru Afif dari Mesanggu, yang juga telah belajar kepada Abdul Hamid (dan tentang Afif
ini Mustafa Faishal enggan mengatakan apakah ia menerima ijazah atau
tidak). 13
13. Wawancara dengan Tuan Guru Mustafa Falshal, 14-4-1988.
222 Tanko.t Naqsyabandiyah di Indonesia
Setelah para khalifah (dengan atau tanpa ijazah) dari masa Abdul
Karim Banten, ada lagi gelombang kedatangan tarekat yang kedua kali·
nya pada tahun 1960-an, ketika Musta'in Romly dariJombang (mengenai dia lihat Bab VI) mengangkat beberapa khalifah di pulau tersebut.
Tentang yang seorang, Haji Abhar dari Pagutan, Tuan Guru Mustafa
Faishal menyampaikan · sebuah cerita yang paling tidak merupakan
ilustrasi mengenai persaingan ketat antara para khalifah yang saling berlomba. Abhar adalah putra seorang khalifah yang bonafid dari Muhammad Amin (kakeknya Mustafa Faishalf, yaitu Abdul Mu'in. Pada
permulaannya ia menentang tarekat dan menganggap tarekat sebagai
penyimpangan dari ajaran Islam yang benar. Tetapi, setelah ia melihat
betapa sulitnya bagi seorang ulama untuk memperoleh pengaruh dalam
masyarakat Sasak tanpa mempunyai reputasi menguasai ilmu-ilmu gaib,
dan lagi karena ia seorang yang ambisius, maka ia berusaha mencari
jalan pintas untuk mendapatkan kedudukan syaikh. la bersahabat baik
dengan dua khalifahnya Musta'in Romly, Haji Khalil dari Merembu dan
Husnu dari Bengkel. Ketika Haji Khalil wafat, ia meminta campur
tangan Husnu dalam hubungannya dengan Kiai Musta'in. Husnu konon
menyampaikan kepada mursyut-nya bahwa Abhar telah menerima
segala bimbingan yang diperlukan dari K.H. Khalil, dan atas dasar itulah Kiai Musta'in konon menuliskan selembar ijazah untuk Abhar tanpa
pernah bertemu muka dengannya. 14
Tarekat Haji Mohammad Ali dan Keturunannya
Guru Bangkol, sebagaimana yang dikemukakan kerabatnya
Muhammad Faishal kepada saya, tidak pemah belajar tarekat kepada
Haji Mohammad Ali, sang penghasut pemberontakan yang sesungguhnya. Engelenberg berbicara mengenai "tarekat yang lain" yang berkembang di Lombok Tengah, yang menunjukkan bahwa bukanlah
tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang telah disebarluaskan oleh
Haji Mohammad Ali. Jadinya tarekat yang mana?
Dalam mcnyclidiki jejak Haji Mohammad Ali, saya mengunjungi
Sakra di Lombok Timur. Makamnya di sana mcrupakan suatu tempat
ziarah. sederhana, dan riwayat perjuangannya serta kematiannya yang
heroik diabadikan dalam Babad Sakra-Karang .Asem, sebuah syair
kepahlawanan dalam bahasa Sasak. Bcberapa orang telah mcmbaca,
menerjcmahkan, dan mcnjclaskan fragmen-fragmcn yang rclevan dari
karya sastra itu kepada saya. 15
Bcrbcda dengan Guru Bangkol dan berbcda dengan murid-muridnya sendiri yang paling mcnonjol, Haji Mohammad Ali scndiri tidak ter14. Idem. Harulllah dicatat bahwa Tuan Guru Abaharl dan juga Tuan Guru Isma'il Ktanji
umumnya dihonnati olch ma1yamkat, dan banyak orang apk skcptis tcrhadap kccaman
scjcnis olch para saingan mercka.
15. Babad ini bclum lama bcr111lang ditcrbitkan olch Yayasan Kerta Raharja di Sakra, bcrupa
stcnsilan dcngan catatan-catatan singkat olch Lalu Djclcnga.
Bab X VL Tarekat Naqsyabandiyah di Lom bak
223
golong pada kalangan bangsawan. Di daerahnya ia dikcnal sebagai Haji
Ali Batu; ujung nama itu, Batu, mcngacu kcpada kckuatan magis yang
diperkirakan dimilikinya, yang mcrupakan sumber pcngaruhnya. Kata
orang, jari tclunjuknya keras bagaikan batu, yang menunjukkan bahwa
ia mcnguasai kckuatan magis yang }?crkaitan dengan ilmu bela diri. Ada
ccrita-cerita mengenai pclayarannya kc Makkah yang penuh petualangan. Dalam pcrjalanan itu, ia tcrdampar di sebuah pulau yang keringkerontang dan ganas alamnya, dan dengan mengetukkan jarinya - scperti yang clilakukan Nabi Musa dcngan tongkatnya - ia tclah membuat
air mcmancar kcluar dari batu karang. Barangkali kcahliannya dalam
ilmu kcdigdayaan dan ilmu·ilmu gaib lainnya yang tclah mcnjadikannya
guru yang begitu berpengaruh di kalangan bangsawan. Babad SakraKarang .Asem mcngabadikan kcsaktiannya yang lcgcndaris dcngan
mengisahkan bagaimana Haji Ali, pada hari yang menentukan itu dalam
tahun 1891, 16 dihantam olch ribuan peluru namun ia tidak terluka
(yang mcmbuktikan kesaktiannya). Tctapi, hantaman pcluru-peluru tcrscbut, mcnycbabkan ia terjatuh dari kudanya, dan kcjatuhan itulah
yang mcmbawa ajalnya.
Nama-nama tokoh yang menjadi pengikut Haji Ali Batu, seperti
yang tcrtulis dalam sumbcr-sumber Belanda, scbagian besar tidak keliru.
Menurut para informan saya (dan mcnurut Babad juga), perlu ditambahkan pada deretan nama-nama tadi scbuah nama lagi: Mamik
Nursasi, bangsawan utama Sakra. Adapun Raden Sribanom, wafat pada
tahun 1892 dan dimakamkan di sisi makam Haji AU.
Haji Ali Batu mcmpunyai tiga orang putra: Haji Ahmad, Mustafa,
dan Haji Muhammad Rais. Mcnurut legcnda, Mustafa mcninggal pada
saat ia mclihat jcnazah ayahnya dibawa pulang. Dua orang cucu
Mustafa, Guru Pctimah dan Gum Isma'il, dianggap sebagai pewaris
spiritual Haji Ali. Haji Ahmad juga dikenal sebagai Tuan Guru Bele.
"Belc" artinya bcsar, dan julukan ini ada hubungannya dengan scbuah
jari kakinya yang mcnurut orang ukurannya sangat besar (mungkin pula
merupakan perlambang kekuatan magis tcrtentu). Haji Muhammad
Rais mengikuti jcjak ayahnya sebagai guru tarckat.
Apa pun tarckat yang mcndasari amalan dan ajaran Haji Ali Batu,
sudah barang tentu amalannya pertama-tama ditujukan kcpada kesaktian dan kcdigdayaan. Kcturunannya, Guru Petimah dan Gum Isma'iJ,
yang scmpat saya temui, 17 masih pun ya rcputasi yang sama karena
mcnguasai kcahlian dalam ilmu-ilmu gaib, dan mercka memenuhi per·
mintaan yang tidak scdikit akan jimat kckebalan (ht1d011g) bagi para
pcmain perisian, bentuk seni bela diri setcmpat (yang menggunakan
16. Pada batu nlsan tertulis "15 Maulid 131 O" dan 1891 scbagai tahun wafatnya. Tanggal hijri·
nya pasti keliru, 111bltb tanggal tcfll!but bcrtepatan dcngan tangal 7 Oktober 1892, scdang·
kan pertcmpuran bcrlangmng pada tahun 189 l.
17. Banyak dari bahan yang dipergunakan dalam mcnu!iil l>a!lian ini didasarkan pada perc.akap·
an dcngan Guru Petimah dan adiknya Guru lsma'il di Desa Mujur, 12•H 988.
224 Tare/cat Naqsyabandiyah di Indonesia
tongkat dan perisai). Mula-mula mereka tetap menyembunyikan ilmuilmu mereka, tetapi akhimya mereka menceritakan bahwa ilmu tersebut
adalah perpaduan dari ilmu Naqsyabandiyah dan Maghribi. "Maghribi"
merupakan penyebutan umum untuk ilmu gaib pra·Islam yang didasarkan pada huruf-huruf dan kalimah-kalimah sud, wafak-wafak, dan
sebagainya, seperti yang terdapat dalam kitab-kitab semacam Syams A.lMa 'arif-nya Al-Buni. 18
Ketika saya menanyakan infonnasi yang Iebih konkret mengenai
afiliasi Naqsyabandiyah Haji Ali Batu serta silsilahnya, dan setelah saya
desak terus, saya diperlihatkan sebuah kitab kecil bertulis tangan milik
Muhammad Rais. Naskah itu bukanlah ijazah melainkan sebuah silsilah
saja, yang menunjukkan dia dibaiat bukan oleh ayahnya tetapi oleh
Syaikh Abdul Azim Madura. Masih belum jelas, tarekat Naqsyabandiyah corak mana yang diajarkan oleh Haji Ali Batu, tetapi silsilah tadi
menunjukkan bahwa putranya, Muhammad Rais, tergolong ke dalam
tarekat Naqsyabandiyah Muz-hariyah. Setelah Muhammad Rais wafat,
tidak ada penggantinya yang mempunyai kemampuan mengajar tarekat
serupa dia. Guru Petimah dan Guru Isma'il mengakui terus terang
bahwa mereka tidak memiliki ijazah Naqsyabandiyah, walaupun mereka
mengajarkan amalan-amalan yang didasarkan pada tarekat tersebut.
Namun, mereka mengklaim bahwa walaupun garis transmisi tarekat itu
terputus, kontak-kontak dengan penganut Naqsyabandiyah Madura berlanjut terus. Seorang bemama Umar Ahmad Asyaq dari Madura, yang
mereka sebut sebagai "putra" Abdul Azim, beberapa kali datang
mengunjungi Sakra. Mereka pun mengaku masih berhubungan terus
dengan guru-guru Naqsyabandiyah di Sumbek, Lombok Tengah keturunan pengganti Haji Ali Batu, Haji Usen Sumbek. Tentang guruguru yang sama ini, Tuan Guru Muhammad Faishal menceritakan
kepada saya bahwa dalam kenyataannya mereka memang menyebut
diri mereka sendiri penganut Naqsyabandiyah, tetapi amalan-amalan
mereka menyimpang agak jauh dari aslinya. 19 Kritikan serupa tldak
diragukan lagi dilancarkan pula terhadap Guru Petimah dan Guru
Isma'il.20 Di tangan mereka, dan barangkali juga dulu di tangan kakek
buyut mereka, unsur-unsur Naqsyabandiyah telah berbaur sedemikian
18. Mengenai literatur ini dan pemabiannya di Indonesia, lihat artikel •ya "Kitab Kuning"
(van Brulnessen 1990c). Jenis Dmu gaib ini, yang beraaal dari Babylonia dan Mesir, tetap
populer di Afrilla Utara hingga masa hellenistls dan sesudahnya, dan secara umum dik.ait·
kaitkan dengan wilayah ini. Untuk aebuah tinjauan skeptls da:ri masa kejayaan Islam, lihat
Muqaddimah·nya Ibnu Khaldun.
19. Wawancara, 11 ·4-1988.
20. Ketika Sii.ya bertanya kepada Guru Petirnail apakah orang SaSll.k waAltu: telu (yakni para
pengikut kepercayaan dan amalan-amalan lama yang aec:ara nominal adalah Muslim) mem·
punyai lmu kCS11.ktian aendiri, ia menjawab babwa mereka tidak memlikinya, dan mereka
malah datang kepada guru.guru walttu Zima (kaum ortodok, rupa-rupanya yang dimaksud
adalah dirinya aendiri) untuk mendapatkan jimat. Bagi saya, inl kelihatannya menyiratkan
bahwa amalannya/ilmu gaibnya ada hubungan tertentu dengan walttu telu, walaupun tentu
saja kebanyakan orang yang datang kepadanya adalah walttu limo.
Bab XVL Tarekat Naqsyabandiyah di Lombok
225
rupa sehingga sulit dipisahkan dari tradisi·tradisi yang bersifat magismistis yang berasal dari daerah itu sendiri ataupun yang berasal dari
mancanegara ( "maghribi"). Proses pribumisasi yang tidak terhindarkan
ini, yang terjadi di sebagian besar daerah di Nusantara, dapat terimbangi
oleh kecenderungan pemumian akibat kontak-kontak dengan Makkah
selama tarekat itu masih terwakili di sana. Namun, selama enam puluh
tahun yang silam, kekuatan pengimbang ini tidak ada lagi. Dan ter·
utama di daerah-daerah seperti Lombok, di mana kecenderungan pembaruan lemah, tarekat condong menjadi persemaian pemujaan mistismagis yang telah berurat·berakar di tempat tersebut.•
Bab XVII. Pribumisasi Tarekat dan Variasi Lokal
BAB XVIl
PIUBUMISASI TABEKAT DAN VAIUASI LOK.AL
Dalatn bab-bab terdahulu. tidak sedikit kita jumpai kasus yang
menunjukbn betapa tarekat Naqsyabandiyab (atau tarekat Qadiriyab
wa Naqsyabandiyab) secara bertahap mengambil unsur-unsur tradisi
lokal atau setidak-tidaknya mengambil watak yang lebih khas Indone·
sia. Kasus-kasus ini menyangkut penyesuaian ritual (terutama dalam
baiat) dan penekanan pada kesaktian yang dapat dicapai melalui amalan
tarekat. Dan pad.a beberapa kasus mungkin lebih tepat kalau kita her·
bicara mengenai penyerapan unsur·unsur Naqsyabandiyah ke dalam
tradisi lokal daripada sebaliknya. Kecenderungan yang demikian
(penyimpangan-penyimpangan. dari sudut pandang keaslian Naqsya·
bandiyab yang hipotetis) barangkali sudah ada sejak awal sekali. Tetapi,
selama masih terus ad.a kontak dengan pusat-pusat Naqsyabandiyab di
Makkab dan Mad.inab, kecenderu.ngan tenebut dikorebi oleh setiap
angkatan tetbaru. yang kembali setelab bermukim di Hijaz. Selama itu,
cabang-cabang Naqsyabandiyab Indonesia tetap lebih banyak berorien·
tasi ke pusatnya di Makkab dan Mad.inab dibandingkan dengan cabangcabang di Timur Tengab dan anak benua India, yang masing-masing
mempunyai pusat sendiri-sendiri yang tidak tunduk pada kewenangan
lain. Dari segi ini, penaklukan Makkab oleh kaum Wahhabi pada tabun
1924 merupakan garis pemisab, sebab penaklukan itu telab menyebab·
bn tareka.t Naqsyabandiyab Indonesia kehilangan pusat p«?Dersatu
1
sebagai sumber keaslian dan juga sebagai ukuran keasliannya.
lni tidak berarti babwa tareka.t Naqsyabandiyab Indonesia secara
keseluruhan, atau malaban sebagian besar guru-gurunya, menjadi kurang
berpegang kepada ajaran aslinya selama abad kedua puluh ini. Secara
umum, penekanan akan syari'at tidak berubah, dan banyak dari
mursyid yang saya temui menguasai berbagai ilmu keislaman dengan
mantap. K.H. Abdulwahhab Chafidz dari Rembang (Bab XII), yang
telab belajar fiqih di Al-Azhar, m~akan satu contoh. Contoh lain
yang menyolok adalab Haji Yabya bin Laksemana dari Kajang, yang
1............... ~.Ma1diahbolehjalllildU.,.....lenyap_._._._.
o.a ................................... ~ .......
...........,.......... ,h ...............~ . . . . . .
,..diwawallamd
...,.,... •. ,,.... .,....,......................... ,orang,.......,
..a,ill ..... di Malibla. Pf-. aya 1'anya 111?8
11111 ima
dlaTGH,~Ma.....
226
'I"
di lingkup pondoknya tingkat pelajaran ilmu-ilmu keislaman tetap
tinggi (Bab XI). Jadi, dapatlab dimengerti babwa penyimpang yang
mencolok kepada kepercayaan magis dan sinkretis selalu kita temukan
di dua tempat. Pertama, di kalangan penganut tarekat yang pengamalannya tidak didasarkan atas suatu pengetahuan doktrin Islam yang
formal, dan kedua, pada konteks lokal yang sangat memandang tinggi
kesaktian. Di antara keduanya tidak terdapat batas-batas yang terlalu
jelas.
Hajijalaluddin dan Pengindonesiaan Tarekat Naqsyabandiyah
Haji Jalaluddin dari Bukittinggi, yang barangkali merupakan juru
dakwah tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia yang terbesar abad ini,
tidak pemab mendapat pendidikan agama secara formal. Tampaknya, ia
pun hanya tabu sedikit babasa Arab, atau malah tidak sedikit pun. Para
lawannya menyangkal klaimnya bahwa ia telah menerima ijazah dari
sang guru 'Ali Ridha, tetapi dari kitab-kitabnya jelaslah bahwa ia
memiliki pengetahuan yang tidak setengah-setengah mengenai latihan
spiritual dan amalan tarekat. Semasa hayatnya, ia beroleh pengakuan
dari banyak· rekannya sesama syaikh, dan hal itu tidak dapat hanya
dikaitkan pad a bobot politiknya semata.2 Kitab-kitabnya merupakan
penuntun tertulis yang paling gamblang dalam hal teknik meditasi
Naqsyabandiyah. Dapat dikatakan, kitab-kitab itu merupakan penuntun
tanpa guru yang sebenarnya. Keterbukaan seperti ini, dan kelonggarannya dalam memberikan gelar khalifah, merupakan faktor utama dalam
usahanya mempopulerkan tarekat tersebut - dalam rangka dakwah
maupun demi mencapai rakyat kebanyakan. Pikiran-pikiran dasar dan
teknik-teknik dasar tarekat itu menjadi gampang sekali diperoleh, tanpa
disertai bimbingan. Hal itu menunjang pada fenomena adanya guruguru tarekat yang belajar sendiri yang telah kita jumpai di berbagai
tempat. Meskipun, orang semacam itu sudah ada juga sebelum Haji
Jalaluddin.
lnovasi lain yang dilakukan oleh Haji Jalaluddin - yang dikritik
habis-habisan oleh lawan-lawannya - adalah bagaimana ia mengembangkan pembaiatan menjadi suatu upacara ritual inisiasi yang sangat menge·
sankan. Dalam upacara pembaiatan itu, mula-mula sang murid diharuskan melakukan mandi suci pada malam hari, dan dilanjutkan dengan
bertobat. Bertobat maksudnya: mengucapkan pernyataan tanda menyesali serta tidak akan mengulangi dosa-dosa yang telah diperbuatnya
pada masa lampau. Kemudian tubuh sang murid dibalut dengan kain
kafan, dan ia tidur dalam posisi miring ke kanan menghadap kiblai.
Posisi demikian memang disengaja untuk meniru keadaan mayat di liang
labat. Dalam tidumya diharapkan sang murid akan mengalami salah
satu dari dua puluh satu macam mimpi yang khas (berjumpa dengan
weclk orang ...... Yllilll lelali
tua1l duipra di Ma1diahlllltelall.,_ lt'A yalmlltilltW laldawt. ICiai 1Wnwi.
227
2. Lihat Bab VIII dan Bab X.
228 Tarekat Naqsyabandiyah di lndonesia
Rasulullah, dan sebagainya) yang akan mengungkapkan suatu rahasia
kepadanya. Jika impian semacam itu tidak teringat olehnya, maka cara
yang sama diulang kembali pada malam berikutnya. Dan begitu seterusnya hingga impian itu datang. Jika sang murid dapat menceritakan impi·
annya, setelah shalat subuh ia dapat melakukan tawajjuh yang pertalna
dengan sang syaikh. Sambil memegang salah satu ujung tali atau ujung
kain kafan, sementara sang syaikh memegang ujung yang lain, ia mengucapkan sumpah setia yang resmi kepada gurunya. Selanjutnya ia
menerima pelajaran formalnya yang pertama (talqin) dan untuk
pertama kalinya melakukan dzikir qalbi. 3 . Upacara pembaiatan ini,
lengkap dengan simbolisme tentang kematian dan penguburan, alam
barzakh (mimpi) dan kelahiran kembali, boleh jadi merupakan satu
indikasi awal dari Indonesianisasi tarekat Naqsyabandiyah-Khalidiyah.
Sebenamya, tidak satu pun unsur-unsurnya khas Indonesia - semuanya
dapat ditemukan dalam tradisi Naqsyabandiyah, meskipun tidak
dipadukan dengan cara yang sama. Dalam bentuknya yang sekarang,
pembaiatan tersebut lebih merupakan sisa-sisa ritual inisiasi dari masa
sebelum Islam ketimbang bentuk pembaiatan yang lebih sederhana yang
dipakai di tempat-tempat lain. Keberhasilan Syaikh Jalaluddin dalam
menyebarkan tarekat ke daerah-daerah baru untuk sebagian adalah
berkat daya tarik dari ritual yang kaya dengan perlambang ini.
Penyesuaian yang lebih radikal dilakukan oleh menantu Haji Jalaluddin, Kadirun Y ah ya, yang paham tarekatnya lebih menekankan pada
kekuatan supranatural dan teori "metafisika berdasarkan eksakta"
sebagai kerangka interpretasi kekuatan supranatural tersebut. Perkataan dan tulisannya dilambari dengan kutipan ayat Al-Quran dan hadis
terpilih, tetapi intinya selalu berkisar tentang tenaga mahadahsyat yang
bisa disalurkan sang guru dan dimasukkan ke dalam air sud atau batu,
tentang frekuensi yang mahatinggi yang dicapainya sehingga ruhaninya
beresonansi dengan Ruhani Nabi atau Nur Muhammad, tentang
kemampuan teknologi tarekatnya untuk melebur bukit-bukit,
menumpas pemberontakan komunis, mengobati segala penyakit,
memadamkan api peperangan, menunda hancumya dunia dan beberapa
hal lagi. Dengan kata lain, tujuan utama tarekat bagi Syekh Kadirun
tampaknya adalah kesaktian, dan di mata murid-muridnya ia memang
seorang yang mahasakti (walaupun mereka kurang setuju dengan kata
"sakti" itu; perbandingan dengan wali-wali besar atau dengan Nabi
Musa dianggap lebih tepat ).
Unsur-unsur ajaran Syekh Kadirun berasal dari berbagai sumber,
seperti diakuinya sendiri (walaupun ia menekankan bahwa semuanya
berdasarkan Al-Quran dan hadis): pengetahuan dari berbagai agama dan
!I. Syaikh Jalaluddin memaparkan tata cara itu da.lam Rahasia Mutiara I, ha1. 5·12. Dikritik
oleh Sulaiman Al·Ruuli da.lam. TabU,h Al·Amanah•nya hal. 18-20. Pengamatan yang
terinci tcntang balat Naqsyabandiyah di Sumatera Barat dalam Djamil 1976, terutama
ha1. !I0.!16.
Bab XVJl Pribumisasi Tarekat dan Variasi Lokal
229
aliran kebatinan, cara penyembuhan alamiah ("Natuurgeneeskunde")
dari Eropa, beberapa rumus matematika dan konsep dari fisika yang
dipakai sebagai kiasan, dan tentu saja juga beberapa konsep dari metafisika sufi. Hasil perpaduan semua unsur ini seketika mengingatkan saya
akan ajaran guru-guru kejawen dan teosofi dijawa pada paroh pertama
abad ini: unsur ajaran boleh dari mana saja, tetapi setelah dipadukan
lahirlah sesuatu yang khas Nusantara. Kalaupun ada perbedaan, Syekh
Kadirun lebih menakutkan, membikin orang gentar menghadapinya,
lantaran kekuatan supranatural yang ia miliki menyangkut hidup-matinya orang lain.
Pemakaian Tarekat untuk Tujua.n Magis
Dengan Kadirun Yah ya kita telah sampai pada daerah perbatasan
yang samar antara tasawuf, pedukunan, dan ilmu sakti. Penggunaan
amalan yang dikaitkan dengan tarekat demi tujuan-tujuan magis, sudah
barang tentu bukan merupakan sesuatu· yang baru, dan bukan pula
sesuatu yang khas Indonesia. Banyak syaikh tarekat di Timur Tengah
dan India juga bertindak sebagai tabib, clairvoyant, dan tukang bikin
4
keajaiban. Dalam banyak kasus, syaikh-syaikh ini memakai teknikteknik magis yang sebetulnya tidak merupakan bagian dari tarekat itu
sendiri, melainkan termasuk ke dalam tradisi thibb atau hikmah, seperti
diuraikan dalam kitab-kitab klasik semacam Al-Thibb Al-Nabawi-nya
Ibn Qayim Al-Jauziyah dan Syams Al-Ma'arif-nya Al-Buni. 5 Tetapi,
bukanlah soal ini yang ingin saya tinjau di sini. Memang ada juga kecenderungan, terutama tampak jelas di Indonesia, untuk mengaitkan
khasiat-khasiat magis kepada bacaan-bacaan khas setiap tarekat (doa,
zikir, wirid, ratib). Dan tidaklah sulit memahami asal-usul kecenderungan ini. Dari khazanah yang ditawarkan Islam, yang paling mirip mantra
dan jampe-jampe magis masa pra-Islam adalah zikir dan wirid ini.
Seperti yang umumnya diketahui, guru-guru tarekat Indonesia, dari
Syaikh Yusuf ke bawah, seringkali terlibat dalam perang jihad melawan
kekuasaan orang-orang kafir. Sangat masuk akal kalau orang lantas percaya bahwa bacaan·bacaan doa dari tarekat mereka - yang sebetulnya
dalam rangka berserah diri kepada Allah - telah memberi jaminan perlindungan ilahi. Kalaupun kemudian mereka memakainya demi kekebalan atau kesaktian, itu hanyalah satu langkah kecil saja.
Dalam beberapa tarekat, terutama tarekat Rifa'iyah, setelah berzikir sampai ekstase, para murid menyayat·nyayat tubuh mereka
dengan pisau dan menusuk tubuh mereka dengan paku dan besi runcing
(pertunjukan ini biasa disebut dabus) untuk membuktikan bahwa
4. Untuk beberapa contoh mcngenai syaikh-syaikh Naqsyabandiyah Kurdi, lihat Bruinesscn
1978, hal. 319·!127, dan Bruinessen 1990a.
5. Mengenai jenis-jenis ilmu galb (magic) ini, khususnya yang tersebar luas di Afrika Utara
tetapi dikenal dan diamalkan di seantero dunia Islam, lihat Doutte 1908.
230
Bab XVI! Pribumisasi Tare/fat da11 Variasi Lok.al
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
mereka sama sekali tidak terluka. Teknik-teknik ini pun menjadi
populer di berbagai tempat di Indonesia, yang demi keperluan praktis
dipakai berulang kali (karena yakin akan keampuhannya, tidak sedikit
nyawa melayang sia-sia selama perjuangan kemerdekaan). Di Banten,
tempat dabus sudah sejak lama merupakan bagian dari subkultur
pencak-silat para jawara (sebelum merosot menjadi bentuk hiburan
belaka untuk rakyat banyak!), paling tidak pada beberapa kelompok
latihan kekebalan ini dihubungkan dengan tarekat Qadiriyah dan (agaknya belum lama berselang) dengan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.11
Seperti telah kita lihat di atas, dalam bentuknya yang sedikit berbeda dari dabus, kekebalan juga telah menjadi salah satu tujuan utama
dari amalan Naqsyabandiyah yang telah merosot di Sulawesi Selatan
dan Lombok. 7 Zikir diam, yang digabung dengan latihan pemafasan
(di Sulawesi) dan wirid, digunakan sebagai sarana untuk mencapai daya
tahan yang hebat, tidak terasanya rasa sakit (di Lombok}dan kekebalan
terhadap senjata tajam dan bahkan peluru (Sulawesi). Di tempat lain,
di Kalimantan Barat,11 zilili dan wirid konon malah digunakan dalam
praktik ilmu hitam (sihir, tenung). Dalam semua kasus ini, unsur-unsur
Naqsyabandiyah pelan-pelan lebur'ke dalam praktik-praktik magis pra·
Islam.
Aliran-aliran Mistik yang Telah MengaJami Pengaruh Naqsyabandiyah
Di beberapa daerah, ada cabang Naqsyabandiyah yang secara perlahan telah menyerap sedemikian banyak kepercayaan dan amalan
setempat, sehingga hampir tidak dikenali lagi. Atau barangkali
pemujaan mistik setempatlah yang mengambil alih beberapa unsur Naq·
baik yang dijumput dari seorang guru Iokal maupun dari
syabandiyah
kitab-kitab. Satu kasus di mana tarekat itu masih tetap dapat dikenali,
walaupun sudah berubah bentuk, adalah Qasyabandiyah di Sulawesi
Selatan (Bab XV). Di daerah Bondowoso Qawa Timur), hingga satu
dasawarsa yang silam, masili terdapat sebuah aliran mistik yang disebut
Waqsabandi yang, selain namanya, masih menunjukkan pinjaman beberapa unsur lagi dari tarekat Naqsyabandiyah. Tetapi, kata orang,
ajaran-ajarannya pun jauh sekali menyimpang dari ajaran tarekat yang
asli. !I
6. Lihat Vredenbrqt 1973, hal. 304·5. Menariknya, di Kurdistan teknik dabus ini pun
diamalkan oleh para darwisy Qadirlyah, sementan. di tempat lain tarekat Qadlriyah meng·
hindar dad pertunjukan sejenis ini. Untuk deslaipsl pertemuan zi.kir Qadlriyah dengan
dabua di Kutdismn (di aana disebut tiglt, "bcnda taja.m"), lihat Bn:dnelsen 1978, hal. 296·
S05.
7. Lihat Bab XV dan Bab XVI.
8. Lihat Bab IX.
9. Demikianlah Kial Lathifi Baidowi dari Gondanglegi, yang telah berhasil menarik pengikut
di daerah itu (wawancara, 28·2-1989). Syekh Kadlrun Yahya pun memperoleh banyak
pmgikut di durah lni. Menumt pengakuan mereka, mereka pernah menganut suatu
cabang Naqsyabandiyah yang lebih tua tetapi sudab mengalami kemunduran. Mungkin saja
231
Di Malang terdapat sebuah aliran kecil yang menyebut dirinya
"Naqsabandi 'Uluwiyah ", dan secara terang·terangan memisahkan dirinya dari tarekat Naqsyabandiyah yang sebenarnya. Pusat aliran ini ada·
lah Pondok "Baitur Rohmah", yang didirikan pada tahun 1954 oleh
pemimpinnya yang sekarang: Haji Syekh Abdul Hayyi Muhyiddin AlAmien. Ayah dan kakek dari syaikh ini konon juga telah mendakwahkan ajaran yang sama. Dua risalah tulisan seorang murid senior, A.
Hamid, memberikan pe~uk yang sama-samar mengenai ajaran dan
pengamalan aliran tersebut. 0
Pengarang ini menerjemahkan "Naqsabandi 'Uluwiyah" sebagai
•'Dmu zikir tingkat tinggi0 dan "Kehalusan ruhani". Konsep-konsep ini
dijelaskan lebih lanjut sebagai: "olah ruhani dalam hati-sanubari yang
mendalam tanpa batas sampai menjangkau 'nurul hikmah' dan 'karsa
Tuhan Y.M. Kuasam. Pelajaran untuk pembersiban diri ini diberikan
selama pemencilan diri sementara dari kesibukan dalam urusan sosial
(uzlah ), di suatu tempat atau ruangan yang sempit dan tenang (khalwat ).
Sang guru sendiri langsung memberikan bimbingan spiritual .,dengan
petunjuk·petunjuk serba isyarat untuk langsung diamalkan dalam batin,
yang harus diterima dan dirasakan oleh hati-sauubari tanpa menjawab
dengan lisan", dan tujuannya tidak lebih daripada mencapai ilmu
ma'rifat. Karena tidak memiliki silsilah Naqsyabandiyah yang sebenarnya, sang guru ditampilkan sebagai penerus generasi ketujuh belas dari
"Syaikh0 AbduDah ibn 'Abbas (seplilpu Nabi Muhammad saw.); dari
tokoh inilah ia mengklaim telah mewarisi ,.ilmu zikir tingkat tinggi".
Tampaknya yang kita temukan di sini tidak lain daripada sebuah
aliran kebatinan yang sedikit telah mengalami Islam.isasi.. Dan temyata
kitab terbarunya A. Hamid penuh berisi klasifikasi simbolik dan spekulasi metafisis yang menjadi pegangan para penganut kepercayaan
kejawen. Di antara sumbemya ia mengutip Sasangka Djati ("kitab sucinya" gerakan kebatinan Pangestu), teks eskatologis Islam Daqa'iq AlAkhbar,k Ihya-nya Al-Ghazali, Mystical Dimensions of lslam-nya
Schimmel, dan sebuah kitab kecil populer tentang kesaktian, berjudul
Kekuatan Ghaib.
Aliran kebatinan lain yang kelihatannya telah mengalami sedikit
pengaruh Naqsyabandiyah adalah Subud. Pendirinya, Muhammad
Subuh, semasa mudanya t~lah mendatangi dan belajar banyak kepada
guru dari berbagai paham dan aliran. Salah satu di antarauya adalah
'Abdurrahman, seorang syaikh Naqsyabandiyah. 11 Guru ini menolak
yang dimabud adalah a1itan yang ama. Saya telah bertemu dengan Ill.lab acorang dari
mereka di Medan, di kampumya icadirun Yahya. Ia berbic:ara menpnai tarekat -ka'l·
akan maupakan 11ekolah seni bela diti.
10. Risalah Perhmalan Lembcga Bimbittgan Kerohanian Islam "Baitvrrohmah" Malang, Sura·
baya 1981 [edin yang lain, dengan terjemahan lntl'grit: Malang 1982}; Pengantar Rmu
Agama: Jalan Seni Hitlup, Memballfl'n Manum Seulllhfl')la Lahir-Batin, Surabaya:
''Karunla", 1984.
I1. Pak Subuh dilahirkan di Kedung Jati dekat Semarang, pada tanggal 22 J uni 1901. Oleh
2S2
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
mengajarkan kepada Subuh pelajaran yang sama seperti yang diberikannya kepada murid-murid lain. Alasannya: Subuh bukan bagian dari
mereka, sebab ia mempunyai kelebihan tersendiri sebagai manusia.
Namun dalam kenyataannya, 'Abdurrabman ini merupakan satu-satunya guru yang namanya secara terang·terangan disebut Pak Subuh
kepada penulis biografinya. Hal ini menunjukkan babwa, betapapun,
sang 'Abdurrahman telah meninggalkan kesan yang mendalam pada
pendiri Subud ini.
Dari contoh-contoh di atas kita tidak boleh menyimpulkan bahwa
tarekat Naqsyabandiyah itu pada hakikatnya merupakan semacam
aliran kebatinan kejawen (sebagaimana kelihatannya dipercayai oleh
segelintir pengarang Indonesia). Contoh-contoh di atas saya kemukakan
justru karena mereka telah menyimpang dari aturan·aturan dasar Naqsyabandiyah. Jumlah terbesar pengikut Naqsyabandiyah Indonesia
tetap berada dalam lingkungan tradisi asli ahlussunnah wal jama'ah.
Tetapi, beberapa ritual dan teknik Naqsyabandiyah - zikir diam dan
latihan pemafasan, memurnikan latha'if, baiat sebagai ritual inisiasi dapat juga menjadi tarikan yang kuat bagi kalangan yang berorientasi
magis dan mistis di luar kaum ortodoks ini. Dan hal tersebut menjurus
kepada perkembangan yang bersifat sinkretis yang telah kita bicarakan.
Berkurangnya dan melemahnya hubungan dengan cabang-cabang
Naqsyabandiyah di Timur Tengah merupakan sebab mengapa gerakangerakan pelurusan (korektif) dalam lima puluh tahun terakhir hampir
tidak terjadi, dan mengapa, meskipun tidak menyeluruh, telah terjadi
kecenderungan umum ke arah ''lndonesianiSasi" tarekat. Seabad yang
silam, tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia pastilah lebih "Arab"
dibanding sekarang. Pun, dibandingkan dengan di Timur Tengah,
tarekat Naqsyabandiyah Indonesia kurang "intelektual" - dalam artian
bahwa kebanyakan literatur tarekat yang sedemikian melimpah ternyata tidak dikenal di sini. Naniun, hal yang samajuga dapat dikatakan
terhadap sen:ua tarekat di Indonesia, dan barangkali malah terhadap
Islam Indonesia secara umum. Namun, ketimbang tarekat lainnya,
tarekat Naqsyabandiyah Indonesia secara umum merupakan tarekat
yang paling menitikberatkan syari'at dan paling banyak memberikan
tekanan pada kajian teks di sisi latihan-latihan kesufian.•
:1Cbab itu, Syaikh 'Abdumihman boleh jadi adalah guru yang hidup di daerah itu 11ekitar
tahun 191 7. Mungldn beliau idmtilt denpn K.H. Abdumihman dari Padangan. Pertemuan
dengan syaikh tmebut dikemukabn dalarn bagian yang berlifat biografis dari Bennet
1958.
KESIMPULAN
Tarekat Naqsyabandiyah telah hadir di Indonesia sejak dua setengah abad yang lampau. Dan pada masa itu, tarekat ini telah menga·
lami perkembangan yang tiada terputus, baik secara geografis maupun
dalam jumlab pengikut. Memang, beberapa kali terjadi kemunduran dan
kemerosotan, tetapi hal itu kemudian bersambung dengan masa
pemulihan kekuatan, dan setelah itu perkembangannya berlanjut lagi.
Kurang lebih hingga tahun 1925, dorongan untuk melakukan penyegaran senantiasa datang dari Timur Tengah, tetapi kemudian pertumbuhan
tarekat Naqsyabandiyah Indonesia digerakkan dari dalam negeri sendiri.
Dipandang dari berbagai segi, tarekat Naqsyabandiyah merupakan
tarekat paling penting di Indonesia tentu saja bila kita perhitungkan
tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah sebagai salah satu cabangnya.
Tarekat Naqsyabandiyah mempunyai jumlah pengikut terbesar dan
paling luas jangkauan penyebarannya. Inilah satu-satunya tarekat yang
terwakili di semua propinsi yang berpenduduk mayoritas Muslim. Dua
organisasi massa di Indonesia yang berbasiskan para penganut tarekat,
yakni Partai Politik Tarekat Islam (belakangan berganti nama menjadi
Persatuan Pengamal Tarekat Islam) dan Jam'iyyah Ahl Al-Thariqah Al·
Mu 'tabarah) didirikan dan terus didominasi oleh para tokoh Naqsyabandiyah dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Syaikh-syaikh Naqsyabandiyah (dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah) pun merupakan penulispenulis yang produktif ketimbang para syaikh semua tarekat lain.
Penyebaran tarekat Naqsyabandiyah yang sedemikian luas jang·
kauannya, dan diterimanya oleh orang-orang awam dari berbagai latar
belakang, mau tidak mau telah menyebabkan timbulnya variasi lokal
dalam pengamalan yang merupakan bagian dari tarekat ini. Perbedaan
gaya dari macam-macam syaikh jelas-jelas merupakan penyesuaian terhadap kebutuhan dan harapan penduduk setempat. Namun begitu,
tarekat Naqsyabandiyah hampir di mana-mana tetap mempertahankan
watak khasnya, yang secara tajam membedakannya dari tarekat lain dan
aliran-aliran kebatinan yang ada.
Berbeda dengan tarekat lain, tarekat Naqsyabandiya.h tidak hanya
menyeru kepada lapisan sosial tertentu saja. Para pengikutnya ada di
wilayah perkotaan sampai ke pedesaan, di kota-kota kecil serta juga di
kota-kota besar, dan di antara semua kelompok profesi. Guru-guru tertentu tampaknya memusatkan perhatiannya kepada mereka yang berstatus sosial rendah, sedangkan guru lainnya memusatkan perhatiannya
kepada lapisan menengah dan lapisan yang lebih tinggi. Namun, di
233
234
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
kalangan masyarakat yang paling miskin - buruh tani, petani peng·
garap, dan penghuni wilayah kumuh perkotaan - memang ja:rang ada
pengikutnya. Dan guru-guru Naqsyabandiyah Indonesia, seperti rekanrekan mereka di tempat Jain, memang menaruh minat besar pada
kalangan atas. Beberapa syaikh (dan lebih banyak lagi para murid)
dengan bangga bercerita kepada saya mengenai perwira tinggi militer
dan birokrat, para dokter dan dosen-dosen universitas yang telah berbaiat masuk tarekat mereka. Dan di antara kelompok-kelompok di
pedesaan, para petani kaya cenderung mendapat perhatian yang berlebihan dari sang syaikh. Namun, mayoritas jumlah pengikut Naqsyabandiyah tergolong kepada lapisan di antara kedua ekstremitas ini.
Petani dan pedagang yang mandiri di pedesaan, pegawai negeri kecil dan
pekerja kantoran lainnya, tukang warung dan mereka yang mencari
nafkah di sektor informal di kota-kota, merupakan golongan yang
paling sering dijumpai di antara murid-murid tarekat ini.
Kebanyakan golongan masyarakat tersebut berkepentingan akan
kestabilan politik dan ekonomi. Hal itu, agaknya, yang menyebabkan
tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya bersikap konservatif. Kecurigaan Belanda di masa lampau kepada tarekai Naqsyabandiyah sebagai
kekuatan yang potensial untuk bertindak subversif - seperti yang telah
saya usahakan memperlihatkannya - sebagian besar tidak mempunyai
dasar. Demikian juga, tidak ada alasan untuk memahami kebangkitan
tarekat tahun·tahun belakangan ini sebagai suatu pengungkapan protes
sosial. Dari golongan umat Islam Indonesia yang ,,akomodasionis",
biasanya kaum Naqsyabandiyah berada di antara. yang paling "akomodasionis 0.
Bukanlah maksud saya untuk mengatakan bahwa kebangkitan
tarekat tidak punya kaitan sama sekali dengan iklim sosial dan politik
yang sedang berlangsung. Bukan hanya tarekat Naqsyabandiyah, kebanyakan tarekat Jain dan berbagai aliran kebatinan pun mengalami
pertumbuhan pesat, sementara segala macam dukun, ahli pengobatan
paranormal dan guru kebatinan atau tasawuf tidak sedikit kedatangan
pengunjung baru. Pencarian .,ketenangan yang melanda banyak orang
dapat dipahami sebagai respon terhadap tiadanya rasa aman secara
psikologis, akibat melonggamya ikatan·ikatan tradisional, individualisasi, rasa tidak aman dalam pekerjaan, merajalelanya korupsi dan
kemerosotan nilai-nilai moral yang menyertai pembangunan Indonesia
yang begitu pesat. Paradokmya, baik '*para penindas" maupun "mereka
yang tertindas" (saya memakai istilah ini di sini dalam pengertian yang
sangat umum) sama-sama tertarik kepada tarekat dan mistisisme pada
umumnya.
Beberapa anggota dari kalangan masyarakat yang sedang naik
daun berupaya untuk terbebas dari ketegangan-ketegangan di lingkungan mereka yang penuh persaingan dan serba tidak aman, dan, barangkali juga, untuk melepaskan diri dari rasa bersalah yang tertekan. Yang
235
lain mencari kek"uatan spiritual clan tenaga batin, yang mereka harapkan
berguna secara praktis. Namun, banyak juga dari mereka yang tidak
puas, melarikan diri dari kehiqupan duniawi sehari-hari dan lantas
mengalihkan perhatian kepada kehidupan batin. Karena saluran legal
untuk mengungkapkan protes (atau bahkan untuk menyatakan sedikit
ketidakpuasan pun) pelan-pelan tersumbat, banyak orang kian berpaling
ke dalam diri mereka sendiri. Mereka mencari kebersihan diri dan ketenteraman batin serta kekuatan rohani - suatu upaya menjauhkan diri
dari dunia luar yang mereka pahami sebagai dunia yang kotor dan bergelimang ketidakadilan, tempat mereka hidup tanpa kekuatan apa·apa.•
KEPUSTAKAAN
I.
BUKU, ARTIKEL, TESIS, DAN LAPORAN PENELITIAN
Singkatan:
BKI
Bijdragm tot de Taol·, Land· en Volkmll.unde (Leiden).
BSOA.S
Bulletin of the School of Oriental end A./rit:tm Studies (London).
EP.
Encyclof>aediltl of Islam, edili kedua (Leiden).
GA.L
Carl Brockebruum, Gerchichte der ""'biM:Jaen Lileratw Oilid I, II).
GA.L S
Carl Brockelmann, Geschichte der .,.,,lichen Literatw. Supplement•
bande Olid pelengltap I, Ill).
The /ou1'f141 of Asian Studies (Ann Arbor, Michigan).
/.A.S
JMBRAS /ourMl of the Malayan Branch of the Royal .A.siatic Society.
MNZG
Mededeelingen van wege het Nedrlandrche Zendelinggenootschap
(Rotterdam/Oegstgeest).
REI
Revue des etudes islamiques (Paris).
TBG
Tijdschrlft voor lndische Taal·, Land· en Volkmll.unde (Batavia).
VKI
Vrhandelingen van het Koninklflc lnslituut voor Taal-, Land· en
Volkenkunde (Leiden).
VOHD
Vrzeichnis der Orientalischen Handschrlften in Deutrchland.
n.
ABBAS, K.H. Siraqjuddin (1972) Sedjarah et Kupngan Madzhab Sjafi'i. Jakarta:
Pustaka Tarbijah. (cetakan kedua).
- - - (1975) Ulama Syafi..i don Ks'tab-Kitalm'YO dari Abad ke Abad. Jakarw
Pustaka Tarbiyab.
ABDULLAH, Hawuh [• H. Wan Muhd. Shaghir) (1988) Perkembanpn Rmu ta•
wuf don Tokoh·Tokohnya diNumntara. Surabaya: Al·lkblaa.
ABDULLAH, H.W. Muhd. Shaghir (I 985a) Syeilh 1""4(1 A.l-Minl:mgkabawi, Penyiar
'Ilariqat Naqsyabandiyah Khalitliyah. Solo: Ramadbani.
---- (1985b) Perkembanpn Dmu Fiqh don Tokoh-Tokohn'YO di Asia Trnaara
(1). Solo: Ramadhani.
ABDULLAH, Taufik (1971) Schools and Politics: Thtt Kaum Muda Movement in
West Sumalra (1921-1933). Ithaca, NY: Cornell Modern Indonesia Project.
ABU-MANNEH, Butrus (1982(1984]), "The Naqlhbandiyya·Mqjaddidiyya in the
Ottoman Lands in the Early 19th Century", Ditt Welt dtts Islams XXH, 1-86.
AHMAD, Aziz (1964) Studies in Islamic Culture m the Indian Environment
Oxford: Clarendon Press.
ALGAR, Hamid (1976) "The Naqshbandi Order: A Preliminary Survey of its
History and Significance", Studio lslamica 44, 128-152.
---- (1985) "Der Naksi.bcndi-Ordcn in dcr rcpublikanbcben Turkei", dalaln:
Jochen Blaschke dan Martin van Bruineum (editor) Islam una Politik in der
Turkei [= jahrbuch zur Geschichte und Gesellschaft des Vorderen und
Mittleren Orients 1984). Berlin: Exprm Editinn, hal.167-196.
ALI HA.JI, Raja [Raja Haji AHMAD dan -] (1982a) Tuhfatal·Nafis, dim1111nolch
V. Matheson. Kuala Lumpur: Fajar Bak.ti.
237
258 Tanht Naqsyabandiyah di lndOftesia
HAJl
ibn Ahmad, Raja (1982b) The Precious Gift. (Tuhfat A.l·Naru). A.n
Annotated Translation lry V;,ginia Matfteson & Barbara Watson Andaya.
Kuala Lumpur: Oxford University Press.
ANDAYA, Barbara Watson Be Virginia MATHESON (1980) ''Islamic Thought and
Malay Tradition: An Examination of the Writings of Raja Haji Ali of Riau,
ca 1809-ca 1870", dalain: AJ.S. Reid dan D. Marr (editor), Soutfteast Asian
Pwcef>tions of tfte Pait. Singapore: Heinemann.
ANDAYA, L.N. (1981) The Heritage of A.rungPalalch. The Hague: Nijhoff.
anon. (1890) "Pan·lslamisme'', Nederlandtch Zenditag Tijdschrift 2, 49-64.
anon. (1915) "De Djawakolonie en de mystieke broederschappen in Mekka",
lnduchtt Gids S7, 538-540.
ANSARI, Muhammad Abdul Haq (1986) Sufilm and Shari'aft: A. Study of Shaykh
Ahmad Sirhindi'i Effort to Reform Sufilm. Leicester: The Islamic Founda·
tion.
ARCHER, L.R. {l9S7) "Muhammadan Mysticism in Sumatra", JMBRA.S 1987
pt 2, 1-126.
ARENS, Koos (1981) "Riwayat Pwang Kyai Moelcmin"•. De oorlog van Kyai
Moelcmin tegen de Hollanders. Skdpli mjana (no. 640), Fak. Sejarah, Univer·
lita1 Utrecht.
AIUEF, A.Mm. (editor) (1978) Fatwa tentang: 1"1&arlht Naqsyabandiyaft, oleh:
Al-'A.llamaft Syelch Ahmad Khathib bin Abdul Lathif, Medan: Firman "Islam·
yah".
AIUEF, Abbas dkk. (1985) Vtriui A.jaran Thariqat di Sumatera Blll'at. Laporan
Penelitian, IAIN Imam Bonjol, Padang.
AlUFIN, Noor (1984) Pengajian Tlll'eht Nalcsyabandiyah di Desa Kelayan LUlll'
Kecamatan Banjlll' Selatan. 1UuJah Sarjana, Fak. Ulhuluddin, IAIN Banjarmasin.
ARSIP NASIONAL {1981) Laporan·Laporan tentang Gnahn Prote1 di/awa pada
A.bad-XX. Jakarta: Arlip Nasional Republik Indonesia.
ATJEH, H. Aboebakar (1980) Pengantar Rmu Tare/tat flan Ta14uf. Kota Bharu,
Kelantan: Pustaka Aman Press. [Edili aali: Pengantar llmu Tare/tat (Umitm
tentang Misti/c).jakarta: H.M. Thawilc Son, 1966].
---- (1984) Pengantar Sejaraft Sufi & Tasawwuf. Solo: Ramadhani. [Edili all.i:
Bandung: Tjerdaa, 1962].
AL-ATTAS, S. Naguib (1968) Some Aspects of Sufilm as Understood and Practiled
among Malays. Singapore.
AW ANG, Omar (1981) "The Major Arabic Sources which determined the Structure
of Islamic Thought in the Malay Archipelago before the Nineteenth Century
AD in the Lield of Law, Theology and Suf'um", dalain: Lutpi Ibrahim
(editor), lslamiluz. Esei·Esei sempena A.bad lce·15 Hijra. Kuala Lumpur:
Sarjana Enterprise, hal. 80.S5.
AL·'AZZAWI, 'Abbas (1978) "Mawlana Khalid an·Naqsybandi", GoVlll'i Kori
Zanyari Kurd (Baghdad) 1, 696-727.
AL-'AZZAWI, 'Abbas (1974) ''Khulafa' Mawlana Khalid", Govlll'i Kori Zanyari
Ku.rd (Baghdad) 2, 182-222.
BADUN, Amir (1985) Pengaruh Aja.ran Thare/cat Naqsyabandiyah di Daerah Tera·
tai:buluh flan Sei:itarnya. Skripsi, Fak. Ushuluddin, IAIN Pekanbaru.
BAHRUDDIN (1984) Dalcwaft A.Iran Tarilcat Naqsyabandiyal& di Desa Andaman I
Kecamatan A.njir Pasar. 1UuJah Sarjana Muda, Fak. Dakwah, IAIN Antasar.i.
Banjarmasin.
BAI.JON, J.M.S. (1986) Religion and Thought of Shah Wali Allah Dil&lawi 1703·
1162. Leiden: Brill.
AL·BAQIR, Muhammad (1986) "Pengantar tentang Kaum Alawiyin", dalain Alla·
mah Sayid Abdullah Haddad, Thariqal& menu.ju Kebahagiaan (terjemahan
ALI
Kepwta/caan
2S9
dad: A.l-Ri14lat A.l·Mu'awana). Bandung: Mizan, hal..11-68.
BAWANI, Imam (1981/1982) Pondoi: Pesantren "Dlll'Ul Ultlm" ]ombang /awa
Timur. Jakarta: Balitbang Dep. Agama.
BENNET,J.G. (1958) Concnnitag Subwl. London: Hodder le Stoughton.
BER.G, L.W.C. van den (1888) "Over de devode der Naqlljibendijah in den Indi·
tchen arc:hipel", TBG 28, 258·175.
- - - (1886) "Bet mohammedaamche godadienatonderwij1 op Java en Mac:loera
en de daarbjj gebruikte Arabilche boeken", TBG Sl, 518·555.
BROCKELMANN, Carl (1948-1947) Geschit:hte "'1r lll'abilchen Literatur 1-11,
zweite den Supplementlbanden angepaute Auflage. Leiden: Brill. (dilingkat
GAL)
---- (1987-1942) Geschichte der lll'abilchen Litmitur. Supplemenubande 1-llL
Leiden: Brill. (dilingkat GALS)
BR.UINESSEN, Martin van {1978), A.gluJ, ShallcA .and State: On the Social and
Polilkal Organitation o/ /Curdidn. Dilertali, UniYenitu Utrecht.
- - - (1987) "Bukankah Orang KmdiYD1.....,...•kanlndonaia?",P•amtren
IV/4, 4S·f>ll.
---- (1988) •'De tarebt in lndonelie: Tualen rebellie en aanpuDs", da1am C.
van Dijk (editor). lllam en poli*i: lis ~. Muide.rbag: Coutinho,
hal. 69-84.
- - - (1990a) "The Naqshbandi Order in K.urdiltan in the 17th Century", dalain;
Marc Gaborieau, Alexandre Popo1'ic clan Thierry Zarcone (editor), Naq1hbandu: Cheminemenu et lituation aellHlle d'un ordre myniqw mu"""'4n.
l1tanbul/Parill: Editions ISIS, hal. 887·860.
- - (1990b) "The Origim and Development of the Naqshbandi Order in lndo·
ne•",Derlllam 67, 150·179.
---- (l990c) "Kitab Kuning: Boob in Arabic Script u1ed in the Pe1antren
Milieu", BlCI 146, 226-269.
CENSE, A.A. (1950) ''De vereering van Sja:ic:b Jutuf in Zuid..CC1ebe1", dalain:
Binglcisan Budi (Buku pe:ringatan Pb.S. van R.onkel). Leiden: Sijthoff, hal. 50.
57).
DHOFIER, Zamakbsyad (1980a) The Pellmtren Tradition. Dilertui, Australian
National University, Canberra.
- - - (1980b) ''Kinlbip and Marriage among the
Kyai'', Indonesia 29,
47-58.
---- (1982) TradW Pe.rantren. Studi tentong Pandangan Hidup K1ai. Jakarta:
LPSES.
DJAJADININGRAT, Hoeaein (19U) Crililt:he ln1chouwinf van de Sadjlll'aft
Banten. Diaertui, Univerlital Leiden.
DJAMAS, Nmhayati (1985) "Varian Xnpmaan Orang Bugil-Makutar (Sandi
K.uu. di Deta Timbu9Cng, Gowa)". da1am Mnkhlil dan Kathryn Robinson
{editor), A14ma flan Realittu Sodal. Ujlmg Pandanr: Lembap Penerbitan
Univeraitu HaDmu:ldin, hal. 27S..H7.
DJAMIL, Nur Anu (1976) ''Penguuh Tarebt dan Suluk di Sumatera Barat",
Bulletin Prryelt Penelinm
Pm1bahan Bosial (LEK.NAS-LIPI)
no. 2 (Dea. 1976), 19-52.
DOBBIN, Christine (198S) Islamic RevirlalUm in a Chanpag P"""'t Economy:
Centnl Sumatra.1.184-1814. London/Malmo: Cnrzon Pre11.
DOUTT!., Edmond (1908) Magitt & reliflon daftl l'Afriqw du Nord. Alger: Adol·
phe Jourdan.
DREWES, G.W.J. {1926) "Sechjoaoep Makuar",Djawa 6, 85-88.
- - - (1977) Direc#orufor Trav11ller1 on. tlie Myilk Pa#J (• VlCI 81]. The Hague:
Nijboff.
DR.EWES, G.WJ. le POER.BA"fjAR.AKA, R. Ng. (1988) De miraltelen van A.bdoellcadir Djaelanl (• Billliotlieea/"""'*'1. 8). Baacloenp A.C. N~ I: Co.
Javanese
A.,.,,.. ..
Kepustakaan
241
240 TM'ekat Naqsyabandiyah di Indonesia
EDEL,J. (1958) Hikajat Hasanoeddin. Disertaai, Universitas Utrecht.
FAR.UQI, Burhan Ahmad (1977 [1940)) The Mujaddid's Conception of Tawhid.
Delhi: ldarah-i Adabiyat.i Delli (cetakan pertama: Lahore).
AL-F AUZI, A. Fauzan (1974) PeraMn Thariqat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah
dalam Pembentukan Kepribadian Mwllm.. Skripai Sarjana, Fak. Tarbiyah,
JAIN Sunan Kalijaga, Y ogyakarta.
FLETCHER.., Joseph (1985) "Les <<voies>> (ha'uq) soufies en Chine", dalaln:
A. Popovic &: G. Veinstehl (eds). Ltts ordres mystiques dam l'lslam. Paris:
EHESS, hal. 15-26.
FB.IEDMANN, Yohanan (1971) Shay/ch Ahmad Sirhindi. An Outline of his
Thouiht and a Study of his !mop in thtt Byes of Posterity. Montreal/London.
GOOR., J. van (1982) Koopliedm, prttdikanttm .n bttstuurders overzee. Utrecht:
Bes.
GUILLOT, Claude (1985) ''Le role historique des perdilcan ou 'villages francs':
le cas de l'egalsari", Archipel 30, 157-162.
GUMUSYKBANAWl, Ahmad Dhiya~Al-Din (ISl9tl902) Jami' Al-Ushul fi Al·
Auliya '. K.airo.
GUNDUZ, lrfan (1984) Gumushanni A.hmttd Ziy{fU(ldln (KS). Hayati, eserleri,
tori/cat anlayisi ve Halidiy-ye tarilcoti. Istanbul: Seba Nesriyat.
HAAN, F. de {1910-12) Prianptt. 4jilfd. Batavia.
BAIDAR.IZADE, Ibrahim Fasih Efendi.Al·Baghdsdi (1316/1898) A.l-majd at-talid
fi manaqib Maulana Khalid. Istanbul.
BAMIDY, UU. (1985) Riau sebagai Ptnat Bahasa dan Kebudayaan Melayu. Pekanharu: Bumi Pustaka.
BAMKA (1982a (1963}) Dari Perbendaharaan Lama. Jakarta: Panjimas. Cetakan
kedua.
- - - - (1982b [1950]) Ayahku. Jakarta: "Umminda". Cetakan keempat.
BAMZAH, Timah (1981) Pemberontalcan Tani 1928 diTrengganu. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.
HASANUDDIN, Chalidjah (1988) Al-Jam'iyatul Washliyah 193()..1942: Api dalam
Se/cam.' Bandung: Pustaka.
HlLMI, Hocazade Ahmad (1979) Hadikatu'l-Evliya (veliler bahcesi). Istanbul:
Osmanli yayhlevi.
HOLLE, K.F. (1886) "Mededeelingen over de devotie der Naqsjibendijah Jn den
Ned. lndischen archipel", TBG SI, 67-81.
HOURANI, Albert (1972) "Shaikh Khalid and the"Naqshbandi Order", dslam: S.M.
Stern, A. Hourani dan V. Brown (editor), Islamic Philosoph-y and the Classical Tradition. Oxford: Oxford University Press.
ISIK., Huseyin Hilmi (1975) Tam ilmihal: Seadet-i ebediyye. Istanbul. (Cetakan
ke-25).
ISLAMIC CENTRE Sumatera Barat (1981) Riwayat HUlup dan Perjuangan 20
Ulama Besar Sumatera Barat. Padang; 1i1amk Centre.
JOHNS, A.H. (1978} "Friends in Grace: Ibrahim Al·Kurani and 'Abd Al-R.a'uf Al·
Singkeli", dslam: S. Udin (editor), Spectrum. Essays presented to Sutan
Takdir Ali.sjahbana on hil Snentieth Birthday. Jakarta: Dian Rakyat, hal.
469-485.
JUYNBOLL, Th.W. (1914) ''Die 'Sarekat lslam'·Bewegung auf Java", Der Islam 5,
154-159.
KAl.TODIR.DJO, Sartono (1966) The Peasants' Rnolt of Banttm in 1888 [= VKI
50) • '1 Gravenhage: Nijhoff.
- - - (1978) Protest Movemmts in Rural Java. Kuala Lumpur: Oxford Univeraity
Pren.
KHAN, Khaja (1978 [1923)) Studies In Tasawwuf. Cetakan kedua. Delhi: ldarah-i
Adabiyat-i Dem (Ediai asli: Madras).
KHANI, 'Abd Al-Madjid (1306/1888·9) Al-Hada'iq Al-WM'diyah fi Haqa'iq Ajilla'
Al-Naqsybandiyah. K.airo.
KRAAN, Alfons van der (1980) Lombolc: Conquttst, Colonization and Underdevelopmmt, 187()..1940. Singapore: Heinfnwm Educational Books.
KR.AUS, Werner (1984) Zwischen Reform und Rebellion. Ueber die Entwicklung
des Islams in Minangkabau (Westsumatra) zwilchen den beiden Reformbewegungen der Padri (183 7) und der Modernilten (1908). Wiesbaden: Franz
Steiner Verlag.
KR.ULFELD, Ruth Marilyn (1974) The Village Economies of the Sasalc of
Lombok: A. Comparison of Three Indonesian Peasant Communities. Disertasi tidak diterbitkan, Yale University.
AL-KUR.ANI, Ibrahim b. Hasan (1328 H) Al-Amam lilqazhA.l-Himam. Haydarabad.
AL-KUR.DI, Muhammad Amin (1329/1911) A.l·Mawahib Al·Sarmadiyah fl Manaqib
Al-Naqsybandiyah. K.airo.
- - - - (1348/1929) Tanwir Al·Qulub. K.airo (Cetakan keenam).
LE CHATELIER., A. (1887) Les confreries musulmanes du Hedjaz. Paris: Leroux.
LIGTVOET, A. (1880) "Transcriptie van bet dagboek van de vorsten van Gowa en
Tello", BKI 28, 1·259.
LINGS, Martin (1975) What is Sufism? London: George Allen Be Unwin Ltd.
LITH, P.C.A. van (1917) ''De tarekat's in Nederlandsch lndie", Koloniaal Tijdschrift 6/1, 721-743.
LOMBARD, Denys (1985) "Les tarekat en lnsulhlde", dslam: A. Popovic dan G.
Veinstein (editor), Les ordres m-ystiques dam l'lslam. Paris: EHESS, hal. 1S9163.
•
MADJID, Nurcholish (1979) "Pondok Pesantren 'Darul Ulum' di R.ejoso,Jombang,
Jawa Timur", dslam: Bulletin Pro-yek Penelitian Agama dan Perubahan Sosial
(LEKNAS·LIPI), nomor 6, 40·101.
AL-MANDARI, Muhammad Tamrm (1982) Al-Thu"'q Al-Shufiyah wa Tatawwurha
fl Majene. R.isa1a Sarjana, Fak. Adab, IAIN Ujung Pandang.
MANSUR.NOOR, lik Ariim (1987) Ulama, Villagers and Change: Islam in Cm'7'al
Madura. Disertaai, McGill Univeraity, Montreal.
MASSIARA, H.A. (1983) S-yekh Yusuf Tuanta Salamaka dari Gowa. Ujung
Pandang.
MATTULADA (1983) "Islam di Sulawesi Selatan", dslam: Taufik Abdullah (editor),Agama danPerubahan SosiaL Jakarta: CV. R.iVawali, hal. 209-321.
MOLE, Marijan (1959) "Autour du Dare Mansour: l'apprentiuage mystique de
Baba' Al-Din Naqshband", RBI 21, 35-66.
MUDAR.R.IS, Mala 'Abd Al-Karim (1979) Yadi Mordan. Mawlana Khalid Naqsybandi. Baghdad.
- - - - (1983a) Yadi Merdan, bergi duhem. Syekhe Neqsyebendiyekani Hewramanu hmdi le muridu mtlrl.S'Ube diyarelcanfyah (dslam bahasa Kurdi).
Baghdad.
- - - (1983) 'Ulama' una fi khidmat Al-'Om wa Al-Din. Baghdad.
MUHlBBI, Muhammad Al·Amin (1284/1867) Khulashah Al-Atsar fl A.'yan AlQarn A.l-Hadi 'Asyar. 4 jilid. Bu1aq, Meair.
MURADI, Muhammad Khalil (lSOl/1883) Silk Al-Durar Ji A'yan Al-Qarn AlTsani 'AS'Y•· 4jilfd. Bulaq, Meair.
NEEB, CJ.. dsn ASBEEK BR.USSE, W.E. (1897) NOM' Lombok. Soerabaia: F. Fuhri
&Co.
NOER., Deliar (1973) The Modernist Muslim Movemmt in Indonesia, 1900-1942.
Kuala Lumpur: Oxford University Press.
NOOR.YONO (1982) "Pengikut Tarikat Naqsyabandiyah Babussalaln di Kahupaten
Langkat (Suatu Thljauan Psychologis)", dalarn: Agama danKemasyarakatan.
Medan: IAIN Al-Jami'ah.
PADHlLAH H.A., Haris (1984) Pmgajian Tasawuf H. Muhammad Noor di Taki·
242
1arekat Naqsyabandiyah di Indonesia
sung Kabupaten Tanah Laut. Skripsi Sarjana, Falt. Ushuluddin, IAIN Anta·
sari, Banjarmuin.
PELLY, Usman (1979) "Ubuna di Mandailing, sebagai Bahan Perbandingan untuk
Kaaua Kaji: Ubuna di Tip Kerajaan MeJayu Pesisir", Bulletin Proyelc Penelitian Agama dan Perubaltan Sorial (LEKNAS·UPI) no. 6, 1-35.
PQPER, G.F. (1934), Fragmenta lslamica. Leiden: Brill.
RAFFLES, Th.S. (1830) The History ofJava. 2 jilid. London.
RAHMAN, Fazlur 1968) Selected Letters of Sha~h Ahmad Sirhindi. Karachi.
REID, Anthony (196?) "19th Century Pan·111am in Indonesia and Malaysia'',
]AS 26, 267-283.
- - - - (1987) "The Identity of 'Sumatra' in History", dala!n: Rainer Carle (editor), Cultures and Societies of North Sumatra. Berlin/Hamburg: Reimer,
hal. 25-42:
RQCKEVORSEL, Dr. van (1878) Brieven uit Insulinde. 'r; Gravmbage.
lUNKES, Douwe Adolf (1909) Abdoerrao1f van Singleel. Bijdrage tot de lcennis van
de mystielc op Sumatra en Java. Dilertasi, Univeratas Leiden.
RIZVI, S.A.A. (1980) Shah Wali·Allah and his Times. Canberra: Ma'rifat Publishing
Houle.
- - - - (1982) Shah 'A.bd Al·'A:dr. Puritanism, Sectarian Polemics, and Jihad.
Canberra: Ma'rifat Publishing House.
- - - - (1983) A History of Sufilm in India. Jilid II. New Delhi: Munshiram Mano·
harJal.
ROFF, William R. (1964) "The Malayo·Mutlim World of Singapore at the Oose of
the Nineteenth Century",/AS 24, 75-90.
RONK.EL, Pb.S.van (1961) Rapport betr1ffende de godsdienstige verschijnsden ter
Sumara's Westleust. Batavia: Landlldrukkerij.
- - - - (1919) "Een Maleiscb getuigenil over den weg des 111ams in Sumatra",
BK.I 75, 363-378.
SAID, H.A. Fuad (1983) Syeleh Abdul Waluab Tuan Guru Babusm/am. Medan:
Puataka Babuualam.
SANTOSO, Amir (1980) The lllamas as Political Elites: A Case Study of tile
Madurese lllamu. M.A. Thelil, Universiti Sain• Malaysia, Penang.
SCHRIEKE, BJ.O. (1921) "Bijdrage tot de bibliografie van de huidige godsdien•
tip beweeging ter Sumatra's Westkuat", TBG 59, 249-325.
"" Pergolal&tm Agama di Sumatwa Barat. Sebuah Sumbangan Bibliografi.
Jakarta: Bbratara, 1973.
- - - - (1955) ''The Causes and Effects of Communism on the West Cout of Suma·
tra", dala!n: Schrieke, Indonesian Sociological Studies, jilid I. Bandung/Den
Haag: W. van Hoeve, hal. 85-166.
- - - {197!>) {Laporan tentang Kereaidenan Madura, oleh Penasehat Gubernur
Jenderal untuk Uruaan Pribumi dan Arab, 7 Februari 1920). dalaJn Sarekat
Islam Lokal [Penerbitan Sumber.Sumber Sejarah, no. 7) . Jakarta: Anip
Nasional.Rcpublik Indonesia, hal. 308-323.
SCHUUR.MANS, N.D. (1890) "De Tariqa Naqajibendijah op Java", Nederlandscla
Zmdingstijdschrift 2, 26!>-2i7.
SHAM, Abu Hassan (1980) "Tariqat Naqayabandiyab dan Peranannya da1arn
Kerajaan Melayu Riau sehingga Awai Abad Kedua Puluh", dalam: Tamadun
Islam di Malaysia. Kuala Lumpur: Persatuan Sejarah Malaysia, hal. 74-86.
SHELLABEAR, William G. (1930) "An Expoaure of Counterfeiters", The Moslem
World 20, 359·370.
- - - - (1933) "A Malay Treatise on Popular Sufi Practises'', dalaln: The MacDonald Presentation Volume. Princeton, NJ: Princeton University Preu,
hill. 3!>1-370.
SIMON, G.IC. (1908) "Der Islam bei den Batak",MNZG 52, 337-416.
Kepustaluaan
243
SNOUCK HURGRONJE, C. (1887a) "Een Arabiach bondgenoot der NederlandschIndische Regeering",MNZG 31, 41-63.
- - - - (l887b) "Een rector der Mekkaansche universiteit", BK/ 36, 344-404.
- - - - (1889) Meir.lea. Jilid 2: Aus dem heutig~n Leben. 's Gravenhage: Nijhoff.
- - - (1894) De Athehers. 2 vols. Batavia: Landadrukkerij Be Leiden: Brill.
- - - - (1900) "Les confreries religieuses, la Mecque et le Pan·lalamilme", Revue de
l'Hisroire des Religfous XUV, 262-281. (dicetak ulang dala!n: Ver.spreide
Gesclariften jilid III, 189-206).
- - - (1931)Mekka in theLatterPartoftlae 19th Century. Leyden: Brill.
- - - - (19!>7-1965) A.mbtelijke A.dviezen van C. Snoucle Hurgronje lBIJf/.1936,
uitgegeven door E. Go bee en C. Adriaanse. 'a Gravenbage: Nijhoff. S jilid.
SOE.BAR.DI (1978) "The Pesantren Tarikat of Surialaya in West Java", dalaln: S.
Udin (editor), Spectrum. Essays Presented to S.T. Aliljahbana. Jakarta: Dian
Rakyat, hal. 215-236.
SYAH, Abdullah dkk. (1978) "Tarikat Naqaabandiyah, Babussalam, Langkat",
dalaln: Su{ilme di Indonesia [• Dialog, edm khusua). Jakarta: Dep. Agama,
ha]. 51-68.
TEAM RESEARCH Faltultu Usbuluddin IAIN Waliaongo Semarang (1977) Studi
Khusus tmtang Thariqat di Jawa Tengah. Sematang: Badan Penerbitan IAIN.
THAHER, Idris (1986) Jamaah Tar~t Nalembandi dalam Kehldupan Beragama di
Kecamatan XIII Koto Kampar. Skripli, Falt. Ullbuluddin, IAIN Sult:an Syarif
Qasim, Pekanbaru.
THOLHAH, Imam (1981/1982), PP "A.l-Fatah" Trmboro Mag.tan. Jakarta: PDIA,
Departemen Agama.
TRIMINGHAM, J. Spencer (197S), The Sufi Orders in Islam. London: Oxford
University Preu (Edisi Pertama: Qarendon Preu, 1971).
TUDJIMAH CS (1987), Syelch Yusuf Maleasar. Rhtlayat Hldup, Karya dan Aja.ran·
nya. Jakarta: Departemen dan Pendidikan, Proyek Penerbitan Buku Saatra
Indonesia dan Daerah.
UYAN, AbdulJatif (1983) Mmlcibelerle Islam meshW"lari anril&lopedisi. 3 jilid. lltan·
bul: Bereket Yayinevi.
VER.KERK PISTORIUS, A.W.P. (1869) "De printer en zijn invloed op de samen·
leving", Tljdschrift voor Nederlandsch-lndie 3/2, 425-455.
VOLL, John (1975) "Muhammad Hayya al.Sindi and Muhammad ibn 'Abd al·
Wahhab: An Analysis of an Intellectual Group in Eighteenth-Century
Madina",BSOAS 38, 32-39.
VR.EDENBR.EGT, Jacob (1962) ''The Ha.dclj: Some of its Features and Functions
in Indonesia", BKI 118, 91·154.
- - - - (1968) De Baweanners in hun moederland en in Singapore. Diaertasi, Uni·
veraitu Leiden.
- - - (1973) "Dabus in West Java", BK/ 129, 302·320.
YOUNG, Kenneth Robert (1983) The 1908 Anti·Tax Rebellion in Minangkabau
(Wist Sumatra): A Socio-Economic Study of an Historical Case of Political
Activism among Indonesian Peamnts. Disertasi, University College, London.
YUNUS, H. Mahmud (1979) Sejarah Pendld~an Islam di Indonesia. Cetakan kedua.
Jakarta: Mutiara.
WAHID, Abdurrahman (tanpa tahun), "Bisri Syamuri: Biografi Singkat Pecinta dan
Penganut Hukum Fiqh". Naai.ab ketikan.
WALL, A.F. von de ( 1892) "Kort bcgrip van de beteekenia van de tat;ekat, naar het
Maleiach van Sajid Oesman bin Abdoellah ibn Akil ibn Jahja, adviseur
honorai:rvoor Arabilche zaken", TBG 55: 223-227.
ZAMZAM, Zafry (1979) Syekla Muhammad Arsyad Al·Banjory: Ulama Besar juru
Dakwala. Banjarmasin: Penerbit Karya.
ZOETMULDER, PJ. (1935) Pantheisme en moni.sme in de javaansche soeloelcliteratuur. Diaertasi, Universitu Nijmegeo.
244
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia
II.
RISALAH-RISALAH NAQSY ABANDI DAN POLEMIK ANTINAQSY ABANDIY AH KARANGAN ORANG INDONESIA
ABA, drs. Imron, Di Sekitar Maso.Ian Thariqat (Naqsyabandiyah ). Kudus: "Menara",
1981.
AHMAD K.HATIIlB bin 'Abd Al-Latif, Iz-har Zaghl Al-Kadzibin fi Tasyabbuhihim
bi Al-Shadiqin. Kairo: Al·Taqaddum Al-'llmiyyah, U26, 1344. Dalam
bahasa Melayu. Salinan lengkap dalaln A. Mm. Arief 1978.
---- Al-Ayat Al-Bayyinat li Al·Mumifin fl Izalah Khurafat ba'dhl Al-Muta'ashshibin. Kairo, 1326:
---- Al-Saif Al·Battar Ji Mahq Kalimat Ba 'dial Ahl Al-Ightirar. Kairo, 1S26.
ALIHNDUAN, K.H.S. Muhsin Aly, Mwtika Thariqat Naqsyabandiyah Muzhariyah.
Stensilan, Ujung Pandang, 1976.
'ALI hlD 'ABD AL-MUTHTHALIB, Haji Muhammad (=KHATIB 'ALI}, Risalah
Naqsyiyyah fi Asas Ishthilah Al-Naqsybandiyyah min Al-Dzikr Al·Khafiyy wa
Al-Rabithah wa Al-Muraqabah wa Daf' Al-l'tiradh bi Dzalilta. Padang 1326/
1908).
- - - Kitab Miftah Al-Shadiqiyyah fi Ishthilah Al-Naqsybandiyyah. Padang, 1325/
1907.
CHOLIDIJ, S. Moe'allim, Kitab Soeloek Nakasjat>andijah. Eerste deeL Tanpa
tempat dan tahun terbit (Sumatera Barat).
AL-F'ATTA'I, Kyahi Maisur Jufri, Misykat Al-Muktadin Ji Tarjamah Manaqib Al·
Syaikh Baha' Al-Din Al-Naqsybandi. Grabag, MageJang: Hamam Nasiruddin,
1968.
HAMID, A., Risalah Perkenalan Lembaga Bimbingan Kerohanian Islam "Baihll'rohmah" Malang. Surabaya, 1981.
PerJ8antm' llmu Agama: Jalan Seni Hidup, Melnbangun Manusia Seutuhnya
Lahfr.Batin. Surabaya: "Karunia", 1984.
JALALUDDlN, Dr. Syaikh Haji, Pertahanan Al-Thariqat Al·Naqsyabandiyah.
4 jilid. Buldttinggi.
---- Pembuka Rahasia Allah. 4 jilid. Bultittinggi, 1955.
---- Rmu Ketuhanan Yang Maha Esa. 5 jilid. Bukittinggi.
Rahasia Mu tiara Al·Thariqat'A.1-Naqsyabandiyah. 6 jilid.
---- Tiga Serangkai. Suryalaya, TasikmaJaya, 1964.
---- Rahasia Sjan"'at dan Tho:rikat. Medan.
---- Buku Penutup Umur. jilid. Medan.
JAMBEK, Syaikh Muhammad Jamil, Penerangan Tentang Tarekat Naq,,.yabandiyah
dan Segala yang Berhubungan dengan dia. 2 jilid. Bultittinggi: Zainoel 'Abidin.
AL-MANDURl, 'Abd Al·'Aziz, Kaifiyat Berdziltir atas Thariqat Naqsyabandiyah.
Singapore: H. Muhammad Amin, 1318/1900.01. (terjemahan Melayu dari
karya Muhammad Shalih Al·Zawawi dengan judul yang sama).
MA'RUF' bin M. Hasan, Syailth H. Muhammad, Al·Rtsalah Al-MuJidah li·Ahl AlTariqah Al-Naqsybandi)iah Al·Khalidiyah. Blitar: H. Qamaruddin, 1978.
AL-QUDUSI, Kyahi Muhammad Hanbali Sumardi, Risalah Mubarakah. Kudus:
Menara, 1968.
AL·RASUl.I, Sulaiman, Tabligh Al-Amanah. Bultittinggi, 1954.
SA'D bin TANTA (MUNGKA), Irgham unuf Al-Muta 'annitin fi lnkarihim Rabithah ·
Al· Washilin.
Risalah Tanbih Al-'Awam 'ala Taghrirat ba'dhl Al-Anam. Padang 1326/
1908.
SOU'YB,Joesoef, Wihdatul Wujud dalam BerbagaiAliranMistik. Medan: Waspada,
·1976.
Aliran Kebatinan (Mistik) Perkembangannya. Medan: Rimbow, 1988.
RIMBA, Tgk. H. Abdullah, Ilmu Tharikat dan Hakikat. Tanpa tempat
I Banda Aceh J, tanpa tahun ( 197 5 ?] .
Kepustakaan 245
'USMAN bin 'ABDALLAH bin 'Aqil Yahya, Sayyid, Al-Nashihah Al·Aniqah ti
Al·Mutalabbisin bi Al· Thariqah. Betawi, 1883.
---Arti Thariqat dengan Pendek Bicaranya. J\etawi, 1889.
WALY AL·KHALIDY, H. Muhammad, Tanwir Al-Anwar Ji Iz·har Khalal ma fi
Kasyf Al-Asrar, Banda Aceh: Taufiqiyah.
---- Risalah Adab Dzikir Ismuudzat dalam Thareqat Naqsyabandiyah. Banda
Aceh: Taufiqiyah.
YAHYA bin LAKSAMANA, Haji, Lisan Naqsyabandiyah (untuk Membenteras
Risalah bagi Syekh Ahmad Khatib). Kajang, Selangor, 1981
---- Mir'at Al-'Awamm. Membicarakan Asas Ilmu Ushuluddin dan Rmu Tasawwuf bagi Orang Awam. Kajang, Selangor, 1986 (edisi pertama: 1947).
YAHYA RAMBA SUMATERA, Haji, Risa/ah Thariqat Naqsyabandiyah, Jalan
Ma'rifat. Kajang, Selangor. 7 jilid, 1976-1986 (dicetalt ulang berbagai ltali).
ZAHRI, Mustafa, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf. Surabaya: Bina llmu, 1984.
Ill. KARANGAN SYAIKH-SYAIKH TAREKAT QADIRIYAH WA
NAQSYABANDIY AH DARI INDONESIA
K.H. MUSLIKH bin Abdurrahman, Al-Futuhat Al·Rabbaniyah Ji Al·Thariqah Al·
Qpdiriyah wa Al-Naqsyabandiyah. Semarang: Toba Putra, 1962, (dalam
bahasajawa).
---- 'Umdat Al-Salik Ji Khair Al-Masalik. Purworejo: Ma'had Burjan, 1956.
(Bahasa Arab dengan terjemahanJawa antarbaris).
---- Risalah Tuntunan Tareqat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. 2 jilid. Kudus:
Menara Kudus, 1976-79, (Bahasajawa).
---- Munajat Al-Than'qah Al·Q.adiriyah wa Al·Naqsyabandiyah wa Ad'iyatuha.
Semarang: Pustalta Al·' Alawiyah, tanpa tahun.
---- Al-Nur Al·Burhani fi Tarjamah Al-Lujain Al-Dani fi Dzikr Nubdzah min
Manaqib Al·Syaikh 'A.bd Al·Qadir Al·/ailani. 2 jilid. Semarang: Toba Putra,
1963. (Bahasa Jawa. Jilid ltedua terdiri dari teks manaqib dalaJn bahasa Arab
dengan terjemahan Jawa.
K.H.A. SHOIHBULWAFA TAJUL 'ARIF'IN, Miftahus Shudur: Kunci Pembuka
Dada. Terjemahan (Indonesia): Prof. K.H. Aboebaltar Atjeh. Suryalaya, 1970.
- - - Uquudul Jumaan: Isi Wiridan, Khotaman, Silsilah. Suryalaya: Yayasan
Serba Baltti Pesa.ntren, 1975. (Bahasa Indonesia).
H. Muhammad SIHDDIQ (bi-qarya Peji), Risalah Al-Dzahaoiyah Al-Shughra fi
Dzikr Silsilah Thariqah Al·Q.adiriyah wa Al·Naqsyabandiyah. Semarang:
Toha Putra, tanpa tahun. (BahasaJawa).
IV. KARANGAN-KARANGAN SYAIKH-SYAIKH NAQSYABANDIYAH DI TIMUR TENGAH YANG TELAH DIPERGUNAKAN DI
INDONESIA
AHMAD DIDYA' AL-DIN GUMUSYKHANAWI, Jami' A.1-Ushul fi Al·Awliya' wa
Anwa'ihim wa Ausafihim. (Kitab ini dibawa pulang, pada penghujung abad
ke-19, oleh beberapa baji Indonesia yang telah memperdalam tarekat Naqsyabandiyah di Maltltah. Seltarang langlta 11eltali).
HUSAIN IBN AHMAD AL·DAUSARIAL·BASHIU, Rahman Al-Habithah fi Dzikr
Ism Al·Dzat wa Al·Rabithah. (Teks Arab dengan terjemahan Melayu, dicetak
di Maltkah pada tahun 1306/1889, atas jasa Syaikh Ahmad Al-Mansur AlBaz. Dicetak ulang: Maltkah: Al-Mishriyah, 1325. Ringkasan isinya dalarn
Abdullah 1980, hal. 158-171).
MUHAMMAD BIN 'ABDALLAH AL-KHANI, Bahjah Al·Saniyah fi Adab AlThariqah Al· 'Aliyah Al·Khalidiyah Al·Naqsybandiyah. (Langlta, hanya di-
246
Torekat Naqsyabandiyah di Indonesia
miliki oleh beberapa syaikh berusia tua).
MUHAMMAD AMIN AL-KUR.DI, Tanww Al·Q.ulub. Kairo 1348/1929. (Kitab
Naqsyabandi yang paling populer di Indonesia. Dicetak ulang di Singapura
dan di Surabaya. Dapat dibeli di mana-mana).
MUHAMMAD HAQQI AN·NAZILI, Khazinat Al·Asrar Jalilat Al-Adzkar. Kairo
I 286. (Dipakai di Malaysia dan daerah-daerah Indonesia yang berbahasa
Melayu. Dicetik ulang di Surabaya).
MUHAMMAD SHALIH BIN 'ABD AL-RAHMAN AL·ZAWAWI, Kaifiyah Al-Dzikr
'ala Thariqah Al·Naqshbandiyah. (Terjemahan Melayu dicetak pada Matba'at
Al-Ahmadiyah, Pcnyengat, Riau, 1313 AH).
SULAIMAN AL-ZUHDI AL-KHALIDI, Majmu'at Al-Risa'iJ. Istanbul(?), 1298.
(Dimilllti oleh berbagai syaikh tarekat di Indonesia).
INDEX
AbahAnom (K..H.A Shoblbul Waia TaJtdArlftn).
9.5, 97, 129, 13'2, 152
Abah Sepuh rAbdullab Mubarak), 95
Abbar (Pagutan. Lombok), 222
dilltf4ll 167-168. 174, 176, 177
Abban, Syekh Khalifah (Teratakbulub, Kampa!),
140
Abba Q.adhl (Padang Lawas). UlO, 131
'Abd Al-'Adum Al-Mandurl, 70, 107, 186-18'1,
190, 194-, 224
'Abd Al-'Aziz, Hajl (Pontianak). 122
'Abd Al-'Azll Al-Dabbllgb, 49
'Abd Al-'Azll Ibn Sa'ud. 71, 117
'Abd .Af.&qi Al-MllJa.P, Mubammad (Nuhlla,
Yanan). 3', 37, 40, 55.s1
Abdulgbafur alias Hajl Wajab (Swnbek, Lombok), 217
Abdul Gbanl (Batu Besurat, Kamper). 139, 144,
145
'Abd Al-Gbiml Al-Nabulusi, 112
'Abd Al-Gbiml Al-1\aauli .M-Baghdadl (Makkab),
201
Abdul Hadl Padangan. 183
Abdul Halim (Gapus, Pall), 164
Abdul Halim (Pandeglang), 94Abdul Hamid (khaJll8h Muda Walt). 145
Abdul Hamid lffula Punglwt, Tapanuli Selatan),
1'3
Abdul Hamid D, Sukan Turld, 22
Abdul Hamid Al-Banjut (Abulung. Manapura),
~
'Abd AI-Hamid AJ.Daghllllanl, 72-73
Abdul Hamid AJ.Malll (Ampenan), 221
'Abd Al-Hamid AJ.Sylrwanl, 72-3
'Abd AJ.Hayy (Makbh). 58
Abdul Hayyi MuhylddtnAl-Amlen {Malang), 231
AbdulJabbar (Bam-1am, Langbt). 136
'Abd Al-Karim Al-Baghdad!, 95
Abdul Karim (Bandunparl, Purwodadi). IM
'Abd Al-Karim Al-Banlanl, '.ll, 92-96, UM, 107,
178, 219, 220, 221, 222
Abdul Karim (Koto nan Gadang). 127
'Abd AJ.Kanm bin Mubammad 'Amrullah (Haji
Rasul), 112
'Abd .M-Karlm ibn Muhammad MLahuri, 41
'Abd Al-Khallq Al-Ghujdawanl, 41, so.s2, 62, ~
64, 76-79, 85
Abdul Kholiq (Mojolawanm, Patt). 164
'Abdallah lbn 'Abbas, 231
'Abdallah lbn 'Abd Al-Q.lihhar (Banten), 44, 59,
~102
'Abdallah lbn 'Alwi lbn Muhammad .M-Haddad,
l!U
'Abdallah .M-Arzlnjanl, 67~ 72-73, 99, 126
'Abdallah Dlhlawt (Syah Ghulam 'All), 65-66, 6970, 72-73, 86
Abdullah Chafldz (ltembang), l~ 167
Abdullah (GUllell, Blora). 169
Abdullah Hamid {KaJolan. Magelang), 167
Abdullah {Kepalllm, Tegal). 170
Abdullah Khatib(?). 203
Abdullah (Xlayu. Lombolt), 217
'Abdallah Mubarak (Abah Sepuh). 9.5
Abdullah, Raja (bu). 100.101, 119
Abdullah Wun (KaJen. Pall), 164
Abdullah, H. Wan Muhd. S.',hir, 38, 41, 7l
'Abdallah .MZ.awawt, 69, 72-73, ICB, 120-122
'Abd AJ:.Lalhlf bin 'Abd AJ.Qltd1r MSarawakl,
123
'Abd AJ:.Lalhlf bin 'All AJ.Bamanl (Clbeber), 94-,
96
'
Abdul Lall( (Sumpur, Minangkabau). 127
Abdul Latif (Temlakbuluh, Kampa!), 141
Abdul Majid (Guguk Salo, Baiu Sangbr, Mlnangb.bau). IU, 151, 154
Abdul Majid (TanJung Alam, Baiu Sangbr, Mlnangbbau), 126
Abdul Majid (Tanjung Laning. Muara Slpongt,
Tapanuli Selatan). 142
Abdul Malllt (Kedungparuk. Purwokerto), 171,
172
Abdul Maoan (Padang Ganllng, Mlnangkabau),
126
Abdul.._ (Padanpldempuan). 137, 143
Abdul Maup (Bablmalam. Langkat), 136
Abdul Mt'naj (Candllarl. Semarang), 166
Abdul Mu'ln (Pagutan, Lombok), 222
'Abd .M-Mu'lhl .M-Mandun (Makkah). 93
Abdul Qjldlm (Balubus), 147
'Abd AJ.Qltd1r Al;Jllanl, 42, 47; 9091, 96, 98, 153,
154
Abdul Qjldlr (Kedungparuk, Purwokerto). 171
'Abd Al-Q,adir ~g), 106-107, 109, 162
'Abd .M-Rahim Lam Kubil, 45
Abdurrahman Ambo Daile, 200
Abdul Rahman (Batu Hampar, Minangkabau),
l'.l/, 139
'Abd .M-1\ahmanjaml, 51, 54, 5&Sl, 61
Abdumhman {Kebnmen), 172·173
Abdur Rahman .M-Khalldi
147
Abdurrahman (Kla)'ll, Lombok).
218-219
Abdunahman (Kopang, l.ombok), 217
247
lrukk 249
248 Tarekal Naqsya/Jandtyall di Indonesia
'Abd Al-Rahman LamJablt, 45
Alxlunahman Menur, 96
Abdumthman Padangan, 168, 231
'Abd Al-Rahman (Praya, Lombok), 93,
Abdumthman Qjtdir (Ma.Jene, Sulawesi Selatan),
211
'Abd Al-Rahman Al-Saqqaf Al-'Alaw! (Makkah),
71
Abd11mthman (Surabaya), 170, 175
Abdul Rani Mahmud (Poniianak), 70, 122, 123
Alxlurrasyld (Klayu, lnmbok), 217
'Abd Al-Ra'ufSlngkel, 34, 3&37, 41, 54, 58, 59, 64
Abdummaq (Polewali.Mamasa, Sulaw•I SelaIan), 211
Abdul Salam, R.H. (Cianjur), 24, 108
Abdul Salam (Maninjau), 128
Alxlussalam (Solwaja), 169, 171
'Abd Al-Shamad bin Muhammad Azharl, 'iY
'Abd Ai..shamad Al-Palimbanl, 40
Abdulwahhab Chafldz LAS (Rembang), 163, 107168, 226
'Abd Al-Wahhab gelar Syekh Ibrahim bin Pahad
liluu Ibrahim Kumpulan
'Abd Al-Wahhab Rokan 108, 120, 134,, 135-139,
140, 142, 143, 153, 158, 161, 201
'Abd Al-Wahhab Ai..Tazi, 49
Alxlul Wahid (Palau Gadang, Kampar), 140
Alxlul Wahid Khudzailiah (Omben, Parnekasan),
189, 190, 193
'Abdub, Muhammad, 113
Abidln (Bahapal, Slmalungun), 113
Abu'l-'Abbu Al-Irani Al-Shull (Makkah), 100
Abu 'All Al-Farmadzl, 50, 51, 113
Abu Bakar (Anjlr Pasar, Banjarmasin), 201
Abu Bakar (Padang Lawas, Mlnangkabau), 128,
142
Abu Bakr Ai..shiddiq, 48, 50, 52, 62, 113-ll 4
Abu Hamid, Ors., 36, 42, 206, 210
Abu'l-Hasan Al-Kharaqanl, 50-51
Abu Q!.ibam - /u.tjabal Abu Q.ubab
Abu Sa'ld Al-Ahmadi, 69
Abu'l-lhahlr Muhammad ibn Ibrahim Al-Kuranl,
39, #, 56$1, 59
Abu Yazid Al-Blstbami, 50-51, 62
Aceb, 32, 45, 88, 139, 143-146
Adam Banurl, 56-58
tuiat. konllik rnengenal, 110.111, 129
Adenan {Banjarmallm), 202
Adlan Ali, 100.1112
Adnan Mahmud (Bakongan, Aceh Sela!an). 145
Allf (Mmanggu. lnmbok), 221
Ageng Tlrla)'asa. Sullan (Hanten), 34-35, 43
Agus Salim, khallliab (Pekanbaru), 140-141
Ahmad Affandl (Sokan\ja), 171
Ahmad Amklnagl, 45, 54, 56-57
Ahmad Asrorl - libat Asrorl bin Usman Al-lshaql
Ahmad Dhlya' Al-Din GulllWl)'khanawl, 74, 76, 112
Ahmad Al-Ghazal!, 51
Ahmad Hub Allah bin Muhammad, 92, 96, 178
Ahmad lbn Ibrahim ibn 'Alan, 55, 56-57, 64
Ahmad ibn Idris Al-Fasl, 49
AhmadJarullahJuryanl (Makkah), 58
AhmadJazuli (Karangmalang, Brebes), 94
Ahmad Khatib (Hanten), 93
Ahmad Khatib Mlnangkabau, 85, 111-113, 116,
129, 143, 160, 188
Ahmad Khatib Sambas, 17, 82, 89-92, 104, 123,
204, 219
Ahmad Khwajakanl, 45
Ahmad Lampung, 92
Ahmad ibn Mubarak Al-Lamti, 49
Ahmad ibn Muhammad Zain Al-Palani, 71
Ahmad Nawawi Abdul Q.adir Al-Ban.Jarl, 201
Ahmad Al-Q.usyasyi, 39, 41, 54, 56-liB
Ahmad ll.lfa'I (Solwaja), Uil, 169-171
Ahmad Rowobayan (Padangan), 169
Ahmad Sa'kl Al-Ahmadi, 69, 72-73
Ahmad Al-Sballh Syams Al-Mlllah wa Al-Din,
Raja Bone, 37, 38
Ahmad Sirhlndl, 40, 42, 53-63, 65, 78, 79, 81
Ahmad Suhar!, 94
Ahmad Syabrawl (Prajen, Madura), 187-190
Ahmad-I Syahid (Barelwi), 85
Ahmad Al-Sy1nnaw1, 56-58
Ahmad Al-Tljllnl, 49
Ahmad ibn 'Ujall, 5&57, 58
Ahmad Y•evl, 51
Ahmad lbn Zain! Dahlan (mufti Syall'I Makkah),
69, 121
Ahrar, Khwajah - lihat ·'Ubaidallab Ahrar
Akbar, Maharaja Moghul, 79
Akmallyah, tarekat, 153, 170, 174
'Ala' Al-Daulah Simnanl, 55
'Ala' Al-Din 'Aththar, 52, 54, 56-57
'Ala' Al-Din Muhammad, 56-57
'Ala' Al-Din Q!tdhln, Muhammad, 56-57
'Alan - liluu Ahmad lbn Ibrahim lbn •Alan
'All ibn Abl Thalib, 48, 113
All Batu, Hajl - lihaJ Muhammad All (Sakra,
lnmbok)
'Ali Hamadanl, 112
'All Nahari (Makkah), 95
All, Raja (Riau), 100.101, 119
'All Ridha, 68, 71-73, 107, 142, 147, 150, 151, 155,
168-169, 171, 172, 176, 180, 199, 207, 227
All Wafa (Ambunten, Madura) 189-190, 192-193,
195-196, 197
'All Al-Yamanl, 58
'Alwl bin 'Abbas Al-Malik! (Makkab), 196
Ama11alt, majalah, 16
Ambo Daile - liluu Abdu1T11bman Ambo Daile
Amin bin Muhsln Aly Alhinduan, 189, 195, 214
Amin, Kl (Cibuntu, Hanten), 94-95
Amir Kulal Al-Bukhari, 50, 52
Anas Mudawwar (Babussalarn, Langkat), 137
Antung Ahmad (Anjlr Pasar, Ban.Jarmasln), 201
Anwaruddi11 (Semenanjung Malaya), 201
Arab,keiurunan,21-22, 120-122, 174, 194-195,2()'$
Arie{, A. Mm., 115
'Arif Al-Rlwgarl, 50
Amyad Al-Ban.Jarl, Muhammad, 37, 201, 202
Amyad Qjtdlr (Banten), 93
Anyad Thowll (Banten), 93
Arwani Kudus, 162, 163-164, 165-166, 167, 181
As'ad bin Abdul Ruyld (Wtyo, Sulawesi Selalan),
2IJ)..209
Asfar, Anmng Guru Muhammad (Gowa), 207
Asfar (Blllar), 177
Amawl Carlngin, 31, 93-96
Aarori bin Usman Al-Iahaqi (Sawahpulo, Surabaya), 181-183
"'"""' - Ii/Mt wirli
Aydarua Ghan! (Batu Besurat, Kampaij, I 3!l, 145
Al-Azbar, 112, 168, 183, 226
'Azlzan 'All Al-lWnbnl. 50
Ba-'Alawtyah, larekat, 40, UM
BabaAl-Sammaal, Muhammld, 50, 52
BabUl8lllam (Langbt), la!, 135-139, lli8-159
Wiil, 87, 157, 164, 170, 171-172, 178, 180
Baha' Al-Din NlM:pyband, 42, 47, 49, 50, 52-53,
fl6.57 I 60, 61, 76, 78-79, 98
Baha'uddtn Q'atiwanpm. Purworejo), 173
Bahri Muhudl (Mojoead), 179
llai'al, 62, 68. 8687, 169, 191, 213-214, 227-228
Bajurt (Amunlal, Kallmantan Seialan), 200
Ball, orang Ball, 28, 92, 193, 215-216, 219, 220
Al-Ball, Muhammad lama'll - liluu lsma'll ibn
'Abd Al-Rahman Al-Ball
Banglcol. Guru (alias Mamt. lamall, Praya, J...om..
bolt), 28, 93, 215, 217, 218-220, 221, 222
Al-Ban.Jari, Muhammad Arsyad - liluu Anyad
Al-Banjari
Al-Ban.Jari, Muhammad Nalls-lu.t Nalls Al-Banjarl
Banjarmasin, 2()0.203
llanten, 3+85, 42-48, 46, 93-95, 230
llanten, pemberontakan 1888. 27-28, 215-216
llanien, pemberontakan 1 • 31, 93, 94, 117
Banyumaa, 169-172
A.1-Baql Al-Baghdadi, 95
Baqi Bl'llah, 40, 5a.SJ' 60, 89
Baqi bin Sulalman Al-Kholldy, Muhammad (Hu1a
Pungkut, Tapanull Selalan), 142, 151
lla~49, 195
Barztn.JI, Muhammad ibn 'Abd Al-Rasul - liluu
Muhammad lbn 'Abd Al-Ruul Al-Barztnjl
Bastomt (Mbaran, Mo.Jo, Kedtri), 176
Batavia, 35
Bawean,97,98
Beklaaylyah, larekat, 51
Bellau Natar, 150
Berg. L.W.C. van den, 32
Beru1ak. Tuanku - Ii/Mt lhahlr Beru1ak
bii'alt, lllduhan, lll·U2, 114, 115, 194
Blltar, 176-178
Blom, 168-169
Bogo. Mbah (Nganjuk), 175
Bogor32,#
Bonjol (Sumatera Barat), 124
Bonjol, 'All Sa'ld-/i/Mt 'All Sa'id Bonjol
Bonjol, Ibrahim - liluu Ibrahim Bonjol
Bondowoeo, 230
Bone, keraJaan Bup, 34, 208
Baddha, agama, 79, 84
Bugil, orang, 35, 100, 2()0.201, 2Q6.214
Al-Buni, Abu'l-'Abbu Ahmad lbn 'All, penprang S,.- Jtl·M11 '11rif. 176, 224, 229
Burbanuddln (Bakong. Demak), 164
Bwhanuddln (Vlakan), 140
Bmlaml,iDdl(TanjllngBonel, Mlnangkabau), 127
BUllaml Llnlau, 151
Cangklng (Sumaten. llarat), 102-l03, 124-1~
Carlngin, Kill - libat Asnawi Canngln
Carkhl,. Ya'qub-liluu Ya'qub Carkhi
CebolH, Sent, S9
Cealhlni, s-t, ...
ChumaMll (Kroya. Cilacap). 173
Clanjur, 23-26, .... 46, IO'l, I~
Cina, S9
Ckebon, 92, 95-96, 174
Clsytlyah, larekat, 54, 58
"""""· 221).23(1
Daghllllan {Kdatya), 31, 67. 68
Damaakus, lU
Darwlay alias IDdl lama'll (Umbul, Sampang), 187192
Da'ud, Muhammad (Bahussalarn, Langkal), 136-
137
Dawl, Khaliliah (Kangar, Perils)
Dell, kaultanan, 26, la!, 136
Dlponegoro. 21
Domes Boeman, Tuanko Mudo, 147
Dullah, IDdl (Kllyu, lnmbok), 217
DwWnan, HaJI (Kopang. lnmbok), 217
Duraald, HaJI (Klayu, lnmbok). 217
l.riti; 77-78, ~·
l.ritlr
Um"'"""" 78, 80, 97, 172
Mir jaMi. 42, 48, S2, 59, 80, 89, f1l, 206-207, 229
bil;;;, ilaft, 48, S2, 80, 89, 147' 206, 280, 232
bil;;lr illllla'if. 42, ~1. ee, D, 213., 232
bil;;;, '"'"" 36, 80, 205
bil;;lr tulad, 36, 77-78, 80, 97
Emed (pun Kill Amawl Canngln), 93
~ Kontrollr, 28-29, 215-217, 219
Faghnawi, Mahmud Anj1r - lu.t Mahmud Anjlr
Faghnawl
Fllllhal, Muhammad (Praya, lnmbok), 218
Falak, Kial (Pagentongan, Bop). 94
Faqth Shaghlr, 108
Faqth Shaull - /u.t Shaull, Faq1h
250 Tankal NOIJl}a/xmJiyalc di lNitwusia
Faria, Muhammad (allu Hallth Kuyghari), 45
Falah (PaiUan. Baiijamegara), 112
Flllhul But (Umbul, Sampang). 123, 187, 189-191,
193, 196
Ft.lkMh, Syarlf&h (Sumeaep, Madura), 180, 199,
H11-Ul8
Falah IJeas, WotlClllObo), 173
Gbalir (Tnmggalek), 176-177
Gbauta AJ..Hllldl - llud Muhammad Al.Qhaum
Gharall, Am-1- llud Ahmad Al.Qhazall
Ghar.lmtar lbnJa'ilr Al-Naluiwall, S&S7
G~ AJ.Dtn Ahmad, S&S7
Ghmall (Jmnber). 173
Gho:mli (Srilmlon. Patt), 164
GbujdawlUll, 'Abd Al-Khallq - li1ud 'Abd AlKhallq Al.Qbu'1aWllfll
Gbulam 'All, Syab - llud 'Abdallab Dlblawi
Glrllwsumo (Semanmg), 107, 100. 163-164, l&;..
167
Gowa, 34-36, 39, 'Jm, 212
Golbr, 96, 132, 1"5-146, 180, 181, 185, 19.S
G111111111~w1 - llud Am-I ~ Al-Dln
Al-Gmn111~w1
GUf!Uflgjad, Summ, 43
Habib, Muhammad (Kebaronpll. Bat!yumu),
170
Hadmwl (Kwanyar), 1!11
Hallth Kaayghat\ 45
Hallzb Lasem (Rembaflg). 181
hajt 21-22, 104-106, 125
HaJI Ruul-llud'Abd Al-Karim lbn Muhammad
'Ammllab
Hamadml. 'All - llud 'All Hamadanl
Hamadmt, Yusuf -11/ut.t Y111uf Hamadanl
Ha- Nallhlr (Gtabag). 163, 165
Hamid I, Sullan Pontlmak, 122
Hamb, Buya. 'SI
Hallal, madzbab, l:U
Hanball Sunwdl Al-Q)lduat, Muhammad, 164165
Haqqt Al-Nazill, Muhammad, 70-71, 12-73, 75
Hanm Syakur (Bangm.Jepara), 164
Hanm (Talok Wnbmojo, Ngawen), 169
Hamn (Air Banp. Mlflallgkabau), 13'1
H-Asybri - llud Mangll, Mbab
Hamn Buurd (Pakong, Pamekalan), 187-100
Haan (Baagn, Majene, Sulawesi Selalan). 21 l
Haan Muhammad Al-Muyatb Al-Yamam (Mak,
bb), 196, 220, 221
H - Mustapa, Hajt, 24
Haan (PaiUan. Banjamepra), 172
Hasan, Kliallfab (Pedlll). 161
Hasanuddtn, Sullan (Banten), 43
Hubullab (bin Abdurrabman, Kebumen), 173
Asy'arl, 175, 180, lliS
/add: 251
Haylm, Muhammad (Buayan, Minangkabau),
IS0.151, 153-154
Hasyim (Ranjau Batu, Tapanull Selatan), 142
Haua, Mohammad, 127
Ha.- (Kwdllllan selatan), 89
Ha}'ad. Muhammad (Renggean. Sulawesi Selalllfl), 211
Hkhoyalullab Samwt, S&S7
Hindu. agama. 79
Holle, K.F., Penasebat Kebormalan untuk Urusan
Pdbumi, 23-27, 68. m
HU!lllln tbn Am-I Al-Dallllllrt Al-Buhrl, 91).l 00
HU!lllln Gaba! Abu Qpbaia, Makkab), 150
HU!lllln (Ulm) (Sumbek, Lombok), 217, 224
Hiiiin, Muhammad (Pulr, Agam Tuo, Minang·
kabau), 127
H111nu (Bengkel. Lombok), 222
Hula Pungkut (Tapanull Selalan), 142, 143, 151,
153
Hudbur, Hajl, S&S7
'Alan_,,_
lbn
Ahmad lbn Ibrahim ibn 'Alan
lbn Al-'Arabl, Mubytddln. 3'1, -'2. SS, 58, 60, 160,
199
lbn Qlaytm Aijamtyab, 229
Ibrahim Boqjol. 147-1"8
1brahlm Brombong (Semanmg), 96
Ibrahim Harun Aijalts. Hajl Muhammad (ClanJur). «
Ibrahim {Kebumllll), 173
lbrablm Kbaunml(?). 203
Ibrahim Kumpulan, 125, 127-128, 139, 1•2, 1•7,
ISO
Ibrahim .MKuranl, 84, 3'1, 39, 41, «, M, 56-60, 63,
64,89, 91
Ibrahim {Padaag Slbusuk), 127
1brab1m, Tl.lllll!flll1DI (Stngapura), 100
ldham Qalld, 181
ldrlll bin Syam'un Banten (Makbh), 220
ldrlll (Gulult-Ouluk, Sumenep), 192
ldrlt, HaJ1 (Tapl Selo, Mtnanglcabau). 127
Byu, Mubanunad (Solwaja), UJl, 162., 169-172.,
175
India. 53-58, 6+66
Allnyad. 113
lama'll bin 'Abd Al-Rahim Al-Ball, Muhammad,
00,92,219
lsma'll Al-Buusl (!lud juga lsma'll Mtnangbbawl}. 67, 68. 12-73, 100, IM>, 168
lsma'll, Guru (Mujur, Lombok). 223-2.'U
llma'llJabal, 70, 121-122, 123, 1.0
llma'll (Kelapang, Kalimanlllfl Balllt), 122
Isma'll, Muhammad (Kracak, Slndanglaut), 9s.96
lama'll (KnmJI. Ampemm). 221
lsma'd Minangkabawl (lsma'd Stmab~, 67, 9!).
102, 11!).120, 124, 134, 139, 1.0
lsma'll (Muara Slpongl, Tapanull Selalan), 142
lsma'll (Talok Wobmojo, Ngawen), 169
Isma'll bin Zain Al-Yamani (Makbh). 196, 197
Izzt bin Muhaln Ma'mun ~ Lombok). 220
Jabal, Syalkh- llud Sulalman Al-Zubdl aodJabal
AbuQpbail
Jabal Abu Qpbaia, 6741, 70.71, 122, 150-151, 161
Jabal Hindi, 70. 121-122, 1"6, 161
Jaelanl (Negara. Kalimanlllfl Selatan). 200
Ja'far lbn 'Abd Al-Rahman AJ.Q.adrl, 122
Ja'far Batu BesUllll, t 41
Ja'far tbn Muhammad Al-Saqqat; 122
Ja'far, Sa'kl (Putau Gadang) - tlud Sa'idJa'far
Ja'far (PUlau Plnang), 161
Ja'ilr Al-Shadlq. SO. 90
Ja'far bin Abdul Wahid (Omben; Sampang,
Madura), 193
Jabo,Jamll - llud JamllJabo
Jailanl, Tgk. (Acab Selalan). 1"5
Jalaludd:ln (BanJannastn), 201
Jalaluddtn, HaJ1{Bukflllnat),7t, u+us, 131-32.
1-48, 150.151-152, 171, 189, 191,200,209,210.
211-212, 227-228
Jalal Al-Dln Cangklng, 102-199, 125
Jamal Al-Dln Pa&ai, 45, 1"3
Jamaluddln (Srtgadtng, Ambunten, Sumenep,
Madura), 192
Jambek, MubammadJamll- lihatJamllJambek
Jamb!, 138
Jamil Jabo, Muhammad (Padang Panjang, Mi.
nangkahau), 139-1"6, I«
JamllJambek, Mubanunad, ua
Jamil Tungkar, Muhammad, 126
Jam'lyyub Ahl Al-Tbatlqab At-Mu'tabarah, 179181, 233
Jaulwt (Pnmduan, Madura), 198
Jawa Baral, 23.27, ~ 102, 1111
Jawa Tmgab.102, 106-107, 162-17•
Jawa Timur, 17+.18', 193, 191).196, 2!J0.231
Jamil (Dasuk, Sumenep. Madura), 192-193
Jazull (Tattangob, Sampang), 187-188, 100, 192
jillad, 25, 31, 229
Jobor, kerajaan 100.101, 136, Hl9, 161, 17"
Jombang 96411, 178, 180-181
Juma, Puang (Gowa), 'Jm
JwUlld Al-Bagbdadl, 42, 90, I 13
Junaid, Khalifilh (Labuan Billk, Pana!, Sumatem
Timur). I'S/
Kuan Tapelr, Kial (Krapyak Lor), 29<30, 00, I06
...... -"" 130
ka111nt110, 100
kebattnan, allmn, 231-232
Kebumen 170, 172-173
Kedab, 101, 173
Kedlrl, 17M78
A;.W"4/a1t, 186, 206-207, 216., 223-224, 229-230
Kertnct, 128, 1311
kaakliafl, 63, 130, 185, 166, 200.207, 223, 228
Khaidlr - llud Kbidlir
Khalid Dblya Al-Din Al-Kuro1 Al-Bagbdadt, Mau·
lana, 58, &;..67' 72-78, 74, 83&l
Khalid Al-Kurd! Al-Madan!, f11
Khalldlyab (cabang llmlkal Naqayabaodlyab), 45,
~ 71-75, 89, 9!).109, 1:U.1ll3, l&S-146, 1-48161, 162-178, ~ 2lo.:112
liltalfd, 87, 126, 160, 164, 173, 181-1113
Kholll Banpalan, 187-1118
Khalil (Candlml, 8emanmg). 166
Khalil Hamdl Paya, 68, 69, 70, 71, 12-73
Khalil Hllml, 70-71, 12-73
Kholll (Kepmlr. (Banpalan), 1118
Khalil~ Lombok), 222
Khalil (RejolG,Jombug}, 96, 175
Khalil Wanllll (Mena. Bantim). 94
v.tat- """,.,.
v.tattlcr~77
Kha1wallyab. ........ 16, 34-36, 40, 42, 46, . . 89,
170, iOOIOl, 206,207, 210, 212
Al-Kbanl, Muhammad lbn 'Abdallab- li1ud Muhanunad lbn 'Abdallah Al-Kbanl
Khatib 'All (Muhammad 'All tbn 'Abd Al·
Muduballb). 112, 129
Khidbr, Nabl a, 52, 154
kll4111U/"'4 62-63
k/Jtdm.tK~, 8.'>86,
197, 212-213
K.budzalfab, (Omben, Pamekaaan, Madum) 189190
KbWlljapn, 45, 51-53, 7!)
Kobn, Tuanku di (Pagaruyung. Mlnangkabau),
126
Kodilm {Mlllles), 94
Kia1m1au, meleluanya, 25, It1l
Knwa, Weme,r 19, 125
Kubmwtyah. ........ 81
Kubu (R.lau). 185, 1-'l
Kumpulan, Syalkh - lllut.t Ibrahim Kumpulan
Al-Kurant, lbiablm - '""' lbmblm Al-Kul'lllll
Kadlrun Yabya, 143, 1-48-158, ~. 230
KaJang (Se1angot), 158-160
Kallmaman Baral, 70. 91, 92, 95, 120-123, 186-187,
189-192, 194-195, 196, 198, 230
Kallmaman Selalan, 199-205
Kampar, 128, Illa. 138-1-'1
karall'MI. 1-48-1"8
Kanodlrdjo, Slufono, 19, 27
Karunnmg, Karaeng' 36, 39
Kuan Mukmln, Kial (Sldohaijo), 29-30
Al-Kurant, Muhammad Sa'ld - llud Muhammad
Sa'kl Al-Kul'lllll
Al-Kurant, Muhammad Thablr- llud Abu'l-Thablr lbn Ibrahim Al-Kuranl
Al-Kwdl, Muhammad Amin - llud Muhammad
Amin Al-Kurd!
Al-Kurd!, Muhammad lbn Mahdi - llud Muhammad lbn Mahdi Al-Kuidl
Kunll, orang, 58, 66. 229
Kurdlslan, 17, 31, 66. 89, 230
Kula!, b!rajaan. 108
252 Ton/cal NatpJahandiyaA di lnt'ionesia
Labuban Haji (Aceh Selatan), 144
Lampung.92
Langbt. 26, 118, 1115, 136
Laplo. lnwn (Majene)-1"'41 Muhammad Thahlr
"tltlk.uuk halua" 42, 81 204
Lalbll Baldowt alias Mulwnmad Shaleh Baldowt
(Gondanglegl. Malang), 189, 100, I!B, 195-
'°""''if,
l!lfl, 213, 230
Lebub, Tuanku Syalkb, l 18, 125
lmnbok, 28-29, 92, 96, 215-225, 230
Lubuk Lmtah, Syekh (Suitt Air, Mlnangkabau),
126
Ludi8, Habib (Pekalongan), 170, 172
Luwu,206
Ma Mlngxln, 59
Madlnab, 2o, 29, 34, 4o, 41, 42, 43, «, M, 67
Madlun, 175
Madura, orang Madura, 70, 92, !l6Ul, 105-106,
107, 123, 161-171, 183, 185-198
Madyan (BabU88alam, Langkat), 137
Magecan. 175
Maghnbl,~
""'lltriM. llmu, 203-204, 224-225
Mahdi, 29, 31, 132
Mahfuzh (Kebumen), 173
Mahruda: (Sampang. Madura), 122, 187-191, 195
Mahmud AnJ1t Faghnawt, 50
Mahmud bin Sldlq (Tembom, Magetan), 175-176
Mahmuddln (Kampar), 140
Mahmun, Raden Hajt (Clanjur), 38
MalaurJui'I AJ.Patla'i, 98, 177
Majene, Sula-.t Selalan, 209, 210. 211
Majuai, apma, 79
Makaasar, orang, 3435, 200-201, 207-208
Mallah, 22, 26, 30, 34, 43, M, 55, 58, 64-74, 89-92,
99-101, 104-106, 117, 120-122, 128, 150, ltB,
183-184, 186, 196-197, 220-221, 226
Maldd Muhamun (Kedll1), 179
Maboem Dja'far (Porong), 179, 181-182
Malamatiyab. 51
Malang.191, 195-196, 198, 231
Malaya, lltllllOOIUljung. 135, 138, 147, 156, 158-161,
201
Ma'mun (Praya, Lombolt), 219-220
"""""lif. tna1t41Jilwzn, 98, 152-154, 163, 177
Manaruddln {Pbnorogo), 164
Mandalllng, 128, 131, 133, 134, 141-143
Mam:lar, orang, 209, 210
Mangli, Mbah (Hasan Asykart), 164, 166-167
Mansur (wakll Klai Arwanl Kudus), 162, 164
Mansur (Popongan, Solo), 1171, 162-163, 166, 167
....na&zt tlljrlll. 199, 202
Ma'rur bin 'Abdallah Khatib, Muhammad
(Palembang), 00, 92
Ma'rufbin Muhammad Haaan, Muhammad (Sukorejo, Blllar), 178
Maizuqi, Haji, khalilll.h Abdul Karim Banten, 27,
92.00
Jndltlc 253
Masrurl (Serong, Purwodadi), 164
Ma'llhum AJ..Faruql - likat Muhammad Ma'shum
AJ..Faruql
Ma'shum (Grabag, Magelang), 165
Ma'shum (KepanJen. Malang), 187-188, 100-191
Ma'shum (Ponorogo), 164
Ma'shum (Tanjung Batu, Majene, Sulawesi Selatan), 2U
Matilana Khalid - 1"'41 Khalid Dhlya.' AJ..Dln
Af..Kwdl
Mawardl (bin Slrajuddln, Sampang, Madura),
100, 196, 198
Mazhar AMhmadi, Muhammad, 69-70, 72-73
MuharJllft.!Janan, Mir.la, 65, 70, 72-73
Mazhariyah (cabang larekal Naqayabandiyah),
17,30,45,69-70,72-73, 74-75,85, 101, 119-123,
lfo, 185-198, 210. 214
mesalanlllme, gerakan, 2!).30
Ml'ad (Pawukan, Pekalongan), 165
Mlnan bin Uaman AIJshaql, 182
Mlnangkabau, orang, 105-106, 116.117, 139-140,
139, 142, 144, 147, 181, 182, 218, 200
Mlnangkabau (Sumalera Barat), 102-103, 107-100,
113-116, 124-133
Mlnangkabau,Ahmad Khaub-lt/iat Ahmad Kha·
Ub Mlnangkabau
Mlnangkabawl, lsma'll - lihat lsma'll Mlnang·
kabaWI
Mizjaji, 'Abd Af..Baql - ltllat 'Abd Al-Baqi AlMizjajl
Mlzjaji, Zain - lihat Zain ibn M. 'Abd Al-Baqi
Af..Mizjajl
Moeng, Hadjie -1"'41 Mahmun, R.H.
Mnmggen.96
Muda Wall-1""1.t Muhammad Waly
Muhaimi, Kial (Clbeber, Banten), 94
Muhammad ibn 'Abd Al-Karim AJ..Samman, 36,
40, «, 89
Muhammad ibn 'Abdallah Al-Khani, 74, 95, 100
Muhammad ibn 'Abd Al-Rasul Al-Ba!Zlnji, 56-58,
65
Muhammad 1bn 'Abd Al-Wahbab, 60
Muhammad'All (Clanjur), U
Muhammad 'All Sa'ld Bon.Joi, 139, 151, 154
Muhammad All alias Hajl All Batu (Saba, Lombok), 186, 215-218, 222-224
Muhammad 'All (Sulit Air, Sumatera Barat). 126
Muhammad lbn 'All AJ..Sanusi, 49
Muhammad tbn 'Alwi AJ..Maliki (Makkah), 196197
Muhammad Amin Al-Kurdi, pengarang Tanwir
Al-Qillub, 18, 74, 76, 82, 83, 86, 89, ltB, 171,
202, 204, 209
Muhammad Amin Pejeruk (Ampenan, Lombok),
219, 220, 222
Muhammad Al-Ghauts, 56.57
Muhammad Hadl Ginkusumo. 107, 109, 162-163,
165-166, 170
Muhammadjan Al-Makkl, 70, 72-73
Muhammad (Kedlrl), 179
Muhammad {Kolo Baru), 126
Muhammad 1bn Mahdi Af..Kwdi, 112
Muhammad AJ..Makki, 37
Muhammad Maabahan (Amulllal), 200
Muhammad Ma'ahum Af..Faruql, 56-58, 00, 63, 65
Muhammad M-, Raden Haji, Kepa1a Penghulu
Clanjur, 2'-26
Muhammad Noor {Ujung Pandang), 213
Muhammad Nur AJ..Bada'uni, 72-73
Muhammad Nur Sumatera, 160
Muhammad Nur (Takiaong. Kallman1an Selatan),
m205
Muhammad Ra'lt (Saba, Lombolt), 186, ~
Muhammad Sa'd (Stngkanik), 126
Muhammad Sa'd bin Tanta' {Mungka). 112, 129,
130, 139
Muhammad Sa'ld (Babusalam, Langkat). 136
Muhammad Sa'ld GUiit Banjar, 68
Muhammad Sa'ld Af..Kuranl, 68
Muhammad Sa'ld (Pulau Bubus, Mlnangkabau),
128
Muhammad Samman (Kampung SeJaring. Bukft,.
Unggi), 142
Muhammad Samman (Rao-Rao), 126
Muhammad Shaleh Baldowl - 1""1.t Lathlft
Baldowl
Muhammad Shaleh (Madura), 187, 190
Muhammad Shalih {Mlnangkabau), 126
Muhammad Shalih AJ..7.awawt, 22, 69-70, 72-73,
75, 101, 104, 100.118, 110. 119-121, lfo, 186
Muhammad bin Soleman (Motongtangge, Lombok), 217
Muhammad Waly (Labuban Haji, Aceh Selatan),
139, 1#146
Mulwnmad Yllllm (Pwak), 161
Muhammad .Ml.ahld, 56$1
Muhammadlyab, U3, 115, 139, 1#145, 218, 213
Mubdln-Nur (Rejolan. Tulungagung), 178
Muhlbbuddln Wall, 145-146
Muhsen (Jepara), 164
Muhsln Alt (Saleppa, Majlme), 211
Muhsln Aly Alhluduan, 123, 187-189, 190, 191,
193-196, 202, 210, 212-214
Muhsln Ma'mun (Praya, Lombok), 220
Mu'lm (BabU88alam, Langka~. 137
Mlljaddldlyab, cabang larekal Naqayabandlyah,
54-59, 61, 64-66
Mukhlis (Jetls, WonlW>bo), 173
Mokhtar bin Zalnal Abldln (Kwanyar, Madura),
197
Munawlr (bin Ghm:all,Jember), 173
Munlf (Glrlkusumo), 165-166
Muntaha (Bumen, Salattga), 164
Murad AJ..Q!Pani, Mulwnmad, 70, 72-73, 121,
122
rnwaqallah, 64, 82, 179, 204, 221
Musllkh (Mranggen), 94, 96, 180
MUSlal'a Faishal (Ampenan, Lombok), 218, 221·
222
Mustal'a 7.ahn, 209-210, 211-212
Musta'ln Romly, 9697, 98, 178-181, 185, 222
Mutamakkln, Hajl Ahmad, 59
Nalla Al-Banjari, Muhammad, 202
Nadhll; Mulwnmad (Glrlkusumo), 165-166
Nabdhatul IDama. 113, 179-181, UIS
Nahrawl (Ploeo Kuning. Yogyakarta), 163
Nahrawl (Talok Wuhmojo. Ngawen), 168-1611
N¥u Ad-Din lbn Mulwnmad Amin AJ..Kurdi,
168
Najmuddln (Tlmmbung. Majene, Stila-1 Sela-
tan),211
Najmuddln Ma'mun (Praya, Lombok), 220
Nacpabandl 'llluwlyab, larekal Jobi (Malang),
291
N~200
Na1ar, Beltau (T.,....it Selatan). 150
Nulll, M. Haqql-1.., Haqql Al-Naizlll
Neprl Sembllim. 138, 160
N~ . . . . . 85
Nllham AJ..Din, 56$1
Nor. SJlldliih (~ Malang).198
Nur Al-Din Ahmad Al-Tha'Ull, 56$1
Nur Al-Din M-llanlrl, 40
ur M•-.t. 156, 199, 228
N\11'&11, Mamlk (W,ra. Lombok), 223
Nunyld (Bandunglmjo,jepara), 164
Padrl, perang, 103
Niang, 160, 161
Pakih Tambah (Babusulam, Langkat.), 136-137
Panpttu, allran bballnan. 231
Pan-Islam, geralcan, 22
Pana, Khwajah Mubanunad, 00-61
Parial Poltllk Tantkat Islam - 1"'41 PPl1
Patani, 147
AJ..Patani, Ahmad tbn Muhammad Zain - 1""1.t
Ahmad lbn Mulwnmad Zain AJ..Palani
Pali, 164
penghulu, 2+25, 26
pengobalan, 155-156, 176.177, 184, 185, 204, 2fJJ,
220, 228-229
Perak, 1'111, 159-100, 161
Perils, 138, 161
Perm! (Penaluan Mmlimln Indonesia), 143
Penatuan Pengamal Tantkat Islam - ltllat PPl1
Peru (Penaluan Tadllyah hlamlyah), 113, 114,
116, 129-131, 139, lfo, 144, 145
Pesllam -1"'41 Bab-1am
Petimah, Guru (Mlljur, Lombok), 223-224
Plnang, Pulau, 134, 136, 161
Poenaen, C., 21
Ponllanak, lwsultanan, 70, I 00.109, 120-123
Popongan, 107, 162-163
PPP, 145-146, llKI, 195
PP11, 114, 116, 118, 13H33, 143, 145, 151-152,
171, 211-212, 233
Jndek 2.5.5
254 T4TlhM N(Jfsya~ di IfUkrtlsia
pdbumllllllll (penglndoneslaan), 224-225, 226-1112
Purballngga. 170, 1'12
~ tarekat, 34,
31\ 41>, '7-48, 54, !M, 117,
159, 174, 210, 217, 230
~ - Naqayabandlyah. tarekat, 27.30, 89!B, 109, 123, 173, 174, 118-1113, 1116, 217,
2l&m.200
Qjlmamddlll (tballtlah Muda Wall). 145
~In (llllar), 176
Qpllm lbn Muhammad lbn Abi Bakr Al-Shiddlq,
50
Qpyabandiyab, taRkat, ~-:am. 230
~ Muhammad Mund - lfad Mund
~
Q!ayalrl{Nakeh, Tayu), 164
Q,myaayt- lfad Ahmad Qpsyuyl
l\abtah blnt M.Jamtljaha, 144-145
~al"'f®r.85
t116'Aial Iii al·941kk, 64. 82-85, !11-911, Ill, 165,
191·1!1l. l!U-19S, 2()4.
Raft'les. Thomu Stamli:.mi, 21.:12
Raja All Haji. 119
Rambnl. 'All - lfad 'Azlzan.All M-1\amllanl
Rutan Al-Dlmayql, 31
J.ejolo 9697, 176-181, 185
Rembang. 16'1-168
lUau, daralan. 135-136, 188-1'1
lUau, kepula11&11, 70, 91).101, 119-12:0
lUdha bin Yahya. Muhammad (Pontiaoak), 123
l:Ufa'i. Ahmad (Sobraja) - li!Mt Ahmad l:Ufa'I
l:Ufa'I ~JOlnblnl), 181
l:Ufa'l (Sumpyub. Kroya), 16'
l:Ufa'iyah. tarekat, 229
Rtwpd. 'Adf- li!ld 'Arif A).Rlwgart
Ravi, Saiyid Adw Abbas, 00
Rolran {RJau dualan), 1~. 138, 141
Rmnly bin Tamlm (Rejaio, Joml>lmg), 96.. !Tl,
176-182, 1116
lWhllnl, Syekh {"dad Paldllan"), 153, 154
..-iS11111k, 88, 131, 138, 141, 14'1, 18), 171
Rmydlyah Kial>. 12:0
1:\.-ndl, Muhammad {Balljammln). 2:01
~ {Kelayan
Luar, Banjarmulll), 2002:01
Sa'd AIDln Kaayghari, 45, 53, 5651
Sa'tdja'tar (Pulau Gadang. Kampaq, 140
Salf Al-Din 'Arif Al-Faruql, 63, 65
Salim lbn Samlr, 101, 110
Salman Al-Fllrillt. /JO
Salman (Poponpn), 163
llUllill',59,69
Sambas, Ahmad Khallb - lilw Ahmad Khallb
Sambu
Sammlln. Syalkh - lfad Muhammad lbn 'Abd
A).Kadm Al-Samman
Samman (Buk1Ulaggl) - li!Mt Muhammad Samman
Samman (Rao-IW>) - lfad Muhammad Samman
Sammanlyah. tarekat, SO, 36, 89, I09, 147, 2:01
~lllP)'llbandl)'ah. tarekat, 14'7-148
s.-i.
Baba A).Sammasl
Smull, Muhammad (Polewall. Sulawesi Selalan),
Baba-"""
211
$mullyah. tarekat, 23, 49
Sapudl. 1!1l. 198
s-katla\un.31\ U&U7, 129, 143, 188
14YJlll.174,194
Sdtdeke. B.J.0. 12', 129, 188
Shau8, Faqlh (labusaalam. Langkat), 131-138
Shtbghat Allah, 56-59
Slilcldlq, Mohammad (Karangblok. Mata.nun,
Lonlbok),217,219-22:0
Sldlq (I'embom. Magelan). 175-176
Shlddlqtyah (tarekat lobl), 16
~ Tajul Arllln- lihal Abah Anom
ShonlaJI (I'enguh, Kebumen). 173, 182-183
Slak. 11:16. 139, 140
SldohaljO. »SO
nlril4lt, 48-52, 56.51, 62, 72-73, 00-91, 113-114,
187-188, 190
Silmlull, 'Ala' AIDaulah - '""'
Stmmnl
'Ala AIDaulah
Slngap-. 100.101, 106, 134-135
~ 206-2(8, 195-19'/, 1118-199, 2:01-203
Slrajuddtn Kudus 162
Slrajuddtn (Sampang. Madura). UP, 196, 1!1l.
195, 196
Sldllndl, Ahmad - """ Ahmad Slrhllldl
SlllJcmar,2:02
Snouck Hmgronje. Cbr1M1aan. 22-23, 31>, 44, C"fi.
Cl>,70,99, IOI, HP', lU
Sobnljl. 88, 107, 162, 167, 169-172
Soo'yb,JoellOli( no, us
~Raden (Kanmg. Lonlbok). 216, 223
Subud, allan keblt.lmn, 231~
Subuh, Pair. (Muhammad Subuh), 231-1112
Subbuml, 23.iCi
Submo, Pnllillen, 132
SuleylMn Hillllt Tunahan Eimdl (furkl), 8384
Sulldman A).Kboldy (Huta Punglwl, Tapmult
Selalan). 142, 143, 153
Sulldman AJ.Q;lml. 67, 72-73, 154, l(fi, 170, 175
Sulafmml. Raden (Den Leman) (Krasak. Clkam·
pek), 174
Sulldman .Al-IWult. 114-115, ll8, 13().131, 145,
228
Sulldman {Sumpur, M1nangkabau), 127
Sulalman: AJ::.Zuhdl (Sulalman Effendi, Syalkh
Jabal), 67419, 72-73, 75, 84, UIO, 10f, 107-llll,
Ul, 122, 126-128, 185, 139, 141>, 142, 147, 162,
169. 170, 171, 172-173
Sul:alman Zuhdt. Kial M!r7.a (Blttar) •- lihat Zuh·
di
Sulalmaniyah. cabang tarekat N111Pyabandlyah.
71
Suleymanll, cabang tarekat Naqsyabandlyah. ~.
aa.3l
Sulawesi Selalan, 3+35, 42, 46, 64, 196, 206-214,
230
sulllk, 88, 1'18, 141, 146, 147, 100, 163-164, 205
SumateraBvat(lfadjllpMIDangkabau),99, 101103, 110. 124-133
Sunmten. Utara. 88, 141-143, 147-158
Sumedang, 2t
Suralwta. 107
Syabrawt. Syahwt - lihat Ahmad Syabrawt
Sya'duddln. 190
Syahbuddin Sayut Matlnggl
Syadzlllyah. tarekat, 16, 89, 131\ 159, 204, :no
Syahbnddlll (Sylliabuddln) Sayut Mallngi.150
Syat\'I (Kabungbuanm. PeW:mgan). 172
Syaltkl {Rembang). Ul'l
Syamll. Syalkh (Daglmlan), 67
Syams Al-Diii (inlll'syld'nya Ahmad Khallb Sambas), 91
Syama Al-Din Habib Allah - lfad Muhar Jan-I
Janan,Mlna
Syam'un Banliefl, 22:0
Syamsuddlll (Sumbenmyat, Madura), 187-100.
195, 196
Syartrah Fallmah - lilull Fallmall, Syartrah
Syaaartyah. tarekat, 16, SO, 34, 41>, 44. ~ M, S8,
59, e», llJ, 103, 1w, 109, no, 125, 1aa, 140,
169-170, 174
Sythabuddin Syihab (Sayur Matlnggi) - lilltd
Syahbnddlll
Taj Al-Diii 'Abd Al-Rahman A).Kar.an.lnl, 5651
Tajuddln {bin Da'ud, Babusaalam. LanPal). 137
Taj Al-Diii ~', Syalkh. 31, 40, 54, 55-58, M,
76, 78,91
Tambah, Paldh- /i!ld Paldh Tambah
Tamim, Kial (J.ejolo), 96
Tanjung P.engbarapllll. 35
Tantrlame, 84, 85
Tapanult Sela4an (lfad jUga Mandailtng), 182,
141-143
T-h, Guru (Ampenan, Lonlbok), 217
task-.85
to.Wll.JJI", ll68'1, 131, 163, Ui6, 171, 195-196., 228
to.aj/M411, 177
to.r.cmstll. 41, 156, 19.5
Thahlr, Muhammad (Baupuh, Mlnangkabau).
127
Tbahir, Muhammad (Berulak. Mlnanpabau).
12'
Thahlr, Qpdhl Muhammad (Bop). «
Thahlr, Muhammad. allu Imam Laplo (MaJene,
Sulawesi Sellllan), 210
""''ifd, 61'62
Tbalb, Muhammad (Paull, M!nangbbau), 127
Tbalb (Pulau Plnang), 161
Thaylb (l'laya, Lombok), 93, 218-219
Thoblbah. Nyat. 190, 193, 197
Tljanlyah. tarekat. 16, 49, 181, 185, 198
Togog,Jero. allu Musuajl (LDmbok Timur), 216
Tholbah (Kallsapu. Clrebon}, !1l. 95, 174
Trengganu, 121
Trtm1ngham.J. Spenc:er, 62-63
Tudjimah, Prom.or, ao, as
Tudcl, negaca. 66, ~
Turk!, onmg, ~. 82, 8334
Ubaldah (Surabaya). 170, 175
'Ubddallah Alnv, 51-53, 5&51. 62, 84
·ubddallah Ellwll (Makkah), 71
Ulakan. 103, 140
Ulln Nuha (Xudm). 162, 164
Umar Ahmad Aayaq (&haq?} (Mad11111J, 196. 22'
Umar (Batu Pahlt.Johmj. 2:01
'Umar Hamdan Al-Mahrisl Al-Mallkl. 9.5
Umar (Mt.nm. Mop. Kedld).. 176
Umar (Raub. Pt.hang) 161
'Umar Al-Yumnt Al-Syatl'l. 58
Hlljl {Sumtlek. Lomliok). 217, 224
U1ntaD lhn 'Abddah lbn 'Mfl Al-'~ $a)'111f.
u-.
Wi,lOl,1111,HO.JU
Utmall Paull (Long le, Meb Bem).14$:&'*° 1<'8
u - (Geclllng,J-baal}. 175
U1D1&D Al-11111'1i ~ Surdaya).W.173.
178.179, 181·181. 185
Utmall (Klayu. Lomliok). 217
Usnmn (Slmpang Kl!\ Batu Pahlt.Johmj. 161
Uml!U\, Hlljl (Suitt Air}. 124
'Ullman Faull (Maldalh), ll8, 71, 72-73, 129, 139
'Ullman Slraj AIDlll (Hawaman), 116, llJ
'Ullman bin Sylhab Al-Din AWunllanl. 121
UWlllll AJ.Qjmml. 49
uwaDI, 49
voe (Kompenl Belanda), 34-35
Vedwlk Plllodus, A.W.P., 124
Wau -11/W Mahmun, R.H.
iaJMllll al-S]llllwl, 55, 65, 78
"""4.111 al·UMjflt/, 31, 40, 41, 45, 55, 65, 78, 110,
US, 199, 202-203
Wahhablyah. bum Wahhabi, 59, 117, 156, 196.,
209, 226
Wahlb Mahrurdi (Kebumen). 173
Wahtdlyah (tarekat lob!, Kerdld), 16,. 85, 179
. Wajih Al-Din. 5&57
lllllMll lllht, 224
Waliyullah. Syah. 59. 65, 81
W111P&bandl. tarekat lokal ~). 2:02
~ U2, 156, 19.5
Wuhllyah,Jam'tyatul. \13
Wad (Muteh, Deimk), 164
256 Tankat Naqsyabandiyali di /NiDflesia
""""· 81-82, 200, 229-230
Yahya Afiandl (Bai-wam, Langkat), 136
Yahya AJ.Daghlatanl, 68, 72-73
Yahya Al-Khalidl (Kato Kecll, Agam).129, 130
Yahya bin Labemana,, 112, 158-161, 226-227
Yahya (Mbaran, Mojo, Kedlrl) 176, 178
Yahya, Muhammad (Wonomulyo, Majene, Sulawell Selalan), 211
y_,., 3', 58, 59
Al-Y.-m, 'All-1"41 'All Al-Yamanl
.M-Y.-m, Huan Al-Muyath- /"41 Hasan Muhammad Al-Muyath Al-Yamanl
.M-Yaman.1, lsrna'd - lthal hma'll bin Zain Al-
Yaman1
Ya'qub Cartdtl, 52, 5&SJ
Yutn (Kedah), 92
Yutn bin 'Isa AJ.Padanl (Makkah), 196, 220
Yeiievtyah. 1ateka1, 51
Yogyakarla, 102, I 06
Yunua bin 'Abd Al-Rahman, Muhammad, 68
Yunm Maratan, 208
Yunua, Muhammad (Sendana, Ma.Jene, Sulawesi
Selatan), 211
Yunua, Muhammad (Katol..awu) {ldenllkdengan
yang di atas?J, 127
Yunm, Muhammad (Sendana, Ma.Jene, Sulawesi
Selatan), 184
Yuaut; Raja Muhammad (Rian), IOI, 119-120
Yusuf Amrullah (Ma.Jene, Sulawesi Selatan), 211
YusufBogor, 3!MO
YmufGunung Beranl, Haji, 128, 142-143
YuaufHamadanl, 50-52, 62
YuaufMalwsar Al-Taj Al-Khalwati, Syaikh, 34-43,
46, 54, 63, 00, 206, 229
Yuaut; qadhl Bone, 39
YUIUfQ.udsi, 139
YusufTlbuku (Ctbogo?), 39
Zahld (Glrikwumo), 16.S, 166
Zahld (Umbul, Sampang. Madura), 189, 100
Zahri, Mllllafa -1"41 Mualafa Zahri
2'.alnal Abldln (Kwanyar, Bangkalan), 112, 187190, 197
2'.alnal Abldln (falok Wohmojo, Ngawen). 169
2'.alnal Abldln (Umbul, Sampang, Madura). 187,
189
Zain Al-Din Rawa, 68
Zain lbn Nashlr (Makkah), 71
Zain ibn M. 'Abd Al-Baqt Al-Mlzjaji, 5&SJ, 58, 59
Zain bin Thalhah (Gunung Sembung, Cltebon),
174
AJ.Zawawl, 'Abdallah - lthal 'Abdallah Al-Zawawt
AJ.Zawawt, Muhammad ShaUh - 1"41 Muhamnwl ShaUh Al-Zawawl
zikir - 1"41 dzikir
zikir diam - lthal dzikir khall
zlklr keru - 1"41 dzikir Jahr!
Zoroaster, 79
Zubaldl (Mantenan, Blltar), 176-177
Zuhdl (Mirza Sulaiman Zuhdi, Mantenan, Blltar),
176
Zuhri (Glrllwswno), 165, 166
Zuhrl (Kajonan, Magelang), 173